Oleh:
Rahmi Zalia Putri 1740312272
Preseptor
dr. M. Iqbal Rivai, Sp.B (K)BD
PENDAHULUAN
merupakan salah satu penyebab akut abdomen tersering. Infeksi peritonitis dibagi menjadi
primer, sekunder, dan tersier. Dalam sebuah studi, penyebab paling sering peritonitis
sekunder, diantaranya perforasi ulkus peptikum (64%), diikuti oleh perforasi usus kecil
(24%), dan perforasi appendicitis (12%). Insiden tertinggi peritonitis sekunder didapatkan
pada diamati pada kelompok usia 21 sampai 30 tahun (32%), diikuti oleh 31 sampai 40 tahun
(26%). Insiden puncak di kalangan kelompok usia ini di negara berkembang sering
disebabkan oleh ulkus peptikum. Pria yang paling sering terkena, dengan rasio laki-laki
terhadap perempuan 9:1, yang sedikit lebih tinggi daripada apa yang telah dilaporkan dalam
literatur sebelumnya, 3:01 atau 4:01 atau 5:01 laki-laki terhadap perempuan. 1,2
Komplikasi perforasi pada ulkus peptikum terjadi sama dengan komplikasi perdarahan
saluran cerna. Lokasi perforasi paling banyak terjadi pada sisi anterior (60%), dapat pula
terjadi pada bagian anthrum (20%) dan pada bagian kurvatora minor (20%). 5,6
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, kasus perforasi gaster tahun 2005 26
orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang dan tahun 2007 meningkat menjadi 57 orang. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung dimana
kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam 6 bulan terakhir
mencapai 46 orang. Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Solo ( RSDM ) selama
kurun waktu 1 tahun, mulai Januari – Desember 2007, didapatkan penderita peritonitis
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang, pada periode 01 Januari 2013–31 Desember 2013
terdapat 144 kasus peritonitis yang dirawat inap dengan jenis peritonitis terbanyak adalah
peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks yaitu 53 orang diikuti oleh perforasi
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai peritonitis
Batasan masalah laporan kasus ini adalah anatomi peritoneum, definisi peritonitis,
prognosis
Metode penulisan laporan kasus ini adalah laporan kasus dan teori kepustakaan yang
TINJAUAN PUSTAKA
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga
abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya) yang menjadi salah satu penyebab
Sebuah Penelitan cohort yang dilakukan di Sagorre Dutta Hospital India dari Juni
2008- Juli 2011 terhadap 545 pasien dengan peritonitis. Pada penelitian tersebut didapatkan
peritonitis lebih penyebab peritonitis terbanyak adalah perforasi gastroduodenal (264 kasus),
perforasi apendiks sebanyak 101 kasus, trauma abdomen (74 kasus). Di Republik Demokrasi
Kongo, antara 1 Oktober dan 10 Desember 2004, telah terjadi 615 kasus peritonitis berat
(dengan atau tanpa perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang, pada periode 01 Januari 2013–31 Desember 2013
terdapat 144 kasus peritonitis yang dirawat inap dengan jenis peritonitis terbanyak adalah
peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks yaitu 53 orang diikuti oleh perforasi
Penyakit ulkus peptikum terdiri dari ulkus gaster dan duodenum, merupakan
penyakit yang banyak dijumpai pada populasi dengan angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi pada dua dekade terakhir. Dalam satu dekade terakhir dilaporkan adanya
penggunaan obat golongan non steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs) dan jamu
yang mengandung steroid. Obat golongan ini menyebabkan kerusakan barier mukosa
perforasi pada ulkus peptikum terjadi sama dengan komplikasi perdarahan saluran
cerna. Lokasi perforasi paling banyak terjadi pada sisi anterior (60%), dapat pula terjadi
pada bagian anthrum (20%) dan pada bagian kurvatora minor (20%). 4,5
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, kasus perforasi gaster tahun 2005
26 orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang dan tahun 2007 meningkat menjadi 57 orang.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Immanuel
Bandung dimana kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam 6
bulan terakhir mencapai 46 orang. Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Solo
( RSDM ) selama kurun waktu 1 tahun, mulai Januari – Desember 2007, didapatkan
RSDM.6
2.2.1 Peritoneum
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding
rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral,
yang menyelaputi semua organ yang berada di dalam rongga itu. Ruang yang bisa terdapat
di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. 7
pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti.
Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal terdiri atas
plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein kurang dari 30 g/L,
juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan bermacam sel imun. Luas
peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa. 7
seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang
alat visera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum
(omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus
kecil disebut mesenterium, dari apendik disebut mesoapendiks dari colon transversum dan
perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal
Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n.
lumbalis I. 9
Secara anatomi, lambung dibagi menjadi empat bagian, yaitu cardia, fundus, corpus,
dan pylorus. Cardia merupakan bagian atas yang langsung berhubungan dengan
esofagus, tepat di bawah sphincter esofagus setinggi vertebrae torakal ke-10 dan berada di
bagian posterior yang menghadap ke costae ke-7. Bagian kiri cardia yang disebut
Fundus merupakan bagian kubah di daerah sinistra yang langsung bersentuhan dengan
diafragma dan letaknya setinggi sulcus inercostal ke-5. Corpus merupakan bagian
tengah dari lambung yang berukuran paling besar. Corpus dibatasi oleh pankreas dan
yang bersambungan dengan usus halus. Pylorus berada setinggi vertebrae lumbal ke-1 dan
2,5 cm kanan dari midline. Persambungan ini mengatur pergerakan chyme menuju usus
halus dan menghambat aliran balik ke arah lambung. Pylorus terbagi menjadi bagian antrum
Dinding lambung mempunyai empat lapisan dari luar ke dalam : tunica serosa diluar,
serabut otot polos (tunica muscularis propia), tunica submocosa dan membrana mukosa.
Permukaan luar organ ini dibagi kedalam regio anatomi berdasarkan kira-kira jenis sel
mengandung banyak sel parietalis, sumber asam klorida (HCl) dan faktor intrinsik serta sel
principalis sumber utama pepsinogen. Jenis sel tambahan mencakup sel epitel permukaan,
yang mensekresi mukus dan bikarbonat kedalam lumen lambung, sel mukosa cerviks juga
mensekresi mukus dan merupakan prekursor kedua sel epitel permukaan dan sel parietalis
serta sel mast yang mengandung histamin. Corpus dibatasi di superior oleh cardia (bagian
lambung merupakan antrum, yang mengandung kelenjar persekresi mukus maupun sel G,
sumber hormon gastrin. Lambung mempunyai dua kurvatura, major dan minor serta dua
permukaan anterior dan posterior. Kurvatura gastrika mayor dekat dengan kolon
Vaskularisasi lambung berasal dari Arteri mesenterica superior dan truncus coeliacus.
gastrica dextra, yang merupakan salah satu cabang arteria hepatica. Curvatura major
gastroduodenalis, dari arteria gastroepiploica sisnistra serta dari arteria gastrica breves,
(LGA), arteri gastrica dextra (RGA), arteri gastroduodenale (GDA), arteri hepatica
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
snervus vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan
seliaka. 11
Persarafan simpatis melalui nervus splanikus mayor dan ganglia seliaka. Serabut-
serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontaksi
Secara anatomis, ulkus peptikum merupakan defek mukosa/ submukosa yang berbatas
tegas dapat menembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat
menyebabkan perforasi. Secara klinis, ulkus adalah hilangnya epitel dengan diameter ≥ 5mm
yang dapat diamati secara endoskopu atau radiologi . Ulkus yang mengenai mukosa gaster
disebut Ulkus Gaster sedangkan ulkus yang terjadi pada duodenum disebut sebagai Ulkus
Helicobater pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk basil. Bakteri ini
pertama kali dapat dikultur tahun 1982 di Perth Australia. Pada tahun 1993 nama bakteri ini
diganti menjadi Helicobacter Pylori. Bakteri ini mampu menghasilkan urease yang
menyebabkan bakteri ini mampu bertahan dalam pH asam gaster. Urease dihasilkan 6% dari
total protein bakteri. Bakteri ini juga menghasilkan VacA (Vacuolating Cytotoxin) yang
menyebabkan apoptosis pada sel eukariotik dengan cara pembentukan vakuola sitoplasma
Helicobater pylori terkolonisasi pada sel gaster yang memproduksi mukus. Bakteri ini
melekat pada glikoprotein yang terdapat di permukaan dari sel epitel dengan menggunakan
fimbriae. Selanjutnya bakteri akan berpindah ke lapisan mukosa. Urease yang dihasilkan
bakteri ini mampu memproduksi ammonia, berperan dalam menciptakan suasana netral bagi
pertumbuhan bakteri. Ketika bakteri melakukan aktivitas pada lapisan mukosa gaster,
mengakibatkan terjadinya reaksi inflamasi dengan adanya infiltrasi dari sel-sel mononuclear
pada lapisan lamina propria. Reaksi ini akan terus meningkat hingga mampu memicu
itu, adanya bakteri ini pada mukosa mampu menstimulasi NAP (Neutrophil Activating
Protein). Proses inflamasi yang terus menerus ini mengakibatkan terjadinya kematian pada
Infeksi primer Helicobacter Pylori tidak memberikan gejala spesifik. Gejala mual dan
nyeri abdomen bagian atas mulai dirasakan pada minggu kedua. Namun nyeri abdomen
bersifat intermitten dengan kualitas yang rendah. Dalam waktu 1 tahun, nyeri semakin jelas,
frekuensi dan intensitas meningkat, disertai dengan mual, muntah, anoreksia dan nyeri
epigatrium. Beberapa pasien bahkan tidak mengeluhkan gejala apapun selama hampir satu
decade. Infeksi bakteri ini mampu menyebabkan terjadinya perforasi gaster dengan
pylori adalah dengan menggunakan endoskopi. Pada endoskopi dilakukan biopsi dan kultur
pada mukosa gaster. Metode non invasive adalah dengan menggunakan pemeriksaan Urea
Breath Test. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk mengkonsumsi 13C -14C yang telah
dilabel urea. Jumlah urea pada gaster akan dihitung sesuai dengan jumlah CO 2 pada
pernapasan.15,16,17
2. Penggunaan NSAID
memiliki kegunaan klinis sebagai antipiretik, analgesic dan anti inflamasi. Obat ini mampu
menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sehingga efektif sebagai antipiretik. Obat
golongan ini berguna untuk analgesic pada nyeri ringan hingga sedang seperti myalgia, sakit
gigi, dysmenorrhea dan sakit kepala. Berbeda dengan analgesic opioid, obat ini tidak
menimbulkan depresi SSP. Sebagai agen anti inflamasi, NSAID digunakan secara luas dalam
pengobatan nyeri kronik seperti artritis rheumatoid, osteoarthritis, arthritis gout, dan
ankhilosing spondylitis.18
NSAID bekerja dengan menghambat kerja dari COX (Cyclooxigenase) baik COX-1
maupun COX-2. COX-2 adalah COX dominan yang memproduksi prostaglandin selama
dan dolor. Prostaglandin memiliki peran penting dalam menjaga integritas dan perbaikan
mukosa gastroduodenal. Cidera pada mukosa terjadi karena adanya paparan dengan NSAID.
NSAID dalam lingkungan gaster yang asam bersifat lipofilik terionisasi, sehingga mampu
bermigrasi melintasi membran lipid sel epitel dan menimbulkan kerusakan pada intraselular.
NSAID yang berada pada gaster juga mampu menimbulkan difusi kembali dari ion H dan
perokok insidensi ulkus peptikum terjadi lebih sering dibandingkan pada orang yang bukan
pada duodenum proksimal, peningkatan risiko infeksi Helicobater pylori dan menginduksi
namun studi menunjukkan factor psikologis tidak memiliki hubungan bermakna terhadap
insiden ulkus. Faktor psikologis ini lebih dikaitkan dengan insiden Dyspepsia Non Ulcer.10,17
Pola diet memiliki keterkaitan dengan terjadinya ulkus peptikum. Dari penelitian
didapatkan bahwa konsumsi alcohol dan kafein memiliki hubungan bermakna dengan
Seperempat dari pengguna NSAID dalam jangka waktu lama akan berkembang menjadi
ulkus peptikum dan 2-4% diantaranya akan mengalami perdarahan atau perforasi. Perforasi
udara, cairan dari gaster dan sekresi duodenum, makanan dan bakteria.Udara bebas atau
peritoneum. Hal ini dapat terjadi setelah perforasi gaster, duodenum dan usus besar. Pada
kasus perforasi dari usus halus, tidak terdapat udara bebas atau sedikit sekali udara bebas
yang keluar.Udara bebas dapat terlihat di rongga peritoneum setelah 20menit dari
timbulnya perforasi. 19
Secara umum episode dari perforsi ulkus peptikum dibagi menjadi tiga fase :
a. Peritonitis kimia.
Pada awal perforasi menimbulkan peritonitis kimia, dengan atau tanpa kontaminasi
mikroorganisme. Bocornya isi gastroduodenum biasanya terjadi difus tetapi dapat pula
terlokalisir pada abdomen bagian atas dengan adanya adhesi dari omentum.
-
Fase intermediate.
Setelah 6 – 12 jam pasien dapat menunjukkan penurunan gejala nyerinya. Hal ini
mungkin disebabkan oleh dilusi dari cairan gastroduodenum dengan adanya eksudat
peritoneal.
-
Fase infeksi abdomen.
Jika pasien belum dilakukan operasi, setelah 12 – 24 jam akan terjadi infeksi
intraabdomen.2
1. Tipe I , paling sering, terjadi sepanjang kurvatura minor, biasanya terjadi di sekitar
incisura angularis.
2. Tipe II, biasanya dua ulkus, pada corpus gaster dan di duodenum
3. Tipe III, berlokasi di prepyloric
4. Tipe IV, jarang terjadi, terjadi pada kurvatura minor dekat dengan
gatroesophageal junction. 22
2.4 Peritonitis
2.4.1 Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga
abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut, dan
merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses
infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon,
maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat perforasi.
Peritonitis steril dapat berkembang menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa
peradangan.9,25
1. Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran secara hematogen.
Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk
yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural)
dari kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum.7
Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif
pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.
Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters. 7,8
3. Peritonitis tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan
operasi sebelumnya. Peritonitis tersier biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous
penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu koagulase negatif, Staphylococcus,
S.Aureus, gram negatif bacili, dan candida, mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah
dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga menimbulkan
obstruksi usus.9
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini
timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritoneum
oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
Peritonitis dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis
lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme pertahanan
tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis
yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis
generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan peritoneum
berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat
2.4.4 Diagnosis
2.4.4.1 Anamnesis
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan
terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh
Demam, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
Mual dan muntah, timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat
iritasi peritoneum
Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan
kesulitan bernafas.
Tidak dapat BAB atau flatus. 8
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda
dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.8
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >38°C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
1. Inspeksi
Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus
yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut
2. Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal. 7,8
3. Palpasi
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietal adalah yang paling sensitif. Nyeri tekan dan
peritoneum parietal (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.7,8
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang
4. Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan
dubur untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis
usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi
1. Pemeriksaan Radiologi
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada pasien dengan akut abdomen
anteroposterior ( AP )
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
proyeksi AP.
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematokrit yang meningkat
b. Analisis Gas Darah, menunjukan asidosis metabolik, dimana terdapat peningkatan kadar
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.9
2.4.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding peritonitis dapa dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.29
2.4.5.1 Konservatif
-
Memuasakan pasien
-
Pemberian oksigen vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena
sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis
atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan
spektrum luas, yang sensitif untuk bakteri aerob dan anaerob, diberikan intravena.
antiemetik.26
2.4.5.2 Definitif
Tatalaksana definitif peritonitis yaitu dengan pembedahan
26
menghilangkan kausa peritonitis
perforasi).
Peritoneal lavage. 26
2. Laparoskopi
angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi
pada laparoskopi.26
2.4.6 Komplikasi
1. Syok Sepsis
2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten
3. Adhesi, dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus. 8
2.4.7 Prognosis
outcome pasien dengan perforasi ulkus peptikum, namun yang biasanya paling
valid adalah Boey score dan ASA score. Mortalitas dan morbiditas yang
27
disebabkan oleh perforasi ulkus peptikum sangat besar, dan angka mortalitas
peptikum telah diketahui dan beberapa angka prediksi klinis telah diajuka27
jam), infeksi luka post operasi, usia lanjut, asidosis metabolik berhubungan
peptikum. Penundaan operasi masih merupakan faktor utama yang penting dari
menunjukkan bahwa kultur jamur yang positif sering terjadi dan merupakan
insidensi infeksi luka operasi, lamanya perawatan RS, dan tingginya angka
mortalitas penyakit.27,28
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pesisir Selatan
Tanggal masuk : 1 Desember 2018
28
3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
sehari
Riwayat TB paru BTA (+) putus obat setelah minum obat TB ±2 bulan
3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien
42
Ikterus : tidak ada
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
3.3.2. Khusus
Kulit : Hangat, turgor baik
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kepala : Bulat, simetris, normosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok, uban (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorok : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O
Toraks
Paru
Jantung
ampula kolaps, teraba massa (-), feses (-), lendir (-), darah (-)
Anggota gerak : Akral hangat, CRT <2 detik
43
Foto Klinis Pasien
44
3.4. Pemeriksaan Laboratorium
3.4.1. Darah
Hb : 10,0 g/dL
Leukosit : 9530 / mm3
Trombosit : 443.000 /mm3
Hematokrit : 32%
PT/APTT : 11,4/43,5
Kesan : Anemia ringan, trombositosis
total protein,
45
Interpretasi:
o Preperitoneal Fat Line tidak jelas
o Poas Line jelas
o Distribusi udara usus tidak sampai distal
o Tak tampak distensi dan dilatasi usus
o Tak tampak gambaran air fluid level
o Tampak gambaran free air
Kesan: Peritonitis
46
Interpretasi :
AKI Rifle 1
47
O2 10L/i NRM
Puasa sementara
Pasang NGT
Pasang kateter
Rehidrasi cairan
Inj Ceftriaxone 2 x 1 g
Inj Ketorolac 3 x 30 mg
Inj Rantidine 2 x 50 mg
Rencana Laparotomi Eksplorasi
LAPORAN OPERASI
Jumlah perdarahan : 50 cc
48
Prosedur operasi :
lakukan debridement
Lakukan omental patch
Cuci rongga abdomen dengan aqua steril ± 4L
Rawat perdarahan, tutup luka operasi lapis demi lapis
Operasi Selesai dengan meninggalkan drain
Follow Up :
2/12/2018
Temperatur : 36,8°C
Abdomen :
Auskultasi : BU (-)
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Drain : 80 cc
49
NGT : 50 cc
Ceftriaxone 2x1 gr IV
Omeprazole 3x40 mg IV
Paracetamol 4x1 gr IV
Metronidazol 3x500 mg IV
Vit K 3x10 mg IV
50
BAB 4
DISKUSI
seluruh perut dirasakan tiba-tiba, terus menerus sejak ±16 jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri perut merupakan keluhan yang sering ditemukan di layanan
primer maupun sekunder. Di USA, Hampir 50% orang dewasa pernah mengalami
nyeri perut dan 5-10% diantaranya dibawa ke IGD. Keluhan nyeri perut dapat
ringan namun juga dapat berupa manifestasi dari kondisi yang mengancam nyawa.
29
Nyeri abdomen akut (kurang dari 24 jam) harus dipertimbangkan sebagai akut
timbul mendadak, dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
51
usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika
dan kolik renal. Penyebab akut abdomen dapat diprediksi berdasarkan lokasi dan
tipe nyeri. Nyeri yang tiba-tiba dengan sensasi terbakar, intensitas hebat, berawal
gambaran gejala perforasi ulkus peptikum. Tidak adanya riwayat trauma pada
Selain nyeri perut, keluhan penyerta lainnya juga harus diperhatikan. Pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah yang biasanya merupakan keluhan awal dari
akut abdomen. Muntah pada akut abdomen biasanya tidak progresif, namun jika
muntah progresif dan terus menerus dan diikuti nyeri perut hebat harus dicurigai
Pasien BAB terakhir 9 jam sebelum masuk rumah sakit, konsistensi biasa
tidak berlendir dan tidak berdarah. Tidak adanya keluhan obstipasi dan tidak dapat
obstruksi pada usus. BAB dengan konsistensi biasa serta tidak bercampur dengan
Disease (IBD).30,31
yang lalu,rutin diminum 1 kali sehari. Dalam satu dekade terakhir dilaporkan
(NSAIDs) dan jamu yang mengandung steroid. Obat golongan ini menyebabkan
52
komplikasi perforasi. Seperempat dari pengguna NSAID dalam jangka waktu
lama akan berkembang menjadi ulkus peptikum dan 2-4% diantaranya akan
hemodinamik masih stabil dan tidak ada demam. Pasien dengan peritonitis,
terjadi namun tidak selalu. Pada Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala
demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan
ataupun pergerakan usus. Perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
Pada auskultasi ditemukan bising usus pasien masih ada. Pasien dengan
peritonitis difus, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal
ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
53
Palpasi abdomen didapakan nyeri tekan dan nyeri lepas di seluruh regio
nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior dari
peritoneum parietal adalah yang paling sensitif. Nyeri tekan dan defans
menjepit, mukosa licin, ampula kolaps, tidak teraba massa, pada handscoen
tidak terdapat feses, lendir maupun darah. Pasien dengan keluhan nyeri perut
dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Perlekatan dapat
Pada pasien dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen posisi berdiri dan
LLD dan didapatkan gambaran preperitoneal fat line tidak jelas dan udara bebas
bedah merupakan tatalaksana definitif dari peritonitis dan prosedur yang sering
54
digunakan adalah laparotomi eksplorasi yang bertujuan untuk menemukan kausa
inflamasi atau iskemik atau penutupan viskus yang mengalami perforasi dan
peritoneal lavage. 26
Pasien harus dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Pemberian
antibiotik spektrum luas, yang sensitif untuk bakteri aerob dan anaerob, secara
55
BAB 5
KESIMPULAN
rongga perut, timbul mendadak, dengan nyeri sebagai keluhan utama dan
terjadi peritonitis
5. Diagnosis peritonitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
56
6. Penatalaksaan peritonitis berupa konservatif dan tindakan bedah
7. Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,
57
DAFTAR PUSTAKA
3
15. Prescott, Harley. Microbiology 5th edition. USA: The McGraw−Hill Companies. 2002. p.
918-919
16. Ryan, Kenneth J. Sherris Medical Microbiology an Introduce to Infection Disease 4 th
Edition. 2004. The McGraw−Hill Companies. p.380-384
17. John Del Valle. Acid Peptic Disorder, on Harrison's Principles of Internal Medicine 17th .
Braunwald. USA: McGraw-Hill. 2008
18. Modern pharmacology with Clinical Applications. p. 425-428
19. Chung KT, Shelat V. Perforated Peptic Ulcer-an Update. J Gastrointest Surg. 2017; 9(1):
1-12
20. Schaible A. Peptic Ulcer Disease: Perforation. In: General Surgery. Second edition.
London : Springer-Verlag London Limited. 2009.
21. Muholland MW. Gastroduodenal ulceration. In : Greenfied’s Surgery : Scientific
Principles and Practice, 4th edition. Chapter 46. Lippincott Williams and wilkins. 2006
22. Tsai S, Mulholland, Michael W. Emergency Operations for Peptic Ulcer Dissease.Current
Procedures of Surgery.USA: McGraw-Hill Companies Inc. 2010. p. 67 – 69
23. Gearhart SL, Silen W. Acute appendisitis and peritonitis. Dalam: Fauci A, Braunwald E,
Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al, editor (penyunting). Harrison’s principal
of internal medicine. Edisi ke-17 Volume II. USA: McGraw-Hill; 2008. p. 1916-7.
24. Daldiyono, Syam AF. Nyeri Abdomen Akut. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid Ke-1. Jakarta :
Interna Publishing. 2010. p 476-6
25. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik.
Jakarta: Gaya Baru. 1999. p.256-7
26. Rotstein, OD, Simmins RL. Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam Terapi Bedah
Mutakhir Jilid 2 Ed.4. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997
27. Buck, David, L., Andersen, Morten, V., Moller, Morten, H. 2012. Accuracy of clinical
prediction rules in peptic ulcer perforation: an observational study. Scandinavian Journal
of Gastroenterology, 2012;47:28-35
28. Soreide K, Thorsen K, Soreide JA. Strategies to improve the outcome of emergency
surgery for perforated peptic ulcer. Br J Surg 2014; 101:e51-e6
4
29. Abdullah M, Firmansyah MA. Management of Acute Abdominal Pain. Acta Medica
Indonesiana-The J of Int Medicine. 2012; 44(4): 344-350
30. Millham FH. Acute abdominal pain. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds. Feldman:
sleisenger and fordtran's gastrointestinal and liver disease. 9th ed. Philadelphia: Elvesier.
2010. p. 151-62.
31. Squires RA, Postier RG. Acute Sbdomen. In: Towsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical
Practice 19th ed. Philadelphia: Elvesier. 2012. p. 1141-59.
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15