KARSINOMA BRONKOGENIK
Oleh :
Viton Surya Irlaks (1510312060)
Retno Putri Hafid (1740312256)
Tiara Mardalifa (1510312030)
Dini Reswari (1510312050)
Preseptor :
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K), FISR
Dr dr. Masrul Basyar, SpP (K) FISR
Case Report Section “Ca Bronkogenik” telah dilaksanakan pada tanggal 26 April 2019 dan
telah diperbaiki
Perseptor
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K), FISR
Mengetahui
Ketua Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
UNAND / KSM Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang
PENDAHULUAN
Karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas bawah terutama bagian epitelium bronkus maupun bronkiolus dan 95% dari
kasus kanker paru merupakan karsinoma bronkogenik. Berdasarkan data WHO, kematian
yang disebabkan oleh kanker paru mencapai 1,4 juta kematian setiap tahunnya di dunia,
sedangkan di Indonesia, kasus kanker paru mengalami peningkatan dan menduduki peringkat
ke-4 sebagai kanker yang sering dijumpai di rumah sakit, peningkatan insiden karsinoma
bronkogenik terjadi karena beberapa faktor seperti peningkatan kebiasaan merokok di tengah
masyarakat, peningkatan polusi udara, adanya riwayat paparan radiasi dan zat-zat
karsinogenik. oleh karena itu, akibat tingginya angka kejadian dan mortalitas dari kanker ini,
maka kasus kanker ini menjadi perhatian yang amat besar di bidang kesehatan.
Peningkatan angka kejadian dan mortalitas karsinoma bronkogenik tidak lepas dari
pengaruh beberapa faktor, salah satunya adalah keterlambatan dalam penegakkan diagnosis,
yang dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi tanda
dan gejala yang mengarah kepada karsinoma bronkogenik, kemudian kurangnya fasilitas
ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Hal ini menyebabkan penatalaksanaan pada pasien
menjadi tidak optimal oleh karena pada stadium lanjut pemilihan terapi menjadi sempit serta
Penting bagi tenaga kesehatan untuk mengenal tanda, gejala dan hal-hal yang
berkaitan dengan karsinoma bronkogenik agar tidak terjadi keterlambatan dalam penegakkan
diagnosis dan keterlambatan dalam melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Karsinoma bronkogenik memiliki tanda dan gejala hampir serupa dengan gejala dari
beberapa penyakit paru lain diantaranya terdapat keluhan sesak nafas, batuk, atau nyeri dada
namun pada kasus karsinoma bronkogenik perlu diperhatikan durasi dan faktor resiko, karena
keluhan-keluhan pada kasus ini berlangsung lama bahkan tidak kunjung sembuh, selain itu
angka kejadian karsinoma bronkogenik ini tinggi pada pasien usia > 40 tahun dengan riwayat
merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum
pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal
satu faktor resiko lainnya diantaranya pajanan radiasi, riwayat kanker pada pasien atau
keluarga pasien, dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru.
ini akan dibahas mengenai karsinoma bronkogenik sehingga diharapkan dapat meningkatkan
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Pekerjaan : Buruh
No. RM : 01044880
2. ANAMNESIS PASIEN
Keluhan Utama
- Nyeri dada meningkat sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri tidak menjalar dan dirasakan
nyeri hilang timbul, terutama saat pasien batuk. Nyeri dada sudah dirasakan sejak 2
bulan ini. Awalnya, pasien dirawat di RSU Sungai Dareh. 1 bulan yang lalu dirawat,
dirawat selama 5 hari. Dilakukan pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan BTA (-).
Setelah itu, pasien dirujuk ke RSUD Solok, dirawat selama 7 hari, dilakukan
brokoskopi dengan hasil massa di lobus atas kiri dan dilakukan sikatan dan bilasan
bronkoskopi dengan hasil tidak tampak sel ganas dari hasil PA. Selanjutnya, pasien
dengan hasil tumor paru lobus atas kiri dan dilakukan biopsi forcep, sikatan dan
bilasan bronkus dengan hasil tidak tampak sel ganas dari hasil PA, kemudian pasien
- Sesak nafas meningkat sejak 1 minggu yang lalu, tidak menciut dan tidak meningkat
- Merokok mulai umur 20 th, 2 bungkus / hari, berhenti sejak 2 bulan ini. ( Perokok, IB
Berat)
3. PEMERIKSAAN FISIK
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,5C
- Sianosis : (-)
- TB : 160 cm
- BB : 50 kg
- Edema : (-)
- Anemia : -/-
- Ikterus : -/-
- Kepala : normocephal
Jantung
Paru
Inspeksi :
Punggung
- Inspeksi :
Abdomen
Palpasi :
Perkusi : timpani
Genitalia :
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Gds : 96 g/dl
Rontgen
5. DIAGNOSIS
Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min stage IIIb PS 70-80
6. PENATALAKSANAAN
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/70, Nd: 98, Nf: 22x/ menit, T: 36,5ºC
80
S : Nyeri dada (+), batuk berdahak (+), sesak nafas (+) berkurang
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/70, Nd: 80x/i, Nf: 23x/ menit, T: 36,5ºC
80
P :
S : Nyeri dada (+) berkurang, batuk berdahak (+), sesak nafas(+) berkurang
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 90x/i, Nf: 24x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 90x/i, Nf: 24x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 84x/i, Nf: 22x/ menit, T: 37ºC
80
P :
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 80x/i, Nf: 24x/ menit, T: 37ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/60, Nd: 96x/i, Nf: 21x/ menit, T: 36,5ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/60, Nd: 90x/i, Nf: 20x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 85x/i, Nf: 24x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
Tanggal 21 April 2019 jam 07.00 WIB
S : Sesak Nafas (+) hilang timbul, Batuk (+) sesekali, Demam (-), mual (+),
muntah (-)
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 84x/i, Nf: 20x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
O : Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 86x/i, Nf: 22x/ menit, T: 36,8ºC
80
P :
- Codein 3x10 mg PO
BAB 3
DISKUSI
Karsinoma bronkogenik merupakan tumor primer paru yang berasal dari epithelium
bronkus maupun bronkiolus yang sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti namun
berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kasus ini diantaranya riwayat paparan bahan dan
zat karsinogenik yang menyebabkan mutasi beberapa gen yang berkaitan erat dengan
kejadian karsinoma bronkogenik seperti proto oncogen, tumor supressor gene dan gene
encoding enzyme.
Peningkatan aktivitas onkogen dan penurunan kerja gen supressor tumor menjadi
onkogen bila terpapar karsinogen. Epidermal growth factor receptor (EGFR) berkembang dan
mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis serta invasi tumor. Mutasi yang terjadi
menyebabkan terjadinya inaktivasi gen supresor tumor terutama gen p53 tumor supressor
pada kromosom 17p. Individu dengan gen polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom
bronkogenik. Kasus karsinoma bronkogenik ini memiliki faktor resiko diantaranya usia > 40
tahun, riwayat kebiasaan merokok, riwayat keganasan pada organ lain dan riwayat keganasan
pada keluarga. Ny.S tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak ada riwayat memasak kayu
Bila karsinoma tumbuh dan berkembang disekitar saluran napas, maka dapat
mengakibatkan obstruksi aliram udara dan menyebabkan nafas menjadi sesak. Obstruksi
menyebabkan akumulasi sekret dan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
sehingga rentan mengalami infeksi saluran nafas. Tumor juga dapat mengenai nervus
phrenikus sehingga terjadi paralisis diafragma baik lateral maupun bilateral dan
menyebabkan dispnea. Bila tumor menginvasi dinding dada maka pasien juga sering dengan
keluhan nyeri pleuritis yang menetap. Efusi pleura juga dapat menyertai dispnea, suara nafas
melemah dan pekak pada perkusi. Bila tumor membesar dan mengenai daerah esofagus maka
dapat menyebabkan keluhan nyeri dan sukar menelan. Bila mengenai vena cava superior
maka dapat menyebabkan sindrom vena cava superior seperti edema pada wajah, plethora
dan dilatasi vena pada tubuh bagian atas, bahu dan lengan,
terjadinya kerusakan pada paru dan menimbulkan keluhan penyakit paru dan respirasi pada
umumnya sehingga tanda dan gejala menjadi tidak khas seperti batuk, sesak atau nyeri dada.
Namun bila hal ini berlangsung dalam waktu yang lama atau tidak kunjung sembuh dengan
pengobatan biasa maka perlu dipertimbangkan kearah keganasan pada bagian paru dan
respirasi.
Ny.S dalam kasus ini berdasarkan anamnesis untuk penegakkan diagnosis karsinoma
bronkogenik, pasien memiliki keluhan batuk yang telah berlangsung sejak 7 bulan yang lalu
dan meningkat dalam 1 minggu ini disertai keluhan sesak yang telah dirasakan sejak 1 bulan
belakangan dan meningkat dalam 1 minggu ini sedangkan keluhan respiratori lain seperti
nyeri dada, batuk berdarah dan keluhan non respiratori lainnya seperti suara serak, nyeri
menelan, penurunan berat badan dalam waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang
timbul, nyeri di tulang dan pembengkakan pada di leher, aksila maupun dinding dada
paru Indonesia, pada pasien ini mecakup keadaan atau tampilan umum pasien menurun, tidak
teraba benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tidak terdapat pembesaran
hepar atau tanda ascites, tidak terdapat nyeri ketok di tulang. Pemeriksaan fisik paru
didapatkan keadaan yang menurun, terdiri dari inspeksi dinding dada asimetris dan cembung
pada bagian yang sakit, pergerakan dinding dada tidak simetris, pada dada yang sakit
pergerakan akan tertinggal. Palpasi didapatkan fremitus melemah pada bagian yang sakit,
perkusi dapat pekak pada daerah yang sakit dan auskultasi terdengan suara napas dapat
tromobosit serta fungi hati dan fungsi ginjal lalu ditambah dengan pemeriksaan patologi
adanya proses keratinisasi dan pembentukan jembatan intraselular, selain itu pada
pemeriksaan sitologi juga didapat perubahan yang nyata dari displasia skuamosa ke
karsinoma insitu. Karsinoma bronkogenik merupakan salah satu jenis non-small cell lung
cancer. Pemeriksaan pencitraan juga perlu dilakukan, sebagai tahap awal dalam penegakan
diagnosis maka perlu dilakukan rontgen toraks AP/lateral dalam penegakkan diagnosis dan
mencari lesi yang dicurigai, bila ditemukan lesi yang mencurgikan maka wajib dilakukam CT
Scan toraks dalam penegakkan diagnosis, menentukan lokasi lesi dan menentukan stadium.
Bila tenaga kesehatan telah melakukan tahapan dimulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang secara rinci dan sistematis maka diharapkan kejadian
dalam keterlambatan penegakan diagnosis dapat dicegah sehingga angka kejadian dan