Anda di halaman 1dari 46

Grand Case

SPACE OCCUPIED LESSION (SOL)

Oleh

Nia Atmalini 1740312220

Preseptor

dr. H. Syaiful Saanin, Sp.BS (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah Space Occupying Lession diartikan sebagai neoplasma baik bersifat

jinak atau ganas dan primer atau sekunder, serta setiap massa inflamasi atau

parasit yang berada dalam rongga tengkorak.1 Tumor otak dibagi berdasarkan

lokasi, jenis sel dan asal sel.2 Tumor intrakranial merupakan salah satu jenis dari

tumor pada sistem saraf, selain tumor spinal dan tumor saraf tepi. Tumor

intrakranial bersifat jinak maupun ganas dan timbul didalam otak, meningen dan

tengkorak. Tumor ini juga dapat bersifat primer maupun metastase dari tumor

pada organ lainnya.3

Penyebab tersering space occupying lesion adalah kanker otak. Kanker otak

meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat. Di Amerika

Serikat insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah 21.42 per 100.000 penduduk

per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk kanker otak ganas, 14.17 per

100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka insidens untuk

kanker otak ganas di seluruh dunia ber-dasarkan angka standar populasi dunia

adalah 3.4 per 100.000 penduduk.Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000

penduduk per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pria. Data cancer registry dari

RSK Dharmais, RSCM, RS Persahabatan, IAPI, KPKN.

Perbandingan insiden pada tumor sistem saraf pusat primer dan sekunder

adalah 1:1, angka meningioma sebesar 13-26% disebutkan sebagai salah satu

tumor primer intrakranial.4 Berdasarkan 2 kasus yang dilakukan penelitian,

dikatakan belum terdapat bukti bahwa meningioma dipicu oleh hormon wanita.4

2
Sekitar 10% dari seluruh tumor yang terjadi ditemukan pada susunan saraf.2

Insiden tumor intrakranial primer sekitar 14-21/100.000/tahun.5 Glioma,

meningioma, adenoma, dan neurinoma merupakan tumor primer yang sering

terjadi. Pada dewasa 60% kasus tumor terletak pada supratentorial. Pada anak

70% kasus tumor terletak infratentorial.5

1.2 Batasan Masalah

Penulisan ini bertujuan untuk mengenali jenis, gejala klinis, dan tata laksana

dari Space Occupying Lesion.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini dapat menambah wawasan dan ilmu dasar mengenai Space

Occupying Lesion dan tata laksana.

1.4 Metode Penulisan

Grandcase ini ditulis dengan metode studi kepustakaan yang merujuk ke

berbagai literatur

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak adalah organ

penting yang mengendalikan pikiran, emosi, keterampilan motorik, sentuhan, visi,

respirasi, suhu, rasa lapar, dan setiap proses yang mengatur tubuh kita. Otak dapat

dibagi ke dalam otak besar ( cerebrum), batang otak ( brainstem) dan otak kecil

(cerebellum). 6,7

a. Cerebrum
- Merupakan bagian paling besar
- Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium cerebri
- Berfungsi untuk kontrol terhadap pembicaraan, emosi, inisiasi gerakan,

koordinasi gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran,

penilaian, penalaran, pemecahan masalah, emosi dan pembelajaran.


b. Cerebellum
- Terletak dibawah cerebrum dan di belakang otak
- Berfungsi untuk koordinasi gerakan otot rangka dan untuk

mempertahankan postur tubuh, keseimbangan, dan equilibrium


c. Brainstem
- Batang otak termasuk otak tengah, pons dan medulla
- Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian

pesan sensorik, rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung, suhu

tubuh, gerakan otot tak sadar, bersin, batuk, muntah dan menelan,

tekanan darah dan pernapasan.

Secara spesifik, beberapa bagian lain dari otak adalah sebagai berikut:6,7

- Pons: sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di

brainstem, pons berisi banyak daerah kontrol untuk gerakan mata dan

wajah

4
- Medulla: bagian terendah dari batang otak, medulla adalah bagian

yang paling penting dari seluruh otak dan merupakan pusat kontrol

jantung dan paru-paru yang sangat penting


- Saraf tulang belakang: merupakan sekumpulan besar serabut saraf

yang terletak dibagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke

punggung bawah, syaraf tulang belakang ini membawa pesan ke dan

dari otak dan seluruh badan.

Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang

disebut meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal, yang

diproduksi oleh pleksus khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan antara

rongga meningen. Cairan serebrospinal membawa nutrient dari darah ke otak dan

membawa kembali zat-zat yang tidak diperlukan lagi dari otak ke darah.6,7

2.2 Space Occupying Lesions (SOL)

DEFINISI

Suatu lesi yang meluas atau memenuhi ruang dalam otak termasuk massa

(tumor), hematoma dan abses. Space-occupying lesion seringkali disebabkan oleh

keganasan tetapi juga dapat disebabkan oleh keadaan patologis lain seperti abses

atau hematoma. Hampir setengah tumor intrakranial berupa tumor primer tetapi

selebihnya berasal dari luar sistem saraf pusat dan tumor metastase. Efek tumor

bersifat lokal, sehingga menyebabkan kerusakan otak yang bersifat fokal dan

gambaran klinis yang muncul sesuai terhadap letak lesi dan etiologinya. Dapat

terjadi gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial atau kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir. Tumor dapat

menginfiltrasi dan merusak struktur penting, ia dapat mengobstruksi aliran

5
serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat mengakibatkan

angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier, mengakibatkan edema.8

Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi

tergantung pada dimana lokasi gangguan dalam otak serta derajat kerusakan

jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala yang hebat diakibatkan

oleh peregangan durameter dan muntah-muntah disebabkan tekanan pada batang

otak merupakan keluhan yang umum. Pada pasien yang diduga tumor intrakranial

tidak boleh dilakukan pungsi lumbal. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan

untuk menegakkan diagnosis pada pasien.2,3

EPIDEMIOLOGI

1. Keganasan

Metastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma

(merupakan 95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor

otak primer bersifat supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak

adalah jenis infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma,

multifore, oligodendroglioma, dan ependyoma. Hampir kesemuanya mempunyai 5

years survival rate yang kurang dari 50%. Cerebellar hemangio blastoma

memiliki tingkat survival rate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki

recovery total apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50%

kasus berupa multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti oleh

kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma maligna.8

2. Penyebab lain

6
Hematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan

antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah

COPD yang dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses

cerebri bersifat multiple pada 25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral

jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih sering terjadi dengan infeksi HIV.

Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.8

JENIS SPACE OCCUPYING LESIONS

A. Primary Intracranial Tumors

Setengah neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya adalah

meningioma, adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya. Beberapa

tumor, terutama neurofibroma, hemangioblastoma, dan retinoblastoma, dapat

memiliki dasar dan faktor kongenital mendasari perkembangan kraniofaringioma

yang sama sifatnya. Tumor dapat terjadi pada semua usia, tetapi beberapa jenis

glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.9

7
Gejala dan Tanda Klinis

Tumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral secara

umum dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Karena itu, dapat terjadi

perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit

kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial

tertentu, jaringan otak dapat mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan

tekanan rendah. Sindroma yang paling sering ditemukan adalah herniasi lobus

temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal, sehingga mengakibatkan

kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior. Tanda

paling awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan

stupor, koma posturasi deserebrasi dan kesukaran bernafas. Satu lagi sindroma

herniasi penting terdiri dari penurunan tonsilar cerebelli melewati foramen

magnum, sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang menyebabkan

apnea, circulatory collapse dan kematian. Tumor intrakranial dapat mengarah

kepada defisit fokal tergantung pada lokasinya.9

 Lesi lobus frontal


Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan

progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personaliti

dan refleks grasping kontralateral. Pada lesi ini mungkin mengarah kepada

afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior gyrus frontalis inferior

sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi

presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal atau defisit

piramidalis kontralateral.9
 Lesi lobus Temporalis

8
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi

pembauan dan gustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran

eksternal tanpa penurunan kesadaran yang jelas. Lesi lobus temporalis

dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan sikap,

sensasi dejavu atau jamaisvu, mikropsia atau makropsia (objek kelihatan

lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang

pandang (cross edupper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau

halusinasi auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia

dan receptive aphasia, sedangkan lesi pada bahagian kanan menganggu

persepsi pada nada dan irama.9


 Lesi lobus parietalis
Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral

dan dapat mengakibatkan kejang sensorik, penurunan sensorik atau

kombinasi keduanya. Penurunan sensorik bersifat kortikal dan

mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi taktil, sehingga mengarah

kepada gangguan sensorik tekstur, ukuran, berat dan bentuk.

Ketidakmampuan mengenali benda yang berada di tangan (astereognosis)

terjadi karena lesi lobus parietalis yang luas, selain juga menyebabkan

hyper pathia kontralateral dan sindroma thalamus. Keterlibatan radiasi

optik dapat mengarah kepada gangguan lapang homonim kontralateral

yang kadang terdiri hanya lower quadrant anopia. Lesi pada girus

angularis sinistra mengakibatkan sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia,

agrafia, akalkulia, konfusikanan-kiri, dan agnosia jari), sedangkan

keterlibatan girus submarginalis sinistra mengakibatkan apraksia

ideational. Anosognosia (denial, neglectorrejection of a paralyzedlimb)

9
sering terlihat pada pasien dengan hemisfera lesi non dominan (kanan).

Constructional apraxia dan dressing apraxiadapat juga terjadi pada lesi

bahagian kanan.9
 Lesi lobus oksipitalis
Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menyebabkan cross

edhomony moushemi anopia atau gangguan lapang pandang parsial.

Dengan lesi sisi kiri atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual tehadap

objek dan warna, sedangkan lesi iritatif pada kedua sisi dapat

mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk. Keterlibatan lobus

oksipitalis bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana masih

terdapat respons pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna,

prosopagnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah),

simultagnosia (ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi

suasana komposit) dan Balintsyndrome (gangguan untuk melirik mata

kepada satu titik, walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks

mata). Tidak adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang

mengarah kepada Anton syndrome.9


 Lesi pada batang otak dan serebellum
Lesi batang otak menimbulkan paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi,

nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau

kedua sisi. Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma, cenderung untuk

menghasilkan peningkatan tekanan intrakranial pada perjalanan penyakit

lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang jelas pada tungkai jika

vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular ipsilateral (ataxia,

incoordinationdan hypotonia tungkai) jika hemisfer cerebellum terlibat.9


 Tanda lokalisir palsu

10
Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan

langsung atau infiltrasi, selanjutnya mengarah kepada lokalisir klinis yang

salah. Tanda lokalisir ini termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan

respons plantar ekstensor bilateral yang dihasilkan oleh sindroma herniasi

dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral terhadap tumor

hemisfera sebagai hasil dari tekanan di pedunkulus cerebri bertentangan

dengan tentorium.9

Tumor Gambaran Klinis

Glioblastomamultiformis Menimbulkan keluhan nonspesifik dan peningkatan

tekanan intrakranial. Dengan perkembangan akan

menghasilkan defisit fokal.

Astrocytoma Gambaran mirip glioblastomamultiformis tetapi

lebih lambat, sering setelah beberapa tahun.

Cerebellar astrocytoma dapat memiliki gambaran

yang lebih jinak

Medulloblastoma Sering terjadi pada anak. Seringkali timbul pada

dasar ventrikel keempat dan mengarah kepada

peningkatan intrakranial yang selanjutnya

menghasilkan tanda cerebellar dan batang otak.

Ependymoma Glioma yang timbul pada ependyma ventrikel,

terutama pada ventrikel IV, menimbulkan gejala

awal peningkatan tekanan intrakranial.

Oligodendroglima Berkembang lambat. Seringkali timbul pada

11
hemisfera serebral dewasa. Kalsifikasi dapat terjadi

Brainsteglioma Timbul saat usia muda dengan palsy saraf kranial

dan kemudian gejala tract sign pada tungkai. Tanda

peningkatan tekanan intrakranial timbul lambat

Cerebellar hemangio Datang dengan dysequilibrium, ataksia tungkai, dan

blastoma tanda peningkatan tekanan intrakranial. Dapat

berhubungan dengan lesi vaskular spinal dan retinal,

polyctythemia, dan renal cell carcinoma

Pineal tumor Digambarkan dengan peningkatan tekanan

intrakranial, kadang dengan impaired upward gaze

(Parinaud syndrome) dan gangguan lesi batang otak

Craniopharyngioma Berasal dari sisa Rathkepouch di atas sella, menekan

opticchiasm. Dapat terjadi pada semua usia tetapi

seringkali pada usia muda dengan disfungsi endokrin

dan gangguan lapang bitemporal

Acoustic neurinoma Gangguan pendengaran ipsilateral. Dapat melibatkan

tinnitus, sakit kepala, vertigo, kelemahan/kesemutan

wajah dan longtractsign.

Meningioma Berasal daripada duramater atau araknoid, menekan

dan menginfiltrasi struktur neural berdekatan.

Meningkat dengan berlanjutnya usia. Ukuran

bermacam-macam. Gejala tergantung daerah tumor.

Seringkali jinak dan dapat tereteksi dengan CT-Scan,

dapat menyebabkan kalsifikasi dan erosi tulang

Primarycerebrallymphom Berhubungan dengan AIDS dan gangguan

12
a immunodefisiensi. Gejala termasuk gangguan defisit

fokal atau dengan gangguan kognitif dan kesadaran.

Mungkin tidak dapat dibedakan dengan

cerebraltoxoplasmosis

Imaging

MRI dengan gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai

untuk mendeteksi lesi dan mendefinisikan lokasi, ukuran, dan bentuk;

perkembangan yang menyebabkan penyimpangan anatomi yang normal; dan

derajat edema serebral atau kelainan massa yang berhubungan. CT-Scanning

dengan penggunaan radiokontras dapat dilakukan tetapi kurang membantu

dibandingkan MRI untuk lesi yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda

atau gambaran meningioma pada MRI atau CT-Scan secara virtual merupakan

tanda diagnostik, seperti ada lesi pada daerah tertentu (Regio Parasagittal dan

Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal Ridge dan Tuberculum Sellae) yang

kelihatan seperti daerah homogenous dengan peningkatan densitas pada scannon

kontras dan meningkat secara seragam dengan kontras.9

Arteriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh

darah serebral normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran

massa avaskular adalah penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor,

hematoma, abses, atau space-occupying lesion lainnya. Pada pasien dengan tahap

hormon normal dan massa intrasellar, angiography diperlukan untuk

membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.9

13
Laboratorium dan Pemeriksaan Lainnya

Electroencephalogram memberikan gambaran penunjang mengenai fungsi

serebral dan dapat menunjukkan tanda gangguan fokal akibat neoplasma atau

kelainan difus lain yang memengaruhi status mental. Lumbar puncture jarang

diperlukan; penemuan tidak bersifat diagnostik; dan prosedur dapat menyebabkan

sindroma herniasi.9

B. Tumor metastatik Intrakranial

Beberapa penyebab space occupying lesion pada tumor metastatik intrakranial

adalah metastasis serebral dan metastasis leptomeingeal. Gejala klinis pada

keadaan ini dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi dari tumor.

C. Lesi massa intrakranial pada pasien AIDS.


Pada pasien ini, massa intrakranial muncul berupa limfoma serebral
D. Tumor Spinal Primer dan Metastasis
E. Abses Otak.

Umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat infeksi telinga tengah, sinusitis,

empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia, endokarditis, penderita AIDS

dengan abses.

PATOFISIOLOGI
Kranium merupakan kerangka keras yang berisi tiga komponen yaitu otak,

cairan serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler. Kranium hanya memiliki

sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Hemisfer serebral dari

serebelum dipisahkan oleh tentorium yang keras pada kranium. Maka

kompartemen yang berada di atas tentorium serebelli disebut supratentorial,

sedangkan yang berada di bawahnya disebut infratentorial. Timbulnya massa yang

14
baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan pertama-tama

neoplasma itu akan menggeser isi intrakranial yang normal sebagai konsekuensi

lesi desak ruang atau space occupying lesion (SOL).2,5,


Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel

lateral, tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi

pleksus di keempat ventrikel, terutama di kedua ventrikel lateral. Saluran utama

aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem

cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula

mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari

ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus

Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel keempat

melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka di lateral dan satu foramen

Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu rongga cairan

yang terletak di belakang medula dan di bawah serebelum.7


Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi

seluruh otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas

dari sisterna magna dan mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke

dalam sinus venosis sagitalis besar dan sinus venosus lainnya di serebrum.7
Pada ruang intrakranial terdapat cairan yang dapat menekan organ lainnya

yaitu cairan serebrospinal. Tekanan intrakranial normal adalah 50 – 200 mm H2O

atau 4 – 15 mm Hg. Peningkatan volume dapat menjadi salah satu unsur yang

menyebabkan terjadinya desakan pada organ lain dan akhirnyan tekanan

intrakranial meningkat.8
Konsekuensi lesi desak ruang dapat terjadi berupa:2,5,6
1. Pergeseran CSS. Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan

menimbulkan gambaran CT scan berupa ventrikel lateral kolaps pada sisi

15
ipsilateral dari neoplasma sedangkan ventrikel lateral sisi kontralateralnya

akan nampak distensi.


2. Pergeseran volume otak (herniasi serebri). Pergeseran otak oleh lesi massa

hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas. Neoplasma yang

tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran otak juga lambat.

Sebaliknya neoplasma seperti glioblastoma, pergeseran otak terjadi cepat

dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau melalui

foramen magnum. Neoplasma yang terus membesar, volume yang dapat

digeser terpakai semua dan TIK mulai meningkat. Peningkatan TIK yang

persisten diatas 20 mmHg berhubungan dengan peningkatan tahanan aliran

CSS. Gambaran CT scan dengan tanda obliterasi sisterna perimesensefalik

merupakan bukti penting bahwa TIK meningkat.

Hubungan antara TIK dan keadaan neurologik juga tergantung pada tingkat

pertumbuhan neoplasma dan pergeseran otak. Neoplasma yang pertumbuhannya

lambat, seperti meningioma, dapat tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya

tanda peningkatan TIK. Sebaliknya, neoplasma yang lebih kecil namun terletak di

dekat bangunan peka nyeri dan mengganggu aliran CSS ataupun neoplasma yang

pertumbuhannya cepat, seperti glioblastoma, dapat menyebabkan kompresi otak

yang berat dan cepat.2,5,6

1. Herniasi Supratentorial2,5,6

a. Herniasi sentral/ transtentorial

Disebabkan oleh menigkatnya TIK secara menyeluruh. Pada herniasi

ini, sering dicetuskan oleh perdarahan talamus, edema otak akut, dan

hidrosefalus obstruktif akut.


16
b. Herniasi Unkus

Merupakan herniasi lobus temporalis bagian mesial terutama unkus.

Herniasi ini muncul karena kompresi rostrokaudal yang progresif; secara

bertahap tekanan semakin mendorong kekaudal dan makin berat, dan dikenal

empat tahap dengan sindrom yang khas, diantaranya:

 Bagian yang ditekan adalah diensefalon dan nukleus hipotalamus


 Penekanan terhadap mesensefalon.
 Jika herniasi terus terjadi maka pons akan tertekan dan akhirnya akan

berlanjut menekan medula oblongata


 Merupakan tahap agonia. Faktor pencetusnya adalah gangguan peredaran

darah otak (GPDO atau stroke), neoplasma, abses dan edema otak.
c. Herniasi singuli
Sistem arteri dan vena serebri anterior yang terhambat kemudian

mengganggu fungsi lobus frontalis bagian puncak dan medial.

2. Herniasi Infratentorial

a. Upward Herniation (herniasi ke atas)

Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik

melalui pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah

didorong melalui takik tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke

bawah.

b. Herniasi Tonsillar (herniasi ke bawah)

Tahap akhir dari kompresi otak supra-tentorial progresif dan kegagalan

batang otak. Pada tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri,

17
menyebabkan tortikolis, suatu refleks dalam usaha mengurangi tekanan pada

medulla.

DIAGNOSIS11

Dalam menegakkan diagnosis pada pasien perlu dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Gejala-

gejala utama dapat kita ketahui dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-

gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang.

Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala

seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.

Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:

1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK,

terutama pada anak-anak.


2. Pernapasan
Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang

otak. Pada perubahan pola pernafasan biasanya diikuti penurunan level

kesadaran.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari

peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai

mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai

dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung,

maka tekanan darah akan mulai turun.


4. Suhu tubuh

18
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN

tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu

tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada

traktus yang menghubungkannya.

5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Pada

penekanan pada nervus okulomorius, seperti edema otak atau lesi pada otak,

biasanya reaksi pupil lebih lambat.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:12

Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi

pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang

mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih

singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi

tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat

menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan

gambar yang berbeda pad CT-Scan.


Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal

berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak

dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.

Gambaran hiperdens menandakan terdapat kalsifikasi, perdarahan atau invasi

sehingga mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan CT-Scan

disertai dengan pemberian zat kontras memberikan hasil yang baik pada beberapa

jenis tumor. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa

19
tumor yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium,

maupun massa di batang otak.


Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya

biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun

terapi.
1. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi

tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang

otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi

perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial.


2. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk

menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi,

walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit


3. Foto Thoraks
Digunakan untuk mencari kemungkinan ada tumor dibagian tubuh lain,

terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis

primer paru.
4. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang

dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering

daripada tumor primer otak.


5. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor

tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan

stadium tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan

dilakukan pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.


6. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu.

Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari

20
tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini

kontraindikasi untuk dilakukan


7. Analisa Gas Darah
Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan

tekanan intrakranial.
8. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan

untuk beberapa jenis tumor. Pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk

mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama

apabila terlibat pembuluh darah besar.

Tatalaksana9,10

1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan.

Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus

abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik

yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural

hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural

hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada

subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.


2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low

grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari

pembedahan parsial.
3. Kemoterapi
Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk

oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya

digunakan sebagai terapi tambahan.


4. Antikolvusan

21
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien

dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan

intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang .

Phenytoin adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan

carbamazepine, phenobarbital dan asam valproat.


5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik

merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,

sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6

minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran

abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam

memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan

dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah

toksisitas.

6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekana

intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone

adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal.

Dosisnya dapat diberikan mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat

ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk

mengontrol gejala neurologik.


7. Head up 30-45˚
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan

membantu mengurangi TIK.


8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi

22
peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas

darah untuk menghindari global iskemia pada otak.


9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu

mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.


Prognosis
SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Pada negara maju,

diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan

dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % pasien dan

angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 % pasien.10

BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E.W

Umur/ Tanggal Lahir : 43 Tahun/ 07-07-1975

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No MR : 01.02.66.23

Alamat : Jl. Suko menanti, Aur Kuning, Pasaman Barat

Status perkawinan : Menikah

Nama Ibu Kandung : Rosma (Alm)

Agama : Islam

Suku : Minang

HP : 085214078977

23
ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan berumur 43 tahun datang ke IGD RSUP DR.M

Djamil Padang pada tanggal 29 September 2018 pukul 17.30 dengan:

Keluhan Utama:

Penurunan kesadaran sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Riwayat nyeri kepala sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

kepala dirasakan berdenyut mulai dari belakanh kepala sampai puncak

kepala. Lama nyeri ± 5 menit dan berkurang jika dibawa istirahat , nyeri

hilang timbul terutama pagi hari dan tidak tidak hilang dengan obat. Nyeri

kepala semakin meningkat sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.

 Pasien mengeluh pandangan kabur sejak 5 bulan yang lalu

 Perubahan kesadaran berangsur-angsur sejak 5 hari sebelum masuk rumah

sakit, dimana pasien tampak lebih banyak tidur, masih menyahut dan

membuka mata ketika dipanggil, sejak 1 harisebelum masuk rumah sakit

pasien membuka mata spontan tetapi malas berbicara ketika diajak

berbicara oleh keluarga.

 Mual dan muntah tidak ada, kejang tidak ada.

 Lemah pada tungkai kiri ada sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

 Riwayat demam ada, demam hilang timbul, tidak tinggi, tidak menggigil.

 Riwayat infeksi sinus, gigi dan telinga tidak ada

24
 Riwayat trauma kepala tidak ada

 Riwayat penurunan nafsu makan ada sejak 6 bulan sebelum masuk rumah

sakit.

 Riwayat penurunan berat badan ada sejak 6, tapi tidak tahu berapa

kilogram.

 Riwayat keganasan pada anggota tubuh lain tidak ada

 BAB dan BAK tidak ada kelainan

 Pasien post rawatan bangsal saraf, baru pulang 16 hari lalu dengan

kesadaran CMC dan diagnosis kerja suspek tumor serebellum dan

direncanakan brain CT-scan dengan kontras pada tanggal 11 oktober 2018.

 Pasien rujukan RS Ibnu Sina Simpang Empat Pasaman Barat dengan

diagnosis tumor cerebellum sudah diberikan pengobatan berupa IVFD

Futrolit: triofusin E 1000 (1:2) 8 jam/ kolf, drip cernevit 1x/ hari dalam

futrolit, Esome injeksi 1x1 vial (IV), ondansentron injeksi 3x4 (IV),

fendex 2x1 tab (PO), acetazolamide 3x250 mg (PO), terpasang kateter urin

dan NGT.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Tidak ada riwayat trauma, infeksi telinga (-), hidung (-), gigi (-)
 Tidak ada riwayat keganasan dan tidak ada riwayat operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien

25
 Tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, strok dan penyakit

jantung dalam keluarga


 Tidak ada riwayat penyakit keganasan dalam keluarga

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

 Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas harian sedang


 Riwayat minum alkohol, narkoba dan merokok tidak ada
 Riwayat menggunakan KB suntik /3 bulan ada sejak 12 tahun lalu

PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

 Airway : Tidak ada sumbatan

 Breathing : Spontan RR 20 x/I

 Circulation : Adekuat HR 80x/i

 Disability : E4M5V4 = GCS 13, pupil isokor 3mm/

3mm , Rerfleks cahaya +/+, refleks kornea +/+, doll’s eye

bergerak bebas, plika nasolabialis simetris.

Status Generalis

 Keadaan Umum : Sakit sedang


 Kesadaran : E4M5V4 = GCS 13
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Frekuensi Nadi : 82 x/menit
 Frekuensi Nafas : 20 x/menit
 Suhu : 36,8 C
 Tinggi Badan : 158 cm
 Berat Badan : 53 kg
 Status Gizi : sedang
Secondary Survey
 Kulit : Teraba hangat, sianosis tidak ada
 Kepala : Normosepal, simetris, rambut hitam tidak mudah rontok
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor

diameter 3 mm/3mm, Refleks cahaya +/ +, refleks kornea +/+


 Hidung : tidak ada kelainan
 Telinga : tidak ada kelainan
26
 Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
 Gigi dan Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, karies ada
 Leher : JVP 5-2 cm H2O, bising carotis (-)
 KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Paru :
 Inspeksi : Normochest, simetris statis dan dinamis.
 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan.
 Perkusi : Sonor kiri dan kanan.
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
 Jantung :
 Inspeksi : Iktus tidak terlihat.
 Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V.
 Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dextra, kiri 1 jari

medial linea midclavicula sinistra RIC V, atas RIC II.


 Auskultasi : S1S2 reguler, mu-mur tidak ada, gallop tidak ada.
 Abdomen :

 Inspeksi : Tidak tampak membuncit.

 Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba.

 Perkusi : Timpani.

 Auskultasi: Bising usus (+) normal.

 Alat kelamin : Tidak diperiksa


 Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, refleks fisiologis ++ ++, reflek

patologi - - , motorik 555 444 ++ ++


- - 555 444

Status Neurologis
A. Tanda Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

Pupil isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/ +, refleks kornea +/+.

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

27
Subjektif Normal Normal
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapangan pandang Normal Normal

Melihat warna Normal Normal


Funduskopi Tidak ada diperiksa

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil 3mm 3mm


Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
Refleks akomodasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks konvergensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

28
N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik Normal Normal
 Membuka mulut Normal Normal
 Menggerakkan rahang Normal Normal
 Menggigit Normal Normal
 Mengunyah Normal Normal

Sensorik Normal Normal


 Divisi oftalmika
Refleks kornea + +
Sensibilitas normal normal
 Divisi maksila
Refleks masetter
Sensibilitas Normal Normal
 Divisi mandibula
Sensibilitas + +

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis simetris
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra Normal Normal
Menggerakkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/ bersiul Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan

Hiperakusis - -

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

29
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai

Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai

Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes Tidak dilakukan

Nistagmus (-) (-)

Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (Glossopharyngeus) Sulit dinilai

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak diperiksa

Refleks muntah (Gag Rx) Positif

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan Normal Normal

Suara Biasa Biasa

Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)

Menoleh ke kiri (+) (+)

Mengangkat bahu kanan (+) (+)

Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)

30
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

D. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan : Tidak dilakukan
Koordinasi : Tidak dilakukan
E. Motorik
Ektremitas atas : 555/ 444
Ektremitas bawah : 555/ 444
F. Sistem Reflex
Patologis : -/-
Fisiologis : ++/++
G. Fungsi Otonom
Miksi :+
Defekasi :+
Sekresi keringat : +
H. Fungsi Luhur
Kesadaran : Bicara (+), Intelek (terganggu), Emosi (+)
Tanda demensia : Glabella (-), Snout (-), Menghisap (-), Memegang (-),

Palmometal (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin (29 September 2018):

Hb: 11,8 Ureum: 18

Ht : 36% Kreatinin: 0,8

Leukosit: 7030 Kalsium: 7,8

Trombosit: 311.000 Natrium:141

GDS: 118 mg/dl Kalium: 2,9 (N: 3,5-5,1)

Kesan: hipokalemi

CT-scan tanpa kontras

31
Tampak lesi isodens di frontal dekstra disertai perifocal edem, midline

shift (+) ke kiri ± 1mm, sulci dan gyri menyempit, differential white and gray

matter menyempit, sistem ventrikel baik, pons, cerebellum tidak tampak. Kesan:

tumor et frontal dekstra suspek meningioma.

Rontgen Thoraks

Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal


DIAGNOSIS
SOL et frontal deksta e.c suspek meningioma
32
PENATALAKSANAAN
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 4x10 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad sanam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam

Follow Up:

30/9/18 S Buka mata spontan, kontak inadekuat, lemah anggota gerak

O kiri.Nyeri kepala: + , VAS: 2


Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 12: E4M5V3
TD: 120/80 , Nd: 79, RR: 18, T: 36,5
A Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,
P
gerakan bola mata bebas.
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 4x10 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)
1/10/18 S Pasien sadar, lemah anggota gerak kiri
O Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 120/70 , Nd: 64, RR: 20, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

A gerakan bola mata bebas.


P SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 4x10 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)

33
2/10/18 S Buka mata spontan, kontak inadekuat, lemah anggota gerak kiri.

O Nyeri kepala: + , VAS: 2-3


Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 12: E4M5V3
TD: 120/80 , Nd: 78, RR: 20, T: 36,5
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

A gerakan bola mata bebas.


P Plika nasolabialis kiri lebih datarMotorik : 555 333
555 333
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 4x10 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)
3-5/ S Pasien sadar, lemah anggota gerak kiri, Nyeri kepala: + , VAS: 2-
10/18 O
3
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 130/70 , Nd: 78, RR: 18, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,
A
P gerakan bola mata bebas. Motorik 555 444
555 444
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 3x10 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)

6-9/ S Pasien sadar, lemah anggota gerak kiri, Nyeri kepala: + , VAS: 2-
10/18
3
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 130/70 , Nd: 78, RR: 18, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

gerakan bola mata bebas. Motorik 555 444


555 444
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 2x10 mg (IV) tapering off

34
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)
10-12 S Buka mata spontan, kontak inadekuat, lemah anggota gerak
/10/18
O kiri.Nyeri kepala: + , VAS: 2
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 12: E4M5V3
TD: 120/80 , Nd: 79, RR: 18, T: 36,5
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,
A
P gerakan bola mata bebas. Motorik 555 444
555 444
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet MB 1800 kkal
Khusus: Dexametason 3X5 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)
Pasien dilakukan pemeriksaan CT-scan tanggal 11/10/2018

Tampak lesi isodens relatif homogen batas tegas tepi relatif

reguler berukuran 6,24cmx 5,27x6,20 cm di daerah olfactory

groove disertai lesi hipodens disekitarnya.

Kesan: suspek olfactory groove meningioma dengan edema

perifokal DD: massa hipervaskular (aneurisma ?)

35
13-15 S Pasien sadar, lemah anggota gerak kiri
/10/18 O Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 120/70 , Nd: 64, RR: 20, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

A gerakan bola mata bebas.


P SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 2x5 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)

16-28 S Buka mata spontan, kontak inadekuat, lemah anggota gerak kiri.
/10/18
O Nyeri kepala: + , VAS: 2-3
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 12: E4M5V3
TD: 120/80 , Nd: 78, RR: 20, T: 36,5
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

A gerakan bola mata bebas.


P Plika nasolabialis kiri lebih datarMotorik : 555 444
555 444
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal, Asering 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 1x5 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)

Hasil konsul psikologi tgl 24 okt 2018 ada penurunan fungsi

intelektual

29-30 S Pasien sadar, lemah anggota gerak kiri, Nyeri kepala: +


/10/18 O VAS: 2-3
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 130/70 , Nd: 78, RR: 18, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,
A

36
P gerakan bola mata bebas. Motorik 555 555
555 555
SOL et frontal deksta suspek meningioma
Umum: Diet ML 1700 kkal
IVFD Asering 12 jam/kolf
Khusus: Dexametason 1x5 mg (IV) tapering off
Ranitidin 2x50 mg (IV)
Paracetamol 3x750 mg (PO)

31 Pasien dilakukan operasi Craniotomy ai removal tumor suspek


10/18
7/11/2018 S meningioma. Post operasi pasien dirawat di ICU sampai tanggal
O
6/11/2018. PA : atypical meningioma (WHO GRADE II)

A Pasien pindah ke CW
P Pasien sadar, nyeri bekas operasi (+), VAS 2-3
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15: E4M6V5
TD: 130/70 , Nd: 78, RR: 18, T: 37
Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya+/+, Refleks kornea +/+,

gerakan bola mata bebas.


Motorik 555 555
555 555
Post craniotomy a.i removal tumor
Awasi kesadaran, mobilisasi, diet bebas, lepas kateter
IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/24 jam
Ceftriaxon 1x2 g IV
Omeprazol 2x10 mg
Paracetamol 3x1000 mg (PO)

BAB IV
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 43 RSUP DR.M Djamil

Padang pada tanggal 29 September 2018 pukul 17.30 dengan penurunan

37
kesadaran sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.Riwayat nyeri kepala sejak 6

bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan berdenyut mulai dari

belakanh kepala sampai puncak kepala. Nyeri kepala semakin meningkat sejak 10

hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh pandangan kabur sejak 5 bulan

yang lalu. Mual dan muntah ada, kejang tidak ada. Lemah pada tungkai kiri ada

sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam ada, demam hilang

timbul, tidak tinggi, tidak menggigil. Riwayat penurunan nafsu makan ada sejak 6

bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat penurunan berat badan ada sejak 6

bulan lalu, tapi tidak tahu berapa kilogram.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen dengan GCS 13 E4M5V4,

dan lemah anggota gerak kiri . Pada pemeriksaan labor didapatkan hypokalemia

dengan kadar kalium 2,9. Dari CT-scan tanpa kontras didapatkan kesan tumor et

frontal dekstra suspek meningioma. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang pasien didiagnosis SOL et frontal dekstra e.c suspek meningioma.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah diet ML 1700 kkal, IVFD NaCl

0,9% 12 jam/kolf, Dexametason 4x10 mg (IV) tapering off, Ranitidin 2x50 mg

(IV), Paracetamol 3x750 mg (PO). 11 oktober 2018 pasien dilakukan pemeriksaan

CT-scan dengan kontras dengan kesan suspek olfactory groove meningioma

dengan edema perifokal DD: massa hipervaskular (aneurisma ?). Pada tanggal 31

Oktober pasien dilakukan craniectomy a.i removal tumor suspek meningioma dan

dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Pada Tanggal 6 November 2018 hasil

patologi anatomi adalah atypical meningioma (WHO GRADE II).

Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti

neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang.5 SOL

38
Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau

sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga

tengkorak. SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan intrakranial,

intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain

death’.

Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang (space occupied

lession). Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor

akan mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak

yang kaku. Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah

massa abnormal dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan

membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-

sel normal. Terdapat lebih dari 150 jenis tumor intrakranial yang telah ditemukan,

namun menurut asalnya, tumor intrakranial atau tumor otak dikelompokan

menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor otak primer mencakup tumor

yang berasal dari sel-sel otak, selaput otak (meninges), saraf, atau kelenjar. Tumor

otak sekunder merupakan tumor yang berasal dari tumor ganas jaringan tubuh

lain. Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor intrakranial, yaitu

tumor supratentorial dan infratentorial.

Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya gangguan neurologik

progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan oleh gangguan fokal

akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi

apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung

pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah

akibat tekanan tumor menyebabkan nekrosis jaringan otak dan bermanifestasi

39
sebagai hilangnya fungsi secara akut. Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh

beberapa faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema

sekitar tumor, dan perubahan cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan

mendesak ruang yang relatif tetap pada tengkorak. Volume intrakranial adalah

tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume

intrakranial adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponenya,

yaitu volume jaringan otak, volume cairan serebrospinal, dan volume darah. Hal

tersebut yang dikenal dengan Hukum Monroe-Kellie.

Pada pasien didapatkan penglihatan kabur sejak 5 bulan yang lalu. Hal ini

dapat disebabkan oleh penekanan massa intrakranial atau penumpukan cairan

liqueserebrospinal yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Pada tumor otak

biasanya gangguan penglihatan disebabkan oleh karena terjadinya papiloedema

atau karena pendesakan oleh tumor itu sendiri.

Nyeri kepala sejak 6 bulan yang lalu, nyeri dirasakan di bagian belakang

kepala sampai puncak kepala kedepan, nyeri terasa berdenyut, lama nyeri ± 5

menit dan berkurang jika dibawa istirahat , nyeri hilang timbul terutama pagi hari

dan tidak tidak hilang dengan obat. Hal ini sesuai dengan gejala nyeri kepala

yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Nyeri kepala ini cenderung bersifat

intermittent, tumpul, berdenyut dan memberat terutama di pagi hari karena selama

tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan

Cerebral Blood Flow(CBF) dan dengan demikian mempertinggi tekanan

intrakranial.

Gambaran CT-scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam

evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. Gambaran CT-scan pada

40
tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang

mendorong struktur otak sekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan

oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,

perdarahan, atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena

sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor otak akan terlihat lebih nyata bila

pada waktu pemeriksaan CT-scan disertai dengan pemberian zat kontras.

Penatalaksanaan SOL tergantung pada penyebab lesi. Untuk tumor primer,

jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun umumnya sulit dilakukan

sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi, namun jika tumor metastase

pengobatan paliatif yang dianjurkan.

Kortikosteroid untuk mengurangi oedema peritumoral dan mengurangi

tekanan intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena aktivitas

mineralocorticoid yang minimal. Untuk tatalaksana nyeri pada tumor otak

berbeda dengan nyeri kanker pada umumnya karena berdasarkan patofisiologinya

nyeri kepala akibat tumor otak bisa disebabkan akibat traksi langsung tumor

terhadap reseptor nyeri disekitarnya. Gejala klinis nyeri biasanya bersifat lokal

atau radikular ke sekitarnya, yang disebut nyeri neuropatik. Maka dapat dipilih

analgesik yang tidak menimbulkan efek sedasi atau muntah karena dapat mirip

dengan gejala kanker otak pada umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan

parasetamol dengan dosis 20mg/berat badan perkali dengan dosis maksimal 4000

mg/hari, baik secara oral maupun intravena sesuai dengan beratnya nyeri. Jika

komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka golongan antikonvulsan

41
menjadi pilihan utama, seperti gabapentin 100-1200mg/hari, maksimal

3600mg/hari.

Pembedahan dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat,

menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan meningkatkan

efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya direkomendasikan untuk

hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel. Kanker otak yang terletak jauh di

dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak

memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi

meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor.

Tumor diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli

patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor. Pada keadaan peningkatan tekanan

intrakranial akibat sumbatan cairan otak, dapat dilakukan pemasangan pirau

ventrikuloperitoneal (VP shunt).

Algoritma Diagnosis dan Tata Laksana

42
43
DAFTAR PUSTAKA

1. Butt, Ejaz. Intracranial Space Occupying Lesions A Morphological Analyis.

Biomedica. 2005; 21: 31-35.


2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Fakultas Kedokteran

Universtas Indonesia; 2003; 393-4.


3. Luhulima JW. Vaskularisasi dalam Anatomi III Program Pendidikan Dokter

Jilid II Susunan Saraf Pusat. Makassar. Bagian Anatomi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Hasanuddin; 2003; 88-93.


4. Kaptigau, W. Matui, Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea

– the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and

Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China.PNG Med J.

2007; 50(1-2):33-43.
5. HF, etc. Spinal nerve origin. Neuroanatomy and neurophysiology. USA:

Icon Custom Communication; 2002; 24. Rees, Jeremy.

NeurologicalOncology. Medicine 32:10. 2004.


6. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK. WHO Classification of

Tumours of The Central Nervous System. 4th Edition. Lyon : IARS Press,

2007.
7. Jaffe RA., Schmiesing CA., Golianu B. IntracranialSurgery, pada

Anesthesiologist’s Manual of Surgi-calProcedures, ed. 5. WoltersKluwer

Health. Phil-adelphia. 2014.


8. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK, Burger PC, Jouvet A, etal.

The 2007 WHO classification of tumours of thecentralnervoussystem.

ActaNeuropathol 2007 Aug;114(2):97-109.


9. Williams W. Brain tumor primer: a comprehensive introduction to brain

tumors. Edisi ke-9. Illinois: American Brain Tumor Association; 2010.


10. Sjamsuhidajat R, Jong WD.Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2011.

44
11. Lambardo MC. Cedera Sistem saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM,

eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:

EGC. 2006;1167-82.

45
46

Anda mungkin juga menyukai