Anda di halaman 1dari 15

1.

Pengertian

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan di ukur paling tidak pada tiga
kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap
diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Join National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure yang ke tujuh telah
mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik dan diastolic yang optimal dan
hipertensif. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg
untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolic, sementara tekanan yang
dianggap yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih
dari 90 mmHg untuk diastolic. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan darah antara 120 dan
139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg untuk diastolic. Untuk individu terutama
yang memiliki factor resiko kardiovaskular bermakna, termasuk riwayat yang kuat dalam
keluarga untuk infark miokard atau stoke, atau riwayat diabetes pada individu, bahkan pada
nilai prahipertensif dianggap terlalu tinggi.

2. Etiologi

Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan
TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variable yang tidak dikompensasi dapat
menyebabkan hipertensi.

Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal
yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali menyertai
kondisi hipertiroidisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi
dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak mengakibatkan hipertensi.

Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma meningkat
dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma direflesikan dengan peningkatan
volume diastolik akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan
volume diastolic akhir dihubungkan dengan peningkatan preload jantung. preload biasanya
berhubungan dengan peningkatan hasil pengukuran tekanan darah sistolik.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Penelitian
epidemiologis, migrasi, dan genetic pada manusia dan hewan memperlihatkan bukti yang
kuat hubungan antara asupan tinggi garam dan peningkatan tekanan darah. Dari prespektif
evolusi, manusia beradaptasi dengan ingesti dan ekskresi kurang dari 1 gram garam per hari
yang setidaknya kurang dari sepuluh kali dari rata – rata konsumsi garam di Negara – Negara
industry.

Selain peningkatam asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosterone
atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian garam dan air.

Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis atau
hormone pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan
normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada
peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian menghasilkan
tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang
menyempit. Hal ini di sebut peningkatan pada afterload jantung,dan biasanya berkaitan
dsengan tekanan diastolic. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, ventrikel kiri
mungkin mengalami hipertrofi (pembesaran). Dengan hipertrofi, kebutuhan oksigen ventrikel
semakin meningkat seshingga ventrikel harus memompa darah lebih keras lagiuntuk
memenuhi kebutuhan tersebut.

Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang di sebutkan di atas dapat terjadi akibat
peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi banyak individu, peningkatan ramgsangan
saraf simpatis, atau mungkin responsivitas yang berlebihan dari tubuhterhadap rangsangan
simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan hipertensi. Hal ini dapat terjadi akibat
respon stress yang berkepanjangan , yang di ketahui melibatkan pengaktifan system simpatik,
atau mungkin akibat kelebihan kenetik reseptor Norepinefrin di jantung atau otot polos
vascular. Pengaruh genetic lain mungkin di pengaruhi oleh ras. Ssebagai contoh, terdapat
bukti bahwa individu Afro-Amerika, yang umumnya di laporkan menderita hipertensilebih
seringdan lebih parah, menunjukan gangguan pemompaan natrium –kalsium sehingga
kalsium berakumulasi di sel-sel otot polos akibatnya meningkatkan kontraksi dan tahanan
otot.

3. Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, Bare,
2002).
4. Tanda dan gejala hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun.
Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai
sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh
darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan
(Smeltzer, Bore, 2002).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :

 Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial,
 Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
 Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
 Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
 Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit
kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain
(Novianti, 2006).

Faktor resiko hipertensi meliputi :

1. Usia ; Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Tambayong,
2000).

1. Jenis kelamin ; Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun
pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat, sehingga
pada usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000)
2. Obesitas ; adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital
jantung, paru dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban
kerja jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan
sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas adalah penumpukan jaringan
lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0. pada orang yang
menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat, oleh
sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai. Akibat dari obesitas, para
penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes
mellitus (Notoatmodjo: 2003).
3. Riwayat keluarga ; yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi
merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi
dimasa yang akan datang. Tekanan darah kerabat dewasa tingkat pertama (orang tua
saudara kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada
semua tingkat tekanan darah (Padmawinata, 2001).
4. Merokok ; Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan
bahwa setiap batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar,
nikotin, gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin,
penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh
lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain
itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat menyababkan gangguan
irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya (Wijayakusuma, 2003).
5. Olah raga ; lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olah raga
isotonik dengan teratur akan menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi kurang
melakukan olah raga akan menaikan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan
garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Tjokronegoro, 2001).

Klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik, yaitu:

 Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.


 Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
 Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.

Jenis hipertensi

Hipertensi sering di klasifikasikan menjadi hipertensi primer atau sekunder, berdasarkan ada
tidaknya penyebab yang dapat di identifikasi. Kebanyakan besar kasus hipertensi tidak di
ketahui penyebabnya dan di sebut hipertensi primer atau esensial apabila penyebab hipertensi
dapat di ketahui dengan jelas, di sebut hipertensi sekunder.

Hipertensi sekunder

Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal, yang terjadi akibat
stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat arterosklerosis
.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan
baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin , dan pembentukan angiotensin II.
Angiontensi II secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan TPR, dan
secara tidak langsung dengan meningkatkan sintesis andosteron dan reapsorpsi natrium.
Apabila dapat di lakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang terkana di angkat,
tekanan darah akan kembali ke normal.

Penyebab lain dari hipertensi sekunder antara lain adalah feokromositoma, yaitu tomor
penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan denyut
jantung dan volume sekucup, dan penyakit Cusing,yang menyebabka peningkatan volume
sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan CTR karena hipersensivitas system saraf
simpatis aldosteronisme primer ( penigkatan aldosterone tanpa diketahui penyebabnya) dan
hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral juga dianggap sebagai kontrasepsi
sekunder.
Hipertensi pada kehamilan

Hipertensi pada wanita hamil berisiko untuk ibu dan janinnya. Empat kategori hipertensi
pada kehamilan telah di identifikasi oleh National Institutes Of Health Working Group On
High Blood Pressure in Pregnancy: Hipertensi gestasional,hipertensi kronis, preeklams-
eklamasi, dan preeclampsia superimposed pada hipertensi kronis.

Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder Karena, berdasarkan definisi, peningkatan


tekanan darah (≥140 mmHg pada sistolik; >90 mmHg pada diastolic) terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu pada wanita non hipertensi, dan membaik dalam 12 minggu pasca
partum. Hipertensi gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dan peningkatan curah
jantung dan peningkatan TPR. Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu pasca partum, atau
telah ada sebelum kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori hipertensi kronik.

Pada preeklamasi, tekanan darah tinggi disertai dengan proteinuria (dari dalam urine
setidaknya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklamasi biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu dan dihubungkan dengan penurunan aliran darah plasenta dan pelepasan mediator
kimiawi yang dapat menyebabkan disfungsi sel endotel vascular di seluruh tubuh. Kondisi ini
merupakan gangguan yang sangat serius, seperti halnya preeclampsia superimposed pada
hipertensi kronis.

Gambaran Klinis Hipertensi

Sebagianbesar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan


berupa :

 Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
 Penglihatan kabur akibat kerusakan hipersensitif pada retina.
 Cara berjalan yang tidak tampak karena kerusakan susunan saraf pusat.
 Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
 Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Perangkat Diagnostik

 Pengukuran diagnostic pada tekanan darah menggunakan spignomanometer akan


memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolic jauh sebelum adanya
gejala penyakit.
 Dijumpai proteinuria pada wanita preeklamasi.

Komplikasi

 Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi
berkurang. Arteri otak yag mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
 Infar miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hi[ertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksi jantung , dan peningkatan risiki pembentukan
bekuan.
 Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit
fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
 Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
ruang interstisial di sleuruh susunan saraf pusat. Neoron-neoron disekitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian.
 Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamasi. Bayi yang lahir mungkin memiliki
berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian
dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau
sebelum proses persalinan.

Penatalaksanaan

untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan menurunkan kecepatan denyut jantung,
atau TPR. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis dapat membantu individu
mengurangi tekanan darahnya.

 Pada sebagian orang, penurunan berat badan mengurangi tekanan darah,


kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga
berkurang.
 Olahraga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olahraga
meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat
hipertensi.
 Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat
respon stress saraf simpatis.
 Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena
asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
 Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung
dengan mendorong ginjal menigkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagai diuretic
(tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
 Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri dengan
menginterfensi influx kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penyekat
saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung;
sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular. Dengan
demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
 Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibitor ACE berfungsi untuk
menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk
mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Kondisi ini menurunkan darah secara
langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan
sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urine
kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung. Inhibitor ACE juga
menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yang memanjang, yang normalnya
memecah enzim. Inhibitor ACE dikontraindikasi untuk kehamilan.
 Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja
pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
 Antagonis reseptor alfa (α-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos vascular
yang secara normal berespon terhadap rangsangan saraf simpatis dengan
vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
 Vasodilator arterior langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.
 Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat jaringan diet pembatasan-natrium.
 Hipertensi gestasional dan preeklamasi-eklamasi membaik setelah bayi lahir.
A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer :2000).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD).

B. ETIOLOGI/ Penyebab

1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter
40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).

2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan
vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua
nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan
Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina
lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.(Soedarto, 1990).

3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

C. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg)
sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu
:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997) :


a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

E. MANIFESTASI KLINIS/ tanda dan gejala

1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala
klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan,
nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura.(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.(Nelson,
1993).Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat.(Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.(Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala
lain adalah :
 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
 Asites.
 Cairan dalam rongga pleura (kanan).
 Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan
kejang – kejang. (Soedarto, 1995).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium
 Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7
 Hematokrit meningkat 20% atau lebih
 Albumin cenderung menurun
 SGOT, SGPT sedikit meningkat
 Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
 Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.
 NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
 Asites dan Efusi pleura
 Hepatomegali

G. PENATALAKSAAN MEDIS
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203
– 206 adalah :
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10
kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan
minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5. Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
- Antipiretik untuk anti panas.
- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan
pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10
kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan
minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya
dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah
15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2. Dengan Renjatan (Grade III) :
1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan
frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10
mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk
mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai
berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita
tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak
10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan
tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam
kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau
4 maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah
: Resusitasi volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan
menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra
vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
· R/C
· NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.
2) Koloid
· HES
· Wida HES
· Voluven
· Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
- Dapat meningkatkan ankotik plasma.
- Dapat meningkatkan volume darah.
- Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.
4) Transfusi komponen darah
· Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
· Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3).
5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
· Pemberian Antibiotika
· Pemberian obat antipiretik
· Imunoglobolin intravena (Gamaras)
· Bicnat bila asidosis metabolic

Anda mungkin juga menyukai

  • Manfaat Senam Otak
    Manfaat Senam Otak
    Dokumen3 halaman
    Manfaat Senam Otak
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Isi Panduan Komunikasi
    Isi Panduan Komunikasi
    Dokumen17 halaman
    Isi Panduan Komunikasi
    Fadli Nur
    100% (1)
  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah
    Demam Berdarah
    Dokumen3 halaman
    Demam Berdarah
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Skabies
    Lapkas Skabies
    Dokumen17 halaman
    Lapkas Skabies
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • PHBS
    PHBS
    Dokumen9 halaman
    PHBS
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Antenatal Care
    Antenatal Care
    Dokumen23 halaman
    Antenatal Care
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Juknis SPM 2008
    Juknis SPM 2008
    Dokumen48 halaman
    Juknis SPM 2008
    Nurul Elqi
    Belum ada peringkat
  • Kompetensi Bidan
    Kompetensi Bidan
    Dokumen2 halaman
    Kompetensi Bidan
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Surat Kuasa
    Surat Kuasa
    Dokumen2 halaman
    Surat Kuasa
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh
    Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh
    Dokumen3 halaman
    Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen1 halaman
    Anak
    didik_sugiarto_2
    Belum ada peringkat
  • PREEKLAMPSIA Pendekatan Tim
    PREEKLAMPSIA Pendekatan Tim
    Dokumen28 halaman
    PREEKLAMPSIA Pendekatan Tim
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Petunjuk Cetak - Spesifikasi Paket Kelas Ibu
    Petunjuk Cetak - Spesifikasi Paket Kelas Ibu
    Dokumen3 halaman
    Petunjuk Cetak - Spesifikasi Paket Kelas Ibu
    Ani Martiningsih
    100% (1)
  • KIA Pemantauan
    KIA Pemantauan
    Dokumen49 halaman
    KIA Pemantauan
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Pencatatan Pws Kia
    Pencatatan Pws Kia
    Dokumen1 halaman
    Pencatatan Pws Kia
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Kanker Payudara
    Kanker Payudara
    Dokumen37 halaman
    Kanker Payudara
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • POA Bidan
    POA Bidan
    Dokumen2 halaman
    POA Bidan
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Cover Askeb
    Cover Askeb
    Dokumen1 halaman
    Cover Askeb
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • KB Pil
    KB Pil
    Dokumen21 halaman
    KB Pil
    adee13
    Belum ada peringkat
  • Sugeng
    Sugeng
    Dokumen41 halaman
    Sugeng
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Pendengaran
    Gangguan Pendengaran
    Dokumen1 halaman
    Gangguan Pendengaran
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • POA Kabupaten Berau Kecamatan Kelay
    POA Kabupaten Berau Kecamatan Kelay
    Dokumen3 halaman
    POA Kabupaten Berau Kecamatan Kelay
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Askeb 4 (Patologi) - 2
    Askeb 4 (Patologi) - 2
    Dokumen5 halaman
    Askeb 4 (Patologi) - 2
    Heri Zubekti
    Belum ada peringkat
  • Buku Pintar Kadarzi
    Buku Pintar Kadarzi
    Dokumen7 halaman
    Buku Pintar Kadarzi
    erizall
    Belum ada peringkat
  • 07 Nonpar
    07 Nonpar
    Dokumen15 halaman
    07 Nonpar
    Yuni
    Belum ada peringkat
  • Mengatasi Keluhan
    Mengatasi Keluhan
    Dokumen11 halaman
    Mengatasi Keluhan
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • KB
    KB
    Dokumen9 halaman
    KB
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat
  • Tools Audit Internal PPK
    Tools Audit Internal PPK
    Dokumen2 halaman
    Tools Audit Internal PPK
    Abrien Sindi Shabrina Ruslan
    Belum ada peringkat