Anda di halaman 1dari 17

Case Report Session

KARSINOMA NASOFARING

Oleh :

Nurhayat 1010313096

Rahmi Fadhila 1210312002

Preseptor :

dr. Yan Edward, Sp.THT-KL (K)

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMILPADANG

2018
Dokter Muda THT-KL Periode April - Mei 20181
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Case Report Session

CA Nasofaring
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Nurhayati, Fadhila Rahmi. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Nasofaring


PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor
koana yang berhubungan dengan orofaring dan
ganas (kanker) yang berasal dari sel epitel nasofaring,
terletak di superior palatum mole. Ukuran nasofaring
bagian atas tenggorokan belakang hidung dan dekat
pada orang dewasa yaitu tinggi 4 cm, lebar 4 cm, dan
dengan dasar tengkorak.1 Kejadian KNF masih jarang
3 cm pada dimensi anteroposterior. Dinding
di temukan di dunia, sekitar 1% dari seluruh
posteriornya sekitar 8 cm dari aparatus piriformis
keganasan pada anak.2 Namun di Indonesia,
sepanjang dasar hidung. Bagian atap dan dinding
karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker
posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai
daerah kepala leher dengan prevalensi terbanyak.
dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan vertebra
Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher di
servikal 1 dan 2. Dinding anterior nasofaring adalah
Indonesia merupakan karsinoma nasofaring,
daerah sempit jaringan lunak yang merupakan batas
kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan
koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah
paranasal, laring, dan tumor ganas rongga mulut,
palatum molle. Batas dinding lateral merupakan fasia
tonsil dan hipofaring dalam persentase yang sedikit.3
Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring faringobasilar dan m. konstriktor faring superior.5,6
yang mempunyai struktur berbentuk kuboid. Banyak Tuba Eustachius masuk dari telinga tengah ke
terdapat struktur anatomis penting di sekitarnya. nasofaring melalui celah di fasia faringobasilar di
Banyak syaraf kranial yang berada di dekatnya, dan daerah posterosuperior, tepat di atas batas superior
juga pada nasofaring banyak terdapat limfatik dan muskulus konstriktor faring superior yang disebut
suplai darah. Struktur anatomis ini mempengaruhi fossa russenmuller (resessus faringeal). Fossa
diagnosis, stadium, dan terapi dari kanker tersebut.4 Rossenmuller merupakan tepi dinding posterosuperior
nasofaring yang merupakan tempat asal munculnya
Penanggulangan KNF sampai saat ini masih
sebagian besar kanker nasofaring dan yang paling
merupakan suatu masalah karena etiologi yang masih
sensitif terhadap penyebaran keganasan pada
belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak 5,6
nasofaring.
nasofaring yang tersembunyi sehingga sulit untuk
diperiksa. Akibatnya diagnosis sering terlambat
dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai
gejala pertama. Makin terlambatnya diagnosis maka
prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) semakin
buruk.

1.1 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penulisan case report ini
adalah anatomi, fisiologi, definisi, klasifikasi,
epidemiologi, faktor resiko, etiopatogenesis,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi
dan prognosis KNF.

1.2 Manfaat Penulisan Gambar 2.1. Anatomi Nasofaring


Manfaat penulisan case report ini adalah untuk Tepat di atas apeks dari fossa Rossenmuller
menambah pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, terdapat foramen laserum, yang berisi arteri karotis
definisi, klasifikasi, epidemiologi, faktor resiko, interna dengan sebuah lempeng tipis fibrokartilago.
etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, Tepat di anterior fossa russenmuller, terdapat nervus
tatalaksana, komplikasi dan prognosis KNF. mandibula (V3) yang berjalan di dasar tengkorak
melalui foramen ovale. Kira-kira 1.5 cm posterior dari
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
fossa russenmuller terdapat foramen jugulare, yang persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion
dilewati oleh saraf kranial IX-XI, dengan kanalis sfenopalatina yang berasal dari cabang maksila saraf
7,8
hipoglosus yang terletak paling medial. trigeminus (V1).7,8
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka
pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang,
kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.
Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat
ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,
mengucapkan kata-kata tertentu.

Struktur penting yang ada di Nasopharing


1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari
tuba auditiva
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium
faringeum tuba auditiva yang disebabkan
karena cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium
faringeum tuba auditiva yang disebabkan
karena musculus levator veli palatini.
4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus
tubarius
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang
torus tubarius, merupakan penonjolan dari
musculus salphingopharingeus yang
berfungsi untuk membuka ostium faringeum
tuba auditiva terutama ketika menguap atau
menelan.
Gambar 2.2 Fossa Of Rosenmuller 6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa
Nasofaring dilapisi oleh mukosa dengan epitel rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
kubus berlapis semu bersilia pada daerah dekat koana Karsinoma Nasofaring.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior
dan daerah di sekitar atap, sedangkan pada daerah
nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
posterior dan inferior nasofaring terdiri dari epitel
pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi
skuamosa berlapis. Daerah dengan epitel transisional
disebut adenoiditis.
terdapat pada daerah pertemuan antara atap 8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus
nasofaring dan dinding lateral. Lamina propria pharingeus.
seringkali diinfiltrasi oleh jaringan limfoid, sedangkan 9. Isthmus pharingeus merupakan suatu
lapisan submukosa mengandung kelenjar serosa dan penyempitan di antara nasopharing dan
mukosa.5 oropharing karena musculus
Arteri utama yang memperdarahi daerah sphincterpalatopharing
nasofaring adalah arteri faringeal asendens, arteri 10. Musculus constrictor pharingeus dengan
origo yang bernama raffae pharingei
palatina asendens, arteri palatina desendens, dan
cabang faringeal arteri sfenopalatina. Pembuluh darah
tersebut berasal dari arteri karotis eksterna dan
cabang-cabangnya. Pembuluh darah vena berada di
bawah membran mukosa yang berhubungan dengan
pleksus pterigoid di daerah superior dan fasia
posterior atau vena jugularis interna di bawahnya.
Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal
yang terdapat di atas otot konstriktor faringeus media.
Pleksus faringeal terdiri dari serabut sensoris saraf
glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X),
dan serabut saraf ganglion servikalis simpatikus.
Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal dari
saraf glossofaringeus, hanya daerah superior
nasofaring dan anterior orifisuim tuba yang mendapat
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Namun,
bagian THT (telinga hidung dan tenggorokan) di
Indonesia sepakat mendudukan karsinoma nasofaring
pada peringkat pertama penyakit kanker pada daerah
ini. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti
oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),
tumor ganas laring (16%), serta tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.9,10
Ras mongoloid merupakan faktor dominan
timbulnya kanker nasofaring sehingga kekerapan
cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,
dan Indonesia. Kanker nasofaring lebih sering
ditemukan pada laki-laki yang mungkin ada
hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup,
pekerjaan, dan lain-lain.9
2.4 Faktor Resiko
Penyebab dari kanker nasofaring adalah virus
Epstein-Barr karena pada semua pasien nasofaring
didapatkan titer anti-EBV yang cukup tinggi. Virus ini
bukan satu-satunya faktor penyebab timbulnya kanker
nasofaring. Faktor-faktor lain yang memungkinkan
timbulnya kanker ini adalah faktor genetik dan faktor
lingkungan.9
a. Faktor Genetik
Gambar 2.3 Nasofaring
Berdasarkan penelitian, kanker nasofaring
Fungsi nasofaring :
berhubungan dengan kelemahan lokus pada region
 Sebagai jalan udara pada respirasi
HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Orang dengan yang
 Jalan udara ke tuba eustachii
 Resonator memiliki gen ini memiliki risiko dua kali lebih besar
 Sebagai drainage sinus paranasal kavum menderita karsinoma nasofaring. Pada sel normal
timpani dan hidung pertumbuhan (pembelahan/proliferasi) dan diferensiasi
diatur oleh gen yang disebut proto-onkogen.
2.2 Definisi Karsinoma Nasofaring Pembelahan pada sel normal terjadi bila ada rangsang
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang pertumbuhan yang diterima oleh reseptor faktor
tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di pertumbuhan (growth factor receptor) yang terletak
fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma pada membran sel. Pesan tersebut kemudian
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala diteruskan melalui membran sel ke dalam sitoplasma,
leher yang terbanyak di Indonesia. yang seterusnya melalui penghantar isyarat di dalam
sitoplasma akan disampaikan ke dalam inti. Rangsang
pertumbuhan selanjutnya akan mengaktifkan faktor
pengatur inti untuk memulai transkripsi DNA.11,12
Onkogen terjadi melalui mutasi somatik proto-
onkogen. Dalam keadaan normal ekspresi proto-
onkogen diperlukan untuk pertumbuhan dan
diferensiasi sel dan tidak mengakibatkan keganasan,
karena aktivitasnya dikontrol secara ketat. Aktivasi
proto-onkogen menjadi onkogen dapat terjadi melalui
perubahan struktural dalam gen, translokasi
kromosom, amplifikasi gen atau mutasi dalam
berbagai elemen yang dalam keadaan normal
berfungsi untuk mengontrol ekspresi gen
bersangkutan. Mutasi proto-onkogen relatif sering
Gambar 2.4. Tumor Nasofaring terjadi dalam sel yang berproliferasi aktif, namun
2.3 Epidemiologi Karsinoma Nasofaring perubahan ke arah ganas dapat dicegah dengan
Angka kejadian karsinoma nasofaring di bantuan ekspresi berbagai gen supresor (tumor
Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun suppresor gen atau anti-onkogen) yang berperan
per 100.000 penduduk. Catatan dari berbagai rumah menginduksi terhentinya siklus sel atau menginduksi
sakit menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring proses apoptosis. Apabila fungsi gen-gen yang
menduduki urutan ke empat setelah kanker leher berperan dalam pengawasan ini terganggu akibat
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
mutasi atau hilang (delesi), maka sel bersangkutan T0 :Tidak terbukti adanya tumor primer
akan menjadi rentan terhadap transformasi ganas. Tis :Karsinoma in situ
Perubahan yang dialami proto-onkogen seluler pada T1: Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas
aktivasi menjadi onkogen selalu menstimulasi suatu ke orofaring dan /kavum nasi tanpa perluasan ke
fungsi sel yang mengakibatkan pertumbuhan dan parafaring.
diferensiasi sel. Sejauh aktivasi ini terjadi karena T2 :Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.
mutasi, hal ini disebut mutasi dominan.11,12 T3 :Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak
b. Faktor Lingkungan dan/atau sinus paranasal
T4 :Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita atau
iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, dengan perluasan ke fossa infratemporal / ruang
kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu mastikator.
masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan KGB Regional (N)
terlalu panas. Komsumsi ikan asin dan makanan yang NX : KGB regional tidak dapat dinilai
diawetkan yang mengandung volatile nitrosamin N0 :Tidak ada metastasis ke KGB regional
merupakan faktor karsinogenik yang berhubungan N1: Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral
dengan kanker nasofaring. Telah terbukti bahwa dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di
mengkonsumsi ikan asin sejak anak-anak atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral
meningkatkan risiko kanker nasofaring di Cina atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring
Selatan. Ventilasi rumah yang jelek dengan asap yang dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.
terperangkap di dalam rumah juga dapat N2: Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan
meningkatkan angka kejadian kanker nasofaring diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas
karena asap yang berasal dari kayu bakar fossa supraklavikular.
mengandung zat karsinogen yang akan terakumulasi N3:Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm
pada dinding nasofaring posterior dan lateral, dengan dan/atau pada fossa supraklavikular:
waktu terpapar sampai beberapa jam sehari selama N3a: Diameter terbesar lebih dari 6 cm
bertahun-tahun. Merokok juga berhubungan dengan N3b :Meluas ke fossa supraklavikular
peningkatan resiko karsinoma nasofaring. Penelitian Metastasis Jauh (M)
menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari M0: Tanpa metastasis jauh
bahan-bahan polusi memegang peranan dalam M1 :Metastasis jauh
patogenesis karsinoma nasofaring.9,13,14
2.5 Klasifikasi dan Stadium Kanker Nasofaring
Stadium T N M
Klasifikasi gambaran histopatologi yang
I T1 N0 M0
direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia II T1 N1 M0
(WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :15 III T2 N0-1 M0
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi IVA T1-2 N2 M0
(Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). IVB T3 N0-2 M0
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi IVC T4 N0-2 M0
baik, sedang dan buruk. Semua T N3 M0
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Semua T Semua N M1
Carcinoma). Tabel 1. Stadium KNF berdasarkan AJCC 2010
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi
tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa 2.1 Gejala dan Tanda
jembatan intersel. Pada umumnya batas sel
cukup jelas. Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi
dalam empat kelompok, yaitu gejala nasofaring
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta
Carcinoma). metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring
Pada tipe ini sel tumor secara individu dapat berupa epitaksis ringan atau sumbatan hidung.
memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang
oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada timbul karena tempat asal tumor dekat muara
umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. eutachius (fosa rosenmuller). Gangguan dapat berupa
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri
mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat di telinga (otalgia) serta gangguan pendengaran.16,17
radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi Karena nasofaring berhubungan dekat
tidak begitu radiosensitif. dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang,
Penentuan stadium untuk karsinoma nasofaring maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi
digunakan sistem menurut American Joint Committee sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Perjalanan melalui
on Cancer (AJCC) edisi ke-7 tahun 2010. laserum akan mengenai saraf otak ke II,IV,VI dan V,
Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010: sehingga tidak jarang pasien datang dengan keluhan
Tumor Primer (T) diplopia. Neuralgia trigeminal adalah gejala yang
Tx :Tumor primer tidak dapat dinilai
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
sering ditemui oleh ahli saraf jika belum terdapat merupakan onkogen primer yang dapat meniru fungsi
keluhan lainnya.16,17 salah satu reseptor TNF, yakni CD40. Akibatnya, ia
Proses karsinoma lanjut akan mengenai saraf dapat menginisasi beberapa pathway persinyalan
otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui yang merangsang perubahan fenotip dan morfologi sel
foramen jugulare. Gangguan ini sering disebut dengan epitel. LMP 1 juga mengakibatkan peningkatan EMT
sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf (epithelial-mesenchymal transition).18 Pada proses
otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai EMT, sel-sel karsinoma akan menurunkan penanda
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah epitel tertentu dan meningkatkan penanda mesenkim
terjadi demikian, biasanya prognosisnya buruk.16 tertentu sehingga menimbulkan perkembangan fenotip
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk promigratori yang penting dalam metastasis.20 Oleh
benjolan di leher yang mendorong pasien untuk karena itu, LMP 1 juga berperan dalam menimbulkan
berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan sifat metastasis dari NPC. Peningkatan EMT oleh
lain. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi LMP1 ini diikuti dengan ekspresi penanda sel punca
hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di China, kanker/sel progenitor kanker serta pemberian sifat-
yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring, sifat mirip sel punca/sel progenitor kepada sel.18
seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, Protein-protein lainnya serta ekspresi RNA
pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah virus juga memiliki peranan dalam karsinogenesis
nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun NPC, contohnya LMP2 yang mempertahankan latensi
kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.16 virus.18 Peran-peran protein dan RNA serta proses
2.2 Patogenesis patogenesis NPC terangkum dalam Gambar 2.1.

Kanker nasofaring (NPC) merupakan tumor


ganas yang diasosiasikan dengan virus EBV (Epstein
Barr virus). Telah ditemukan bahwa perkembangan
NPC salah satunya dipengaruhi faktor risiko yang
sudah sering dikemukakan yaitu kenaikan titer
antibody anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi,
mekanisme molekuler dan hubungan patofisiologis
dari karsinogenesis terkait EBV masih belum
sepenuhnya jelas.18 Selain itu, meski NPC seringkali
diasosiasikan dengan EBV, EBV tidak mengubah sel-
sel epitel nasofaring menjadi sel-sel klon yang
proliferative, meski ia dapat mentransformasi sel B
primer. Agar terbentuk NPC, mula-mula dibutuhkan
infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong oleh
perubahan genetik yang dapat diidentifikasi pada
epitel nasofaring premalignan. Setelah itu infeksi laten
dan litik terjadi dan menghasilkan produk-produk Gambar 2.1 Peran-peran protein dan RNA serta
tertentu, barulah ekspansi klonal dan transformasi sel proses patogenesis NPC18
epitel nasofaring premalignan menjadi sel kanker. 2.3 Diagnosis
Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa
konsumsi karsinogen dalam diet pada masa kanak- Ditegakkan berdasarkan anamnesis,
kanak juga dapat mengakibatkan akumulasi dari lesi pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
genetik dan peningkatan risiko NPC. Selain diet, 2.6.1 Anamnesis
faktor-faktor lainnya adalah pajanan zat-zat kimia pada Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga,
pekerjaan, misalnya formaldehida dan debu kayu yang gejala mata dan saraf, serta gejala metastasis / leher.
mengakibatkan inflamasi kronis di nasofaring.19 Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat, lendir
Seperti yang telah dijelaskan, setelah faktor bercampur darah, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia,
genetik dan lingkungan merangsang perubahan pada diplopia dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI),
epitel nasofaring, virus EBV memperparah keadaan dan muncul benjolan pada leher.21,22
epitel tersebut. Virus EBV menginfeksi sel NPC secara
2.6.2 Pemeriksaan fisik22
laten. Virus ini kemudian memasuki fase infeksi litik  Dilakukan pemeriksaan status generalis dan
yang produktif. Tumor NPC diketahui status lokalis.
mengekspresikan tiga protein yang dikode EBV, RNA  Pemeriksaan nasofaring:
kecil dan mikroRNA. Protein-protein yang  Rinoskopi posterior
diekspresikan di antaranya adalah EBNA1, LMP1, dan  Nasofaringoskop ( fiber / rigid )
LMP2. Dalam perkembangan NPC, diduga LMP1  Laringoskopi
memiliki peran sentral. LMP1 disekresi melalui  Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI
eksosom dan masuk ke dalam sel-sel yang tidak (Narrow Band Imaging) digunakan untuk
terinfeksi EBV melalui endositosis. LMP1 juga skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan
mempengaruhi lingkungan di sekeliling tumor. LMP1 kanker nasofaring, panduan lokasi biopsi,
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dan follow up terapi pada kasus-kasus tidak diketahui primernya (Unknown Primary
dengan dugaan residu dan residif. Cancer).
Prosedur eksplorasi nasofaring dengan anestesi
2.6.3 Pemeriksaan penunjang umum dapat langsung dikerjakan pada penderita
anak, penderita dengan keadaan umum kurang
Pemeriksaan Radiologik21,22
baik, keadaan trismus sehingga nasofaring tidak
 CT Scan
dapat diperiksa, penderita yang tidak kooperatif,
Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring
dan penderita yang laringnya terlampau sensitif,
mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan
atau dari CT Scan paska kemoradiasi/ CT
klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital,
ditemukan kecurigaan residu /rekuren, dengan
tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian
Nasoendoskopi Nasofaring menonjol.
kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time 1
menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan  bBiopsi Aspirasi Jarum Halus
penyebaran ke jaringan sekitarnya serta Kelenjar Leher Pembesaran kelenjar leher yang
penyebaran kelenjar getah bening regional. diduga keras sebagai metastasis tumor ganas
 USG abdomen nasofaring yaitu, internal jugular chain superior,
Untuk menilai metastasis organ-organ intra
posterior cervical triangle node, dan
abdomen. Apabila dapat keraguan pada kelainan
supraclavicular node jangan di biopsi terlebih dulu
yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT Scan
sebelum ditemukan tumor induknya. Yang mungkin
Abdomen dengan kontras.
dilakukan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus
 Foto Thoraks
(BAJH).
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila
dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan Serologi17
CT Scan Thoraks dengan kontras. Diagnosis KNF ditunjang beberapa
 Bone Scan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan serologi,
Untuk melihat metastasis tulang.
misalnya imunoglobulin A anti-viral capsid antigen (Ig
anti-VCA), Ig G anti-early antigen (EA),
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk
imunohistokimia, dan polymerase chain reaction
menentukan TNM.
(PCR). Pemeriksaan serologi dapat dilakukan sebagai
skrining untuk deteksi dini, sering mendahului
Pemeriksaan Patologi Anatomi21
munculnya KNF dan berfungsi sebagai petanda tumor
Karsinoma nasofaring dibuktikan melalui
remisi dan kekambuhan. Window period selama 3
pemeriksaan patologi anatomi dengan spesimen
tahun sesudah peningkatan antibodi dan menetap
berasal dari biopsi nasofaring. Hasil biopsi
tinggi sampai muncul gejala klinis.
menunjukkan jenis keganasan dan derajat
Bentuk endemik KNF dikaitkan dengan VEB,
diferensiasi. Pengambilan spesimen biopsi dari
meskipun peran VEB yang tepat dalam patogenesis
nasofaring dapat dikerjakan dengan bantuan anestesi
KNF masih belum jelas. Deteksi antibodi IgG (dijumpai
lokal ataupun dengan anestesi umum.
pada masa awal infeksi virus) dan antibodi IgA VCA
 Biopsi Nasofaring
mendukung diagnosis karsinoma nasofaring. Titer
Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari
antibodi IgA untuk VEB viral capsid antigen (EBV-
biopsi nasofaring. Sementara biopsi Aspirasi Jarum
IgAVCA) dan VEB antigen awal (EBV-EA) pada
Halus (BAJH) atau biopsi insisional/eksisional
pemeriksaan immunofluorescent dapat digunakan
kelenjar getah bening leher bukan merupakan
untuk skrining KNF. Peningkatan titer IgA antibodi
diagnosis pasti. Biopsi dilakukan dengan
pada VEB viral capsid antigen (VCA) biasa ditemukan
menggunakan tang biopsi yang dimasukkan
pada pasien KNF. Antibodi terhadap VEB baik IgG
melalui hidung atau mulut dengan tuntunan
maupun IgA penderita KNF meningkat 8-10 kali lebih
rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi
tinggi dibandingkan penderita tumor lain atau orang
rigid/fiber.
Pelaporan diagnosis karsinoma nasofaring sehat. Peningkatan titer IgA ini dapat diketahui
berdasarkan kriteria WHO yaitu: sebelum perkembangan KNF dan berkorelasi dengan
a. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO 1) besar tumor, remisi, dan rekurensi. Dalam beberapa
b. Karsinoma tidak berkeratin: berdiferensiasi tahun terakhir, tes enzyme-linked immunosorbent
(WHO 2) dan tidak berdiferensiasi (WHO 3) assay (ELISA) yang menggunakan antigen VEB
c. Karsinoma basaloid skuamosa rekombinan dimurnikan makin dianjurkan untuk
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan adalah; menggantikan immunofluorescent tradisional.
hematologik berupa pemeriksaan darah perifer
lengkap, LED, hitung jenis, Alkali fosfatase, LDH,
dan fungsi liver seperti SGPT-SGOT.
Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum
dilakukan jika dari biopsi dengan anestesi lokal
tidak didapatkan hasil yang positif sedangkan
gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri
karsinoma nasofaring, atau suatu kanker yang
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Virus juga dapat dideteksi pada tumor dengan 2.6.1 Radioterapi
pemeriksaan hibridisasi in situ dan teknik
imunohistokimia. Selain itu, dapat juga dideteksi Radioterapi merupakan modalitas utama
dengan teknik PCR pada material aspirasi biopsi pada penatalaksanaan KNF yang masih terbatas
jarum metastasis kelenjar getah bening leher. lokoregional, karena tumor ini bersifat radiosensitif.

Kemajuan yang sangat penting pada radioterpi adalah


Gambar 2.2 Algoritma diagnosis karsinoma IMRT (Intensity-Modulated Radiation Therapy).
nasofaring21,22 Teknologi ini memungkinkan pemberian dosis radiasi
2.4 Diangnosis Banding17 konformal terhadap target melalui optimalisasi
intensitas beberrapa beam. Kelebihan dari IMRT ini
Kanker nasofaring dapat menginvasi
diantaranya memiliki kemampuan untuk memberikan
beragam struktur di sekitarnya, termasuk basis kranii
radioterapi conformal pada target yang tidak beraturan
dan leher, sehingga gejala klinisnya bervariasi. Pada
(irrigular). Ini sangat bermanfaat pada tumor yang
tahap awal berupa gejala hidung dapat menyerupai
berada disekitar struktur vital seperti batang otak dan
kondisi jinak, seperti rinitis, sinusitis, atau polip nasal.
medula spinalis. Teknik ini sudah dilaporkan dapat
Gejala telinga yaitu gangguan dengar unilateral pada
meningkatkan kontrol tumor dan juga menurunkan
usia dewasa, yang harus dicurigai karsinoma
risiko komplikasi.18
nasofaring, khususnya di area endemik. Kanker
2.6.2 Kombinasi Kemoradiasi
nasofaring berkaitan dengan paresis saraf kranial,
sehingga dapat menyerupai penyakit neurologi. Defisit Kemoradiasi konkuren saat ini menjadi terapi
saraf kranial yang tidak jelas penyebabnya sebaiknya pilihan pada KNF lokoregional yang advanced.
diperiksa dengan endoskopi nasal, terutama pada Sebagian besar penelitian kemoterapi pada KNF
orang dengan risiko tinggi. menggunakan Cisplatin-based. Berdasarkan waktu
Kanker nasofaring juga dapat didiagnosis pemberian kemoterapi terhadap radioterapi dibedkan
banding dengan hipertrofi adenoid, namun biasanya menjadi Induction/ Neoadjuvan (sebelum), concurrent
adenoid memiliki permukaan licin, alur longitudinal, (selama radiasi) dan adjuvan (setelah radioterapi).23
dan letaknya di tengah nasofaring. Pada laki-laki Kombinasi kemoradiasi sebagai
remaja dapat pula dibandingkan dengan angiofibroma radiosensitizer terutama diberikan pada pasien
juvenil, hal ini dapat dikonfirmasi dengan endoskopi dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai
dan pemeriksaan MRI. Tumor lain di nasofaring di radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-
antaranya adalah limfoma, karsinoma sinonasal, 40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5
chordoma, rhabdomyosarcoma, melanoma, dan sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi. Kemoterapi
teratoma. kombinasi/dosis penuh dapat diberikan pada N3 > 6
Pada pasien dengan benjolan leher, harus cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap 3 minggu
dilakukan biopsi nodus. Benjolan leher dapat terjadi sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus
pada kondisi infeksi atau inflamasi, limfoma, atau rekuren/metastatik.21,22
tumor ganas regio kepala leher ataupun bagian tubuh Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring
lain. adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan dengan
2.5 Tatalaksana kemoterapi adjuvant, yaitu Cisplatin + RT diikuti
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dengan Cisplatin/5-FU atau Carboplatin/5-FU. Dosis Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada
preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 pasien telah dibahas dalam subbab sebelumnya.
kali, setiap seminggu sekali.21,22 Berikut ini adalah rangkuman mengenai hal-hal yang
Adapun terapi sistemik pada Karsinoma penting untuk diedukasikan kepada pasien.
Nasofaring kasus Rekuren/Metastatik adalah:21,22 Tabel 2.1 Edukasi kepada pasien
21,22
a. Terapi Kombinasi : Cisplatin or carboplatin +
Kondisi Informasi Dan Anjuran
docetaxel or paclitaxel, Cisplatin/5-FU, Radioterapi  Efek samping radiasi akut yang dapat
Carboplatin, Cisplatin/gemcitabine , Gemcitabine,
muncul (xerostomia, gangguan
Taxans + Patinum +5FU
menelan, nyeri saat menelan), maupun
b. Terapi Tunggal : Cisplatin, Carboplatin, Paclitaxel,
lanjut (fibrosis, mulut kering, dsb)
Docetaxel, 5-FU, Methotrexate, Gemcitabine
 Anjuran untuk selalu menjaga
2.6.3 Brachytherapy kebersihan mulut dan perawatan kulit
(area radiasi) selama terapi
Brachyterapy efektif dan digunakan hanya Kemoterapi Efek samping kemoterapi yang mungkin
pada tumor yang dangkal di nasofaring dan tanpa muncul (mual, muntah, dsb)
invasi ke tulang.23 Cara brakhiterapi nasofaring adalah Nutrisi Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara
dengan menggunakan aplikator Levendag dengan pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
menggunakan sumber radiasi Ir 192 HDR. Dilakukan Metastasis  Kemungkinan fraktur patologis
tindakan anestesi lokal atau anestesi umum.22 pada sehingga pada pasien yang berisiko
Dengan guide NGT 100 cm dengan penampang ±2 tulang diedukasi untuk berhati-hati saat
mm dimasukkan melalui hidung dan keluar dari mulut. aktivitas atau mobilisasi.
Dengan guide ini dipasang aplikator lavendag lalu  Mobilisasi menggunakan alat fiksasi
difiksasi.21 eksternal dan/atau dengan alat bantu
2.6.4 Nasofaringektomi jalan dengan pembebanan bertahap
Lainnya  Anjuran untuk kontrol rutin pasca
Nasofaringektomi diindikasikan pad tumor pengobatan
persisten atau rekuren yang terlalu besar untuk  Anjuran untuk menjaga pola hidup
brakiterapi dan terdapat perluasan ke parafaring.23 yang sehat
Pada tumor kecil namun tebal, reseksi adekuat dapat
dilakukan menggunakan endoskopi melalui kavum 2.7 Follow-up21,22
nasi atau oral. Tumor yang lebih ekstensif memerlukan
Kontrol rutin dilakukan meliputi konsultasi &
reseksi terbuka.17
pemeriksaan fisik:
2.6.5 Terapi Target
 Tahun 1 : setiap 1-3 bulan
Cetuximab merupakan terapi target yang  Tahun 2 : setiap 2-6 bulan
diberikan pada KNF yang mengalami rekuren atau  Tahun 3-5 : setiap 4-8 bulan
persisten dengan metastasis jauh.23  5 tahun : setiap 12 bulan

Follow-up imaging terapi kuratif dilakukan minimal 3


bulan pasca terapi:
a. MRI dengan kontras sekuens T1, T2, Fatsat, DWI
+ ADC
b. Bone Scan untuk menilai respons terapi terhadap
lesi metastasis tulang.

Follow Up Terapi Paliatif (dengan terapi kemoterapi);


follow-up dengan CT Scan pada siklus pertengahan
terapi untuk melihat respon kemoterapi terhadap
tumor.
2.8 Prognosis

Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat


berbeda antara subkelompok yang satu dengan
subkelompok yang lain. Penelitian tentang faktor-
faktor yang dapat memengaruhi prognosis masih terus
berlangsung hingga saat ini. Kebanyakan faktor-faktor
prognosis bersifat genetik ataupun molekuler. klinik
(pemeriksaan fisik maupun penunjang). Sampai saat
Gambar 2.3 Algoritma tatalaksana karsinoma
ini belum ada uji meta analisis yang menggabungkan
nasofaring21,22
angka kesintasan dari berbagai studi yang telah ada.22
2.6 Edukasi
Prognosis pada pasien keganasan paling
sering dinyatakan sebagai kesintasan 5 tahun.
Menurut AJCC tahun 2010, kesintasan relatif 5-tahun
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pada pasien dengan KNF Stadium I hingga IV secara - Muntah tidak ada.
berturutan sebesar 72%, 64%, 62%, dan 38%.22 - Penglihatan ganda tidak ada.
- Sesak nafas tidak ada
LAPORAN KASUS
- Bengkak di ketiak tidak ada.
- Bengkak di lipat paha tidak ada.
IDENTITAS PASIEN
- Wajah terasa kebas tidak ada.
Nama : Tn. I
- Gigi goyah tidak ada.
Umur : 45 tahun
- Bengkak di wajah tidak ada.
Jenis Kelamin : Laki-laki
- Bengkak di langit-langit mulut di tidak ada.
No MR : 01009680
- Nyeri tulang tidak ada.
Alamat : Balai Gadang Koto Tangah Padang
- Batuk ada, hilang timbul sejak 1 minggu
terakhir.
ANAMNESIS
- Demam tidak ada.
Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun datang
- Suara serak ada sejak 1 bulan yang lalu.
RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 23 April 2018
dengan:
Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita TB Paru 2 tahun
Keluhan Utama :
- Bengkak di leher kiri dan kanan yang yang lalu, dan telah dinyatakan sembuh.
- Riwayat hipertensi tidak ada.
semakin membesar sejak 1 bulan yang lalu
- Riwayat Diabetes militus tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Bengkak di leher kiri dan kanan yang Riwayat penyakit keluarga :
semakin membesar sejak 1 bulan yang lalu, - Tidak ada anggota keluarga yang mengalami
sebesar bola tenis, dan tidak nyeri. keluhan seperti ini.
- Awalnya, pasien merasakan ada benjolan di - Tidak ada keluarga yang menderita batuk
leher sebelah kiri sejak 1,5 yang lalu. lama
Benjolan awalnya sebesar kelereng, lalu
bertambah besar menjadi sebesar telur Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :
ayam. Benjolan tidak nyeri, permukaan licin, ● Pasien sekarang tidak bekerja
tidak ada keluar sekret, tidak merah.. Pasien ● Pasien merokok selama 28 tahun. Pasien
telah dioperasi untuk biopsi sebanyak 3x di biasanya mengkonsumsi 3 bungkus
RSUD Padang dengan hasil metastasis suatu rokok/hari.
karsinoma ke KGB. Lalu pasien dirujuk untuk
penanganan selanjutnya. Pasien rutin kontrol PEMERIKSAAN FISIK
ke poli RSUP M.Djamil. Namun dalam satu Status Generalis
bulan ini, pasien semakin sulit menelan, Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
keluar sekret dan darah dihidung serta Kesadaran : Composmentis kooperatif
penurunan pendengaran. Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Hidung tersumbat hilang timbul sejak 1 bulan Frekuensi nadi : 88 x/menit
yang lalu. Keluar sekret dan bercampur Frekuensi nafas : 20 x/menit
darah, namun tidak mengalir. Suhu : afebris
- Penurunan berat badan ada sejak 1 bulan
terakhir. Awalnya, berat badan pasien 68 kg Pemeriksaan Sistemik
kemudian turun menjadi 58 kg sekarang. Kepala : normochepal
- Pasien mengaku sudah mulai terjadi Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera
penurunan pendengaran sejak 1 tahun yang tidak ikterik
lalu, namun semakin bertambuah buruk Wajah : tidak ditemukan kelainan
dalam 1 bulan terakhir. Thorax : paru dan jantung dalam batas
- Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada. normal
- Penurunan kesadaran tidak ada. Abdomen : dalam batas normal
- Kejang tidak ada. Extremitas : akral hangat dan refilling kapiler
- Sakit kepala ada sejak 1 bulan yang lalu. <2”

Status Lokalis THT

1. Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak Ada Tidak ada
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Daun telinga Radang Tidak Ada Tidak ada


Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Dinding liang telinga Sempit - -
Hiperemis Tidak ada ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Ada Ada
Sekret/serumen Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Kuning Kuning
Jumlah Sedang Sedang
Jenis Lunak Lunak
Membran timpani
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Reflek cahaya Ada , arah jam 5 Ada, arah jam 7
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jumlah perforasi - -
Perforasi Jenis - -
Kwadran - -
Pinggir - -
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne Negatif Negatif
Tes garpu tala Schwabach Lebih panjang dari Lebih panjang dari
pemeriksa pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Tuli konduksi Tuli konduksi
Timpanometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Deformitas Tidak Ada Tidak Ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Sinus Paranasal Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri Ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Cavum nasi Sempit - -
Lapang - -
Lokasi Dinding medial nasal Dinding medial nasal
Sekret Jenis Lendir dan Darah Lendir dan Darah
Jumlah 2 cc 2 cc
Bau - -
Konka inferior Ukuran Normal Normal
Warna Tidak Hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Licin Licin
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Edema Tidak Ada Tidak ada


Konka media Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Cukup Tidak ada Deviasi
lurus/deviasi
Permukaan Licin
Septum Warna Tidak Hiperemis
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor
Gambar Rinoskopi Anterior

3. Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Koana Cukup lapang (N) Sulit dinilai Sulit dinilai
Sempit Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang Sulit dinilai Sulit dinilai
Mukosa Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Jaringan granulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Konka superior Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Adenoid Ada/ tidak Sulit dinilai Sulit dinilai
Muara tuba eustachius Tertutup sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa Lokasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Bentuk Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Post nasal drip Ada/ tidak Sulit dinilai Sulit dinilai
Jenis

4. Oral Cavity dan Orofaring

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Simetris/tidak Simetris
Palatum mole + Arkus Warna Hiperemis
Faring Edem Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada
Dinding faring Warna Merah muda
Permukaan licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Tenang Tenang
Tonsil Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak Ada
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Eksudat Tidak Ada Tidak Ada


Perlengketan dengan pilar Tidak ada Tidak ada
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada
Bentuk -
Tumor
Ukuran -
Permukaan -
Konsistensi -
Gigi Karies/Radiks Ada Ada
Kesan -
Warna Putih
Bentuk Simetris
Lidah
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada

5. Laringiskopi Indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Epiglotis Bentuk Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Pinggir rata/ tidak Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Aritenoid Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai
Ventrikular band Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Plika vokalis Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai
Pinggir medial Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Subglotis/ trakea Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Sekret ada / tidak Sulit dinilai Sulit dinilai
Sinus piriformis Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
Valekulae Massa Sulit dinilai Sulit dinilai
Sekret (jenisnya) Sulit dinilai Sulit dinilai

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher ● Laboratorium (12/03/2018)
● Dextra I : terlihat pembesaran KGB Parameter Hasil
leher, tanda radang (-). Hb 12,8 g/dl
P : teraba pembesaran KGB Leukosit 11.250 /mm3
leher dengan ukuran 12cm x Trombosit 368.000/mm3
10cm x 5 cm, terfiksir, nyeri Ht 40 %
tekan (-) PT 9,9 detik
● Sinistra I : Terlihat pembesaran KGB leher, APTT 33,6 detik
tanda radang (-). GDS 179 mg/dl
Ureum 13 mg/dl
P : Teraba pembesaran KGB leher
Kreatinin 0,5 mg/dl
dengan ukuran 8 cm x 6 cm x
Natrium 139 mmol/L
4cm, terfiksir, nyeri tekan (-) Kalium 3,0 mmol/L
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Klorida 101 mmol/l Diagnosis banding: -


Diagnosis tambahan: -
Kesan : leukositosis, kalium turun
Tatalaksana:
 Biopsi (12/3/2018) Ceftriaxone 2x1 gr iv
Pro biopsi
Kesimpulan metastasis suatu karsinoma ke KGB
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB 4
DISKUSI

Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia


45 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 23 April 2018 dengan diagnosis tumor
nasoaring susp keganasan. Karsinoma nasofaring
(KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller
dan atap nasofaring.
Awalnya, pasien merasakan ada benjolan di
leher sebelah kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan
awalnya sebesar kelereng, lalu bertambah besar
menjadi sebesar bola tenis. Benjolan tidak nyeri,
permukaan licin, tidak ada keluar sekret, tidak merah.
Satu bulan terakhir, pasien merasakan susah menelan
 CT scan (28/3/2018) dan terasa ada yang mengganjal di tenggorok, nyeri
kepala hilang timbul, hidung tersumbat dan keluar
sekret di hidung dan penerurunan pendengaran.
Pasien telah dilakukan biopsi di RSUD Padang
dengan hasil suatu keganansan yang bermetastasis
ke KGB.
Pembesaran kelenjer limfe leher merupakan
penyebaran terdekat secara limfogen dari karsinoma
nasofaring. Yang khas jika timbulnya di daerah
samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak
nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak
dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh
pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.
Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih
lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan
gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.
Hidung tersumbat dan keluar sekret kental
yang bercampur darah yang tidak mengalir sejak 1
bulan terakhir . Sumbatan hidung terjadi akibat
pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan
menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis,
Kesimpulan : ca nasofaring dengan perluasan ke intra kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman
serebral dan adanya ingus kental.
Pasien mengeluhkan telinga terasa nyeri,
tidak berdenging dan penurunan pendengaran sejak 1
Pemeriksaana Anjuran : tahun terkahir dan semakin memberat sejak bulan
Biopsi nasofaring yang lalu. Gangguan ini merupakan gejala dini yang
timbul karena tempat asal tumor dekat muara
Diagnosis : Tumor Nasofaring susp ganas eutachius (fosa rosenmuller). Gangguan dapat berupa
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri 4. Titcomb C P. High incidence of
di telinga (otalgia) serta gangguan pendengaran. nasopharyngeal carcinoma in Asia. J Insur
Tumor meluas ke intra kranial menjalar Med. 2001; 33: 235-8.
sepanjang fosa medialis, disebut penjalaran 5. Yang XR, Diehl S, Pfeiffer R, et al, 2005,
petrosfenoid. Biasanya melalui foramen laserum dan Evaluation of Risk Factors for
mengenai grup anterior saraf otak yaitu n.II s/d n.VI. Nasopharyngeal Carcinoma in High-Risk
Perluasan ke atas lebih sering ditemukan di Indonesia, Nasopharyngeal Carcinoma Families in
tersering mengenai n.VI dengan keluhan berupa Taiwan, Cancer Epidemiology Biomarkers
diplopia, kemudian n.V cabang 1 dengan keluhan Prevention, vol.14, no.4.
berupa hipestesia pipi/wajah.Perluasan ke belakang 6. Chew CT, 1997 Nasopharynx (the Postnasal
secara ekstra kranial sepanjang fosa posterior, disebut Space), Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th
penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup edition, Butterworth-Heinemann, Great
posterior saraf otak yaitu n.VII s/d n.XII beserta nervus Britain.
7. Ballenger JJ, 1994, Anatomy Bedah Faring
simpatikus servikalis. Tumor dapat mengenai otot dan
dan Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
menyebabkan kekakuan otot-otot rahang sehingga
Kepala dan Leher, Binarupa Aksara, Edisi 13,
terjadi trismus. Sindrom retroparotidian terjadi akibat
Jilid 1.
kelumpuhan n.IX,X,XI, dan XII. Manifestasi
8. Brennan, Bernadette. Nasopharyngeal
kelumpuhan ialah :
Carcinoma. Manchester. BioMed Central Ltd.
a. n.IX :Kesulitan menelan karena hemiparesis
2006.
otot konstriktor superior serta gangguan 9. Roezin A & Adham M, 2010, Karsinoma
pengecap pada sepertiga belakang lidah. Nasofaring, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
b n.X :Hiper/hipo/anastesi mukosa palatum Hidung Tenggorok Kepala Leher, Balai
mole, faring dan laring disertai gangguan Penerbit FK-UI, Edisi Kelima, Jakarta.
respirasi. 10. Yang XR, Diehl S, Pfeiffer R, et al, 2005,
c. n.XI :Kelumpuhan atau atropi otot-otot Evaluation of Risk Factors for
trapezius, sternokleidomastoideus, serta Nasopharyngeal Carcinoma in High-Risk
hemiparesis palatum mole. Nasopharyngeal Carcinoma Families in
d n.XII :Hemiparalisis dan atropi sebelah lidah Taiwan, Cancer Epidemiology Biomarkers
Prevention, vol.14, no.4.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, 11. Japaris, Willie. Karsinoma Nasofaring Dalam:
pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan sekret Onkologi Klinis. Jakarta : FKUI. 2008.
darah di medial kedua kavum nasi dengan jumlah 2cc. 12. Holt GR & Shockley WW, 1993, Head & Neck
Pada rinoskopi posterior sulit dinilai karena pasien sulit Cancer, Clinical Oncology, A Lange Medical
membuka mulut dan skor mallampati 3. Diagnosis Book, London.
karsinoma nasofaring dapat ditegakkan berdasarkan 13. McDermott AL, Dutt SN, Watkinson JC, 2001,
hasil biopsi. Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan The Etiology of Nasopharyngeal Carcinoma,
leher dapat mengetahui tumor primer dan arah Clin. Otolaryngol, vol. 26.
perluasannya. 14. Chew CT, 1997 Nasopharynx (the Postnasal
Rencana tatalaksana yang akan dilakukan Space), Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th
pada pasien tergantung kepada hasil biopsi edition, Butterworth-Heinemann, Great
nasofaring. Salah satu modalitas pengobatan Britain.
15. Chua MLK, Wee JTS, Hui EP. 2015.
karsinoma nasofaring adalah kemoterapi. Kemoterapi
Nasopharingeal carcinoma.
adalah segolongan obat-obatan yang dapat
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan
6736(15)00055-0. Diunduh pada 17 Februari
membunuh sel kanker. Tujuan kemoterapi untuk
2018.
menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
16. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dan
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor
Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor
hidung tenggorok kepala dan leher ed 7.
apabila ada metastasis jauh.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012, pp 158-
163.
DAFTAR PUSTAKA 17. Wijaya FO dan Soeseno B. Deteksi dini dan
diagnosis karsinoma nasofaring.
1. National Comprehensive Cancer Network Kalbemed.com. CDK-254/vol.44 no.7. 2017
(NCCN). NCCN Clinical Practice Guidelines 18. Yoshizaki T, Kondo S, Wakisaka N, Murono
in Oncology (NCCN Guidelines) : Head and S, Endo K, Sugimoto H, et al. Pathogenic role
Neck Cancers Version 2.2013. NCCN; 2013. of Epstein-Barr virus latent membrane
2. American cancer society. Nasopharyngeal protein-1 in the development of
cancer. American Cancer Society; 2013. nasopharyngeal carcinoma. Cancer Lett.
3. Soepardi EA, Iskandar N, Editor. Buku Ajar
j.canlet. 2013, 337:1
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan 19. Tsao SW, Yip YL, Tsang CM, Pang PS, Lau
Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI VMY, Zhang G, et al. Etiological factors of
Dokter Muda THT-KL Periode April – Mei 2018
RSUP Dr. M. Djamil Padang16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
nasopharyngeal carcinoma. Oral oncol.
j.oraloncology. 2014; 50:330-338.
20. Komang SK. Patogenesis, patofisiologi, dan
manifestasi kliis kanker nasofaring. Ltm
Pemicu 3 Modul Penginderaan. FKUI. 2016
21. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman nasional
pelayanan kedokteran kanker nasofaring.
Jakarta. 2017.
22. Kementrian Kesehatan RI. Panduan
penatalaksanaan kanker nasofaring. Jakarta.
2017
23. Rahman S. Update diagnosis dan
tatalaksana karsinoma nasofaring.
ResearchGate.net. 2014.

Anda mungkin juga menyukai