Oleh:
Preseptor:
PENDAHULUAN
Istilah Space Occupying Lession (SOL) diartikan sebagai neoplasma baik bersifat jinak atau
ganas dan primer atau sekunder, serta setiap massa inflamasi atau parasit yang berada dalam
rongga tengkorak.1 Tumor otak dibagi berdasarkan lokasi, jenis sel dan asal sel.2 Tumor
intrakranial merupakan salah satu jenis dari tumor pada sistem saraf, selain tumor spinal dan
tumor saraf tepi. Tumor intrakranial bersifat jinak maupun ganas dan timbul didalam otak,
meningen dan tengkorak. Tumor ini juga dapat bersifat primer maupun metastasis dari tumor
Penyebab tersering space occupying lesion adalah kanker otak. Kanker otak meliputi sekitar
85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat. Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas
dan jinak adalah 21,42 per 100.000 penduduk per tahun (7,25 per 100.000 penduduk untuk
kanker otak ganas, 14,17 per 100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka
insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia ber-dasarkan angka standar populasi dunia
adalah 3.4 per 100.000 penduduk.Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun.
Mortalitas lebih tinggi pada pria. Data cancer registry dari RSK Dharmais, RSCM, RS
Perbandingan insiden pada tumor sistem saraf pusat primer dan sekunder adalah 1:1, angka
meningioma sebesar 13-26% disebutkan sebagai salah satu tumor primer intrakranial.4
Berdasarkan 2 kasus yang dilakukan penelitian, dikatakan belum terdapat bukti bahwa
meningioma dipicu oleh hormon wanita.4 Sekitar 10% dari seluruh tumor yang terjadi ditemukan
pada susunan saraf.2 Insiden tumor intrakranial primer sekitar 14-21/100.000/tahun.5 Glioma,
meningioma, adenoma, dan neurinoma merupakan tumor primer yang sering terjadi. Pada
dewasa 60% kasus tumor terletak pada supratentorial. Pada anak 70% kasus tumor terletak
infratentorial.5
Penulisan ini bertujuan untuk mengenali jenis, gejala klinis, dan tata laksana dari Space
Occupying Lesion.
Penulisan ini dapat menambah wawasan dan ilmu dasar mengenai Space Occupying Lesion
Grandcase ini ditulis dengan metode studi kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak adalah organ penting yang
mengendalikan pikiran, emosi, keterampilan motorik, sentuhan, visi, respirasi, suhu, rasa lapar,
dan setiap proses yang mengatur tubuh kita. Otak dapat dibagi ke dalam otak besar ( cerebrum),
a. Cerebrum
- Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium cerebri
b. Cerebellum
- Berfungsi untuk koordinasi gerakan otot rangka dan untuk mempertahankan postur
c. Brainstem
- Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian pesan sensorik,
rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung, suhu tubuh, gerakan otot tak sadar,
- Pons: sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di brainstem, pons
- Medulla: bagian terendah dari batang otak, medulla adalah bagian yang paling
penting dari seluruh otak dan merupakan pusat kontrol jantung dan paru-paru yang
sangat penting
- Saraf tulang belakang: merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang terletak
dibagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung bawah, syaraf
tulang belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan seluruh badan.
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang disebut
meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal, yang diproduksi oleh pleksus
khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan antara rongga meningen. Cairan serebrospinal
membawa nutrient dari darah ke otak dan membawa kembali zat-zat yang tidak diperlukan lagi
2.2.1 Definisi
Suatu lesi yang meluas atau memenuhi ruang dalam otak termasuk massa (tumor),
hematoma dan abses. Space-occupying lesion seringkali disebabkan oleh keganasan tetapi juga
dapat disebabkan oleh keadaan patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah
tumor intrakranial berupa tumor primer tetapi selebihnya berasal dari luar sistem saraf pusat dan
tumor metastase. Efek tumor bersifat lokal, sehingga menyebabkan kerusakan otak yang bersifat
fokal dan gambaran klinis yang muncul sesuai terhadap letak lesi dan etiologinya. Dapat terjadi
gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang,
perubahan perilaku atau tanda lokalisir. Tumor dapat menginfiltrasi dan merusak struktur
penting, ia dapat mengobstruksi aliran serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat
Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi tergantung pada
dimana lokasi gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh
lesi. Nyeri kepala yang hebat diakibatkan oleh peregangan durameter dan muntah-muntah
disebabkan tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum. Pada pasien yang diduga
tumor intrakranial tidak boleh dilakukan pungsi lumbal. Pada saat ini CT-scan dan MRI
2.2.2 Epidemiologi
1. Keganasan
95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor otak primer bersifat
supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak adalah jenis infratentorial. Tumor
Hampir kesemuanya mempunyai 5 years survival rate yang kurang dari 50%. Cerebellar
hemangio blastoma memiliki tingkat survival rate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki
recovery total apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50% kasus berupa
multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti oleh kanker payudara, karsinoma
2. Penyebab lain
Penyebab lainnya adalah seperti hematoma akibat trauma, faktor risikonya termasuk usia
tua dan antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk risikonya adalah COPD yang
dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri bersifat multiple pada
25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih
sering terjadi dengan infeksi HIV. Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.8
2.2.3 Jenis Space Occupying Lesions (SOL)
Setengah neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya adalah meningioma,
adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya. Beberapa tumor, terutama neurofibroma,
hemangioblastoma, dan retinoblastoma dapat memiliki dasar dan faktor kongenital yang
mendasari perkembangan kraniofaringioma yang sama sifatnya. Tumor dapat terjadi pada semua
usia, tetapi beberapa jenis glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.9
Gejala dan tanda klinis yang dapat terjadi yaitu tumor intrakranial dapat mengarah kepada
gangguan fungsi serebral secara umum dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Karena
itu, dapat terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit
kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial tertentu, jaringan
otak dapat mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling
sering ditemukan adalah herniasi lobus temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal,
sehingga mengakibatkan kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior.
Tanda paling awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor,
Selain itu, sindroma herniasi penting terdiri dari penurunan tonsilar cerebelli melewati
circulatory collapse dan kematian. Tumor intrakranial dapat mengarah kepada defisit fokal
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan progresif intelektual,
Pada lesi ini mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian
posterior gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf
olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal atau defisit
piramidalis kontralateral.9
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi pembauan dan
kesadaran yang jelas. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi,
gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi dejavu atau jamaisvu, mikropsia atau
makropsia (objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan
lapang pandang (cross edupper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi
auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia,
sedangkan lesi pada bahagian kanan menganggu persepsi pada nada dan irama.9
Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral dan dapat
taktil, sehingga mengarah kepada gangguan sensorik tekstur, ukuran, berat dan bentuk.
lesi lobus parietalis yang luas, selain juga menyebabkan hyper pathia kontralateral dan
sindroma thalamus. Keterlibatan radiasi optik dapat mengarah kepada gangguan lapang
homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower quadrant anopia. Lesi pada girus
moushemi anopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan lesi sisi kiri atau
bilateral, dapat terjadi agnosia visual tehadap objek dan warna, sedangkan lesi iritatif
pada kedua sisi dapat mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk. Keterlibatan
melirik mata kepada satu titik, walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks
mata). Tidak adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang mengarah
Lesi batang otak menimbulkan paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi, nistagmus, dan
defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau kedua sisi. Tumor batang otak
pada perjalanan penyakit lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang jelas pada
tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular ipsilateral (ataxia,
Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan langsung atau
infiltrasi, selanjutnya mengarah kepada lokalisir klinis yang salah. Tanda lokalisir ini
termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons plantar ekstensor bilateral yang
dihasilkan oleh sindroma herniasi dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral
terhadap tumor hemisfera sebagai hasil dari tekanan di pedunkulus cerebri bertentangan
dengan tentorium.9
Pencitraan yang dapat dilakukan adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan
gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai untuk mendeteksi lesi dan
anatomi yang normal, dan derajat edema serebral atau kelainan massa yang berhubungan. CT-
Scan dengan penggunaan radiokontras dapat dilakukan tetapi kurang membantu dibandingkan
MRI untuk lesi yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda atau gambaran meningioma
pada MRI atau CT-Scan secara virtual merupakan tanda diagnostik, seperti ada lesi pada daerah
tertentu (Regio Parasagittal dan Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal Ridge dan Tuberculum
Sellae) yang kelihatan seperti daerah homogenous dengan peningkatan densitas pada scannon
Arteriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh darah serebral
normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran massa avaskular adalah
penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor, hematoma, abses, atau space-
occupying lesion lainnya. Pada pasien dengan tahap hormon normal dan massa intrasellar,
angiography diperlukan untuk membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.9
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah seperti
dan dapat menunjukkan tanda gangguan fokal akibat neoplasma atau kelainan difus lain yang
memengaruhi status mental. Lumbar puncture jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat
Beberapa penyebab SOL pada tumor metastatik intrakranial adalah metastasis serebral
dan metastasis leptomeingeal. Gejala klinis pada keadaan ini dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi
dari tumor.
E. Abses Otak.
Umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat infeksi telinga tengah, sinusitis, empiema,
2.2.4 Patofisiologi
Kranium merupakan kerangka keras yang berisi tiga komponen yaitu otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler. Kranium hanya memiliki sebuah lubang keluar
utama yaitu foramen magnum. Hemisfer serebral dari serebelum dipisahkan oleh tentorium yang
keras pada kranium. Maka kompartemen yang berada di atas tentorium serebelli disebut
yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan pertama-tama neoplasma itu
akan menggeser isi intrakranial yang normal sebagai konsekuensi lesi desak ruang atau space
Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral, tiga, dan
empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel,
terutama di kedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus
dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel
lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari
ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam
ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua
foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna,
yaitu suatu rongga cairan yang terletak di belakang medula dan di bawah serebelum.7
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh otak dan
medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan
mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar dan
Pada ruang intrakranial terdapat cairan yang dapat menekan organ lainnya yaitu cairan
Peningkatan volume dapat menjadi salah satu unsur yang menyebabkan terjadinya desakan pada
1. Pergeseran CSS.
Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan menimbulkan gambaran CT scan berupa
ventrikel lateral kolaps pada sisi ipsilateral dari neoplasma sedangkan ventrikel lateral sisi
Pergeseran otak oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Neoplasma yang tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran otak juga lambat.
Sebaliknya neoplasma seperti glioblastoma, pergeseran otak terjadi cepat dari satu
Neoplasma yang terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK
mulai meningkat. Peningkatan TIK yang persisten diatas 20 mmHg berhubungan dengan
peningkatan tahanan aliran CSS. Gambaran CT scan dengan tanda obliterasi sisterna
Hubungan antara TIK dan keadaan neurologik juga tergantung pada tingkat pertumbuhan
neoplasma dan pergeseran otak. Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, seperti meningioma,
dapat tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peningkatan TIK. Sebaliknya, neoplasma
yang lebih kecil namun terletak di dekat bangunan peka nyeri dan mengganggu aliran CSS
1. Herniasi Supratentorial2,5,6
Disebabkan oleh meningkatnya TIK secara menyeluruh. Pada herniasi ini, sering
dicetuskan oleh perdarahan talamus, edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.
b. Herniasi Unkus
Merupakan herniasi lobus temporalis bagian mesial terutama unkus. Herniasi ini
muncul karena kompresi rostrokaudal yang progresif; secara bertahap tekanan semakin
mendorong kekaudal dan makin berat, dan dikenal empat tahap dengan sindrom yang khas,
diantaranya:
Jika herniasi terus terjadi maka pons akan tertekan dan akhirnya akan berlanjut menekan
medula oblongata
Merupakan tahap agonia. Faktor pencetusnya adalah gangguan peredaran darah otak
c. Herniasi singuli
Sistem arteri dan vena serebri anterior yang terhambat kemudian mengganggu fungsi
2. Herniasi Infratentorial
Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik melalui
pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah didorong melalui takik
Tahap akhir dari kompresi otak supra-tentorial progresif dan kegagalan batang otak. Pada
tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks
2.2.5 Diagnosis11
Dalam menegakkan diagnosis pada pasien perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Gejala- gejala utama dapat kita ketahui dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala,
muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada
anak-anak.
2. Pernapasan
Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan
intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi
penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil.
Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari
5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Pada penekanan pada nervus
okulomorius, seperti edema otak atau lesi pada otak, biasanya reaksi pupil lebih lambat.
a. CT-Scan Kepala
pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang
mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat.
Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang
ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis
tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-
Scan.
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Gambaran
zat kontras memberikan hasil yang baik pada beberapa jenis tumor. Kekurangan CT-Scan
adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang berdekatan
biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi.
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor
yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di
fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik,
c. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan
kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang
d. Foto Thoraks
Digunakan untuk mencari kemungkinan ada tumor dibagian tubuh lain, terutama
paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.
e. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang
dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut,
sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan
menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh
g. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan
mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak
tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk
dilakukan
tekanan intrakranial.
i. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk
beberapa jenis tumor. Pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui
pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat
2.2.6 Tatalaksana9,10
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti
loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai,
dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle
shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade
glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan
parsial.
3. Kemoterapi
dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi
tambahan.
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan
gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial,
yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang. Phenytoin adalah yang
paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine, phenobarbital
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan
salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun
sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini
disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum.
pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan
dapat diberikan mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun
dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.
7. Head up 30-45˚
TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi
2.2.7 Prognosis
Pada negara maju, diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan
dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % pasien dan
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. G
Umur : 48 tahun
No. MR : 01.03.62.36
Seorang pasien perempuan umur 48 tahun dirawat di bangsal neurologi RSUP DR. M.
Penurunan kesadaran berangsur-angsur sejak ±3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien lancar diajak berkomunikasi, namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
tampak lebih banyak tidur. Akan tetapi, sejak 1 hari dirawat di bangsal neurologi RSUP Dr.
Keluhan diawali dengan muntah-muntah dengan frekuensi >5 kali / hari, muntah
berisi apa yang dimakan. Muntah menyemprot. Saat ini muntah tidak ada.
Nyeri kepala ada, sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul, semakin lama semakin
bertambah berat.
Kebas anggota gerak tidak ada
Riwayat kelemahan anggota gerak 3 bulan yang lalu ada, semakin lama semakin
Riwayat nyeri kepala ada 1 tahun yang lalu, hilang timbul, semakin lama semakin
berat.
Riwayat hipertensi tidak ada, diabetes melitus tidak ada, stroke tidak ada, penyakit jantung
tidak ada.
Pasien post operasi kraniotomi biopsi dan aspirasi cyst pada 31 Desember 2018 di RSUP
Dr. M. Djamil Padang, dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi yaitu Anaplastic
astrocytoma dengan WHO Grade III, dan direncanakan radioterapi 2 bulan post operasi.
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat pribadi dan sosial :
3.3 PemeriksaanFisik
Kesadaran : CMC
Suhu : 36,7oC
Status Internus
Mata : Pupil isokor Ө 3mm/3mm , refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+
Jantung :
Abdomen :
Perkusi : timpani
Status Neurologikus
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
Muntah proyektil saat ini tidak ada
N. I (Olfaktorius) :
N. II (Optikus) :
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Segala arah Segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
Refleks akomodasi (+) (+)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Baik
Membuka mulut Baik
Baik
Menggerakkan rahang Baik
Baik
Menggigit Baik
Baik
Mengunyah Baik
Sensorik
I. Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Baik Baik
II. Divisi maksila
- Refleks masetter (-) (-)
- Sensibilitas Baik Baik
III. Divisi mandibula
- Sensibilitas Baik Baik
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plika Nasolabialis Kanan Lebih
Datar
Sekresi air mata Normal Normal
Fissura palpebral Normal Normal
Menggerakkan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/ bersiul Baik Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 depan Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
N. VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Baik Baik
Detik arloji Baik Baik
Rinne tes Baik Baik
Weber tes Tidak ada lateralisasi
Schwabach tes Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Memanjang
Memendek
Nistagmus (-) (-)
Pendular
Vertikal
Siklikal
Pengaruh posisi (-) (-)
kepala
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan Normal Normal
Artikulasi Baik Baik
Suara Baik Baik
Nadi Reguler Regular
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
N. XII (Hipoglosus)
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas Taktil (+) pad(+) pada ekstremitas superior hingga
inferior
Sensibilitas Nyeri (+) pada ekstremitas superior
hingga inferior
Sensibilitas Termis Tidak dilakukan
Sensibilitas Sendi dan Posisi (+) pad(+) pada ekstremitas superior hingga
inferior
Sensibilitas Getar Tidak dilakukan
Sensibilitas Kortikal (+)
Stereognosis (+)
Pengenalan 2 titik (+)
Pengenalan Rabaan (+)
Tanda Laseque Tidak dilakukan
Tanda Patrick dan Kontra Patrick
G. Sistem Refleks
1.Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Brakioradialis (++) (++)
Laring APR (++) (++)
7. Fungsi otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
8. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)
Fungsi intelek Baik Refleks snout (-)
Reaksi emosi Baik Refleks mengisap (-)
Refleks memegang (-)
Refleks palmomental (-)
(5 Januari 2019/IGD)
Glukosa Sewaktu : 102
Ureum Darah : 30mg/dl
Kreatinin Darah : 0,6mg/dl
Ca : 8,9mg/dl
Na : 139Mmol/L
K : 3,6Mmol/L
Kesan: Hasil dalam batas normal.
1. EKG
2. Pemeriksaan Radiologi:
a. Rontgen Thorax
(5 Februari 2019/IGD)
Interpretasi : Inspirasi kurang, jantung terkesan membesar ke kiri, mediastinum superior dan
aorta terkesan melebar, hillus kanan menebal, hilus kiri sulit dinilai, corakan bronkovaskuler
kedua paru meningkat.
Brain CT Scan
(5 Februari 2019/IGD)
Interpretasi: Lesi hipodens pada lobus frontotemporoparietal sinistra.
MRI dengan Kontras
6 Desember 2018/RS Stroke Nasional Bukittinggi (Sebelum Operasi)
Interpretasi : Gambaran abses serebri di white matter lobus frontoparietal kukuran ±4,2 x 6,5
x 4,7 cm dengan perifokal edema minimal menyebabkan midline shift ke kanan sejauh ± 0,5
cm.
Diagnosis Sekunder :-
2.6 Terapi
2.7 Prognosis
Suara Napas :
Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.
Status Neurologikus :
E4M6V5 (GCS 15)
↑ TIK (-), TRM (-)
Pupil isokor, Ө 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kanan lebih datar
Motorik
333/555
333/555
RF ++/++
++/++
RP -/-
+/-
A/
Astrocytoma Anaplastic
P/
Tumor removal craniotomy elektif hari Senin 11
Februari 2019
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang
pada tanggal 6 Februari 2019 dengan keluhan penurunan kesadaran berangsur-angsur sejak ±3
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien lancar diajak berkomunikasi, namun sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit pasien tampak lebih banyak tidur. Keluhan diawali dengan
muntah-muntah dengan frekuensi >5 kali / hari, muntah berisi apa yang dimakan. Keluhan juga
disertai nyeri kepala yang bertambah berat. Sebelumnya bulan Desember 2018 pasien sudah
dirawat Di RSUP DR. M Jamil Padang dengan keluhan sakit kepala yang disertai kelemahan
anggota gerak kanan. Pasien dioperasi kraniotomi biopsi dan aspirasi cyst pada 31 Desember
2018 di RSUP Dr. M. Djamil Padang, dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi yaitu
Anaplastic astrocitoma WHO Grade III, dan direncanakan radioterapi 2 bulan post operasi.
Setelah dioperasi, kondisi pasien dapat berjalan dengan menyeret tungkai kanan dan dapat
Keluhan nyeri kepala pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial otak oleh karena tumor intrakranial yang dialaminya. Nyeri kepala merupakan gejala
dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari para penderita. Nyeri biasanya paling berat dipagi
hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan
aliran darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial. Pada pasien ini keluhan nyeri
difunduskopi didapatkan papil edem, serta terdapat muntah proyektil, ini merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, kelainan neurologis berupa lemah anggota gerak kanan sudah
38
tidak tampak. Gejala hemiparesis biasanya merupakan tanda lokalisatorik tumor di daerah
lokalisatorik atau simptom fokal dari suatu tumor, tetapi bilamana tekanan intrakranial sudah
cukup tinggi dan membangkitkan gejala dan tanda tersebut, maka hemiparesis atau gejala lain
yang bangkit atau baru muncul tidak mempunyai arti lokalisatorik. Oleh karena tumor otak yang
dialami pasien berada di daerah frontoparietal maka dapat disimpulkan bahwa gejala hemiparesis
yang dialami oleh pasien juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang cukup
tinggi sehingga terjadi pendesakan pada area presentralis yang merupakan area motorik.
seperti yang terjadi pada pasien ini. Proses desak ruang suatu tumor hingga menyebabkan
Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral, b) Sindrom kompresi sentral
Hasil brain CT-Scan dengan interpretasi lesi hipodens pada lobus frontal dextra. Hasil MRI
dengan kontras didapatkan kesan Sol intrakranial, pemeriksaan rontgen toraks didapatkan kesan
dalam batas normal, dan laboratorium dengan hasil anemia ringan dan leukositosis.
Pada pasien diterapi O2 3 l/menit via nasal canule, IVFD NaCl 0,5% 12 jam/kolf, NGT:
MC TKTP 1700 kkal, Dexametason 4×10mg (iv) tapp off dengan tujuan untuk mengurangi
mengurangi stress ulcer serta Paracetamol 3 x 750 mg sebagai antipiretik. Pasien dikonsulkan ke
Bedah Saraf dan direncakan Tumor removal craniotomy elektif. Prognosis pada pasien ini dubia
ad malam karena dari hasil patologi anatomi didapatkan Anaplastic astrocitoma yang merupakan
tumor ganas yang paling banyak. Usia juga menentukan prognosis dimana usia lanjut biasanya
39
memiliki prognosis yang kurang baik dibanding usia muda. Jadi prognosis pasien ini adalah
dubia, dimana seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka beberapa hal yang
merupakan prognosis buruk tumor otak metastasis adalah usia lanjut, gejala-gejala muncul
40
Daftar Pustaka
3. Luhulima JW. Vaskularisasi dalam Anatomi III Program Pendidikan Dokter Jilid II
4. Kaptigau, W. Matui, Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era.
Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical
5. HF, etc. Spinal nerve origin. Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon Custom
6. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK. WHO Classification of Tumours of The
8. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK, Burger PC, Jouvet A, etal. The 2007
Aug;114(2):97-109.
9. Williams W. Brain tumor primer: a comprehensive introduction to brain tumors. Edisi ke-
10. Sjamsuhidajat R, Jong WD.Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2011.
41
11. Lambardo MC. Cedera Sistem saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds.
42