Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session

SPACE OCCUPYING LESSION


(SOL)

Oleh:

Mutia Gusti Sandra 1740312440

Preseptor:

dr. Syarif Indra, Sp. S

BAGIAN ILMU KESEHATAN NEUROLOGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah Space Occupying Lession (SOL) diartikan sebagai neoplasma baik bersifat jinak atau

ganas dan primer atau sekunder, serta setiap massa inflamasi atau parasit yang berada dalam

rongga tengkorak.1 Tumor otak dibagi berdasarkan lokasi, jenis sel dan asal sel.2 Tumor

intrakranial merupakan salah satu jenis dari tumor pada sistem saraf, selain tumor spinal dan

tumor saraf tepi. Tumor intrakranial bersifat jinak maupun ganas dan timbul didalam otak,

meningen dan tengkorak. Tumor ini juga dapat bersifat primer maupun metastasis dari tumor

pada organ lainnya.3

Penyebab tersering space occupying lesion adalah kanker otak. Kanker otak meliputi sekitar

85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat. Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas

dan jinak adalah 21,42 per 100.000 penduduk per tahun (7,25 per 100.000 penduduk untuk

kanker otak ganas, 14,17 per 100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka

insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia ber-dasarkan angka standar populasi dunia

adalah 3.4 per 100.000 penduduk.Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun.

Mortalitas lebih tinggi pada pria. Data cancer registry dari RSK Dharmais, RSCM, RS

Persahabatan, IAPI, KPKN.

Perbandingan insiden pada tumor sistem saraf pusat primer dan sekunder adalah 1:1, angka

meningioma sebesar 13-26% disebutkan sebagai salah satu tumor primer intrakranial.4

Berdasarkan 2 kasus yang dilakukan penelitian, dikatakan belum terdapat bukti bahwa

meningioma dipicu oleh hormon wanita.4 Sekitar 10% dari seluruh tumor yang terjadi ditemukan

pada susunan saraf.2 Insiden tumor intrakranial primer sekitar 14-21/100.000/tahun.5 Glioma,

meningioma, adenoma, dan neurinoma merupakan tumor primer yang sering terjadi. Pada
dewasa 60% kasus tumor terletak pada supratentorial. Pada anak 70% kasus tumor terletak

infratentorial.5

1.2 Batasan Masalah

Penulisan ini bertujuan untuk mengenali jenis, gejala klinis, dan tata laksana dari Space

Occupying Lesion.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini dapat menambah wawasan dan ilmu dasar mengenai Space Occupying Lesion

dan tata laksana.

1.4 Metode Penulisan

Grandcase ini ditulis dengan metode studi kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak adalah organ penting yang

mengendalikan pikiran, emosi, keterampilan motorik, sentuhan, visi, respirasi, suhu, rasa lapar,

dan setiap proses yang mengatur tubuh kita. Otak dapat dibagi ke dalam otak besar ( cerebrum),

batang otak ( brainstem) dan otak kecil (cerebellum). 6,7

a. Cerebrum

- Merupakan bagian paling besar

- Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium cerebri

- Berfungsi untuk kontrol terhadap pembicaraan, emosi, inisiasi gerakan, koordinasi

gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian, penalaran,

pemecahan masalah, emosi dan pembelajaran.

b. Cerebellum

- Terletak dibawah cerebrum dan di belakang otak

- Berfungsi untuk koordinasi gerakan otot rangka dan untuk mempertahankan postur

tubuh, keseimbangan, dan equilibrium

c. Brainstem

- Batang otak termasuk otak tengah, pons dan medulla

- Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian pesan sensorik,

rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung, suhu tubuh, gerakan otot tak sadar,

bersin, batuk, muntah dan menelan, tekanan darah dan pernapasan.


Secara spesifik, beberapa bagian lain dari otak adalah sebagai berikut:6,7

- Pons: sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di brainstem, pons

berisi banyak daerah kontrol untuk gerakan mata dan wajah

- Medulla: bagian terendah dari batang otak, medulla adalah bagian yang paling

penting dari seluruh otak dan merupakan pusat kontrol jantung dan paru-paru yang

sangat penting

- Saraf tulang belakang: merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang terletak

dibagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung bawah, syaraf

tulang belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan seluruh badan.

Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang disebut

meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal, yang diproduksi oleh pleksus

khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan antara rongga meningen. Cairan serebrospinal

membawa nutrient dari darah ke otak dan membawa kembali zat-zat yang tidak diperlukan lagi

dari otak ke darah.6,7

2.2 Space Occupying Lesions (SOL)

2.2.1 Definisi

Suatu lesi yang meluas atau memenuhi ruang dalam otak termasuk massa (tumor),

hematoma dan abses. Space-occupying lesion seringkali disebabkan oleh keganasan tetapi juga

dapat disebabkan oleh keadaan patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah

tumor intrakranial berupa tumor primer tetapi selebihnya berasal dari luar sistem saraf pusat dan

tumor metastase. Efek tumor bersifat lokal, sehingga menyebabkan kerusakan otak yang bersifat

fokal dan gambaran klinis yang muncul sesuai terhadap letak lesi dan etiologinya. Dapat terjadi

gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang,

perubahan perilaku atau tanda lokalisir. Tumor dapat menginfiltrasi dan merusak struktur
penting, ia dapat mengobstruksi aliran serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat

mengakibatkan angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier, mengakibatkan edema.8

Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir lesi tergantung pada

dimana lokasi gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh

lesi. Nyeri kepala yang hebat diakibatkan oleh peregangan durameter dan muntah-muntah

disebabkan tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum. Pada pasien yang diduga

tumor intrakranial tidak boleh dilakukan pungsi lumbal. Pada saat ini CT-scan dan MRI

digunakan untuk menegakkan diagnosis pada pasien.2,3

2.2.2 Epidemiologi

1. Keganasan

Metastasis, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma (merupakan

95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor otak primer bersifat

supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak adalah jenis infratentorial. Tumor

primer meliputi astrositoma, glioblastoma, multifore, oligodendroglioma, dan ependyoma.

Hampir kesemuanya mempunyai 5 years survival rate yang kurang dari 50%. Cerebellar

hemangio blastoma memiliki tingkat survival rate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki

recovery total apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50% kasus berupa

multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti oleh kanker payudara, karsinoma

kolon dan melanoma maligna.8

2. Penyebab lain

Penyebab lainnya adalah seperti hematoma akibat trauma, faktor risikonya termasuk usia

tua dan antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk risikonya adalah COPD yang

dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri bersifat multiple pada

25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih

sering terjadi dengan infeksi HIV. Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.8
2.2.3 Jenis Space Occupying Lesions (SOL)

A. Primary Intracranial Tumors

Setengah neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya adalah meningioma,

adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya. Beberapa tumor, terutama neurofibroma,

hemangioblastoma, dan retinoblastoma dapat memiliki dasar dan faktor kongenital yang

mendasari perkembangan kraniofaringioma yang sama sifatnya. Tumor dapat terjadi pada semua

usia, tetapi beberapa jenis glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.9

Gejala dan tanda klinis yang dapat terjadi yaitu tumor intrakranial dapat mengarah kepada

gangguan fungsi serebral secara umum dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Karena

itu, dapat terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit

kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial tertentu, jaringan

otak dapat mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling

sering ditemukan adalah herniasi lobus temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal,

sehingga mengakibatkan kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior.

Tanda paling awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor,

koma posturasi deserebrasi dan kesukaran bernafas.

Selain itu, sindroma herniasi penting terdiri dari penurunan tonsilar cerebelli melewati

foramen magnum, sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang menyebabkan apnea,

circulatory collapse dan kematian. Tumor intrakranial dapat mengarah kepada defisit fokal

tergantung pada lokasinya.9

 Lesi lobus frontal

Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan progresif intelektual,

perlambatan aktivitas mental, gangguan personaliti dan refleks grasping kontralateral.

Pada lesi ini mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian

posterior gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf
olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal atau defisit

piramidalis kontralateral.9

 Lesi lobus Temporalis

Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi pembauan dan

gustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan

kesadaran yang jelas. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi,

gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi dejavu atau jamaisvu, mikropsia atau

makropsia (objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan

lapang pandang (cross edupper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi

auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia,

sedangkan lesi pada bahagian kanan menganggu persepsi pada nada dan irama.9

 Lesi lobus parietalis

Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral dan dapat

mengakibatkan kejang sensorik, penurunan sensorik atau kombinasi keduanya.

Penurunan sensorik bersifat kortikal dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi

taktil, sehingga mengarah kepada gangguan sensorik tekstur, ukuran, berat dan bentuk.

Ketidakmampuan mengenali benda yang berada di tangan (astereognosis) terjadi karena

lesi lobus parietalis yang luas, selain juga menyebabkan hyper pathia kontralateral dan

sindroma thalamus. Keterlibatan radiasi optik dapat mengarah kepada gangguan lapang

homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower quadrant anopia. Lesi pada girus

angularis sinistra mengakibatkan sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia, agrafia,

akalkulia, konfusikanan-kiri, dan agnosia jari), sedangkan keterlibatan girus

submarginalis sinistra mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial,

neglectorrejection of a paralyzedlimb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera lesi


non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxiadapat juga terjadi

pada lesi bahagian kanan.9

 Lesi lobus oksipitalis

Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menyebabkan cross edhomony

moushemi anopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan lesi sisi kiri atau

bilateral, dapat terjadi agnosia visual tehadap objek dan warna, sedangkan lesi iritatif

pada kedua sisi dapat mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk. Keterlibatan

lobus oksipitalis bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana masih terdapat

respons pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna, prosopagnosia

(ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia (ketidakmampuan untuk

mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit) dan Balintsyndrome (gangguan untuk

melirik mata kepada satu titik, walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks

mata). Tidak adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang mengarah

kepada Anton syndrome.9

 Lesi pada batang otak dan serebellum

Lesi batang otak menimbulkan paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi, nistagmus, dan

defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau kedua sisi. Tumor batang otak

intrinsik, seperti glioma, cenderung untuk menghasilkan peningkatan tekanan intrakranial

pada perjalanan penyakit lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang jelas pada

tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular ipsilateral (ataxia,

incoordinationdan hypotonia tungkai) jika hemisfer cerebellum terlibat.9

 Tanda lokalisir palsu

Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan langsung atau

infiltrasi, selanjutnya mengarah kepada lokalisir klinis yang salah. Tanda lokalisir ini

termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons plantar ekstensor bilateral yang
dihasilkan oleh sindroma herniasi dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral

terhadap tumor hemisfera sebagai hasil dari tekanan di pedunkulus cerebri bertentangan

dengan tentorium.9

Tabel 2.1 Jenis-jenis tumor dan gambaran klinis


Tumor Gambaran Klinis
Glioblastomamultiformis Menimbulkan keluhan nonspesifik dan peningkatan tekanan
intrakranial. Dengan perkembangan akan menghasilkan defisit
fokal.
Astrocytoma Gambaran mirip glioblastomamultiformis tetapi lebih lambat,
sering setelah beberapa tahun. Cerebellar astrocytoma dapat
memiliki gambaran yang lebih jinak
Medulloblastoma Sering terjadi pada anak. Seringkali timbul pada dasar ventrikel
keempat dan mengarah kepada peningkatan intrakranial yang
selanjutnya menghasilkan tanda cerebellar dan batang otak.
Ependymoma Glioma yang timbul pada ependyma ventrikel, terutama pada
ventrikel IV, menimbulkan gejala awal peningkatan tekanan
intrakranial.
Oligodendroglima Berkembang lambat. Seringkali timbul pada hemisfera serebral
dewasa. Kalsifikasi dapat terjadi
Brainsteglioma Timbul saat usia muda dengan palsy saraf kranial dan kemudian
gejala tract sign pada tungkai. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial timbul lambat
Cerebellar hemangio Datang dengan dysequilibrium, ataksia tungkai, dan tanda
blastoma peningkatan tekanan intrakranial. Dapat berhubungan dengan lesi
vaskular spinal dan retinal, polyctythemia, dan renal cell carcinoma
Pineal tumor Digambarkan dengan peningkatan tekanan intrakranial, kadang
dengan impaired upward gaze (Parinaud syndrome) dan gangguan
lesi batang otak
Craniopharyngioma Berasal dari sisa Rathkepouch di atas sella, menekan opticchiasm.
Dapat terjadi pada semua usia tetapi seringkali pada usia muda
dengan disfungsi endokrin dan gangguan lapang bitemporal
Acoustic neurinoma Gangguan pendengaran ipsilateral. Dapat melibatkan tinnitus, sakit
kepala, vertigo, kelemahan/kesemutan wajah dan longtractsign.
Meningioma Berasal daripada duramater atau araknoid, menekan dan
menginfiltrasi struktur neural berdekatan. Meningkat dengan
berlanjutnya usia. Ukuran bermacam-macam. Gejala tergantung
daerah tumor. Seringkali jinak dan dapat tereteksi dengan CT-Scan,
dapat menyebabkan kalsifikasi dan erosi tulang
Primarycerebrallymphoma Berhubungan dengan AIDS dan gangguan immunodefisiensi.
Gejala termasuk gangguan defisit fokal atau dengan gangguan
kognitif dan kesadaran. Mungkin tidak dapat dibedakan dengan
cerebraltoxoplasmosis

Pencitraan yang dapat dilakukan adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan

gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai untuk mendeteksi lesi dan

mendefinisikan lokasi, ukuran dan bentuk perkembangan yang menyebabkan penyimpangan

anatomi yang normal, dan derajat edema serebral atau kelainan massa yang berhubungan. CT-

Scan dengan penggunaan radiokontras dapat dilakukan tetapi kurang membantu dibandingkan

MRI untuk lesi yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda atau gambaran meningioma

pada MRI atau CT-Scan secara virtual merupakan tanda diagnostik, seperti ada lesi pada daerah

tertentu (Regio Parasagittal dan Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal Ridge dan Tuberculum

Sellae) yang kelihatan seperti daerah homogenous dengan peningkatan densitas pada scannon

kontras dan meningkat secara seragam dengan kontras.9

Arteriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh darah serebral

normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran massa avaskular adalah

penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor, hematoma, abses, atau space-

occupying lesion lainnya. Pada pasien dengan tahap hormon normal dan massa intrasellar,

angiography diperlukan untuk membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.9

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah seperti

electroencephalogram yang dapat memberikan gambaran penunjang mengenai fungsi serebral

dan dapat menunjukkan tanda gangguan fokal akibat neoplasma atau kelainan difus lain yang
memengaruhi status mental. Lumbar puncture jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat

diagnostik; dan prosedur dapat menyebabkan sindroma herniasi.9

B. Tumor Metastatik Intrakranial

Beberapa penyebab SOL pada tumor metastatik intrakranial adalah metastasis serebral

dan metastasis leptomeingeal. Gejala klinis pada keadaan ini dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi

dari tumor.

C. Lesi Massa Intrakranial pada Pasien AIDS.

Pada pasien ini, massa intrakranial muncul berupa limfoma serebral

D. Tumor Spinal Primer dan Metastasis

E. Abses Otak.

Umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat infeksi telinga tengah, sinusitis, empiema,

abses paru, bronkiektasis, pneumonia, endokarditis, penderita AIDS dengan abses.

2.2.4 Patofisiologi

Kranium merupakan kerangka keras yang berisi tiga komponen yaitu otak, cairan

serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler. Kranium hanya memiliki sebuah lubang keluar

utama yaitu foramen magnum. Hemisfer serebral dari serebelum dipisahkan oleh tentorium yang

keras pada kranium. Maka kompartemen yang berada di atas tentorium serebelli disebut

supratentorial, sedangkan yang berada di bawahnya disebut infratentorial. Timbulnya massa

yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan pertama-tama neoplasma itu

akan menggeser isi intrakranial yang normal sebagai konsekuensi lesi desak ruang atau space

occupying lesion (SOL).2,5,

Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral, tiga, dan

empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel,

terutama di kedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus

dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel
lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari

ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam

ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua

foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna,

yaitu suatu rongga cairan yang terletak di belakang medula dan di bawah serebelum.7

Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh otak dan

medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan

mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar dan

sinus venosus lainnya di serebrum.7

Pada ruang intrakranial terdapat cairan yang dapat menekan organ lainnya yaitu cairan

serebrospinal. Tekanan intrakranial normal adalah 50 – 200 mm H2O atau 4 – 15 mm Hg.

Peningkatan volume dapat menjadi salah satu unsur yang menyebabkan terjadinya desakan pada

organ lain dan akhirnyan tekanan intrakranial meningkat.8

Konsekuensi lesi desak ruang dapat terjadi berupa:2,5,6

1. Pergeseran CSS.

Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan menimbulkan gambaran CT scan berupa

ventrikel lateral kolaps pada sisi ipsilateral dari neoplasma sedangkan ventrikel lateral sisi

kontralateralnya akan nampak distensi.

2. Pergeseran volume otak (herniasi serebri).

Pergeseran otak oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.

Neoplasma yang tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran otak juga lambat.

Sebaliknya neoplasma seperti glioblastoma, pergeseran otak terjadi cepat dari satu

kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau melalui foramen magnum.

Neoplasma yang terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK

mulai meningkat. Peningkatan TIK yang persisten diatas 20 mmHg berhubungan dengan
peningkatan tahanan aliran CSS. Gambaran CT scan dengan tanda obliterasi sisterna

perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meningkat.

Hubungan antara TIK dan keadaan neurologik juga tergantung pada tingkat pertumbuhan

neoplasma dan pergeseran otak. Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, seperti meningioma,

dapat tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peningkatan TIK. Sebaliknya, neoplasma

yang lebih kecil namun terletak di dekat bangunan peka nyeri dan mengganggu aliran CSS

ataupun neoplasma yang pertumbuhannya cepat, seperti glioblastoma, dapat menyebabkan

kompresi otak yang berat dan cepat.2,5,6

1. Herniasi Supratentorial2,5,6

a. Herniasi sentral/ transtentorial

Disebabkan oleh meningkatnya TIK secara menyeluruh. Pada herniasi ini, sering

dicetuskan oleh perdarahan talamus, edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.

b. Herniasi Unkus

Merupakan herniasi lobus temporalis bagian mesial terutama unkus. Herniasi ini

muncul karena kompresi rostrokaudal yang progresif; secara bertahap tekanan semakin

mendorong kekaudal dan makin berat, dan dikenal empat tahap dengan sindrom yang khas,

diantaranya:

 Bagian yang ditekan adalah diensefalon dan nukleus hipotalamus

 Penekanan terhadap mesensefalon.

 Jika herniasi terus terjadi maka pons akan tertekan dan akhirnya akan berlanjut menekan

medula oblongata

 Merupakan tahap agonia. Faktor pencetusnya adalah gangguan peredaran darah otak

(GPDO atau stroke), neoplasma, abses dan edema otak.

c. Herniasi singuli
Sistem arteri dan vena serebri anterior yang terhambat kemudian mengganggu fungsi

lobus frontalis bagian puncak dan medial.

2. Herniasi Infratentorial

a. Upward Herniation (herniasi ke atas)

Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik melalui

pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah didorong melalui takik

tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke bawah.

b. Herniasi Tonsillar (herniasi ke bawah)

Tahap akhir dari kompresi otak supra-tentorial progresif dan kegagalan batang otak. Pada

tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks

dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla.

2.2.5 Diagnosis11

Dalam menegakkan diagnosis pada pasien perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Gejala- gejala utama dapat kita ketahui dari

anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala,

muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala

seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.

Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:

1. Denyut nadi

Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada

anak-anak.

2. Pernapasan

Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada

perubahan pola pernafasan biasanya diikuti penurunan level kesadaran.


3. Tekanan darah

Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan

tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi

penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini

terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.

4. Suhu tubuh

Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil.

Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari

disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.

5. Reaksi pupil

Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Pada penekanan pada nervus

okulomorius, seperti edema otak atau lesi pada otak, biasanya reaksi pupil lebih lambat.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:12

a. CT-Scan Kepala

CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi

pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang

mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat.

Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang

ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis

tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-

Scan.

Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal

berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Gambaran

hiperdens menandakan terdapat kalsifikasi, perdarahan atau invasi sehingga mudah

dibedakan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian

zat kontras memberikan hasil yang baik pada beberapa jenis tumor. Kekurangan CT-Scan

adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang berdekatan

dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak.

Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya

biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor

yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di

fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik,

atau, massa padat tumor intrakranial.

c. Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan

kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang

pada abses otak sedikit peningkatan leukosit

d. Foto Thoraks

Digunakan untuk mencari kemungkinan ada tumor dibagian tubuh lain, terutama

paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.

e. USG Abdomen

Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang

dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada

tumor primer otak.


f. Biopsi

Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut,

sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan

menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh

tumor ataupun dilakukan radioterapi.

g. Lumbal Pungsi

Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan

mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak

tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk

dilakukan

h. Analisa Gas Darah

Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan

tekanan intrakranial.

i. Angiography

Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk

beberapa jenis tumor. Pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui

pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat

pembuluh darah besar.

2.2.6 Tatalaksana9,10

1. Pembedahan

Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada

pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti

loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai,

ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi

dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle
shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan

ketebalan lebih dari 1 cm.

2. Radioterapi

Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade

glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan

parsial.

3. Kemoterapi

Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma

dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi

tambahan.

4. Antikolvusan

Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan

gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial,

yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang. Phenytoin adalah yang

paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine, phenobarbital

dan asam valproat.

5. Antibiotik

Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan

salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun

sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini

disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum.

Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf

pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan

fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.


6. Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekana

intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah

kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya

dapat diberikan mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun

dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

7. Head up 30-45˚

Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan

membantu mengurangi TIK.

8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia

PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan

TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk

menghindari global iskemia pada otak.

9. Diuretika Osmosis

Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi

peningkatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.

2.2.7 Prognosis

Prognosis Space Occupying Lession (SOL) intrakranial tergantung pada penyebabnya.

Pada negara maju, diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan

dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % pasien dan

angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 % pasien.10


BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. G

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 48 tahun

No. MR : 01.03.62.36

Suku bangsa : Minangkabau

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Dusun Sebelen Cimpungan Siberut Tengah, Mentawai

Tanggal Pemeriksaan : 8 Februari 2019

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

Seorang pasien perempuan umur 48 tahun dirawat di bangsal neurologi RSUP DR. M.

Djamil Padang hari rawatan ketiga dengan :

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Penurunan kesadaran berangsur-angsur sejak ±3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya

pasien lancar diajak berkomunikasi, namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien

tampak lebih banyak tidur. Akan tetapi, sejak 1 hari dirawat di bangsal neurologi RSUP Dr.

M. Djamil Padang pasien sudah sadar dan bisa diajak berkomunikasi.

 Keluhan diawali dengan muntah-muntah dengan frekuensi >5 kali / hari, muntah

berisi apa yang dimakan. Muntah menyemprot. Saat ini muntah tidak ada.

 Pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan.

 Nyeri kepala ada, sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul, semakin lama semakin

bertambah berat.
 Kebas anggota gerak tidak ada

 Gangguan perilaku tidak ada

 Kejang tidak ada

 Demam tidak ada

 Telinga berdenging tidak ada

 Penurunan fungsi pendengaran tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat kelemahan anggota gerak 3 bulan yang lalu ada, semakin lama semakin

bertambah berat dalam 2 bulan.

 Riwayat nyeri kepala ada 1 tahun yang lalu, hilang timbul, semakin lama semakin

berat.

 Riwayat infeksi telinga tidak ada

 Riwayat infeksi paru tidak ada

 Riwayat minum OAT tidak ada

 Riwayat penurunan BB tidak ada

 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada

 Riwayat hipertensi tidak ada, diabetes melitus tidak ada, stroke tidak ada, penyakit jantung

tidak ada.

 Riwayat tumor di anggota tubuh lain tidak ada.

 Pasien post operasi kraniotomi biopsi dan aspirasi cyst pada 31 Desember 2018 di RSUP

Dr. M. Djamil Padang, dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi yaitu Anaplastic

astrocytoma dengan WHO Grade III, dan direncanakan radioterapi 2 bulan post operasi.

Riwayat penyakit keluarga:

 Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat pribadi dan sosial :

 Pasien seorang Ibu Rumah Tangga dengan aktifitas ringan-sedang.

 Riwayat merokok tidak ada

 Riwayat mengkonsumsi alkohol tidak ada

 Riwayat penggunaan narkoba tidak ada

 Riwayat seks bebas tidak ada

3.3 PemeriksaanFisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Nadi/ irama : 78 x/menit, nadi teraba kuat, reguler

Pernafasan : 18 x/menit, regular, jenis pernapasan thorakoabdominal

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Suhu : 36,7oC

Status Internus

Kulit : Teraba hangat, turgor kulit baik

Leher : JVP 5-2 cmH20

Kelenjar Getah Bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Pupil isokor Ө 3mm/3mm , refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+

Raut wajah : Plika nasolabialis kanan lebih datar, mencong (-)


Paru :

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus kiri =kanan

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba di LMCS RICV

Perkusi : batas jantung dalam batasnormal

Auskultasi : S1-S2 normal, reguler, bising (-) gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Alat kelamin : tidak diperiksa

Status Neurologikus

GCS : E4, M6, V5 = 15

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
 Muntah proyektil saat ini tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius) :

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. II (Optikus) :

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik

Melihat warna Baik Baik


Funduskopi Papil edem Papil edem

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Segala arah Segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)


N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik
Baik
 Membuka mulut Baik
Baik
 Menggerakkan rahang Baik
Baik
 Menggigit Baik
Baik
 Mengunyah Baik

Sensorik
I. Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Baik Baik
II. Divisi maksila
- Refleks masetter (-) (-)
- Sensibilitas Baik Baik
III. Divisi mandibula
- Sensibilitas Baik Baik
N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika Nasolabialis Kanan Lebih
Datar
Sekresi air mata Normal Normal
Fissura palpebral Normal Normal
Menggerakkan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/ bersiul Baik Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 depan Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
N. VIII (Vestibulokoklearis)

Kanan Kiri
Suara berbisik Baik Baik
Detik arloji Baik Baik
Rinne tes Baik Baik
Weber tes Tidak ada lateralisasi
Schwabach tes Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
 Memanjang
 Memendek
Nistagmus (-) (-)
 Pendular
 Vertikal
 Siklikal
Pengaruh posisi (-) (-)
kepala

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Baik Baik

Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan Normal Normal
Artikulasi Baik Baik
Suara Baik Baik
Nadi Reguler Regular
N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Baik Baik

Menoleh ke kiri Baik Baik

Mengangkat bahu kanan Baik Baik

Mengangkat bahu kiri Baik Baik

N. XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah didalam Simetris

Kedudukan lidah dijulurkan Simetris

Tremor (-) (-)


Fasikulasi (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan :
Keseimbangan
Romberg test Tidak dapat diperiksa
Romberg test dipertajam Tidak dapat diperiksa
Stepping gait Tidak dapat diperiksa
Tandem gait Tidak dapat diperiksa
Koordinasi
Jari-jari Terganggu / (+)
Hidung-jari Terganggu / (+)
Pronasi-supinasi Terganggu / (+)
Tes tumit lutut Terganggu / (+)
Rebound phenomen Terganggu / (+)
4. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Badan Respirasi Spontan Spontan


Duduk Spontan Spontan
B. B. Berdiri dan Gerakan spontan Baik Baik
berjalan
Tremor (-) (-)
Atetosis (-) (-)
Mioklonik (-) (-)
Khorea (-) (-)

C. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 333 555 333 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas Taktil (+) pad(+) pada ekstremitas superior hingga
inferior
Sensibilitas Nyeri (+) pada ekstremitas superior
hingga inferior
Sensibilitas Termis Tidak dilakukan
Sensibilitas Sendi dan Posisi (+) pad(+) pada ekstremitas superior hingga
inferior
Sensibilitas Getar Tidak dilakukan
Sensibilitas Kortikal (+)
Stereognosis (+)
Pengenalan 2 titik (+)
Pengenalan Rabaan (+)
 Tanda Laseque Tidak dilakukan
 Tanda Patrick dan Kontra Patrick
G. Sistem Refleks
1.Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Brakioradialis (++) (++)
Laring APR (++) (++)

Masseter (+) (+) KPR (++) (++)


Dinding Perut Bulbokavernosus Tidak Tidak
 Atas (+) (+) Cremaster dilakukan dilakukan
 Tengah (+) (+) Sfingter
 Bawah (+) (+)
2. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman- (-) (-) Babinski (+) (-)
Tromner
Chaddoks (-) (-)
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

7. Fungsi otonom
 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal
 Sekresi keringat : Normal

8. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
 Reaksi bicara Baik  Refleks glabela (-)
 Fungsi intelek Baik  Refleks snout (-)
 Reaksi emosi Baik  Refleks mengisap (-)
 Refleks memegang (-)
 Refleks palmomental (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


(5 Januari 2019/IGD)
 Hb : 11,4g/dl
 Leukosit : 11.070/µl
 Hematokrit : 35%
 Trombosit : 312.000/µl
 PT : 10,5 detik
 APTT : 32,4 detik
 INR : 0,97
Kesan: Anemia ringan, leukositosis

(5 Januari 2019/IGD)
 Glukosa Sewaktu : 102
 Ureum Darah : 30mg/dl
 Kreatinin Darah : 0,6mg/dl
 Ca : 8,9mg/dl
 Na : 139Mmol/L
 K : 3,6Mmol/L
Kesan: Hasil dalam batas normal.

Rencana Pemeriksaan Tambahan

1. EKG

Interpretasi : Sinus Rhytm

2. Pemeriksaan Radiologi:
a. Rontgen Thorax

(5 Februari 2019/IGD)
Interpretasi : Inspirasi kurang, jantung terkesan membesar ke kiri, mediastinum superior dan
aorta terkesan melebar, hillus kanan menebal, hilus kiri sulit dinilai, corakan bronkovaskuler
kedua paru meningkat.

Brain CT Scan
(5 Februari 2019/IGD)
Interpretasi: Lesi hipodens pada lobus frontotemporoparietal sinistra.
MRI dengan Kontras
6 Desember 2018/RS Stroke Nasional Bukittinggi (Sebelum Operasi)

Interpretasi : Gambaran abses serebri di white matter lobus frontoparietal kukuran ±4,2 x 6,5
x 4,7 cm dengan perifokal edema minimal menyebabkan midline shift ke kanan sejauh ± 0,5
cm.

Kesan : SOL intrakranial


3.5 Diagnosa Kerja

 Diagnosa Klinis : Penurunan kesadaran (SOL) + Hemiparese dextra + Parese


N.VII dextra central + peningkatan TIK
 Diagnosa Topik : Frontoparietal sinistra

 Diagnosa Etiologi : Tumor intrakranial

 Diagnosis Sekunder :-
2.6 Terapi

Umum O2 3 l/menit via nasal canule


IVFD NaCl 0,5% 12 jam/kolf
NGT: MC TKTP 1700 kkal
Kateter: Balance cairan
Dexamethasone 4 x 10 mg (IV) tapering off per 3 hari
Khusus
Ranitidine 2 x 50 mg (IV)
Paracetamol 3 x 750 mg (PO)

Konsul Bedah Saraf: Tumor removal craniotomy elektif

2.7 Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad malam

 Quo ad functionam : dubia ad malam

 Quo ad sanationam : dubia ad malam


Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi


8–02– S/
Umum:
2019 Membuka mata spontan, kontak
adekuat, IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf
Lemah anggota gerak kanan
MC TKTP 1800 kkal
Nyeri kepala ringan, hilang-
timbul (+)
Mual, muntah (-) Khusus:
Demam (-)
Kejang (-) Dexamethason 4x10 (IV) H3
Sesak napas (-) Ranitidin 2x50 mg (IV)
U :O/ Paracetamol 3x750 mg (PO)
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 120/80mmHg
Nadi : 78x/menit
RR : 18 x/menit
T :36,7 0C

Suara Napas :
Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.

Status Neurologikus :
E4M6V5 (GCS 15)
↑ TIK (-), TRM (-)
Pupil isokor, Ө 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kanan lebih datar

Motorik
333/555
333/555

RF ++/++
++/++

RP -/-
+/-

A/
Astrocytoma Anaplastic

P/
Tumor removal craniotomy elektif hari Senin 11
Februari 2019
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang

pada tanggal 6 Februari 2019 dengan keluhan penurunan kesadaran berangsur-angsur sejak ±3

hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien lancar diajak berkomunikasi, namun sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit pasien tampak lebih banyak tidur. Keluhan diawali dengan

muntah-muntah dengan frekuensi >5 kali / hari, muntah berisi apa yang dimakan. Keluhan juga

disertai nyeri kepala yang bertambah berat. Sebelumnya bulan Desember 2018 pasien sudah

dirawat Di RSUP DR. M Jamil Padang dengan keluhan sakit kepala yang disertai kelemahan

anggota gerak kanan. Pasien dioperasi kraniotomi biopsi dan aspirasi cyst pada 31 Desember

2018 di RSUP Dr. M. Djamil Padang, dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi yaitu

Anaplastic astrocitoma WHO Grade III, dan direncanakan radioterapi 2 bulan post operasi.

Setelah dioperasi, kondisi pasien dapat berjalan dengan menyeret tungkai kanan dan dapat

melakukan aktivitas harian seperti memasak dan mencuci.

Keluhan nyeri kepala pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan tekanan

intrakranial otak oleh karena tumor intrakranial yang dialaminya. Nyeri kepala merupakan gejala

dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari para penderita. Nyeri biasanya paling berat dipagi

hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan

aliran darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial. Pada pasien ini keluhan nyeri

kepala yang dirasakan semakin berat pada pagi hari disangkal.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan pupil isokor dengan diameter 3mm-3mm,

difunduskopi didapatkan papil edem, serta terdapat muntah proyektil, ini merupakan tanda

peningkatan tekanan intrakranial, kelainan neurologis berupa lemah anggota gerak kanan sudah

38
tidak tampak. Gejala hemiparesis biasanya merupakan tanda lokalisatorik tumor di daerah

presentral. Gejala seperti hemiparesis, monoparesis, afasia bisa merupakan tanda-tanda

lokalisatorik atau simptom fokal dari suatu tumor, tetapi bilamana tekanan intrakranial sudah

cukup tinggi dan membangkitkan gejala dan tanda tersebut, maka hemiparesis atau gejala lain

yang bangkit atau baru muncul tidak mempunyai arti lokalisatorik. Oleh karena tumor otak yang

dialami pasien berada di daerah frontoparietal maka dapat disimpulkan bahwa gejala hemiparesis

yang dialami oleh pasien juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang cukup

tinggi sehingga terjadi pendesakan pada area presentralis yang merupakan area motorik.

Peningkatan tekanan intrakranial ini akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran

seperti yang terjadi pada pasien ini. Proses desak ruang suatu tumor hingga menyebabkan

penurunan kesadaran merupakan proses yang kompleks dimana manifestasinya berupa a)

Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral, b) Sindrom kompresi sentral

rostrokaudal terhadap batang otak, dan c) Herniasi serebelum di foramen magnum.

Hasil brain CT-Scan dengan interpretasi lesi hipodens pada lobus frontal dextra. Hasil MRI

dengan kontras didapatkan kesan Sol intrakranial, pemeriksaan rontgen toraks didapatkan kesan

dalam batas normal, dan laboratorium dengan hasil anemia ringan dan leukositosis.

Pada pasien diterapi O2 3 l/menit via nasal canule, IVFD NaCl 0,5% 12 jam/kolf, NGT:

MC TKTP 1700 kkal, Dexametason 4×10mg (iv) tapp off dengan tujuan untuk mengurangi

udem sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial. Ranitidine 2 x 50 mg untuk mengurangi

mengurangi stress ulcer serta Paracetamol 3 x 750 mg sebagai antipiretik. Pasien dikonsulkan ke

Bedah Saraf dan direncakan Tumor removal craniotomy elektif. Prognosis pada pasien ini dubia

ad malam karena dari hasil patologi anatomi didapatkan Anaplastic astrocitoma yang merupakan

tumor ganas yang paling banyak. Usia juga menentukan prognosis dimana usia lanjut biasanya

39
memiliki prognosis yang kurang baik dibanding usia muda. Jadi prognosis pasien ini adalah

dubia, dimana seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka beberapa hal yang

merupakan prognosis buruk tumor otak metastasis adalah usia lanjut, gejala-gejala muncul

kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan kesadaran intrakranial.

40
Daftar Pustaka

1. Butt, Ejaz. Intracranial Space Occupying Lesions A Morphological Analyis. Biomedica.

2005; 21: 31-35.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Fakultas Kedokteran Universtas

Indonesia; 2003; 393-4.

3. Luhulima JW. Vaskularisasi dalam Anatomi III Program Pendidikan Dokter Jilid II

Susunan Saraf Pusat. Makassar. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Hasanuddin; 2003; 88-93.

4. Kaptigau, W. Matui, Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era.

Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical

Centre, Chongqing City, China.PNG Med J. 2007; 50(1-2):33-43.

5. HF, etc. Spinal nerve origin. Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon Custom

Communication; 2002; 24. Rees, Jeremy. NeurologicalOncology. Medicine 32:10. 2004.

6. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK. WHO Classification of Tumours of The

Central Nervous System. 4th Edition. Lyon : IARS Press, 2007.

7. Jaffe RA., Schmiesing CA., Golianu B. IntracranialSurgery, pada Anesthesiologist’s

Manual of Surgi-calProcedures, ed. 5. WoltersKluwer Health. Phil-adelphia. 2014.

8. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK, Burger PC, Jouvet A, etal. The 2007

WHO classification of tumours of thecentralnervoussystem. ActaNeuropathol 2007

Aug;114(2):97-109.

9. Williams W. Brain tumor primer: a comprehensive introduction to brain tumors. Edisi ke-

9. Illinois: American Brain Tumor Association; 2010.

10. Sjamsuhidajat R, Jong WD.Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2011.

41
11. Lambardo MC. Cedera Sistem saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds.

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006;1167-82.

42

Anda mungkin juga menyukai