Anda di halaman 1dari 4

Wakaf di Indonesia

Pada waktu Pemerintahan hindia Belanda, hukum perwakafan berlaku dalam masyarakat Indonesia
berdasarkan hukum Islam. Akan tetapi tempat administrasi perwakafan tanah baru dimulai sejak tahun
1905 dengan di mulainya pendaftaran tanah wakaf berdasarkan surat edaran sebagai berikut :

1. Surat edaran Sekretaris Gubernemen unggul 31 januari 1905 (Biyblad 1905, No. 6169), yang
mewajibkan kepada para Bupati untuk membuat daftar yang memuat segala keterangan untuk benda-
benda. yang bergerak yang oleh pemiliknya di tarik dari peredaran umum. baik dengan nama wakaf atau
dengan nama lain.

2. Surat edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 4 April 1931 (Bijblad, 1934 No. 13390), yang
memberikan wewenang kepada Bupati untuk memimpin dan menyelesaikan perkara jika terjadi
sengketa mengenai tanah wakaf, atas permintaan para pihak yang bersengketa

3.Surat edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 27 Mei 1935 (Bijblad No. 13480), berisi tata cara para
pemakaian, yaitu perlunya pemakaian diketahui oleh Bupati untuk diregistrasi dan diteliti tentang
keabsahannya.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, disusun Undang-Undang Pokok Agraria
No. 5 tahun 1960 tanggal 26 September 1960 yang mengandung ketentuan berikut :

1. Berdasarkan pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, peraturan-peraturan perwakafan


Hindia Belanda dinyatakan tetap berlaku. Pada tahun 1958 telah ditetapkan petunjuk-petunjuk mengenai
pemakaian oleh Departemen Agama dengan dikeluarkannya Surat Edaran No. 5/ 0/1956 tentang
prosedur pemakaian tanah pada tanggal 8 Oktober 1956.

2. Berdasarkan surat keputusan Menteri Agraria dan Menteri Agama No. 19.19/22/37-7 tahun 1959 dan
SK. 62/ Ka/1959 ditetapkanlah pengesahan perwakafan tanah milik dialihkan kepada Kepala Pengawas
Agraria Karesidenan.

3. Di dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960, pada bagian XL tertera bahwa untuk keperluan suci dan
sosial (pasal 49 ayat (3)) ditentukan pemakaian tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

4. Pada tanggal 17 Mei 1977 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik, sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 49 ayat (3) UU No. 5 tahun 1960, PP ni mengatur tata
cara pemakaian tanah milik dalam gertian hak milik yang baru, serta tata cara pendaftaran tanah wakaf
yang terjadi sebelum PP ini ditetapkan.

Di Indonesia, bentuk wakaf yang dikenal masyarakat secara luas hanya dalam tanah wakaf . Kondisi ini
tentu berkaitan denggan peraturan pemerintah yang selama ini baru menetapkan objek wakaf bentuk
tanah milik (PP No. 28 tahun 1977) dan ketentuan nadzir pun berupa nadzir untuk tanah milik. Hanya
sedikit nadzir yang sukses mengelola wakaf di Indonesia, di antaranya Yayasan Bada“ Wakaf Sultan
Agung, Badan Wakaf UII. Pondok Modem gontor, dan sebagainya. Lembaga wakaf yang berasal dari
agama telah diterima menjadi hukum adat di Indonesia. Di samping itu di Indonesia terbanyak benda
wakaf, baik wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

Dalam perjalanan sejarah, wakaf terus berkembang dan selalu berkembang bersamaan dengan laju
perubahan zaman dengan berbagai inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf tunai (wakaf uang). wakaf
atas hak kekayaan intelektual, dan lain-lain. Khusus di Indonesia, permasalahan wakaf menjadi perhatian
yang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No.
42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.

Pada saat ini, wakaf mengalami perubahan paradigma yang cukup tajam. Perubahan paradigma itu,
terutama dalam pengelolaan wakaf yang ditujukan sebagai instrumen dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan bisnis dan manajemen. Pendekatan ini
kemudian dikenal dengan Wakaf produktif. Sebelumnya, jika kita mendengar kata wakaf, identik dengan
wakaf untuk masjid, musala, kuburan atau sekolah yang menjadi wakaf tidak produktif.

Achmad Junaidi dan kawan-kawan menawarkan dua hal yang berkaitan dengan wakaf produktif.

1. asas paradigma baru wakaf, yaitu keabadian manfaat, asas partanggung iawaban, asas profesionalitas
manajemen, dan asas keadilan. 2. aspek paradigma baru wakaf, yaitu pembaharuan /reformasi
pemahaman mengenai wakaf sistem manajemen kenazhiran/manajemen sumbadaya insani, dan sistem
rekruitmen wakif.

Wakaf dalam konteks kekinian memiliki tiga ciri utama yaitu

1. pola manajemen wakaf harus terintegrasi; dana wakaf dapat dialokasikan untuk program-program
pemberdayaan dengan segala macam biaya yang terkandung di dalamnya.

2. asas kesejahteraan nazhir. Pekerjaan sebagai nazhir tidak lagi diposisikan sebagai pekerja sosial, tetapi
sebagai profesional.

3. asas transparansi dan tanggung jawab.

C. Wakaf Tunai (Wakaf Uang)


Wakaf tunai atau wakaf uang dapat diartikan sebagai penyerahan hak milik berupa uang tunai kepada
seseorang, kelompok orang, atau lembaga nadzir untuk dikelola secara produktif dengan tidak
mengurangi atau menghilangkan 'ain aset sehingga dapat diambil hasil atau manfaatnya oleh mauquf
alaih sesuai dengan permintaan wakif yang sejalan dengan syariat Islam.

Menurut Muhammad Zarka, secara konseptual aset wakaf dapat dimanfaatkan untuk proyek penyediaan
layanan, seperti sekolah gratis bagi dhuafa, dan proyek wakaf produktif yang dapat menghasilkan
pendapatan, seperti menyewakan bangunan atau ruko untuk tempat usaha

Para ulama berbeda paham mengenai landasan hukum wakaf tunai. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat dulu yang mengoptimalkan aset wakaf melalui cara transaksi sewa. Para ulama yang tidak
mengesahkan wakaf tunai berargumen bahwa uang diciptakan sebagai alat tukar untuk mempermudah
transaksi dalam kehidupan maka apabila menyewakannya, hal itu akan berkaitan dengan riba).

Alasan lain dikemukakan oleh Al-Bakri, ulama pengikut Imam Syafi'i, menolak wakaf uang karena wujud
uang sebagai pokok aset tidak kekal atau lenyap ketika dibayar. Akan tetapi. mazhab Syafi'i
memperbolehkan air sebagai pengecualian dari prinsip.

Sebagian ulama lainnya memperbolehkan wakaf uang untuk dilaksanakan. Imam Hanifah memberikan
alternatif dengan menginvestasikannya sebagai modal usaha dan hasilnya dapat disedekahkan kepada
mauquf alaih. Imam Hambali pun memperbolehkan berwakaf dalam bentuk uang tunai. baik dirham
maupun dinar. Ulama Maliki pun turut mensahkan wakaf sejumlah uang, antara lain Imam Nawawi dan
Ibnu Taimiyah.

Di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 28 Shafar 1423 H/ 11 Mei 2002 melalui komisi fatwa
mengeluarkan fatwa tentang kebolehan hukum wakaf uang selama disalurkan dan digunakan untuk hal-
hal yang sesuai syar'i dan memasukkan surat berharga kepada pengertian uang.

Wakaf uang merupakan dana amanah yang harus segera diserahkan kepada mauquf alaih. Satu hal yang
harus diperhatikan dalam pengelolaan wakaf adalah menjamin kelanggengan aset wakaf agar tetap
memberikan manfaat prima sesuai tujuannya. Seiring perjalanan waktu, semua aktiva tetap yang
digunakan untuk pemenuhan operasional pasti mengalami proses penyusutan. Untuk mencapai
kelanggengan manfaat ini dibutuhkan biaya untuk menutup beban pemeliharaan yang telah dikeluarkan.
Pendapatan inilah yang menjadi kajian studi kelayakan ekonomi suatu proyek harta wakaf.

Tujuan penggalangan wakaf tunai (wakaf uang) dari masyarakat antara lain sebagai berikut:"

1. menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial serta
membantu mengembangkan pasar modal sosial;

2. meningkatkan investasi sosial;

3. menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang ,kaya/berkecukupan kepada fakir miskin
dan anak-anak generasi berikutnya;

Anda mungkin juga menyukai