Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis dan Tatalaksana


Meningitis Bakterialis
Gogor Meisadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Meningitis bakterialis (MB) adalah kegawatdaruratan neurologik yang mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat.
Penanganan MB memerlukan pendekatan interdisipliner. Penegakan diagnosis MB kadang sulit jika hanya mengandalkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) harus diinterpretasikan secara hati-hati. Pemahaman karakter pasien sangat
dibutuhkan untuk memberikan antibiotik empirik yang tepat.

Kata kunci: Meningitis bakterialis, diagnosis, cairan serebrospinal, tatalaksana

ABSTRACT
Bacterial meningitis is a life-threatening neurologic emergency that needs rapid diagnosis and treatment. Management of bacterial
meningitis needs interdisciplinary approach. The diagnosis of bacterial meningitis can sometimes be difficult when relying only on history
and physical examination. Cerebrospinal fluid (CSF) examination results must be interpreted carefully. To provide appropriate empiric
antibiotics therapy, understanding of patient’s characteristic is essential. Gogor Meisadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari.
Diagnosis and Management of Bacterial Meningitis.

Keywords: Bacterial meningitis, diagnosis, cerebrospinal fluid, management

PENDAHULUAN insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai S. pneumonia dan N. meningitidis adalah
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi patogennya adalah sebagai berikut: patogen utama penyebab MB, karena kedua
meningen, terutama araknoid dan piamater, Streptococcus pneumonia, 1,1; Neisseria bakteri tersebut memiliki kemampuan
yang terjadi karena invasi bakteri ke meningitidis, 0,6; Streptococcus, 0,3; Listeria kolonisasi nasofaring dan menembus sawar
dalam ruang subaraknoid. Pada MB, ter- monocytogenes, 0,2; dan Haemophilus darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti
jadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan influenza, 0,2.1,2 Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus
serebrospinal (CSS). Biasanya proses aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, FAKTOR RISIKO Pseudomonas spp biasanya merupakan pe-
tapi juga mengenai parenkim otak Faktor-faktor yang berkaitan dengan nyebab MB nosokomial, yang lebih mudah
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), peningkatan risiko MB di antaranya adalah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi
bahkan bisa menyebar ke medula spinalis. status immunocompromised (infeksi human ventrikel internal ataupun eksternal, dan
Kerusakan neuron, terutama pada struktur immunodeficiency virus, kanker, dalam terapi trauma kepala.1,2 Penyebab MB berdasarkan
hipokampus, diduga sebagai penyebab obat imunosupresan, dan splenektomi), usia dan faktor risiko dapat dilihat pada tabel 1.
potensial defisit neuropsikologik persisten trauma tembus kranial, fraktur basis
pada pasien yang sembuh dari meningitis kranium, infeksi telinga, infeksi sinus nasalis, PATOFISIOLOGI
bakterial.1 infeksi paru, infeksi gigi, adanya benda Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat
asing di dalam sistem saraf pusat (contoh: melalui invasi langsung, penyebaran
Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan ventriculoperitoneal shunt), dan penyakit hematogen, atau embolisasi trombus yang
bumi. Di negara dengan empat musim, MB kronik (gagal jantung kongestif, diabetes, terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui
lebih banyak terjadi di musim dingin dan penyalahgunaan alkohol, dan sirosis perluasan langsung dari struktur yang
awal musim semi. MB lebih banyak terjadi hepatik).1,2,3 terinfeksi melalui vv. diploica, erosi fokus
pada pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000 osteomyelitis, atau secara iatrogenik (pasca-
per tahun dengan puncak kejadian pada ETIOLOGI ventriculoperitoneal shunt atau prosedur
kelompok bayi, remaja, dan lansia. Tingkat Pada individu dewasa imunokompeten, bedah otak lainnya).1

Alamat korespondensi email: riwanti.estiasari04@ui.ac.id

CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 15


TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1 Penyebab umum MB berdasarkan usia dan faktor risiko1


jika manifestasi awal hanya nyeri kepala dan
demam. Selain itu, kaku kuduk tidak selalu
Neonatus (usia <3 bulan)
ditemukan pada pasien sopor, koma, atau
Bayi dan anak (usia >3 bulan)
pada lansia.1,2,4
Dewasa usia <50 tahun
(imunokompeten)
Meningitis meningokokal harus dicurigai
Dewasa usia >50 tahun
jika terjadi perburukan kondisi yang sangat
Fraktur kranium/pasca-bedah saraf cepat (kondisi delirium atau sopor dalam
hitungan jam), terdapat ruam petechiae atau
Kebocoran CSS
purpura, syok sirkulasi, atau ketika ada wabah
Kehamilan lokal meningitis. Ruam petechiae muncul
Imunodefisiensi pada sekitar 50% infeksi meningokokal,
manifestasi tersebut mengindikasikan
menyebabkan kebocoran protein plasma pemberian anti- biotik secepatnya.2,5
Transmisi bakteri patogen umumnya melalui ke dalam CSS yang akan memicu
droplet respirasi atau kontak langsung dengan inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen Meningitis pneumokokal sering didahului
karier. Proses masuknya bakteri ke dalam di dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan oleh infeksi paru, telinga, sinus, atau katup
sistem saraf pusat merupakan mekanisme menumpuk dengan cepat dan akan jantung. Etiologi pneumokokal juga patut
yang kompleks. Awalnya, bakteri melakukan terakumulasi di bagian basal otak serta dicurigai pada pasien alkoholik, pasca-
kolonisasi nasofaring dengan berikatan meluas ke selubung saraf-saraf kranial dan splenektomi, lansia, anemia bulan sabit, dan
pada sel epitel menggunakan villi adhesive spinal. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi fraktur basis kranium. Sedangkan etiologi
dan membran protein. Risiko kolonisasi dinding arteri dan menyebabkan penebalan H. influenzae biasanya terjadi setelah infeksi
epitel nasofaring meningkat pada individu tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat telinga dan saluran napas atas pada anak-
yang mengalami infeksi virus pada sistem mengakibatkan iskemia serebral. Tunika anak.2
pernapasan atau pada perokok.1,2 adventisia arteriola dan venula subaraknoid
sejatinya terbentuk sebagai bagian dari Etiologi lain sangat tergantung pada kondisi
Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membran araknoid. Dinding vasa bagian medik tertentu. Meningitis setelah prosedur
membantu bakteri tersebut mengatasi luar sebenarnya sejak awal sudah bedah saraf biasanya disebabkan oleh
mekanisme pertahanan immunoglobulin A mengalami proses inflamasi bersamaan infeksi stafilokokus. Infeksi HIV, gangguan
(IgA) pada mukosa inang. Bakteri kemudian dengan proses meningitis (vaskulitis myeloproliferatif, defek tulang kranium
melewati sel epitel ke dalam ruang intra- infeksius).1 (tumor, osteomyelitis), penyakit kolagen,
vaskuler di mana bakteri relatif terlindungi kanker metastasis, dan terapi imunosupresan
dari respons humoral komplemen karena Selanjutnya, dapat terjadi syok yang me- adalah kondisi yang memudahkan ter-
kapsul polisakarida yang dimilikinya.1 reduksi tekanan darah sistemik, sehingga jadinya meningitis yang disebabkan
dapat mengeksaserbasi iskemia serebral. Enterobacteriaceae, Listeria, A. calcoaceticus,
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan Selain itu, MB dapat menyebabkan dan Pseudomonas.1,2
cairan serebrospinal (CSS) melalui pleksus trombosis sekunder pada sinus venosus
koroid atau kapiler serebral. Perpindahan mayor dan tromboflebitis pada vena-vena Tanda-tanda serebral fokal pada stadium awal
bakteri terjadi melalui kerusakan endotel kortikal. Eksudat purulen yang terbentuk meningitis paling sering disebabkan oleh
yang disebabkannya. Seluruh area ruang dapat menyumbat resorpsi CSS oleh villi pneumokokus dan H. influenza. Meningitis
subaraknoid yang meliputi otak, medula araknoid atau menyumbat aliran pada sistem dengan etiologi H. influenza paling sering
spinalis, dan nervus optikus dapat dimasuki ventrikel yang menyebabkan hidrosefalus menyebabkan kejang. Lesi serebal fokal
oleh bakteri dan akan menyebar dengan obstruktif atau komunikans yang disertai persisten atau kejang yang sulit dikontrol
cepat. Hal ini menunjukkan meningitis edema serebral interstisial. Eksudat tersebut biasanya terjadi pada minggu kedua infeksi
hampir pasti selalu melibatkan struktur juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial meningen dan disebabkan oleh vaskulitis
serebrospinal. Infeksi juga mengenai dan menyebabkan neuropati kranial fokal.1 infeksius, saat terjadi sumbatan vena serebral
ventrikel, baik secara langsung melalui superfisial yang berujung pada infark jaringan
pleksus koroid maupun melalui refluks lewat TANDA DAN GEJALA KLINIK otak. Abnormalitas saraf kranial sering terjadi
foramina Magendie dan Luschka.1 MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, pada meningitis pneumokokal, karena invasi
nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; tidak eksudat purulen yang merusak saraf yang
Bakteri akan bermultiplikasi dengan jarang disertai kejang umum dan gangguan melalui ruang subaraknoid.1,5
mudah karena minimnya respons humoral kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga
komplemen CSS. Komponen dinding bakteri dapat ditemukan serta memiliki signifikansi PEMERIKSAAN PENUNJANG
atau toksin bakteri akan menginduksi proses klinik yang sama dengan kaku kuduk, Diagnosis MB ditegakkan melalui analisis
inflamasi di meningen dan parenkim otak. namun sulit ditemukan secara konsisten. CSS, kultur darah, pewarnaan CSS, dan biakan
Akibatnya, permeabilitas SDO meningkat dan Diagnosis meningitis dapat menjadi sulit CSS. Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus

16 CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 16
Tabel 2 Perbandingan karakter CSS pada jenis meningitis yang berbeda1 Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB
harus berdasarkan epidemiologi lokal, usia
Makroskopik
pasien, dan adanya penyakit yang men-
dasari atau faktor risiko penyerta (tabel 3).
Tekanan Antibiotik harus segera diberikan bila ada
syok sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien
Sel harus diterapi dengan cairan dan mungkin
memerlukan dukungan obat inotropik. Jika
Neutrofil
terjadi peningkatan tekanan intrakranial, per-
Glukosa
timbangkan pemberian manitol.6,7,8

Protein
Antibiotik empirik bisa diganti dengan
Lainnya antibiotik yang lebih spesifik jika hasil kultur
sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik
spesifik bisa dilihat di tabel 4. Durasi terapi
bersifat bakterisidal pada organisme yang antibiotik bergantung pada bakteri penyebab,
dikerjakan pada setiap kecurigaan meningitis dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan keparahan penyakit, dan jenis antibiotik
dan/atau ensefalitis. Pada pemeriksaan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal
darah, MB disertai dengan peningkatan harus segera dimulai sambil menunggu epidemik dapat diterapi secara efektif
leukosit dan penanda inflamasi, dan hasil tes diagnostik dan nantinya dapat di- dengan satu dosis ceftriaxone intramuskuler
kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, ubah setelah ada temuan laboratorik.1 Pada sesuai dengan rekomendasi WHO. Namun
serta gangguan fungsi ginjal dengan suatu studi, didapatkan hasil jika pemberian WHO merekomendasikan terapi antibiotik
asidosis metabolik. Pencitraan otak harus antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak paling sedikit selama 5 hari pada situasi
dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi pasien masuk RS, maka mortalitas akan nonepidemik atau jika terjadi koma atau
lesi massa, hidrosefalus, atau edema serebri meningkat secara bermakna.7 kejang yang bertahan selama lebih dari 24
yang merupakan kontraindikasi relatif jam. Autoritas kesehatan di banyak negara
pungsi lumbal. Jika pencitraan tidak dapat

dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari Kecurigaan MB


pada pasien dengan gangguan kesadaran,
keadaan immunocompromised (AIDS, terapi
imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat Defisit neurologik fokal, riwayat kejang, riwayat penyakit neurologis dengan massa intrakranial
penyakit sistem saraf pusat (lesi massa,
stroke, infeksi fokal), defisit neurologik
fokal, bangkitan awitan baru, atau papil
edema yang memperlihatkan tanda-tanda
ancaman herniasi.2,6 Tidak Ya

Tekanan pembukaan saat pungsi lumbal Kultur darah dan pungsi Kultur darah CITO
lumbal CITO
berkisar antara 20-50 cmH2O. CSS biasanya
keruh, tergantung dari kadar leukosit, bakteri,
dan protein. Pewarnaan Gram CSS memberi
Dexamethasone + terapi Dexamethasone + terapi antibiotik empirik
hasil meningokokus positif pada sekitar 50% antibiotik empirik
pasien dengan meningitis meningokokal
akut. Kultur darah dapat membantu, namun
tak selalu bisa diandalkan. Pemeriksaan
Hasil analisis CSS sesuai MB CT scan kepala: kontraindikasi pungsi
polymerase chain reaction (PCR) bersifat
sensitif terhadap Streptococcus pneumoniae
dan Neisseria meningitidis.2,6 Karakteristik CSS Pewarnaan Gram dan kultur
pada jenis meningitis yang berbeda CSS Pungsi lumbal
disajikan dalam tabel 2.

PENATALAKSANAAN Dexamethasone + terapi


MB adalah kegawatdaruratan medik. Secara antibiotik spesifik
umum, tata laksana MB dapat dilihat pada
gambar 1.6 Pemilihan antibiotik yang tepat Gambar 1 Algoritma tatalaksana meningitis bakterial (diadaptasi dari Tunkel dkk)6
adalah langkah yang krusial, karena harus
Tabel 3 Terapi empirik pada meningitis bakterialis7,8 ditunda.4
Karakter Pasien
Neonatus Profilaksis
Individu yang mengalami kontak dengan
Usia 2 bulan-18 tahun pasien meningitis meningokokal harus diberi
antibiotik profilaksis. Pilihan antibiotik yang
Usia 18-50 tahun biasa diberikan adalah ciprofloxacin 500 mg
dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg
Usia >50 tahun
selama 2 hari. Profilaksis tidak dibutuhkan
Kondisi immunocompromised jika durasi sejak penemuan kasus meningitis
meningokokal sudah lebih dari 2 minggu.
Imunisasi S. pneumoniae, H. influenza dan N.
meningitidis diketahui menurunkan insiden
Fraktur basis kranium
meningitis secara bermakna.7
Cedera kepala; pascabedah otak
PROGNOSIS
7
MB yang tidak diobati biasanya berakhir
Tabel 4 Terapi antibiotik spesifik pada meningitis bakterial
fatal. Meningitis pneumokokal memiliki
Mikroorganisme tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. 1
H. influenza B-laktamase negatif
Pada sekitar 30% pasien yang bertahan
H. influenza B-laktamase positif
hidup, terdapat sekuel defisit neurologik
N. meningitidis
seperti gangguan pendengaran dan defisit
S. pneumoniae
neurologik fok al lain. Individu yang me-
Enterobacteriaceae
P. aeruginosa
miliki faktor risiko prognosis buruk adalah
L. monocytogenes
pasien immunocompromised, usia di atas 65
S. agalactiae tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit
S. aureus sensitif metisilin CSS yang rendah, dan infeksi pneumo-
S. aureus resisten metisilin kokus.11 Gangguan fungsi kognitif terjadi
S. epidermidis pada sekitar 27% pasien yang mampu
pasien MB dengan sepsis berat atau syok bertahan dari MB.4
maju menyarankan terapi antibiotik minimal sepsis dapat meningkatkan kesintasan.7 Pada
7 hari untuk meningitis meningokokal dan penelitian lain, pemberian dexamethasone Terapi kortikosteroid jangka panjang
haemofilus; 10-14 hari untuk terapi tidak menurunkan angka mortalitas dan Terapi kortikosteroid sistemik digunakan
antibiotik pada meningitis pneumokokal.7 morbiditas secara bermakna.8,9 secara luas untuk mengobati gangguan
autoimun atau inflamasi. Penggunaan
Terapi dexamethasone yang diberikan Pasien MB harus dipantau ketat. Kejadian kortikosteroid jangka panjang (terutama
sebelum atau bersamaan dengan dosis kejang sering muncul dan terapi anti- dalam dosis tinggi) berhubungan dengan
pertama antibiotik dapat menurunkan konvulsan sering kali diperlukan. Jika efek samping serius pada berbagai sistem
morbiditas dan mortalitas secara bermakna, kesadaran pasien menurun setelah kejang, fisiologik tubuh, termasuk sistem imun. Efek
terutama pada meningitis pneumokokal. maka pasien terindikasi untuk pemeriksaan samping tersebut sebenarnya dapat di-
Dexamethasone dapat menurunkan respons elektroensefalografi. Kondisi pasien harus minimalisasi dengan cara memantau kondisi
inflamasi di ruang subaraknoid yang dipertahankan dalam status normoglikemia pasien secara seksama dan menggunakan
secara tak langsung dapat menurunkan dan normovolemia. Proton pump inhibitor jenis kortikosteroid dengan potensi dan
risiko edema serebral, peningkatan perlu diberikan untuk mencegah stress- dosis serendah mungkin.12
tekanan intrakranial, gangguan aliran induced gastritis. Jika kondisi klinis pasien
darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron.4 belum membaik dalam 48 jam setelah terapi Kortikosteroid menekan fungsi imun normal
Dexamethasone diberikan selama 4 hari antibiotik dimulai, maka analisis CSS ulang dengan menurunkan ekspresi limfosit T,
dengan dosis 10 mg setiap 6 jam secara harus dilakukan.3,4,7 monosit, makrofag, eosinofil, mastosit, dan
intravena. Sejumlah pakar berpendapat sel endotelial. Supresi sitokin bukan satu-
pemberian dexamethasone harus dihenti- Pada pasien MB dengan hidrosefalus satunya efek kortikosteroid pada respons
kan jika hasil kultur CSS menunjukkan akut, prosedur ventrikulostomi dapat di- imun dan antiinflamasi normal.
penyebab MB bukan H. influenzae atau pertimbangkan. Pada pasien dengan pem- Kortikosteroid juga dipercaya mengeksitasi
S. pneumoniae, namun kelompok pakar besaran sistem ventrikel ringan tanpa produksi sitokin antiinflamasi TGF-ß
lain merekomendasikan pemberian dexa- perburukan klinis, resolusi spontan dapat (Transforming Growth Factor-β). Kortikosteroid
methasone apapun etiologi MB yang terjadi, sehingga prosedur invasif dapat juga mengganggu ekspresi molekul pengikat
ditemukan. Pemberian dexamethasone pada pada antigen- precenting cell serta
menginduksi apoptosis
pada limfosit T matur dan monosit.12,13 steroid jangka panjang, pemeriksaan darah kegawatdaruratan neurologik dengan angka
lengkap harus dilakukan sebagai data dasar. morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Pengguna kortikosteroid jangka panjang Selanjutnya, pemeriksaan darah lengkap Oleh karena itu, diagnosis dan terapi harus
rentan terhadap infeksi karena harus dilakukan setiap 3 bulan (selama pasien dilakukan secepatnya untuk mencegah
kortikosteroid dapat menghambat kerja masih dalam terapi kortikosteroid) untuk keluaran yang buruk. Diagnosis MB ditegak-
sistem imun normal dan menekan proses melihat adanya kemungkinan infeksi yang kan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
inflamasi. Gejala infeksi pada pengguna belum bermanifestasi spesifik. Setiap pasien dan pemeriksaan penunjang seperti pungsi
kortikosteroid jangka panjang dapat juga harus memiliki termometer pribadi di lumbal. Penatalaksanaan MB memerlukan
menunjukkan gejala yang tidak khas rumah dan harus segera ke dokter bila suhu pemahaman tentang karakter pasien agar
karena adanya inhibisi pelepasan sitokin meningkat di atas 38°C. American College of pemilihan antibiotik dapat dilakukan dengan
dan reduksi respons inflamasi.14 Rheumatology merekomendasikan vaksinasi tepat. Penegakan diagnosis dan penentuan
Untuk mencegah infeksi oportunistik pada pneumokokus dan influenza pada pasien terapi yang baik dapat memberi harapan
pengguna kortikosteroid jangka panjang, tersebut.15,16 kualitas hidup yang baik bagi pasien. Saat
beberapa pakar menganjurkan memulai ini sudah terdapat imunisasi untuk beberapa
terapi kortikosteroid dengan dosis dan SIMPULAN bakteri etiologi MB, sehingga angka kejadian
potensi serendah mungkin tanpa Meningitis bakterial merupakan suatu MB dapat diturunkan.
mengabaikan kasus
efikasi.14 Sebelum memulai terapi kortiko-
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
2. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A queen square textbook. London: Blackwell Publishing; 2009.
3. Shay K. Infectious complications of dental and periodontal diseases in elderly populations. Clinical Infectious Diseases 2002;34:1215-23.
4. Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Community-acquired bacterial meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.
5. Brouwer M, Van De Beek D, Thwaites G. Dilemmas in the diagnosis of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1684-92.
6. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, Kaufman BA, Roos KL. Practice guidelines for management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004;39:1267-84.
7. Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G. Advances in treatment of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1693-702.
8. Bhimraj A. Acute community-acquired bacterial meningitis in adults: An evidence-based review. Clev Clin J of Med. 2012;79:393-400.
9. Pokdi Neuroinfeksi Perdossi. Neuroinfeksi. Surabaya: Airlangga University Press; 2012.
10. Van De Beek D, Farrar J, Gans J, Mai NTH, Tuan PQ, Zwinderman AH. Adjunctive dexamethasone in bacterial meningitis: A meta-analysis of individual patient data. Lancet Neurol.
2010;9:254-63.
11. Fernandes D, Pereira J, Silvestre J, Bento L. Acute bacterial meningitis in the intensive care unit and risk factors for clinical outcomes: Retrospective study. J Crit Care 2014;29:347-50.
12. Singh N, Rieder MJ, Tucker MJ. Mechanisms of glucocorticoid-mediated antiinflammatory and immunosuppresive action. Paed Perinatal Drug Ther. 2004;6:107-15.
13. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman’s the pharmacological basis of therapeutics. 11th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.
14. Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh R, et al. A practical guide to the monitoring and management of the complications of systemic corticosteroid therapy.
Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2013;9:1-25.
15. Hsu D, Katelaris C. Long-term management of patients taking immunosuppresive drugs. Aust Prescr. 2009;32:68-71.
16. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, Curtis JR. American college of rheumatology 2008 recommendations for the use of nonbiologic and biologic disease-modifying
antirheumatic drugs in rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum. 2008;59:762-84.

Anda mungkin juga menyukai