KTI Demam Tifoid BAB 1 6
KTI Demam Tifoid BAB 1 6
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang no.6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.1
sehingga kadang kala penatalaksanaanya belum optimal. Hal tersebut antara lain
karena beberapa akibat antara lain kerentanan individu, luasnya manifestasi klinis,
Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan
global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai
13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa
per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di berbagai benua, mulai dari
Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagain besar kasus
Pakistan, India, Vietnam, dan termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
wilayah endemis demam tifoid dengan mayoritas angka kejadian terjadi pada
1
Surveilens Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di
ini tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam tifoid adalah 300-
810 kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan angka kematian2%. Kemudian
Case Fatality Rate(CFR) demam tifoid pada tahun 2010 sebesar 1,02% dari seluruh
kematian di Indonesia.4
Surveilans Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2009, tahun 2007 tercatat
jumlah penderita demam tifoid sebanyak 16.552 dengan kematian sebanyak 5 orang
Kota Makassar. Penyakit typhus berdasarkan Riskesdas tahun 2007 secara nasional
di Sulawesi Selatan, penyakit typhus tersebar di semua umur dan cenderung lebih
tinggi pada umur dewasa. Prevalensi klinis banyak ditemukan pada kelompok umur
Dari data program tahun 2008 penyakit typhus tercatat jumlah penderita
(1 orang) dan Barru (2 orang) atau CFR= 0,01 %. Insiden Rate (IR=0.28%) yaitu
tertinggi di Kab.Gowa yaitu 2.391 kasus dan terendah di Kab. Luwu yaitu 94 kasus,
penelitiannya adalah penderita demam tifoid di instalasi rawat inap rumah sakit
2
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
dirawat inap di rumah sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012.
2. Tujuan Khusus
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi
masa mendatang.
3
2. Manfaat bagi Pembaca
karakteristik demam tifoid dan menjadi bahan bacaan untuk para peneliti
selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.6
2. Insidensi
Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan
global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai
13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa
per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di berbagai benua, mulai dari
Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagain besar kasus
tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di
panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapipaling sering pada
anak besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan
Di Indonesia, tifoid jarang dijumpai secara epidemis tetapi bersifat endemis dan
banyak dijumpai di kota – kota besar. Tidak ada perbedaan yang nyata insiden tifoid
5
pada pria dengan wanita. Insiden tertinggi didapatkan pada remaja dan dewasa
muda. Demikian juga dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit besar Indonesia
menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata – rata
Di negara yang telah maju, tifoid masih ada terutama sehubungan dengan
kegiatan wisata ke negara – negara yang sedang berkembang. Secara umum insiden
tifoid dilaporkan 75% didapatkan pada umur kurang dari 30 tahun. Pada anak –
anak biasanya di atas 1 tahun dan terbanyak di atas 5 tahun dan manifestasi klinik
ringan.9
3. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan basil gram negatif,
bersifat aerobik, bergerak dengan rambut getar dan bersifat tidak berspora. Bakteri
Keterangan antigen:2
b. Antigen H (flagella), terdapat pada flagella, fimbriae dan pili dari bakteri,
6
4. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang sering terjadi merupakan dampak dari sitokin proinflomatori
serta berbagai mediator kimia, maka muncul panas yang berkepanjangan lebih dari
gejala panas sering disertai dengan keluhan saluran cerna seperti mual muntah,
nyeri abdominal, diare, dan konstipasi. Bakteremia kedua terjadi setelah beberapa
hari timbul gejala, lalu diperburuk dengan timbulnya panas dingin atau anoreksia.
Gejala ini disebut dengan demam tifoid akut dan antibodi spesifik yang terbentuk
adalah antibodi IgM yang bertahan yang selanjutnya digantikan dengan antibody
IgG. Pada kondisi ini dapat terjadi sepsis dan syok septik yang menyebabkan
kematian jika tidak diobati (15%), kekambuhan (10%), terjadi pada penderita yang
Gejala yang tidak spesifik seperti malaise, menggigil, sakit kepala, mialgia,
dan batuk yang muncul pada awal perjalanan penyakit. Apatis dan delirium terjadi
pada 10-45%, bradikardia relatif, lidah kotor, bercak ros yang muncul pada awal
penyakit namun lebih sering ditemukan pada orang kulit putih . Hepatomegali lebih
sering daripada splenomegali biasanya muncul pada akhir minggu pertama atau
awal minggu kedua. Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan rasa nyeri lokal,
Sembuh dari demam tifoid adalah hilangnya gejala demam dan gejala-gejala
lain setelah pemberian obat, tidak ada komplikasi, dan tidak terdapat relaps pada
pemeriksaan tindak lanjut. Pernyataan sembuh ini diberikan oleh dokter kepada
7
pasien yang dirawat inap berdasarkan perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan
untuk pulang.10,11
pemberian obat. Pernyataan membaik ini diberikan oleh dokter kepada pasien yang
dirawat inap berdasarkan perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan untuk pulang
dan berobat jalan atau permintaan pasien untuk pulang sendiri disebabkan biaya
Belum sembuh dari demam tifoid adalah belum hilangnya gejala demam dan
gejala-gejala lain setelah pemberian obat, ada atau tidak ada komplikasi, dan
terdapat relaps pada pemeriksaan tindak lanjut. Pernyataan belum sembuh ini
diberikan oleh dokter kepada pasien yang dirawat inap berdasarkan belum adanya
perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan untuk pulang atas permintaan sendiri
8
Tabel 2.1 keluhan dan gejala demam tifoid
5. Patogenesis
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi atau Salmonella para typhi.
Penularan ke manusia melalui makanan dan atau minuman yang tercemar dengan
feses manusia. Setelah melewati lambung bakteri mencapai usus halus dan invasi
berkembang biak. Melalui saluran limfe mesenteric bakteri masuk aliran darah
sistemik (bakterimia I) dan mencapai sel – sel retikuloendothelial dari hati dan
limpa. Fase ini dianggap masa inkubasi (7-14 hari). Kemudian dari jaringan ini
bakteri dilepas ke sirkulasi sistemik (bakterimia II) melalui duktus torasikus dan
mencapai organ – organ tubuh terutama limpa, usus halus dan kandung empedu.9
9
Bakteri Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks
untuk memproduksi sitokin oleh sel – sel makrofag dan sel lekosit di jaringan yang
meradang. Sitokin ini merupakan mediator – mediator untuk timbulnya demam dan
maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang dan kadang – kadang pada
Kelainan patologis yang utama terdapat di usus halus terutama di ileum bagian
distal di mana terdapat kelenjar plak peyer. Pada minggu pertama, pada plek peyer
terjadi hiperplasia berlanjut menjadi nekrosis pada minggu ke 2 dan ulserasi pada
dan perforasi yang merupakan komplikasi yang berbahaya. Hati membesar karena
infiltrasi sel – sel limfosit dan sel mononuklear lainnya serta nekrosis fokal.
Demikian juga proses ini terjadi pada jaringan retikuloendotelial lain seperti limpa
dan kelenjar mesenterika. Kelainan – kelainan patologis yang sama juga dapat
ditemukan pada organ tubuh lain seperti tulang, usus, paru, ginjal, jantung, dan
selaput otak. Pada pemeriksaan klinis, sering ditemukan proses radang dan abses –
pielonefritis, meningitis, dan lain – lain. Kandung empedu merupakan tempat yang
disenangi basil Salmonella. Bila penyembuhan tidak sempurna, basil tetap tahan di
kandung empedu ini, mengalir ke dalam usus, sehingga menjadi karier intestinal.9
10
Demikian juga ginjal dapat mengandung basil dalam waktu lama sehingga juga
menjadi karier (urinary carier). Adapun tempat – tempat yang menyimpan basil ini
pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya lidah kotor (tampak putih di bagian
merah muda, berdiameter 2-3 mm yang disebut dengan rose spot. Untuk
berikut :1,6,8,12
11
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin
leukopenia, dapat pula terjadi leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan
anemia ringan dan trombositopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat
meningkat.1
2) Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri Salmonella
typhidengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratrium.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu: Aglutinin O (dari tubuh bakteri), Aglutinin
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
terinfeksi bakteri ini. Hasil dari tes widal dapat diinterpretasikan sebagai berikut:13
a) Titer “O” yang tinggi atau kenaikan titer (1:160 atau lebih) menunjukkan adanya
infeksi aktif,
b) Titer “H” yang tinggi (1:160 atau lebih ) menunjukka bahwa penderita pernah
12
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat pada minggu keempat , dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti
dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh, agglutinin O masih tetap di
12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan
penyakit.13
e) Riwayat vaksinasi,
f) Reaksi anamnestik,
peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam
akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspense
antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglitinin yang bermakna
diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan
saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai
laboratorium setempat.14
13
3) Uji Typhidot
Uji tyhphidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
terhadap antigen s.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.1
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifitas sebesar 76,6% dan
efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk
yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang dilakukan
oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesifitas uji ini hampir sama dengan
uji tubex yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89%.1
Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) terinveksi secara berlebihan
sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga
pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut
dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi
masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG
pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M,
memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum
pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap
uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitif (sensitivitas
mencapai 100%) dan lebih cepat (3jam) dilakukan bila dibandingkan dengan
kultur.1
14
4) Uji Tubex®
menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9
pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang
yang terkonjugasi pada partikel magnetiklatex. Hasil positif uji tubex ini
menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.1
mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap
lebih dini, yaitu pada hari ke 4 – 5 untuk infeksi primer dan hari 3 – 2 untuk infeksi
sekunder. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak
dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk
S.typhi O9, 3)Reagen B yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang
ini, satu tetes serum (25 µL) dicampurkan ke dalam tabung dengan satu tetes (25
15
µL) reagen A. setelah itu reagen B (50 µL) ditambahkan kedalam tabung. Hal
diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan di putar selama 2 menit
dengan kecepatan 250 rpm. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan
warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan.
Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada
tabel berikut:1
Skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
Dikutip dari kepustakaan 1
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak
mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen A. Jika
magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa
serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya terlihat warna
merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis.
Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan
berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada megnet rak
16
5) Uji IgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada
spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
antigen lipopolisakarida (LPS) S.typhi dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen
deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna,
cairan membasahi strip sebelum di inkubasi dengan reagen dan serum pasien,
tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada
suhu 4– 25º C di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan di mulai
dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3
jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan
baik.1
House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti mengenai penggunaan uji
mudah dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun
gejala.1
6) Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
17
a) Telah mendapat terapi antibiotik.
pertumbuhan bakteri dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif,
Bila darah yang dibiakkan terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang
c) Riwayat vaksinisasi.
Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat
negatif, dan
d) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dapat terbagi atas dua bagian
yaitu komplikasi pada usus halus (intestinal) dan komplikasi di luar usus halus
(ekstra – intesitinal).1
a. Perdarahan usus
bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri
18
b. Perforasi usus
timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian
distal ileum. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
seluruh perut dan disertai dengan tanda – tanda ileus. Tanda – tanda lainnya adalah
c. Peritonitis
biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan
a. Komplikasi kardiovaskuler
b. Komplikasi darah
c. Komplikasi paru
e. Komplikasi ginjal
f. Komplikasi tulang
19
g. Komplikasi neuropsikiatrik
komplikasi dimana penderita dengan komplikasi lebih lama dirawat dari pada
8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid yaitu:1
BAK dan BAB akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam
perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang
dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia
3) Hari 3 jalan
4) Hari 4 pulang
20
b. Diet dan terapi penunjang
optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan menjadi
lama. Di masa lampau penderita tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet
tersebut ditujukan untuk menghindari perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.1
c. Pemberian Antibiotik
anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati tifoid antara lain adalah
sebagai berikut:1
1) Kloramfenikol
memgobati demam tifoid dengan dosis yang diberikan adalah 4x500mg secara per
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas dari tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
21
3) Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang
selama 2 minggu.
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk
demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gr dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari diberikan selama 3
– 5 hari.
Dengan pemenuhan nutrisi yang adekuat, tinggi kalori dan protein serta
2) Pemberian Suplemen
Suplemen yang mengandung beta karoten, vitamin C, E serta trace elemen (misal
gluthatione ( GSH ) di sitosol dan meredam peran TNF sehingga dapat menghadang
laju proses kematian sel patologis dipercepat akibat dampak negatif dari ROS. ROS
22
dapat mencetuskan timbulnya krisis scavenger enzyme akibat defisit berbagai
atau ketidakseimbangan beberapa zat makanan, seperti asam amino esensial dapat
9. Pencegahan
akan berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat
telah hilangnya predikat negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak
Tindakan preventif sebagai upaya penularan dan peledakan kasus luar biasa
(KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi bakteri Salmonella
typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu (host) serta lingkungan.1
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid
yaitu:1
a. Identifikasi dan eredikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
b. pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun karier,
dan
Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier dan akut.
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap bakteri S.typhi ini cukup sulit dan
23
memerlukan biaya yang cukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala
nasional. Cara pelaksanaanya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun
pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instasi atau swasta. Sasaran
aktif lebih diutamakan pada populasi –populasi tertentu seperti pengelola sarana
makanan – minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel sampai pabrik
karier dapat dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi. Sarana proteksi
pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun
24
b. Bila ada kejadian epidemik tifoid
c. Daerah endemik
2) Pengunjung kedaerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan,
25
2.2.Kerangka Teori
26
2.3.Bagan Kerangka Konsep
27
2.4.Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Usia
Umur penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis pada kartu status.
a. 5-14 tahun
b. 15-24 tahun
c. 25-44 tahun
d. 45-64 tahun
1. Jenis Kelamin
Ciri khas tertentu yang dimiliki penderita demam tifoid sesuai dengan yang
a. Laki – laki
b. perempuan
2. Gejala Subjektif
Keadaan penderita demam tifoid saat masuk ke rumah sakit yang merupakan
manifestasi dari infeksi Salmonella typhi sesuai dengan yang tertulis di kartu status,
yaitu:
a. Demam g. Konstipasi
f. Muntah
28
3. Gejala Objektif
Gejala yang tampak pada penderita demam tifoid berdasarkan hasil pemeriksaan
1) Titer “O” yang tinggi atau kenaikan titer (1:160 atau lebih) menunjukkan
2) Titer “H” yang tinggi (1:160 atau lebih ) menunjukka bahwa penderita
4. Jenis Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
b. Komplikasi ekstraintestinal
5. Lama Rawatan
mulai dirawat dengan tanggal keluar seperti tercatat di kartu status yang dapat
dikategorikan:
a. <7hari
b. > 7hari
29
6. Keadaan sewaktu Pulang
Keadaan penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat di kartu status yang
dapat dikategorikan:
c. Belum sembuh
Sembuh dari demam tifoid adalah hilangnya gejala demam dan gejala-gejala lain
setelah pemberian obat, tidak ada komplikasi, dan tidak terdapat relaps pada
pemeriksaan tindak lanjut. Pernyataan sembuh ini diberikan oleh dokter kepada
pasien yang dirawat inap berdasarkan perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan
untuk pulang.10,11
Membaik dari demam tifoid adalah hilangnya sebagian gejala setelah pemberian
obat. Pernyataan membaik ini diberikan oleh dokter kepada pasien yang dirawat
inap berdasarkan perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan untuk pulang dan
berobat jalan atau permintaan pasien untuk pulang sendiri disebabkan biaya
Belum sembuh dari demam tifoid adalah belum hilangnya gejala demam dan
gejala-gejala lain setelah pemberian obat, ada atau tidak ada komplikasi, dan
terdapat relaps pada pemeriksaan tindak lanjut. Pernyataan belum sembuh ini
diberikan oleh dokter kepada pasien yang dirawat inap berdasarkan belum adanya
perbaikan klinis, kemudian pasien diizinkan untuk pulang atas permintaan sendiri
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
3.2.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Ibnu Sina Makassar. Pemilihan lokasi
ini atas dasar pertimbangan bahwa di RS Ibnu Sina Makassar tersedia data penderita
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita demam tifoid di instalasi
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian penderita demam tifoid di instalasi
rawat inap RS Ibnu Sina Makassar sejak tanggal 1 Januari – 31 Desember 2012
Penetapan sampel pada penelitian ini menggunakan jenis metode random simple
31
dimana:
N : besarnya populasi
n : besarnya sampel
dengan rumus tersebut dapat dihitung ukuran sampel dari populasi 189
189
n=(189)(0.102 )+1
189
n=2.89
=65,39
dari rekam medis penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RS Ibnu Sina
Data rekam medik pasien dengan diagnosis demam tifoid di Instalasi Rawat
1. Kriteria inklusi
Karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria
32
b. Data rekam medik yang memiliki data identitas diri yang lengkap
2. Kriteria eksklusi
Karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti.
b. Data rekam medik yang memiliki data identitas diri yang tidak lengkap
Data yang dikumpulkan dari rekam medis diolah dengan menggunakan metode
33
BAB IV
Rumah Sakit Ibnu Sina adalah Rumah Sakit Swasta milik Yayasan Badan
Wakaf UMI. Sebelumnya bernama Rumah Sakit “45” milik Yayasan Andi Sose
Senin tanggal 16 Juni 2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan dari Yayasan
Andi Sose kepada Yayasan Badan Wakaf UMI, yang ditandatangan oleh ketua
Yayasan Andi Sose yaitu Dr. H. Andi Sose dan ketua Yayasan badan Wakaf UMI
bapak Prof. Dr. Abdurrahman A. Basalamah SE., M.Si. Berdasarkan atas hak
kepemilikan tersebut, maka Rumah Sakit “Ibnu Sina” kemudian direnovasi dan
dioperasionalkan.17
Berdasarkan surat permohonan dan Ketua Yayasan badan Wakaf UMI, Kepala
September 2003, tentang pemberian Izin Uji Coba penyelenggaraan Rumah Sakit
34
“Ibnu Sina” yang terletak dijalan Letnan Jendral Urip Sumoharjo Km.5 No.264
Makassar.17
Berhubung karena Surat Izin Uji Coba penyelenggaraan Rumah sakit dan dinas
YBW UMI No.43 tanggal akte notaris 7 november 1994 dengan alamat jalan
dengan alamat jalan Urip Sumoharjo Km.5 Makassar, berlaku selama 5 tahun,
1. Visi
2. Misi17
35
4. Mengupayakan perolehan finansial dari berbagai kegiatan Rumah Sakit ( Misi
Finansial ), dan
3. Nilai17
yang tinggi )
1. Gedung
RS. Ibnu Sina mempunyai luas tanah 18.008 m dengan luas gedung 12.025m
2 lantai)
2. Ketenagaan17
3. Sarana Kesehatan17
a. Fasilitas
36
2) Instalasi rawat Intensif
3) Instalasi radiologi
4) Instalasi Laboratorium
5) Instalasi Farmasi
6) Instalasi gizi
b. Rawat jalan
Instalasi rawat jalan adalah unit pelayanan yang menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat jalan dan terdiri dari poliklinik umum,
dan beberapa poliklinik spesialis dalam berbagai bidang disiplin ilmu kedokteran
klinis.
dalam dan poliklinik umum, gawat darurat maupun rujukan dan Luar rumah Sakit
Ibnu Sina. Termasuk penyakit Kardiologi, penyakit paru – paru dan lain – lain.
2) Poliklinik Bedah
bedah digestif, bedah tumor, bedah saraf, bedah orthopedi, bedah urologi, dan
bedah plastik.
37
4) Poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan
c. Rawat Inap
38
BAB V
Penelitian dilakukan pada tanggal 3-9 Februari 2013 di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar. Data yang diambil merupakan pasien demam tifoid yang dirawat inap di
gejala objektif, lama rawatan tanpa komplikasi dan dengan komplikasi, dan
populasi 189 dengan mengambil tingkat kepercayaan (d) = 10% yaitu 72 sampel.
Data tersebut penulis olah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS,
dan hasilnya penulis sajikan dalam bentuk tabel dengan menyertakan pembahasan
39
Dari tabel di atas, memperlihatkan bahwa terdapat penderita demam tifoid
tertinggi pada kategori usia 15 – 24 tahun sebanyak 31 orang (43,1%) dan terendah
pada kategori usia 45 – 54 tahun sebanyak 10 orang (13,9%). Sedangkan pada umur
pada jenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 42 kasus (58,3%) dibandingkan
40
Tabel 5.3. Karakteristik penderita demam tifoid di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember
2012 menurut gejala subjektif
Gejala subjektif Frekuensi Persentase (%)
Demam 72 100
Sakit kepala
Sakit kepala 22 30,6
Tidak sakit kepala 50 69,4
Sakit perut
Sakit perut 9 12,5
Tidak sakit perut 63 87,5
Anoreksia
Anoreksia 3 4,2
Tidak anoreksia 69 95,8
Mual
Mual 40 55,6
Tidak mual 32 44,4
Muntah
Muntah 21 29,2
Tidak muntah 51 70,8
Konstipasi
Konstipasi 4 5,6
Tidak konstipasi 68 94,4
Diare
Diare 11 15,3
Tidak diare 61 84,7
Lidah kotor
Lidah kotor 2 2,8
Tidak lidah kotor 70 97,2
Nyeri ulu hati
Nyeri ulu hati 15 20,8
Tidak nyeri ulu hati 57 79,2
Total 72 100
Sumber: Rekam medik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2013 yang
mengalami gejala subjektif berupa demam (100%). Gejala subjektif terendah yaitu
lidah kotor sebanyak 2 orang (2,8%) dan anoreksia sebanyak 3 orang (4,2%).
Selebihnya masuk rumah sakit dengan gejala objektif mual sebanyak 40 orang
(29,2%), nyeri ulu hati sebanyak 15 orang (20,8%), diare sebanyak 11 orang
41
(15,3%), sakit perut sebanyak 9 orang (12,5%), dan konstipasi sebanyak 4 orang
(5,6%).
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar yang memiliki gejala obektif terbanyak
yaitu uji widal sebanyak 67 kasus (93,1%), LED meningkat sebanyak 15 orang
42
Tabel 5.5. Karakteristik penderita demam tifoid di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember
2012 menurut lama rawatan penderita tanpa komplikasi dan
dengan komplikasi
Komplikasi < 7 hari > 7 hari
n % n % total
Dengan komplikasi 5 71,4 2 28,6 7
Tanpa komplikasi 59 90,8 6 9,2 65
Total 64 8 72
Sumber: Rekam medik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap < 7hari di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar tanpa komplikasi sebanyak 59
orang (90,8%) lebih banyak daripada dengan komplikasi sebanyak 5 orang (71,4%).
Sedangkan penderita demam tifoid yang dirawat inap > 7hari di Rumah Sakit Ibnu
Sina Makassar tanpa komplikasi sebanyak 6 orang (9,2%) lebih banyak dirawat
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 dengan
43
5.2. Pembahasan
Medik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar ini berdasarkan usia, jenis kelamin, gejala
subjektif, gejala objektif, perbedaan lama rawatan dengan komplikasi dan tanpa
Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 menurut usia
pada kategori usia 15 – 24 tahun sebanyak 43,1% dan terendah pada kategori usia
dan pada kategori umur 5 – 14 tahun terdapat 16,7% .Kategori usia 15 – 24 tahun
dan 25 – 44 tahun merupakan usia sekolah dan bekerja, di mana pada kelompok
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siska Ishaliani
di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Sumatera Utara (2010) dari 231
Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 menurut jenis
kelamin
pada jenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 58,3% dibandingkan dengan
perempuan yang jumlahnya 41,7%. Hal ini dapat dikaitkan bahwa laki – laki lebih
44
sering melakukan aktivitas di luar rumah yang memungkinkan laki – laki berisiko
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siska Ishaliani
di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Sumatera Utara (2010) dari 231
Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 menurut gejala
subjektif
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2013 yang
mengalami gejala subjektif berupa demam (100%). Gejala subjektif terendah yaitu
lidah kotor sebanyak 2,8% dan anoreksia sebanyak 4,2%. Selebihnya masuk rumah
sakit dengan gejala objektif mual sebanyak 55,6%, sakit kepala sebanyak 30,6%,
muntah sebanyak 21 orang 29,2%, nyeri ulu hati sebanyak 20,8%, diare sebanyak
Gejala demam merupakan gejala utama demam tifoid yang terjadi karena
Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen
oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas
gejala klinik penderita demam tifoid adalah demam, sedangkan spesifisitas gejala
klinis penderita demam tifoid adalah lidah kotor. Akan tetapi gejala demam juga
45
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siska Ishaliani
di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Sumatera Utara (2010)) dari 231
penderita demam tifoid semua mengalami gejala demam 100% dan gejala paling
Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 menurut gejala
objektif
Pada tabel 5.4. menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar yang memiliki gejala objektif terbanyak
yaitu uji widal sebanyak 93,1%, LED meningkat sebanyak 20,8%, trombositopenia
Utara(2010) bahwa gejala objektif terbanyak yaitu uji widal (+) sebanyak 53,7%.16
Sampai saat ini uji widal merupakan reaksi serologi yang digunakan untuk
dilakukan. Namun, uji widal (+) akan memperkuat dugaan pada penderita demam
tifoid. Sedangkan uji widal (-) pada penderita tifoid dapat terjadi karena faktor –
faktor yang berhubungan dengan penderita seperti pengambilan serum terlalu dini,
bervariasi.16
46
Pemeriksaan darah tepi pada penderita demam tifoid dapat ditemukan
darah tepi adanya leukopenia menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.1,16
Pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap < 7hari di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar tanpa komplikasi sebanyak 90,8%
demam tifoid yang dirawat inap > 7hari di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar tanpa
komplikasi sebanyak 28,6%. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna
sekunder pada penderita demam tifoid yang di instalasi rawat inap Rumah Sakit
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan penderita demam
47
5.2.6. Karakteristik penderita demam tifoid di Instalasi rawat inap Rumah
Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 menurut keadaan
Pada tabel 5.6. menunjukkan bahwa penderita demam tifoid yang dirawat
inap di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari – Desember 2012 dengan
mengekspresikan Salmonella typhi dalam waktu 3 bulan ataupun lebih dari 1 tahun,
karena itu penderita demam tifoid yang dinyatakan sembuh harus tetap melakukan
bahwa keadaan penderita sewaktu pulang terbanyak yaitu dalam keadaan membaik
48
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar periode Januari –
2. Distribusi penderita demam tifoid menurut jenis kelamin yaitu laki – laki.
3. Distribusi penderita demam tifoid menurut gejala subjektif yaitu gejala demam.
4. Distribusi penderita demam tifoid menurut gejala objektif yaitu uji widal.
5. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan penderita demam
6. Keadaan penderita demam tifoid sewaktu pulang yaitu dalam keadaan membaik.
6.2. Saran
1. Kepada bagian rekam medik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar untuk lebih
masyarakat
3. Untuk peneliti selanjutnya, kiranya mencari variabel – variabel lain sehingga hal
– hal yang berhubungan dengan demam tifoid dapat terbuka secara keseluruhan.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. et. al. , editor. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III,
4. Soepardi Jane. 2011. Demam tifoid. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011.(online),(http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEH
downloads/profil_kesehatanprov_kab/profil_kesehatan_sulawesi_selatan_200
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia, editor. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
50
10. Widodo Darmowandowo. 2006. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=
11. Lili Musnelina. 2005. Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid
12. Chambers H.F. 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current
EGC.
14. Sloane ethel, editor.2005. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Hal. 283-289.
15. Siska Ishaliani Hasibuan. 2010. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat
Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-
2008.(online), (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14687?mode=
Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar Tahun 2008.
(online),(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14663/1/10E00215
51
17. Universitas Muslim Indonesia. 2013. Rumah Sakit Ibnu Sina. (online),
(http://www.umi.ac.id/sarana-kampus-universitas-muslim-indonesia/rumah-
52