OLEH
DWI RAHAYU PUTRI ALINTI
841718050
Setiap orang akan mengalami penuaan, tetapi penuaan pada setiap individu
ini akan berbeda bergantung faktor herediter, stresor lingkungan dan sejumlah
tidur. Perubahan kualitas tidur pada lanjut usia disebabkan oleh kemampuan
pola tidur. Gangguan tidur menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau
lebih yang tinggal di rumah dan 66% orang yang tinggal di fasilitas
bertambahnya usia. Lansia memerlukan waktu tidur selama 6 jam dan juga
mengeluhkan masalah tidur yaitu hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam
awal dan 30% mengeluh banyak yang terbangun di malam hari (Nugroho,
2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (2018), prevalensi gangguan
tidur pada lansia yaitu sekitar 11,34%, dan tanpa disadari kualitas tidur pada
percaya diri, stres, cemas, dan depresi (Azizah, 2011). Menurut, Nugroho
(2012) mengatakan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh
faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang kurang tenang. Faktor intrinsik yaitu
nyeri, gatal, kram betis, sakit gigi, sindrom tungkai bergerak, depresi,
lansia pada fase NREM 3 dan 4. Sehingga lansia hampir tidak memiliki fase 4
atau tidur dalam. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan-
aktivitas harian. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap kualitas hidup
lansia. Oleh karena itu masalah kualitas tidur pada lansia harus segera
obat tidur. Penggunaan obat tidur secara terus menerus pada lansia
obat- obatan secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
lansia. Dengan demikian diperlukan terapi non farmakologis yang efektif dan
sangat penting untuk membuat klien tertidur, terutama jika efek penyakit
seseorang mempengaruhi tidur (Potter & Perry,2015). Salah satu terapi non
kenyamanan pada tubuh karena asam amino tryptofan yang di miliki madu
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORI
2.1. Metode Pencarian
Analisis jurnal ini menggunakan metode pencarian jurnal dengan Google
https://scholar.google.com.
bunga. Madu juga merupakan suatu campuran gula yang dibuat oleh lebah dari
larutan gula alami hasil dari bunga yang disebut nektar. Madu hasil dari lebah
dari satu jenis bunga disebut madu monoflora, yang berasal dari aneka
vitamin C, D, E dan K. selain itu juga dilengkapi mineral berupa kalium besi,
hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh glukosa oksidase dan inhibin (Hamad,
2013).
D. Manfaat Madu
1) Madu mudah dicerna, karena molekul gula pada madu dapat berubah
kandungan asam yang tinggi. Madu membantu ginjal dan usus untuk
jika dibandingkan dengan jumlah gula yang sama, kandungan kalori madu
40% lebih rendah. Walau memberi energi yang besar, madu tidak
manahan luka-luka bakar yang terjadi pada kulit. Jika diusapkan pada
daerah yang terbakar, madu akan mengurangi rasa sakit yang menyengat
dan ensiklopedia medis, Ibnu Sina menyebutkan bahwa madu dan buah
jantung. Unsur glucose pada madu dapat meluaskan pembuluh arteri yang
sebiji lemon direbus dalam air yang dipanaskan dengan api yang tenang
lemon tadi dibelah dua dan diperas. Air perasaan ditaruh ke dalam gelas
madu.
7) Madu dapat mengobati sakit kepala dan sakit kepala sebelah. Dimana ada
jenis sakit kepala yang parah yaitu jenis tertentu dari sakit kepala sebelah
31% glukosa, yang mudah diubah menjadi energi oleh tubuh. Madu
membuat kulit kuat dan lembut. Masker madu yang tipis yang dioleskan
pada seluruh permukaan kulit muka dapat berupa madu asli saja atau
campuran madu dengan kuning telur. Masker madu lebih efektif daripada
krem dan salep, sebab madu tidak saja melembutkan kulit tetapi juga
muka tetap terjamin keawetan dan kesegarannya, halus, lembut, dan bebas
sedang madu diwaktu pagi bagi penderita susah tidur, agar bisa cepat tidur
diwaktu malam hari. Namun pada kondisi susah tidur yang parah
zat tidur yang tiada bandingannya, dan dapat menolak stres dan penyakit
menjadi nyenyak dan rileks. Hal ini terjadi akibat asama amino triptofan yang
yakni asama amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Dosis penggunaan
otak) meninggi. Jika kadar serotonin dalam otak meninggi yang menginduksi
pada relaksasi dan keinginan untuk tidur (Sarwono, 2011). Serotonin diubah
menjadi hormon melatonin oleh kelenjar pineal pada malam hari (dalam
memelihara kualitas tidur kita (Paudi, 2014). Asam amino triptofan berfungsi
sebagai perkusor vitamin niasin dan pengantar syaraf serotonin yang berperan
dalam membawa pesan dari sel saraf yang satu ke yang lain (Almatsier, 2010).
yang mengenai metabolisme karbohidrat, lipid serta asam amino. Selain peran
asam amino triptofan yang terkandung dalam madu, jumlah karbohidrat yang
cukup tinggi dalam madu yaitu 82,4 gram / 100 gram juga dapat meningkatkan
dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang
dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan – keluhan yang
dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup
ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor
dan kualitas tidur yaitu, faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan
gaya hidup. Dari faktor fisiologis berdampak dengan penurunan aktivitas sehari
– hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun, dan ketidak stabilan tanda
tanda vital, sedangkan dari faktor psikologis berdampak depresi, cemas, dan
yang yang dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa
tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai
(sakit) dan rasa nyeri , makan kebutuhan tidurnya akan tidak nyenyak.
2) Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk
tidur. Pada lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak gaduh
(tenang), dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang
bersuhu panas, susana yang ramai dan penerangan yang sangat terang, dapat
darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM
dan REM.
4) Diet
Makanan yang banyak menandung L – Triptofan seperti keju, susu,
daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya
dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur
dengan gerakan bola mata lambat Non – Rapid Eye Movement – NREM.
(Asmadi, 2013).
1. Tidur REM
Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut
bisa disimpulkan bahwa seseorang dapat tidur dengan nyenyak sekali, namun
fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ini
ditandai dengan mimpi, otot – otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan
meningkat, ereksi penis tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak
tidur. Tanda - tanda tidur NREM ini antara lain : mimpi berkurang, keadaan
dan gerakan bola mata lambat. Pada tidur NREM ini mempunyai empat tahap
otak.
a) Tahap I
Merupakan tahap tranmisi dimana seseorang beralih dari sadar
menjadi tidur. Ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh
otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata
secara jelas, seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan
dengan mudah.
b) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menerus. Tahap
ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh
10 – 15 menit.
c) Tahap III
Merupakan tahap fisik yang lemah lunglai karena tonus otot lenyap
Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.
d) Tahap IV
Merupakan tahap dimana seseorang tersebut tidur dalam keadaan
rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan
tahap V. Tahap ini merupakan tahap tidur REM dimana setelah tahap IV
kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap
sebelumnya. Tahap ini berlangsung sekitar 10 menit, dan dapat pula terjadi
tidur yang kurang. Menurut Khasanah dan Hidayati (2012), gangguan tidur
gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat
terbangun. Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab, badan lemas dan daya
mengantuk di siang hari. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu pasien
tidak dapat menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap usia, tapi paling
sering pada awal remaja atau dewasa muda. Gejala fisik : mengantuk yang
hebat, gugup, depresi, harga diri rendah, hilangnya tonus otot dipicu oleh
emosi mengakibatkan immobilisasi, tidak mampu bergerak waktu mula – mula
diinginkan, yang tampak secara tiba – tiba selama tidur atau terjadi pada
ambang terjaga dan tidur. Sering muncul dalam bentuk mimpi buruk yang
ditandai mimpi lama dan menakutkan. Gejala fisik : jalan watu tidur, kadang –
kadang berbicara waktu tidur, mendadak duduk ditempat tidur dan matanya
kejadiannya.
2.2.3. Lansia
A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk 2012, Padila
2013).
Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami
fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi
lelah. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif seperti suka
beberapa tipe lansia menurut Maryam, dkk (2012), Padila (2012) dan Widyanto
(2014).
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
dari penuaan. Namun, tidak terdapat satu teori tunggal yang dapat menjelaskan
kerumitan proses penuaan tersebut. Teori – teori itu dapat digolongkan dalam
dua kelompok, yaitu teori biologis dan teori psikologi. Berikut ini adalah
beberapa teori yang menjelaskan tentang proses menua menurut Padila (2013),
orang tersebut telah menua. Teori ini juga menjelaskan perubahan perilaku,
bertambahnya usia kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Hal tersebut
dan ligament menjadi lemah dan kaku. Pada telinga bagian luar, kulit
Sendi Degeneratif (PSD), nyeri leher dan punggung, nyeri bahu, nyeri
ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat, residu urin dalam kandung
degeneratif mulai dari gigi sampai anus, antara lain perubahan atrofi pada
angsur.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.2. Pembahasan
Madu berfungsi memberikan kenyamanan pada tubuh karena asam amino
handayani pada tahun 2015 tentang pengaruh madu terhadap kualitas tidur
lansia yang berumur 60-80 tahun yang mengalami gangguan tidur (insomnia)
turut dilakukan kembali pengukuran kualitas tidur pada lansia dan didapatkan
sebesar 0.8 dengan standar deviasi 2.82. nilai pvalue = 0,002, berarti p-value
≤ α (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara kualitas tidur
madu dilakukan sebelum lansia tidur pada malam hari tepatnya 1 jam
Eran Kozer, dan Haim Efrat j. Pada tahun 2012. Penelitian ini mendapatkan
hasil Di ketiga produk madu dan kelompok plasebo, ada pengaruh yang
peningkatannya lebih besar pada kelompok madu. Dosis madu yang diberikan
10 g madu kayu putih, madu jeruk dan plasebo dan diberikan 30 menit
sebelum tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Irwina Angelia, Silvanasari, Amita Audilla,
hasil bahwa kualitas tidur dapat dilakukan dengan beberapa terapi non
madu sebelum tidur bisa membuat perasaan lebih rileks dan tenang, sehingga
diproduksi oleh sebuah kelenjar pineal pada otak, melatonin berguna untuk
mengatur siklus antara bangun dan tidur, kandungan manis dalam madu
dan Anak Ayu Sriwahyuni pada tahun 2012 tentang Melatonin Dan
menunjukan hasil bahwa melatonin dapat mengatur siklus tidur dan melatonin
berperan dalam memicu tidur. Karena itu melatonin tidak akan menimbulkan
pineal sebuah kelenjar yang berukuran sekitar 1 cm, terletak pada midline di
otak. Di kelenjar pineal, serotonin mengalami perubahan melalui proses kimia
salah satunya gangguan tidur terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah
tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari segala (macam) buah-
buahan lalu empuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
(agustina dan saraswati, 2014). Madu merupakan salah satu terapi non medis
yang dapat memperbaiki kualitas tidur lansia. Selain itu juga pemberian madu
tidur secara terus menerus pada lansia yang dapat menimbulkan efek
darah dan motilitas gastrointestinal. Penurunan fungsi ginjal pada lansia yang
non farmakologis yang efektif dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur
peranan penting untuk kualitas tidur pada lansia, karena madu berfungsi
intervensi non farmakologis untuk klien atau lansia yang mengalami kualitas
tidur yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan-
dan membuat keputusan. Selain itu kemandirian lansia juga berkurang yang
ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam aktivitas harian. Hal ini tentu
Madu juga merupakan suatu campuran gula yang dibuat oleh lebah dari
dikonsumsi pada lansia maupun anak-anak. Salah satu manfaat madu yang
baik untuk lansia adalah untuk membantu kualitas tidur pada lansia. Madu
lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Stanley, M dan Beare, P.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta : EGC
Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, U. A., Riyadi, S., &
Kuswati, A. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Wahyunita, V. D., & Fitrah. (2010). Memahami Kesehatan pada Lansia. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
WHO. (2018). World Health Organization Quality of Life.WHO.
Widyanto, F. C. (2014). Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis.
Yogyakarta: Nuha Medika.