Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS JURNAL

PENGARUH MADU TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA

OLEH
DWI RAHAYU PUTRI ALINTI
841718050

PERSEPTOR AKADEMIK PERSEPTOR KLINIK

NS. WIRDA Y. DULAHU M.KEP OYIS A. BADARU

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Setiap orang akan mengalami penuaan, tetapi penuaan pada setiap individu

ini akan berbeda bergantung faktor herediter, stresor lingkungan dan sejumlah

besar faktor lainnya (Maryam, Ekasari, Rosdiawati, Jubaedi, Batubara, 2012).

Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari periode

tidur. Perubahan kualitas tidur pada lanjut usia disebabkan oleh kemampuan

fisik lanjut usia yang semakin menurun (Prasadja, 2011).


Lansia sebagian besar berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat

berbagai faktor. Proses patologis terkait usia dapat menyebabkan perubahan

pola tidur. Gangguan tidur menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau

lebih yang tinggal di rumah dan 66% orang yang tinggal di fasilitas

perawatan jangka panjang. Waktu tidur akan menurun sesuai dengan

bertambahnya usia. Lansia memerlukan waktu tidur selama 6 jam dan juga

akan mengalami penurunan. Pada kelompok usia 60 tahun didapatkan 7%

mengeluhkan masalah tidur yaitu hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam

sehari. Kelompok lansia 70 tahun ditemukan 22% mengeluh terbangun lebih

awal dan 30% mengeluh banyak yang terbangun di malam hari (Nugroho,

2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (2018), prevalensi gangguan

tidur pada lansia yaitu sekitar 11,34%, dan tanpa disadari kualitas tidur pada

lansia juga berpengaruh terhadap kesehatan fungsional yaitu fungsi kognitif.


Gangguan tidur mempengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan

angka mortalitas yang lebih tinggi (Stanley,2011).


Gangguan tidur pada lansia sering terjadi karena semakin

bertambahnya usia seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ

yang berpengaruh pada kondisi mental dan psikososial seperti kurang

percaya diri, stres, cemas, dan depresi (Azizah, 2011). Menurut, Nugroho

(2012) mengatakan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh

faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang kurang tenang. Faktor intrinsik yaitu

nyeri, gatal, kram betis, sakit gigi, sindrom tungkai bergerak, depresi,

kecemasan, stres, iritabilitas dan marah yang tak tersalurkan.


Proses penuaan dapat menyebabkan penurunan fungsi neurontransmiter 2

yang ditandai dengan menurunnya distribusi norepinefrin. Hal itu

menyebabkan perubahan irama sirkadian, dimana terjadi perubahan tidur

lansia pada fase NREM 3 dan 4. Sehingga lansia hampir tidak memiliki fase 4

atau tidur dalam. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan-

gangguan antara lain, seperti: kecenderungan lebih rentan terhadap penyakit,

pelupa, konfusi, disorientasi dan membuat keputusan. Selain itu kemandirian

lansia juga berkurang yang ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam

aktivitas harian. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap kualitas hidup

lansia. Oleh karena itu masalah kualitas tidur pada lansia harus segera

ditangani (Stanley, 2011).


Penatalaksanaan dalam rangka meningkatkan kualitas tidur pada lansia

terbagi atas terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis

memiliki efek yang cepat. Namun demikian, penggunaan obat-obatan ini

menimbulkan dampak jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan lansia.


Hal ini dapat meningkatkan angka mortalitas pada lansia yang menggunakan

obat tidur. Penggunaan obat tidur secara terus menerus pada lansia

menimbulkan efek toksisitas yang tinggi. Toksisitas ini meningkat karena

adanya penurunan aliran darah dan motilitas gastrointestinal. Mengonsumsi

obat- obatan secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka mortalitas pada

lansia. Dengan demikian diperlukan terapi non farmakologis yang efektif dan

aman untuk meningkatkan kualitas tidur lansia (Smyth, 2013).


Prinsip penatalaksanaan non farmakologis untuk mengatasi gangguan tidur

adalah peningkatan kenyamanan dan rileks. Upaya yang membuat nyaman

sangat penting untuk membuat klien tertidur, terutama jika efek penyakit

seseorang mempengaruhi tidur (Potter & Perry,2015). Salah satu terapi non

farmakologi yang berpotensi memperbaiki kualitas tidur lansia adalah dengan

cara meminum madu (Hammad, 2013). Madu berfungsi memberikan

kenyamanan pada tubuh karena asam amino tryptofan yang di miliki madu

mampu mensintesis hormon melatonin yang mampu

memperbaiki kualitas tidur pada lansia (Agustina,2014).


1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
 Untuk mengetahui pengaruh madu terhadap kualitas tidur pada lansia

1.2.2. Tujuan Khusus


 Untuk menganalisis pengaruh madu
 Untuk menganalisis kualitas tidur pada lansia
 Untuk menganalisis pengaruh madu dan kualitas tidur pada lansia
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan informasi mengenai

pengaruh madu terhadap kualitas tidur pada lansia


1.3.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Program Studi Profesi Ners
Analisis jurnal ini dapat dijadikan bahan bacaan tentang Keperawatan

Gerontik yaitu pengaruh madu terhadap kualitas tidur pada lansia.


2. Bagi perawat
Analisi jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perawat

dalam memberikan Asuhan Keperawatan Gerontik di Panti Sosial

Tresna Werdha Ilomata.


3. Bagi Panti Asuhan Tresna Werda Ilomata
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan kesehatan

penyuluhan dalam mempermudah bagi Panti Sosial Tresna Werdha

Ilomata Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Gerontik.


4. Bagi Lansia
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi manfaat untuk

meningkatkan kualitas tidur lansia.

BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORI
2.1. Metode Pencarian
Analisis jurnal ini menggunakan metode pencarian jurnal dengan Google

Scholar dan mencari artikel terkait dengan alamat situs :

https://scholar.google.com.

Kata Kunci Hasil Pencarian


Madu 86.700
Kualitas Tidur 45.800
Lansia 38.600

2.2. Tinjauan Teori


2.2.1. Madu
A. Pengertian Madu
Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah dari nektar

bunga. Madu juga merupakan suatu campuran gula yang dibuat oleh lebah dari

larutan gula alami hasil dari bunga yang disebut nektar. Madu hasil dari lebah

yang ditampung dengan metode pengambilan moderen berupa cairan jernih

dan bebas dari benda asing (Gunawan, 2010)


B. Jenis Madu
Menurut Molan, (2012) Madu berdasarkan asal nektarnya dapat

digolongkan menjadi tiga bahagian yaitu :


1. Madu Flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Yang berasal

dari satu jenis bunga disebut madu monoflora, yang berasal dari aneka

ragam bunga disebut madu poliflora. Madu polyfloral dihasilkan dari

beberapa jenis tanaman dari nektar bunga.


2. Madu Ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar diluar bunga

seperti daun, cabang atau batang tanaman.


3. Madu Embun adalah madu yang dihasilkan dai cairan hasil suksesi

serangga yang meletakkan gulanya pada tanaman, kemudian dikumpulkan

oleh lebah madu dan disimpan dalam sarang madu.


Sedangkan madu berdasarkan proses pengambilannya menurut

Sarwono (2014) dapat digolongkan menjadi dua bahagian yaitu :


1. Madu Ekstraksi (Extracted Honey) Diperoleh dari sarang yang tidak rusak

dengan cara memusingkan atau memutarnya memakai alat ekstarktor.


2. Madu Paksa (Strained Honey) Diperoleh dengan merusak sarang lebah

lewat perasan, penekanan atau lewat cara lainnya.


C. Kandungan Madu
Tabel 1. Kandungan madu (Sihombing, 2011)

Komposisi Rataan Kisaran Nilai (meq)


Air 22,9 16,6-37
Fruktosa 29,2 12,2-60,7
Glukosa 18,6 6,6-29,3
Sukrosa 13,4 1,4-53
Asam bebas 41,31 10,33-62,21
pH 3,92 3,60-5,34

Madu juga mengandung enzim-enzim seperti diastase, glukosa

oksidase, katalase seperti vitamin A, betakaroten, vitamin B kompleks lengkap,

vitamin C, D, E dan K. selain itu juga dilengkapi mineral berupa kalium besi,

magnesium, fosfor, tembaga, mangan, natrium dan kalsium. Bahkan terdapat

hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh glukosa oksidase dan inhibin (Hamad,

2013).

D. Manfaat Madu

Beberapa manfaat dari madu yaitu :

1) Madu mudah dicerna, karena molekul gula pada madu dapat berubah

menjadi gula lain (misalnya fruktosa menjadi glukosa), madu mudah

dicerna oleh perut yang paling sensitif sekalipun, walau memiliki

kandungan asam yang tinggi. Madu membantu ginjal dan usus untuk

berfungsi lebih baik.


2) Madu bersifat rendah kalori, dimana diketahui kualitas madu lain adalah

jika dibandingkan dengan jumlah gula yang sama, kandungan kalori madu

40% lebih rendah. Walau memberi energi yang besar, madu tidak

menambah berat badan.


3) Madu dapat membantu pembentukan darah, dimana madu menyediakan

banyak energi yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan darah. Lebih

jauh lagi, ia membantu pembersihan darah. Madu berpengaruh positif

dalam mengatur dan membantu peredaran darah. Madu juga berfungsi

sebagai pelindung terhadap masalah pembuluh kapiler dan arteriosklerosis.


4) Madu dapat mengobati luka bakar, dimana madu telah dimanfaatkan untuk

manahan luka-luka bakar yang terjadi pada kulit. Jika diusapkan pada

daerah yang terbakar, madu akan mengurangi rasa sakit yang menyengat

dan mencegah pembentukan lepuhan (Jarvis.D.C., 2002)


5) Madu dapat menguatkan otot jantung (cardiotonic), dimana dalam kitab

dan ensiklopedia medis, Ibnu Sina menyebutkan bahwa madu dan buah

Delima dapat memberikan energi dan vitalis untuk menguatkan otot

jantung. Unsur glucose pada madu dapat meluaskan pembuluh arteri yang

berfungsi mentransfer makanan otot jantung, yang merupakan pendorong

dan penolong otot jantung dalam menjalankan fungsinya.


6) Madu dapat meredakan batuk dan menghilangkan dahak, dimana dengan

sebiji lemon direbus dalam air yang dipanaskan dengan api yang tenang

selama 10 menit, sehingga kulit lemon menjadi lembut. Setelah diangkat,

lemon tadi dibelah dua dan diperas. Air perasaan ditaruh ke dalam gelas

dan ditambahkan 2 sendok glyserin dan diaduk hingga rata. Lalu

ditambahkan madu hingga memenuhi gelas. Kondisi batuk parah yang

tidak mempan diobati dengan berbagai obat dapat disembuhkan dengan

madu.
7) Madu dapat mengobati sakit kepala dan sakit kepala sebelah. Dimana ada

jenis sakit kepala yang parah yaitu jenis tertentu dari sakit kepala sebelah

dan rasa sakitnya dapat dikurangi dengan mengkonsumsi madu, baik

disuntikkan maupun diminum. (Al Jamili.S., 2004)


8) Madu sebagai sumber energi, dimana madu terdiri dari 38% fruktosa dan

31% glukosa, yang mudah diubah menjadi energi oleh tubuh. Madu

merupakan campuran antara fruktosa-glukosa yang alami, dengan


kandungan oligosakarida, protein, vitamin dan mineral, yang dapat

membantu meningkatkan performa atlit, seperti yang dihasilkan oleh

minuman yang biasa dikonsumsi oleh atlit.


9) Madu sebagai antioksidan. Untuk kandungan antioksidan di dalam madu

berasal dari berbagai nutrisi yang terkandung seperti vitamin C, asam

organik, enzim, fenol dan flavonoid.Menggunakan madu sebagai

pengganti pemanis dapat mengoptimalkan fungsi antioksidan dalam tubuh.


10) Madu berguna sebagai obat kecantikan. Untuk masker madu dapat

membuat kulit kuat dan lembut. Masker madu yang tipis yang dioleskan

pada seluruh permukaan kulit muka dapat berupa madu asli saja atau

campuran madu dengan kuning telur. Masker madu lebih efektif daripada

krem dan salep, sebab madu tidak saja melembutkan kulit tetapi juga

memberi makan kulit. Karena madu bersifat hygroskopis maka sekresi

kulit terhisap, sekaligus madu sebagai desinfekstan. Dengan demikian kulit

muka tetap terjamin keawetan dan kesegarannya, halus, lembut, dan bebas

dari keriput dan benjolan yang merusak keindahan wajah.


11) Madu dapat mencegah insomnia (susah tidur). Dimana Dokter yang

berasal dari Rusia telah menganjurkan untuk mengkonsumsi satu sendok

sedang madu diwaktu pagi bagi penderita susah tidur, agar bisa cepat tidur

diwaktu malam hari. Namun pada kondisi susah tidur yang parah

dianjurkan untuk mengkonsumsi dua sendok kecil madu sebelum tidur.

Sementara itu, para dokter Inggris berpendapat bahwa madu mengandung

zat tidur yang tiada bandingannya, dan dapat menolak stres dan penyakit

sering tersentak dari tidur.


Madu merupakan jenis bahan makanan yang dapat membantu tidur

menjadi nyenyak dan rileks. Hal ini terjadi akibat asama amino triptofan yang

terkandung didalamnya. Asam amino triptofan merupakan asam amino esensial

yakni asama amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Dosis penggunaan

madu untuk orang dewasa yaitu 100-200 gr/hari (Almatsier, 2010).


E. Patofisiologi

Didalam tubuh, madu dimetabolisir seperti halnya gula sehingga

menyebabkan kadar serotonin (suatu senyawa yang dapat meredakan aktivitas

otak) meninggi. Jika kadar serotonin dalam otak meninggi yang menginduksi

pada relaksasi dan keinginan untuk tidur (Sarwono, 2011). Serotonin diubah

menjadi hormon melatonin oleh kelenjar pineal pada malam hari (dalam

keadaan gelap). Hormon melatonin ini memiliki peranan penting dalam

memelihara kualitas tidur kita (Paudi, 2014). Asam amino triptofan berfungsi

sebagai perkusor vitamin niasin dan pengantar syaraf serotonin yang berperan

dalam membawa pesan dari sel saraf yang satu ke yang lain (Almatsier, 2010).

Pada tahun 1961, Goldsmith melaporkan 60 mg triptofan berasal dari

makanan mempunyai pengaruh metabolik yang sama dengan 1 mg niasin.

Vitamin niasin merupakan komponen kunci pada banyak lintasan metabolik

yang mengenai metabolisme karbohidrat, lipid serta asam amino. Selain peran

asam amino triptofan yang terkandung dalam madu, jumlah karbohidrat yang

cukup tinggi dalam madu yaitu 82,4 gram / 100 gram juga dapat meningkatkan

kadar triptofan dalam darah (Almatsier, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Sydney,

Australia, glisemik yang terdapat pada makanan berkabohidrat tinggi bisa


membuat tidur lebih baik. Penelitian membandingkan seseorang yang

mengonsumsi makanan glisemik tinggi 90 menit sebelum waktu tidur, dan

orang yang mengonsumsi makanan rendah glisemik. Hasilnya, makanan yang

mengandung glisemik tinggi dapat meningkatkan konsentrasi trypthopan

amino acid (penghasil serotonin) didalam otak (Hadharah, 2014).

2.2.2. Kualitas Tidur


A. Pengertian
Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan

dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang

dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan – keluhan yang

dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup

ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor

kedalaman tidur (kualitas tidur). Beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas

dan kualitas tidur yaitu, faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan

gaya hidup. Dari faktor fisiologis berdampak dengan penurunan aktivitas sehari

– hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun, dan ketidak stabilan tanda

tanda vital, sedangkan dari faktor psikologis berdampak depresi, cemas, dan

sulit untuk konsentrasi (Potter dan Perry. 2015).


B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda – beda , ada

yang yang dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa

tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai

berikut, (Asmadi. 2013).


1) Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur

dengan nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang kondisinya kurang sehat

(sakit) dan rasa nyeri , makan kebutuhan tidurnya akan tidak nyenyak.
2) Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk

tidur. Pada lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak gaduh

(tenang), dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang

tersebut tertidur dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika lingkungan kotor,

bersuhu panas, susana yang ramai dan penerangan yang sangat terang, dapat

mempengaruhi kualitas tidurnya.


3) Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekwensi tidur.

Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan meningkatkan norepineprin

darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM

dan REM.
4) Diet
Makanan yang banyak menandung L – Triptofan seperti keju, susu,

daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya

minuman yang menandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.


5) Gaya hidup
Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula memengaruhi kualitas

tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan

nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebih akan menyebabkan periode

tidur REM lebih pendek


6) Obat – obatan
Obat – obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan

tidur, adapula yang sebaliknya mengganggu tidur.


C. Jenis-jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu

dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur

dengan gerakan bola mata lambat Non – Rapid Eye Movement – NREM.

(Asmadi, 2013).
1. Tidur REM
Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut

bisa disimpulkan bahwa seseorang dapat tidur dengan nyenyak sekali, namun

fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ini

ditandai dengan mimpi, otot – otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan

mata cepat (mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung

meningkat, ereksi penis tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan

metabolisme meningkat, tanda tanda orang yang mengalami kehilangan tidur

REM yaitu, cenderung hiperaktif, emosi sulit terkendali, nafsu makan

bertambah, bingung dan curiga.


2. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM

gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak

tidur. Tanda - tanda tidur NREM ini antara lain : mimpi berkurang, keadaan

istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun,

dan gerakan bola mata lambat. Pada tidur NREM ini mempunyai empat tahap

masing – masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang

otak.
a) Tahap I
Merupakan tahap tranmisi dimana seseorang beralih dari sadar

menjadi tidur. Ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh

otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata

bergerak ke kiri dan kekanan kecepatan jantung dan pernapasan menurun

secara jelas, seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan

dengan mudah.
b) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menerus. Tahap

ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh

menurun, pernapasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung sekitar

10 – 15 menit.
c) Tahap III
Merupakan tahap fisik yang lemah lunglai karena tonus otot lenyap

secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh

berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis.

Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.
d) Tahap IV
Merupakan tahap dimana seseorang tersebut tidur dalam keadaan

rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan

sulit dibangunkan. Pada tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.


Selain keempat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yakni

tahap V. Tahap ini merupakan tahap tidur REM dimana setelah tahap IV

seseorang masuk pada tahap V, yang ditandai dengan kembali bergeraknya

kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap

sebelumnya. Tahap ini berlangsung sekitar 10 menit, dan dapat pula terjadi

mimpi. Selama tidur malam sekitar 6 – 7 jam, seseorang mengalami REM

dan NREM bergantian sekitar 4 – 6 kali.


D. Gangguan Tidur
Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang dengan kualitas

tidur yang kurang. Menurut Khasanah dan Hidayati (2012), gangguan tidur

tergbagi 3 bagian sebagai berikut :


1. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur, atau

gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat

terbangun. Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab, badan lemas dan daya

tahan menurun sehingga menjadi mudah terserang penyakit, dan gejala

psikisnya : Lesu, lambat menghadapi rangsangan dan sulit berkonsentrasi.


2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah gangguan jumlah tidur yang berlebihan dan selalu

mengantuk di siang hari. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu pasien

tidak dapat menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap usia, tapi paling

sering pada awal remaja atau dewasa muda. Gejala fisik : mengantuk yang

hebat, gugup, depresi, harga diri rendah, hilangnya tonus otot dipicu oleh
emosi mengakibatkan immobilisasi, tidak mampu bergerak waktu mula – mula

bangun. Gejala psikis: halusinasi visual atau audio (pendengaran).


3. Parasomnia
Parasomnia adalah gangguan tidur yang tidak umum dan tidak

diinginkan, yang tampak secara tiba – tiba selama tidur atau terjadi pada

ambang terjaga dan tidur. Sering muncul dalam bentuk mimpi buruk yang

ditandai mimpi lama dan menakutkan. Gejala fisik : jalan watu tidur, kadang –

kadang berbicara waktu tidur, mendadak duduk ditempat tidur dan matanya

tampak membelalak liar. Gejala psikis : penderita jarang memngingat

kejadiannya.
2.2.3. Lansia
A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13

Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang

yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk 2012, Padila

2013).
Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami

kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya. Menjadi tua ditandai dengan

adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala – gejala kemunduran

fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi

mulai ompong, pendengaran dang penglihatan mulai berkurang, dan mudah

lelah. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif seperti suka

lupa (Maryam, dkk 2012, Wahyunita & Fitrah 2010).


B. Batasan Lansia
Menurut Kushariyadi (2012), Padila (2013), Wahyunita & Fitrah

(2010), WHO menggolongkan lansia menjadi 4 golongan, yaitu :


1. Usia pertengahan (middle age) usia 45 – 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) usia 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) >90 tahun
C. Karakter Lansia
Menurut Maryam, dkk (2012) dan Padila (2013), Budi Anna Keliat

membagi lansia dalam 3 karakteristik, yakni sebagai berikut :


1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang Kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif.


3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
D. Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Berikut adalah

beberapa tipe lansia menurut Maryam, dkk (2012), Padila (2012) dan Widyanto

(2014).
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.


2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.


3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak

menuntut.

4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.


5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh.


E. Teori Proses Penuaan
Terdapat banyak teori yang coba menjelaskan proses biopsikososial

dari penuaan. Namun, tidak terdapat satu teori tunggal yang dapat menjelaskan

kerumitan proses penuaan tersebut. Teori – teori itu dapat digolongkan dalam

dua kelompok, yaitu teori biologis dan teori psikologi. Berikut ini adalah

beberapa teori yang menjelaskan tentang proses menua menurut Padila (2013),

Potter & Perry (2015), dan Sunaryo, dkk (2016).


1. Teori Biologis
Teori bilogis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu teori stokastik

dan teori non stokastik.


a) Teori stokastik meninjau penuaan sebagai hasil kerusakan sel acak yang

terjadi seiring perjalanan waktu. Akumulasi kerusakan mengakibatkan

perubahan fisik yang dikenali sebagai karakteristik proses penuaan.


b) Teori nonstokastik, mekanisme fisiologis tubuh yang sudah terprogram

secara genetiklah yang akan mengatur proses penuaan.


2. Teori Psikologi
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang merespon pada tugas

perkembangannya. Pada dasarnya seseorang akan terus berjalan meskipun

orang tersebut telah menua. Teori ini juga menjelaskan perubahan perilaku,

peran, dan hubungannya yang terjadi pada penuaan.


F. Perubahan Patologis yang Lazim pada Usia Lanjut
Menurut Padila (2013) dan Sunaryo, dkk (2016) dengan

bertambahnya usia kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Hal tersebut

menyebabkan perubahan patologis pada tiap sistem tubuh. Berikut adalah

perubahan patologis pada lansia.


1. Perubahan pada Sistem Sensori
a) Penglihatan : penurunan dalam melakukan akomodasi, kontraksi pupil,

dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata.


b) Pendengaran : pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi

sensorineural, pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya

tangkap membrane timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot

dan ligament menjadi lemah dan kaku. Pada telinga bagian luar, kulit

menjadi lebih tipis dan kering.


c) Perabaan : perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil

karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai.


d) Pengecapan : penurunan jumlah dan kerusakan papilla atau kuncup –

kuncup perasa lidah.


e) Penciuman : penurunan atau kehilangan sensasi penciuman karena

penuaan dan usia.


2. Perubahan pada Sistem Integumen : kulit mengalami atrofi, kendur, tidak

elastis, kering dan berkerut.


3. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal : otot mengalami atrofi sebagai

akibat berkurangnya aktivitas. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan

pembentukan tulang melambat. Timbul beberapa penyakit seperti Penyakit

Sendi Degeneratif (PSD), nyeri leher dan punggung, nyeri bahu, nyeri

bokong, nyeri pada kaki.


4. Perubahan pada Sistem Neurologis : lansia mengalami kemunduran dalam

kemampuan mempertahankan posisi mereka dan menghindari jatuh.

Gangguan syaraf yang sering muncul antara lain dizziness, sinkop.


5. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular : jantung dan pembulun darah

mengalami perubahan, baik struktural maupun fungsional. Timbul

beberapa penyakit yakni hipertensi, penyakit jantung koroner, distritmia,

penyakit vaskuler perifer, penyakit katup jantung.


6. Perubahan pada Sistem Pulmonal : paru – paru kecil dan kendur,

pembesaran alveoli, penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu.

Timbul beberapa penyakit yakni pneumonia, tuberkolosis paru, Penyakit

Paru Obstruksi Menahun (PPOM) dan karsinoma paru.


7. Perubahan pada Sistem Endokrin : kadar glukosa darah meningkat,

ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat, residu urin dalam kandung

kemih meningkat. Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil.


8. Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria : membran basalis glomerulus

mengalami penebalan, penurunan aliran darah renal, penurunan kapasitas

kandung kemih, peningkatan volume residu, peningkatan kontraksi

kandung kemih yang tidak disadari.


9. Perubahan pada Sistem Gastrointestinal : terjadi perubahan morfologik

degeneratif mulai dari gigi sampai anus, antara lain perubahan atrofi pada

rahang, mukosa, kelenjar, dan otot – otot pencernaan.


10. Perubahan pada Sistem Reproduksi : selaput lender vagina

menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atropi payudara, testis

masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur –

angsur.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil

Author Judul/Tahun Metode Hasil Source


Surya Pengaruh Metode penelitian Ada pengaruh Google
Ferdian, Madu kuantitatif dengan madu terhadap Scholar
Tori Terhadap menggunakan kualitas tidur
Rihiantoro Kualitas desain quasi pada lansia
dan Ririn Tidur Pada experimental one
Sri Lansia/2015 group pre-post
Handayani test design tanpa
adanya kelompok
control. Sampel
pada penelitian
ini sebanya 30
responden yang
ditentukan
dengan teknik
purposive
sampling.
Irwina Non- Metode penelitian Terdapat Google
Angelia Pharmacolog ini menggunakan pengaruh madu Scholar
Silvanasari, ical jenis penelitian terhadap
Amita Intervention dengan kualitas tidur
Audilla dan To Increase pendekatan cross pada lansia
Ifa Nofalia Quality Of sectional. Jumlah
Sleep On The sampel sebanyak
Elderly/2016 38 responden.
Ni Luh Putu Melatonin Penelitian ini Melatonin dapat Google
Ayu Maha Dan menggunakan mengatur siklus Scholar
Iswari dan Melatonin randomized tidur dan
Anak Ayu Receptor control group melatonin
Sri Wahyuni Agonist pretest-posttest mempunyai
Sebagai design. Teknik dampak ataupun
Penanganan pengambilan pengaruh besar
Insomnia sampel dalam dalam
Primer penelitian ini pengaturan tidur
Kronis/2012 adalah seseorang, dan
probability juga melatonin
sampling dengan dapat
pendekatan menanggulangi
simple masalah
random gangguan tidur
sampling dengan
jumlah sampel
30

Herman Effect of Penelitian ini Di ketiga Google


Avner Honey on merupakan produk madu Scholar
Cohen, Nocturnal penelitian pre dan kelompok
Josef Cough and eksperimen plasebo, ada
Rozen, Mati Sleep dengan rancangan pengaruh yang
Berkovitch, Quality: penelitian One – signifikan dari
Haim A Double- Group Pretest-
malam sebelum
Kristal, blind, Posttest Design.
perawatan
Yoseph Randomized, Teknik
Laks, Placebo- pengambilan sampai malam
Avishalom Controlled sampel perawatan.
Pomeranz, Study/2012 menggunakan Namun,
Yosef Uziel, Total Sampling. peningkatannya
Eran Kozer, Jumlah sampel lebih besar pada
dan Haim pada penelitian kelompok madu
Efrat j. ini sebanyak 300
anak usia 1 tahun
hingga 5 tahun.

3.2. Pembahasan
Madu berfungsi memberikan kenyamanan pada tubuh karena asam amino

tryptofan yang di miliki madu mampu mensintesis hormon melatonin yang

mampu memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Tryptophan merupakan

prekursor serotonin dan serotonin dapat dirubah menjadi melatonin.

Pemberian asam amino tryptophan dapat meningkatkan sintesis serotonin


pada otak. Serotonin adalah neurotransmiter dan melatonin adalah

neurohormon. Serotonin maupun melatonin mempunyai efek tidur (Agustina

dan Saraswati, 2014).


Penelitian yang dilakukan oleh surya ferdian, tori rihiantoro dan ririn sri

handayani pada tahun 2015 tentang pengaruh madu terhadap kualitas tidur

lansia yang berumur 60-80 tahun yang mengalami gangguan tidur (insomnia)

mendapatkan hasil Setelah dilakukan pemberian madu selama 7 hari berturut-

turut dilakukan kembali pengukuran kualitas tidur pada lansia dan didapatkan

nilai rata-rata sebesar 10.75 sehingga terdapat perbedaan nilai rata-rata

sebesar 0.8 dengan standar deviasi 2.82. nilai pvalue = 0,002, berarti p-value

≤ α (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara kualitas tidur

sebelum diberikan madu dan sesudah diberikan madu. Adapun pemberian

madu dilakukan sebelum lansia tidur pada malam hari tepatnya 1 jam

sebelum waktu tidur malam dengan menggunakan madu beserta sendok

plastik berukuran 5 ml sebanyak 2 sendok.


Hal serupa diungkapkan oleh Herman Avner Cohen, Josef Rozen, Mati

Berkovitch, Haim Kristal, Yoseph Laks, Avishalom Pomeranz, Yosef Uziel,

Eran Kozer, dan Haim Efrat j. Pada tahun 2012. Penelitian ini mendapatkan

hasil Di ketiga produk madu dan kelompok plasebo, ada pengaruh yang

signifikan dari malam sebelum perawatan sampai malam perawatan. Namun,

peningkatannya lebih besar pada kelompok madu. Dosis madu yang diberikan

10 g madu kayu putih, madu jeruk dan plasebo dan diberikan 30 menit

sebelum tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Irwina Angelia, Silvanasari, Amita Audilla,

dan Ifa Nofalia tahun 2016 tentang Non-Pharmacological Intervention To


Increase Quality Of Sleep On The Elderly: A Systematic Review menunjukkan

hasil bahwa kualitas tidur dapat dilakukan dengan beberapa terapi non

farmakologis, salah satunya dengan mengkonsumsi madu. Mengkonsumsi

madu sebelum tidur bisa membuat perasaan lebih rileks dan tenang, sehingga

membuat tidur menjadi nyenyak. Madu sangat ampuh menciptakan rasa

tenang karena merangsang pelepasan melatonin dan membatasi pelepasan

hormon orexin yang membuat otak menjadi lebih waspada. Madu

Meningkatkan Produksi Melatonin. melatonin adalah sebuah hormone yang

diproduksi oleh sebuah kelenjar pineal pada otak, melatonin berguna untuk

mengatur siklus antara bangun dan tidur, kandungan manis dalam madu

juga dapat menenangkan dan sedikitnya kandungan gula pada madu

membuat insulin pada tubuh menjadi meningkat sehingga penyebaran zat

triptoofan menjadi maksimal.


Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Ni Luh Putu Ayu Maha Iswari

dan Anak Ayu Sriwahyuni pada tahun 2012 tentang Melatonin Dan

Melatonin Receptor Agonist Sebagai Penanganan Insomnia Primer Kronis

menunjukan hasil bahwa melatonin dapat mengatur siklus tidur dan melatonin

mempunyai dampak ataupun pengaruh besar dalam pengaturan tidur

seseorang, dan juga melatonin dapat menanggulangi masalah gangguan tidur.

Melatonin menimbulkan efek hipnotik melalui penekanan neuronal firing dan

berperan dalam memicu tidur. Karena itu melatonin tidak akan menimbulkan

efek sedatif seperti yang terjadi pada pemberian terapi farmakologis.

Melatonin merupakan hormon yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar

pineal sebuah kelenjar yang berukuran sekitar 1 cm, terletak pada midline di
otak. Di kelenjar pineal, serotonin mengalami perubahan melalui proses kimia

menjadi melatonin (N-acetyl5-methoxytryptamin). Melatonin disekresikan

langsung ke dalam sirkulasi dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Melatonin

juga disekresikan ke dalam cairan cerebrospinal melalui pineal recess.


Manfaat madu sebagai obat untuk menyembuhkan segala macam penyakit

salah satunya gangguan tidur terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah

Subhanahu wata’ala berfirman “Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah,

‘buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-

tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari segala (macam) buah-

buahan lalu empuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari

perut lebah tu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di

dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang

yang berpikir’.” (AnNahl [16] : 68-69). Di dalam Al-Hadist juga

menyebutkan bahwa madu merupakan salah satu obat yang mampu

menyembuhkan segala macam penyakit, Imam Bukhari meriwayatkan dari

Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah bersabda: ‘Kesembuhan ada pada

tiga;minum madu, berbekam dan mengecosdengan api (besi yang

dipanaskan). Dan,aku melarang umatku (berobat dengan)pengecosan’.”


Tryptophan merupakan prekursor serotonin dan serotonin dapat dirubah

menjadi melatonin. Pemberian asam amino tryptophan dapat meningkatkan

sintesis serotonin pada otak. Serotonin adalah neurotransmiter dan melatonin

adalah neurohormon. Serotonin maupun melatonin mempunyai efek tidur.

Melatonin merupakan hormon yang dapat mengendalikan kadar hormon


hormon lain. melatonin dapat mengatur siklus tidur dan melatonin

mempunyai dampak ataupun pengaruh besar dalam pengaturan tidur

seseorang, dan juga melatonin dapat menanggulangi masalah gangguan tidur

(agustina dan saraswati, 2014). Madu merupakan salah satu terapi non medis

yang dapat memperbaiki kualitas tidur lansia. Selain itu juga pemberian madu

untuk mengatasi gangguan tidur merupakan pengobatan gratis, tanpa efek

samping seperti pengobatan farmakologis (Hammad, 2013). Penggunaan obat

tidur secara terus menerus pada lansia yang dapat menimbulkan efek

toksisitas yang tinggi.Toksisitas ini meningkat karena adanyapenurunan aliran

darah dan motilitas gastrointestinal. Penurunan fungsi ginjal pada lansia yang

diperburuk dengan konsumsi obat-obatan secara terus menerusakan

menyebabkan gagal ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

peningkatan angka mortalitas pada lansia, dengan demikian diperlukan terapi

non farmakologis yang efektif dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur

lansia (Stanley, 2011).

3.3 Implikasi Keperawatan

Dari beberapa penelitian diatas menjelaskan bahwa madu mempunyai

peranan penting untuk kualitas tidur pada lansia, karena madu berfungsi

memberikan kenyamanan pada tubuh karena asam amino tryptofan yang di

miliki madu mampu mensintesis hormon melatonin yang mampu

memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Tryptophan merupakan prekursor

serotonin dan serotonin dapat dirubah menjadi melatonin. Pemberian asam


amino tryptophan dapat meningkatkan sintesis serotonin pada otak. Serotonin

adalah neurotransmiter dan melatonin adalah neurohormon.

Pemberian madu ini bisa dijadikan masukan bagi perawat sebagai

intervensi non farmakologis untuk klien atau lansia yang mengalami kualitas

tidur yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan-

gangguan antara lain, seperti: kecenderungan lebih rentan terhadap penyakit,

pelupa, konfusi, disorientasi serta menurunnya kemampuan berkonsentrasi

dan membuat keputusan. Selain itu kemandirian lansia juga berkurang yang

ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam aktivitas harian. Hal ini tentu

berdampak buruk terhadap kualitas hidup lansia.


BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah dari nektar bunga.

Madu juga merupakan suatu campuran gula yang dibuat oleh lebah dari

larutan gula alami hasil dari bunga yang disebut nektar.


Madu memiliki banyak khasiat yang baik untuk kesehatan baik

dikonsumsi pada lansia maupun anak-anak. Salah satu manfaat madu yang

baik untuk lansia adalah untuk membantu kualitas tidur pada lansia. Madu

berfungsi memberikan kenyamanan pada tubuh karena asam amino tryptofan

yang di miliki madu mampu mensintesis hormon melatonin yang mampu

memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Tryptophan merupakan prekursor

serotonin dan serotonin dapat dirubah menjadi melatonin. Pemberian asam

amino tryptophan dapat meningkatkan sintesis serotonin pada otak. Serotonin

adalah neurotransmiter dan melatonin adalah neurohormon.


4.2. Saran
4.2.1. Bagi Program Studi Profesi Ners
Analisis jurnal ini dapat dijadikan bahan bacaan tentang Keperawatan

Gerontik yaitu pengaruh madu terhadap kualitas tidur pada lansia.


4.2.2. Bagi perawat
Diharapkan Analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan

bagi perawat dalam memberikan asuhan Keperawatan Gerontik di panti

asuhan tresna werdha ilomata.

4.2.3. Bagi Panti Asuhan Tresna Werda Ilomata


Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan kesehatan

penyuluhan dalam mempermudah bagi panti asuhan tresna werdha ilomata

dalam melaksanakan asuhan Keperawatan Gerontik.


4.2.4. Bagi Lansia
Diharapkan terapi madu dapat meningkatkan kualitas tidur pada

lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina & Saraswati. 2014. Pemberian Suplemen Asam Amino Tryptophan


sebagai Upaya Menurunkan Kanibalisme Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Diunduh di
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ janafis/article/view/2568.
[13/02/2015]
Almatsier, S. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka.
Angelia, Irwina; Silvanasari; Audilla, Amita dan Nofalia,Ifa. 2016. Non-
Pharmacological Intervention To Increase Quality Of Sleep On The
Elderly: 1-7

Asmadi. (2013). Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu


Cohen, Avner Herman; dkk. 2012. Effect of Honey on Nocturnal Cough and
Sleep Quality: A Double-blind, Randomized, Placebo-Controlled Study: 1-
9.
Ferdian, Surya; Rihiantoro, Tori & Srihandayani, Ririn. 2015. Pengaruh Madu
Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia: 1-8
Gunawan, D dan Mulyani, S. (2010). Ilmu Obat Alam. Jilid I. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hadharah; dkk. 2014. Sehat Dengan Terapi Madu. Solo: Kiswah Media.
Hamad, Said. 2013. 99 Resep Sehat dengan Madu. Solo: Aqwa Medika.
Iswari, Ni Luh Putu Ayu Maha dan Wahyuni Anak Ayu Sri. 2012. Melatonin Dan
Melatonin Receptor Agonist Sebagai Penanganan Insomnia Primer Kronis:
1-14
Khasanah, K dan Hidayati, W. (2012). Kualitas Tidur Lansia Balai
RehabilitasiSosial “MANDIRI” Semarang. Journal Nursing Studies, 1,
189-196.
Kushariyadi. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika.
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2012).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Molan, P.C. 2012. Using Honey in Wound Care. International Journal of Clinical
Aromatherapy France. 3(3): 21-24
Nugroho. (2012). Keperawatan gerontik & geriatrik, edisi 3. Jakarta : EGC
Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2015). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Prasadja A. Ayo bangun! Dengan bugar karena tidur yang benar. 2011. In.
Jakarta:Hikmah
Sarwono. 2014. Lebah Madu. Jakarta: Agromedia Pustaka

Sihombing, D. T. H. (2011), Lebah Madu. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.
Smyth, C. (2007). The Pittsburgh SleepQuality Index (PSQI).

Stanley, M dan Beare, P.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta : EGC
Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, U. A., Riyadi, S., &
Kuswati, A. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Wahyunita, V. D., & Fitrah. (2010). Memahami Kesehatan pada Lansia. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
WHO. (2018). World Health Organization Quality of Life.WHO.
Widyanto, F. C. (2014). Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai