Anda di halaman 1dari 80

Kuliah 1

KONSEP HUKUM KESEHATAN

Masalah kesehatan merupakan hal penting bagi manusia. Manusia selalu berusaha
untuk sehat. Maka jika sakit maka segera dia berupaya untuk mendapatkan
kembali kesehatannya. Berbagai orang pandai dia datangi, untuk berkonsultasi,
untuk berobat, dengan harapan sakitnya dapat segera hilang, dan dia menjadi
sembuh.
Kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak –
kurang- berarti. Demikian sering kata-kata ini terdengar. Hal ini menunjukkan
bahwa kesehatan atau sehat adalah kebutuhan manusia.
Juga, ada dua hal yang menjadi modal utama manusia, tapi sering manusia sia-
siakan, yaitu: waktu dan kesehatan.
Apa itu kesehatan?

DEFINISI KESEHATAN.
Kesehatan dapat dimengerti dari beberapa definisinya, dan juga untuk mencapai
sehat diperlukan berbagai sarana.

-Sehat dalam pengertian holistik.


Sehat sering hanya dilihat dari unsur badan saja. Padahal jelas sekali bahwa
manusia itu tidak hanya badan. Sebagai contoh .., pada saat kita menyebut kata
manusia itu, memang yang terlihat pada manusia itu adalah badannya. Terlebih
saat dikatakan manusia itu badannya panas. Tampak sekali yang sakit adalah
badannya, yaitu badanya sakit panas. Jika kemudian diukur suhu tubuhnya
menggunakan termometer, maka terlihat di alat tersebut suhunya 39 derajat
celsius –misalnya-. Dan jika kemudian dahinya dipegang, terasa hangat ditangan
kita. Jelas.., bahwa yang sakit adalah badannya.

Kajian pada aspek fisik ini memang telah mereduksi keutuhan manusia.
Perkembangan ilmu fisik manusia dalam kajian biomedik, sepertinya telah
membuat manusia meyakini bahwa apa saja yang ada pada tubuh ini hanyalah
fisik ini saja. Oleh karena kajian dilakukan pada makhluk hidup, maka kajiannya
disebut biomedik. Hal ini jelas reduksi yang salah dari kemanusiaan manusia.
Hanya saja, saat dikatakan manusia itu jahat. Miskipun badanya tampak sehat,
tapi, jiwanya tidak sehat. Yang ditunjuk dalam kalimat itu jelas bukanlah
badannya, tapi .. jiwanya.

Jadi,.. saat kita mengatakan itu adalah manusia, maka secara implisit kita
menunjuk badannya manusia itu dan juga jiwanya manusia itu. Bukan hanya
badannya. Dalam hal ini, jiwa tersebut, saya sebut sebagai jiwa individual.

Sehingga, memahami manusia seharusnyalah melihat badan (fisik) dan juga jiwa
(mental). Hal ini membawa konsekuensi bahwa manunjuk manusia sehat, harus
juga memperhatikan aspek fisik dan mentalnya.

Selain itu ..

Manusia hidup pada kenyataannya tidak mungkin hidup sendiri. Manusia untuk
hidup selalu membutuhkan manusia lain. Kemampuan untuk berhubungan dengan
manusia yang lain tidak dipenuhi dari keberadaan fisiknya saja, tapi lebih
membutuhkan kesadaran akan jiwa sosialnya.

Kesehatan jiwa ‟individual‟nya manusia lebih memberi pengaruh banyak untuk


membentuk manusia yang sehat diaspek sosialnya atau yang saya beri istilah ‟jiwa
sosial‟nya. Artinya aspek sosialnya manusia terbentuk dari kemampuan jiwa
individualnya untuk berinteraksi dengan manusia yang lain, membentuk
kebersamaan hidup, saling membantu, tolong menolong. Jiwa sosialnya inilah
yang merupakan komponen sosial manusia.

Seseorang yang tidak mampu bekerja sama dengan orang lain, dapat dikatakan
jiwa sosialnya tidak sehat. Mungkin dia sehat jiwa individualnya, tetapi tidak
untuk jiwa sosialnya. Miskipun sebenarnya tidak mudah untuk memisahkan jiwa
individual dengan jiwa sosialnya.

Seorang sehat aspek sosialnya, maka akan mampu melakukan interaksi bersama
dengan orang lain, untuk melakukan usaha bersama, dan memberikan hasil akhir
yang bermanfaat bagi kehidupan bersama. Misalnya,.. jika ada sebuah barang
yang beratnya 150 kilogram. Maka untuk untuk memindahkan barnag itu, seorang
manusia sendirian tidak mungkin mampu melakukan.

Maka,..untuk mengangkat barang tersebut haruslah dilakukan bersama dengan


orang lain. Jika kemudian terdapat empat orang, dan kemudian empat orang itu
bersama-sama memindahkan barang tersebut, dengan diangkat bersama, maka
akan mudah dan dapatlah memidahkan barang itu. Kemampuan bekerja bersama
dengan orang lain, untuk menghasilkan suatu usaha, atau ouput, yang bersifat
produktif, itu menunjuk akan adanya suatu kondisi sehat sosial dari individu itu.
Hal inilah yang disebut sebagai sehat sosialnya.

Manusia yang utuh dan sehat secara holistik juga harus memperhatikan aspek
sosialnya. Sehingga, . manusia sehat adalah manusia yang fisik, mental dan
sosialnya sehat.

Melihat manusia secara holistik berarti melihat manusia dari unsur fisik, mental
dan sosialnya. Juga berarti sehat secara holistik adalah sehat fisik, mental dan
sosialnya.

sosial

mental

fisik

Gambar 1: Aspek FIMENSO sebagai Konsep Holistik

-Menurut Undang Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992.


Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
untuk hidup produktif baik ekonomi maupun sosial.-

Di dalam undang undang kesehatan tersebut, tersurat jelas komponen badan,


jiwa, sosial, produktif, ekonomi, dan kesejahteraan sebagai unsur dalam
pengertian sehat.

Sebagaimana disebutkan dalam konsep sehat menurut pengertian holistik, ..maka


sehat harus memperhatikan aspek badan, jiwa, dan sosilanya. Sebagai contoh..
Orang yang sakit panas, kemudian dia berobat ke dokter, dan kemudian
didiagnosa radang tenggorokan. Maka, jelas dengan mudah, kita juga akan
mengatakan bahwa orang itu sedang sakit. Bahkan, dokter menyuruhnya istirahat
dan dokter membuat surat keterangan sakit tidak masuk kerja selama dua hari.
Ilustrasi tadi jelas menggambarkan ketidaknormalan fisiologis dari badan, dan kita
katakan sebagai sakit.

Hanya saja tidak hanya badan yang menjadi bahan pertimbangan orang itu sehat
atau sakit. Unsur jiwa juga menjadi perhatian. Orang yang sehat badannya. Yang
terlihat dari kadar gula darah, cholesterolnya normal. Jantungnya normal. Tekanan
darahnya normal. Paru-paru dan sistem respirasinya normal. Sistem sarafnya
normal. Hanya saja jiwanya mengalami gangguan. Orang itu tidak dapat tidur
kalau tidak mendapat obat dari dari dokter jiwa. Orang itu pernah mondok di
rumah sakit jiwa. Maka,.. orang seperti inipun dikatakan tidak sehat, dia
menderita gangguan kejiwaan. Dan dia orang .. sakit.

Orang yang badannya sehat dan jiwanya sehat, akan dapat melakukan berbagai
macam kegiatan, seperti makan, minum, belajar, bekerja dan lain sebagainya.
Mampu melakukan berbagai macam pekerjaan yang bersifat produktif. Misalnya
menghasilkan uang, maka secara ekonomis dia produktif.
Jiwa sebagai bagian dari manusia utuh dapat disebut sebagai “jiwa mandiri”. Jiwa
yang terdapat dalam sebuah badan. Orang sehat jika sehat badannya dalam arti
tidak sakit dan penyakit pada badannya, juga orang tersebut jiwa sehat. Jiwanya
dapat digunakan untuk mendorong lahirnya pikiran-pikiran positif. Jiwanya
mandiri, pada tubuh sendiri.

Hanya saja, oarang tidak dapat hidup sendiri. Orang untuk hidup jelas
membutuhkan orang lain. Mungkin juga membutuhkan makhluk selain manusia.
Kebutuhan akan orang lain itu mutlak. Bahkan untuk pertama kali proses
pembentukan manusia pun, memerlukan seorang ibu yang mengandungnya. Jelas
orang akan selalu memerlukan orang lain untuk dapat hidup di dunia ini dengan
enak. Orang harus bekerja, dan berusaha untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya. Tetapi tidak mungkin semua kebutuhan itu akan terpenuhi hanya
dengan usaha sendiri. Bekerja sendiri memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa ada
keterlibatan orang lain. Sedikit atau banyak tetap memerlukan orang lain.
Hanya saja, mungkin terdapat orang yang lebih merasa senang dan tenang kalau
sendirian. Jika berkelompok dengan orang lain dia, akan mengalami mengalami
kebingungan, bahkan, jika dilihat orang. Perilakunya menjadi tampak aneh, atau
jika berkumpul dengan orang dia menjadi anti sosial. Dia melihat orang lain itu
serasa hanya melihat kelemahan dirinya. Maka dia kemudian menyendiri lagi.
Tidak suka melakukan silaturahmi. Dia .. mengalami gangguan dalam
berkehidupan bersama. Aspek sosialnya .. lemah. Boleh jadi orang demikian
dikatakan tidak sehat. Setidaknya,.. kesehatannya sosialnya.

Orang yang sakit sosialnya, dapat dilihat dari ketidakmampuannya untuk


melakukan usaha untuk bekerja-sama. Misalnya, jika diajak untuk bersama-sama
melakukan siskamling, maka orang tersebut tidak mau, tidak merasa memiliki
rasa kebersamaan, bahkan mencemoohkan, dan lain sebagainya. Kemampuan
bersosialisasi merupakan salah satu indikasi sehat, yang juga harus diperhatikan
dalam menentukan sehat tidaknya seseorang.

Seseorang yang sehat badannya. Dia mampu mengendalikan dirinya. Dia sehat
badan dan jiwanya. Juga dia mampu berkehidupan bersama, membentuk diri,
menjadi bagian dari masyarakat lingkungannya. Bersama bekerja dan berperan
membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan aman. Artinya, dia juga sehat dari
aspek sosialnya. Juga, produktif secara sosial. Juga dari kehidupannya di
masyarakat dia bekerja, dan mampu memperoleh penghasilan. Dia juga produktif
secara ekonomi. Kesejahteraan dia peroleh baik aspek sosial dan ekonomi.
Mungkin demikianlah definisi sehat menurut undang undang kesehatan tersebut.

Secara sederhana konsep sehat menurut undang undang kesehatan ini dapat
digambarkan sebagai berikut –lihat gambar 2-

-Sehat menurut konsep ekologis adalah keadaan seimbang antara host, agent
dan environment-
Untuk dapat sehat, memerlukan makanan yang baik, minuman yang bersih,
memerlukan pakaian, udara yang bersih, memerlukan lingkungan biotik dan
abiotik yang mendukung terpeliharanya kesehatan tubuh manusia.
Pada prinsipnya untuk sehat diperlukan lingkungan yang sehat, yang mendukung
untuk terpeliharanya kesehatannya manusia. Bahkan tidak sekedar istilah
memerlukanlingkungan yang bersih, tetapi memerlukan lingkungan yang
seimbang dengan kebutuhan kesehtan manusia.

Suatu keseimbangan ekosistem diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan


populasi yang ada di lingkungan itu.

Sehat menurut konsep ekologis mempertimbangkan keberadaan tiga unsur, yaitu:


1) host yaitu manusia, 2) agent yaitu penyebab sakit, dan 3) lingkungan –
environment- yaitu tempat populasi –manusia- itu hidup.

Keseimbangan ketiga unsur tersebut mutlak diperlukan untuk mencapai derajat


sehat. Hanya saja ketiga unsur itu selalu bergerak, sehingga usaha untuk
mempertahankan sehat adalah sebuah kegiatan dinamis. Tidak seperti sebuah
keseimbangan mati, tetapi keseimbangan yang selalu diusahakan, karena ketidak
stabilan kondisi ketiga unsur penentu kesehatan itu.

Konseptual, sehat secara ekologik digambarkan sebagai sebuah neraca –lihat


gambar 3-

Neraca sehat dalam konsep ekologis terdiri atas manusia –host-, dan penyebab
sakit –agent- sebagai lengan timbangan, dan lingkungan –environment- sebagai
titik tumpuan.

Posisi host dan agent harus lurus dan seimbang, dan posisi environment harus
dapat diatur agar terbentuk keseimbanagn antara host dan agent. Juga, keberadaan
host dan agent harus dapat dikontrol agar selalu terbentuk kondisi seimbang. Pada
prinsipnya, ketiga unsur itu harus selalu dinamis. Kesehatan selalu berusaha untuk
membuat kondisi ketiga unsur tersebut menghasilkan keseimbanngan host dan
agent.
Hanya saja harus dimengerti, bahwa host adalah selalu manusia. Sementara
environment dan agent tidak boleh dimengerti sebagaimana arti terjemahannya.
Agent dan environment harus dalam difahami dalam arti yang luas.

Agent sebagai penyebab sakit, dapat difahami sebagai unsur biotik, yaitu kuman
penyebab sakit, seperti virus, prion, bakteri, parasit dan lain-lainnya. Tapi
mungkin juga agent itu adalah manusia juga. Juga mungkin agent itu adalah unsur
abiotik, seperti racun, makanan yang tidak diterima oleh tubuh –alergen-.
Mungkin juga agent itu adalah psikogen –penyebab gangguan jiwa-. Seperti
keramaian, kesusahan, problema berat, dan lain sebagainya.

Sedang, untuk pengertian environment,...

Environment adalah medium –media- dimana host dan agent berada. Medium
mana dapat berubah-ubah dan perubahan yang terjadi pada medium itu dapat
mempengaruhi keseimbangan host dan agent.

Boleh jadi perubahan itu secara khusus hanya mempengaruhi salah satunya –host
saja atau agent saja-, tapi dapat juga mempengaruhi keduanya.

Misalnya, pada musin hujan. Suhu lingkungan menjadi lebih dingin. Terjadi
genangan air lebih banyak. Sampah sukar mengering, sehingga pembusukan lebih
mudah. (lihat gambar 4: environment bergeser ke kiri. Sehingga mengakibatkan
ketidak seimbangan host dengan agent). Pembusukan sampah organik, merupakan
media untuk lalat menaruh telurnya. Maka, dapat dibayangkan. Terjadi jumlah
lalat yang banyak. Terjadi peningkatan jumlah nyamuk. Lalat dan nyamuk
merupakan vektor –pembawa- penyakit seperti desentri, demam berdarah,
gangguan pencernaan, tifus, muntaber, chikungunya, dan lain sebagainya. Disini
environment mempengaruhi agent (menjadi lebih virulen), juga mempengaruhi
host. Hal mana berakibat tidak terbentuknya keseimbangan host dan agent.

Host agent

environment
Gambar 4: Pergeseran E mempengaruhi keseimbangan H & A
Juga pada musim hujan, suhu dingin menyebabkan sistem saraf simpatis manusia
meningkat, dan parasimpatis menurun. Sehingga pencernaan mudah mengalami
gangguan, seperti kembung, dan ‟masuk angin‟. Kondisi demikian membuat
manusia menjadi tidak sehat –mudah sakit-. Disini environment mempengaruhi
host.

Juga harus diingat, bahwa tubuh manusia adalah lingkungan juga, bagi tumbuhnya
kuman komensal –kuman coli di usus besar- yang keberadaannya juga diperlukan
oleh tubuh manusia.

Juga,.. harus dimengerti, bahwa enviroment tidak hanya medium dalam arti fisik.
Boleh jadi environment adalah medium psikik. Seperti lingkungan yang kumuh,
tidak teratur, banyak kejahatan. Lingkungan demikian adalah medium psikik yang
buruk untuk kesehatan jiwa. Sehingga environment dalam hal ini dapat
merupakan psikogen atau menjadi agent.

Keberadaan enviroment tidak hanya berarti pemeliharaan lingkungan yang bersih


dan aman, dimana disitu manusia tinggal. Tapi juga, keberadaan lingkungan yang
lebih luas yang secara tidak langsung dan langsung juga berpengaruh pada
kesehatan manusia. Jadi, termasuk pengertian environment disini adalah
keberadaan lingkungan yang lebih luas. Seperti,.. adanya hutan dengan pohon-
pohonnya. Keberadaan hutan yang terlindungi juga menjadi pertimbangan untuk
mendapat sehat. Bagaimana jika hutan itu gundul? Maka secara langsung akan
berpangaruh pada kualitas dan kuantitas air bawah tanah. Keberadaan hutan juga
berpengaruh pada kesehatan udara. Dengan banyak pepohonan, maka kualitas
oksigen akan lebih baik, banyaknya dedaunan akan mampu menangkap debu,
sehingga udara menjadi lebihbersih. Padahal air dan udara merupakan kebutuhan
utama manusia, selain makanan.

Jadi pengertian lingkungan disini termasuk lingkungan udara, tanah, dan air Suatu
pengelolaan host, agent dan environment yang dinamis dan tepat, diperlukan
untuk membentuk keseimbangan dari ketiga unsur tersebut. Hasil akhir dari
keseimbangan dari host, agent dan environment adalah sehat.

-Konsep sehat ekologik alternatif


Ilustrasi keseimbangan ekologik yang dinamis, dapat saya gambarkan sebagai
segitiga sama kaki, halmana ketiga sisinya dalah host (H), agent (A) , dan
environment (E). Posisi A,H, dan E dinamis. Posisi E tidak selalu sebagai alas,
tapi dapat berubah sebagai sisi yang mana saja. Asal panjang sisi sisi itu tetap
sama, maka sehat menurut konsep ekologik terpenuhi. Perubahan panjang salah
satu sisi saja dari segitiga sama sisi itu, akan merubah konsep keseimbangan, dan
menjadikan segitiga itu tidak sama sisi lagi, yang berarti sakit. Lihat gambar 5&6.
AGENT HOST

ENV

Gambar 5: konsep sehat ekologis


Terdapat keseimbangan dari sisi A,H,E

AGENT HOST

ENV

Gambar 6: Perubahan panjang di sisi E yang merubah konsep


Sehat ekologik.

Perubahan bentuk dari segitiga sama sisi, ke bentuk segitiga yang lain
menunjukkan adanya ketidak-seimbangan dan itu merupakan adanya penyakit
dalam diri individu itu.

Hanya saja harus dimengerti bahwa pada setiap orang, besar, kecilnya segitiga itu
berbeda-beda. Perbedaan itu terjadi terkait dengan adanya perbedaan lingkungan
(environment) dari invidu itu berbeda-beda. Juga, dapat jadi perbedaan itu tidak
menyolok pada orang yang selingkungan, karena memiliki pola ekosistem yng
relatif sama. Hanya saja perbedaan itu dapat sangat jelas, jika lingkungan atau
ekosistem dari masyarakat satu dengan yang lain itu mencolok. Seperti, penduduk
Irian pedalaman, akan memiliki ukuran segitiga yang berbeda dengan penduduk
Bali, misalnya. Perbedaan itu tidak menjadi masalah, selama segitiga itu
merupakan segitiga sama sisi,.. maka mereka dikatakan sehat.
Contoh kasusnya adalah sel darah merah penduduk Irian Jaya berbentuk bulan
sabit. Bentuk sel bulan sabit ini dapat dikatakan sebagai kondisi adaptasi terhadap
lingkunganyang endemik malaria. Bentuk sel darah bulan sabit tersebut membuat
merozoit tidak dapat berkembang di dalam sel darah merah, hal mana berakibat
plasmodiun tidak dapat berkekembang biak dalam tubuh orang tersebut. Sehingga,
.. orang-orang irian jaya akan kebal terhadap infeksi malaria.

Sementara, .. dikatakan kalau olah dengan sel darah merah berbentuk bulan sabit
maka dia dikatakan memiliki sel darah merahnya tidak normal, dan potensial
menderita anemia yang disebut sickle cell anemia. Tetapi hal itu tidak berlaku
bagi orang irian. Bentuk sel darah merah yang berbentuk bulan sabit tersebut
adalah bentuk yang ideal. Karena memberi mereka kemampuan atau kekebalan
dari infeksi malaria. Kondisi sel darah –berbentuk bulan sabit- tersebut merupakan
proses alami untuk memenuhi konsep sehat ekologik.

Selanjutnya,.. bentuk sel darah merah orang Bali, pada umumnya adalah ‟normal‟,
maksudnya sel darah merahnya tidak berbentuk bulan sabit, sama seperti pada
umumnya sel darah manusia yang lain. Bentuknya adalah cekung ditengah.
Bentuk sel darah merah yang normal tersebut adalah sel darah merah yang
diperlukan oleh merozoit untuk dapat berkembang biak. Boleh jadi jika orang bali
datang ke irian jaya, maka akan dengan mudah terkena infeksi malaria. Dan
menjadi sakit malaria. Bahkan, .. beresiko meninggal dunia. Hal ini terjadi, karena
tidak terbentuk keseimbangan antara agent, host dan environment.

-Konsep sehat prismatik


Sehat merupakan kebutuhan manusia. Hanya saja, diatas semua kebutuhan
manusia tersebut, tidak dapat tidak manusia membutukan tuhan. Tuhan diyakini
oleh manusia keberadaannya. Keberadaan tuhan sebagai dzat yang menciptakan
manusia dan alam semesta. Kebutuhan terhadap tuhan mutlak adanya. Orang akan
merasa kehilangan pegangan saat kehilangan tuhan.

Manusia normal, tidak bisa tidak, pasti bertuhan dan akan berusaha melaksanakan
perintah tuhannya. Mempertahankan ketaatan pada tuhan merupakan komponen
sehat, bahkan yang utama. Dapat dikatakan orang yang tidak dapat mentaati tuhan
adalah orang yang tidak sehat.
Memperhatikan konsep sehat prismatik, maka penulis perlu menambahkan adanya
aspek spiritual reliji dalam konsep sehat ekologik. Hanya saja, topografi dari
konsep sehat prismatik terbentuk sebagai prisma yang tersusun atas 4 buat segitiga
sama kaki. Ke-empat segitiga tersebut harus selalu terjaga panjang rusuk-
rusuknya agar bentuk prismatiknya selalu sempurna. Empat segitiga itu dapat
digambarkan sebagai 1) ketuhanan (spiritual reliji); 2) kemanusiaan (host); 3)
lingkungan (environment); dan 4) penyebab sakit (agent).
A

H E

Gambar 7: Konsep Sehat Prismatik


HAER (host,agent,environment, reliji)

-Proses untuk mencapai sehat.


Usaha untuk mendapat sehat dibutuhkan perencanaan yang baik. Usaha untuk itu
dikenal dengan usaha yang paripurna. Usaha untuk mencapai sehat dilakukan
tidak diawali dengan mengobati orang sakit. Malah jauh sebelum orang itu
menjadi sakit usaha untuk mendapat sehat harus sudah dilakukan.
Tahap pertama kali yang harus dilakukan adalah promotif, yaitu usaha
memberikan pengetahuan pada manusia –masyarakat- untuk memahami masalah
kesehatan. Berbagai penelitian sudah menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan
berkorelasi dengan derajat kesehatan. Usaha pada fase ini adalah dengan
memberikan penyuluhan, pelatihan tentang usaha untuk mendapatkan sehat. Pada
dasarnya pada fase ini manusia diharapkan memiliki pengetahuan masalah
kesehatan,baik dari aspek kognitif –pengetahuan-, ketrampilan –psikomotor-, juga
sikap –afektif- untuk hidup sehoat
Tahap kedua adalah preventif. Yaitu pencegahan. Pencegahan agar tidak sampai
menjadi sakit. Fase kedua ini bentuk kegiatannya adalah membuat kondisi dari
seluruh faktor, mendukung untuk mendapatkan sehat. Bentuk kegiatan fase ini
yang paling dikenal adalah imunisasi. Selain imunisasi adalah makan makanan
bergizi dan seimbang. Berolah raga, cukup istirahat. Usaha preventif tidak hanya
berwujud usaha yang diarahkan untuk badan fisikal saja. Usaha preventif yang
bersifat kejiwaan juga diperlukan. Seperti, memiliki kesadaran akan adanya
keterbatasan manusia, dan mengakui adanya tuhan –Alloh- sebagai penentu –
takdir- dari seluruh peristiwa kehidupan yang ada ini. Kesadaran akan perlunya
kesabaran, tidak boleh ‟ngoyo‟ dalam arti memaksa diri. Berbagai bentuk
kesadaran itu adalah usaha preventif dari unsur kejiwaan, dan dapat mencegah
timbulnya sakit, baik fisik maupun mental.
Tahap ketiga adalah kuratif. Yaitu tahap pengobatan. Tahap ini dilakukan jika
manusia sudah mengalami sakit. Orang sakit harus diobati. Maka usaha untuk
medapat sehat dilakukan dengan mengobati orang yang sakit. Pengobatan dapat
dilakukan dengan rawat jalan, pada dokter praktik swasta, atau di poliklinik rumah
sakit. Dapat juga usaha preventif ini dilakukan dengan memondokkan –rawat
tinggal- manusia sakit ke rumah sakit. Kecenderungan masyarakat saat ini masih
pada fase ini, artinya mereka untuk memelihara kesehatannya, baru setelah sakit.
Konsep seperti ini dikenal dengan istilah PARADIGMA SAKIT. Padahal jika
orang sudah sakit, maka biaya yang akan dikeluarkan menjadi tidak dapat
dihitung, dan bahkan akan cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan
berusaha menjaga kesehatan jangan sampai masuk jatuh ke posisi sakit.
Pemeliharaan sehat yang dilakukan pada tahap ke satu dan kedua, adalah usaha
pemeliharaan kesehatan yang paling ideal. Memelihara kesehatan pada tahap satu
dan kedua disebut PARADIGMA SEHAT.
Tahap keempat adalah rehabilitatif. Fase keempat ini merupakan upaya untuk
memulihkan kesehatan setelah orang sakit mendapat perawatan kuratif, dan sudah
dinyatakan sehat oleh dokter yang merawat. Hanya saja masih diperlukan adanya
pemulihan kesehatannya agar kembali normal seperti sebelum sakit.
Empat tahap tersebut diatas termasuk dalam konsep sehat dilihat dari aspek proses
untuk mencapai sehat. Idealnya dominasi usaha kesehatan diletakkan pada tahap
kesatu dan kedua. Upaya untuk mengedepankan usaha sehat dengan
mengoptimalkan tahap kesatu dan kedua dikenal dengan PARADIGMA SEHAT.
Sedang usaha mendapat sehat jika dilakukan sebagian besar pada tahap ke tiga –
yaitu tahap kuratif- dikenal dengan istilah PARADIGMA SAKIT. Sebaiknya
paradigma sakit yang saat ini mendominasi pemikiran masyarakat dan tenaga
kesehatan dalam upaya mencapai sehat, harus digeser ke paradigma sehat yaitu
memperbanyak usaha sehat dengan melakukan usaha tahap pertama dan kedua –
yaitu tahap promoti dan kuratif-.

-Kebutuhan pelayanan kesehatan


Untuk dapat memelihara kesehatan masyarakat, maka diperlukan berbagai sarana.
Keberadaan sarana-sarana tersebut tidak dapat ditinggalkan. Sarana tersebut
antara lain adalah: 1) institusi pelayanan kesehatan –seperti rumah sakit,
puskesma, balai pengobatana dan poliklinik, rumah bersalin, praktik dokter, prakti
bidan atau perawat, dan lain-lainnya.-. 2) sumber daya manusia kesehatan –seperti
dokter, perawat, bidan, apoteker, assisten apoteker, dan lain sebaginya-. 3) sistem
manajemen pelayanan kesehatan. 4) ekonomi kesehatan. 5) Teknologi kesehatan,
6) kebijakan atau politik kesehatan.

Seluruh keterangan diatas dapat memberi gambaran pada kita semua, bahwa sehat
atau kesehatan dan usaha untuk mencapai sehat, memerlukan pengetahuan dan
sarana. Keberadaan unsur-unsur dan sarana penunjang tersebut tidak dapat
diabaikan. Meskipun secara bertahap, keberadaan seluruh sarana dan pengetahuan
kesehatan harus diwujudkan, dengan memperhatikan kebijakan secara
menyuluruh dari berbagai aspek kebutuhan manusia.

Hanya saja perlu diketahui, bahwa sehat adalah pusatnya. Dapat dikatakan
demikian karena hampir semua ilmu dan teknologi dapat diterapkan pada
manusia. Lalu apa tujuannya jika ujung-ujungnya adalah untuk memuaskan
manusia? Tidak lain adalah untuk mendapatkan kesejahteraan lahir batin dan itu ..
tidak lain adalah sehat dalam pengertian holistik, yaitu sehat fisik, mental dan
sosial.
Kuliah 2

DEFINISI HUKUM
Mendefinisikan hukum akan lebih mudah kalau diambil dari kamus yang
kemudian disalin dan ditulis dalam tulisan ini. Hal ini dilakukan untuk memberi
pengertian bahwa istilah hukum memiliki arti yang luas, tidak hanya sekedar
berarti aturan perundang-undangan saja.
Seperti apa arti kata hukum, marilah kita pelajari beberapa istilah yang
menggunakan kata hukum..

-Hukum ilmiah
Hukum ilmiah biasanya adalah suatu pernyataan di dalam dunia ilmu pengetahuan
yang biasanya berupa hipotesis yang sebelumnya telah didukung oleh percobaan-
percobaan dan menyangkut teori-teori sebelumnya yang dapat mendukung teori
dan hukum tersebut.

Dalam sejarahnya, hukum sains dapat diilhami berdasarkan suatu percobaan


secara ilmiah, ada juga hukum tersebut dibuat atas dasar pemikiran yang kritis
atau dengan sesuatu keadaan coba-coba bahkan atas sesuatu ketidak-sengajaan.
Hukum ilmiah dapat kita ambil contoh hukum Archimedes (+-250 SM).

Hukum Archimedes berbunyi "Jika suatu benda dicelupkan


ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat
tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat
cair yang terdesak oleh benda tersebut".

Arti kata hukum disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keteraturan atau
kejegan dari kenyataan alam, fakta alamiah. Keteraturan itu kemudian dikaji
berulang dalam penelitian, dan setelah diperoleh kenyataan adanya pola yang ajeg
maka jadilan hukum ilmiah.

Banyak sekali hukum ilmiah selain hukum Archimedes diatas, hal mana kata
hukum dipakai untukmenunjukkan adanya keajegan tata-aturan alam.

-Hukum adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Hukum dalam hal ini difahami sebagai tata-aturan perilaku anggota masyarakat
adat.
Kata hukum dalam hukum adat, dapat diartikan sebagai pedoman perilaku
masyarakat –lokal- pada wilayah tertentu. Hukum adat dapat juga dilihat sebagai
kebiasaan yang sudah menjadi pedoman perilaku. Memiliki kekuatan untuk
memberi sanksi kepada anggota masyarakatnya, baik berwujud sanksi batin
maupun lahir.

-Hukum dalam arti normatif atau hukum positif


adalah suatu sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan
dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas lainnya melalui lembaga atau
institusi hukum.
Definisi "hukum" dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997):
peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh
penguasa, pemerintah atau otoritas.
undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat.
patokan (kaidah, ketentuan).
keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis
-Hukum dalam arti sanksi
Hampir kita semua pernah dihukum. Setidaknya oleh orang tua kita masing-
masing. Dihukum karena tidak mentaati perintah orang tua. Atau karena kita
melakukan kesalahan. Kemudian orang tua memberi hukuman agar tidak lagi
mengulangi perbuatan yang tidak baik itu. Dihukum dalam hal inilebih dekat
dengan arti sebagai sanksi. Artinya, apabila orang tua itu menghukum anaknya,
berarti memberi sanksi.
Bentuk sanksi hukum itu dapat bermacam-macam seperti sanksi administrasi,
sanksi pidana, sanksi perdata, sanksi etik

-Hukum dalam arti petugas/aparat penegak hukum


Seorang pengemudi kendaraan umum, maka akan mengartikan hukum sebagai
petugas polisi lalu lintas. Karena kalau tidak ada petugas pengemudi akan dapat
berkendaraan dan parkir sembarangan, tanpa memperhatika rambu-rambu
lalulintas.

Jika, lampu diperempatan jalan merah seharusnyalah pengguna jalan raya


berhenti, dan memberi kesempatan pihak lain yang sedang mendapat lampu hijau.
Miskipun demikian tidak berarti jika lampu merah baru menyala, beberapa orang
pengguna jalan akan berhent i…, malah bersegera dia mempercepat kendaraannya
sebelum pihak yang hijau berjalan. Dia lakukan hal itu …, karena dia tahu
diperempatan itu tidak ada petugas polisi lalulintas yang sedang berjaga. Karena
tidak ada petugas/aparat penegak hukum, dia berpikir tidak mengapalah. Dalam
hal ini terlihat ketaatan pada hukum dilekatkan pada keberadaan aparat penegak
hukum. Dalam hal seperti ini dapat dipahami, bahwa adanya hukum jika ada
aparat penegak hukum.
Mungkin demikian juga halnya yang terjadi pada seorang penjahat. Dia akan
mengartikan hukum adalah polisi, hakim atau jaksa. Dia akan berpikir jika tidak
ada polisi, jaksa dan hakim, mungkin dia akan bebas dari hukum, bebas dapat
berbuat apa saja. Gara-gara adanya aparat penegak hukum itu maka itu penjahat
harus berhati-hati jangan sampai dapat tertangkap atau diketahui oleh mereka.

-Hukum bagi sarjana hukum / pengacara, dokter


Seorang sarjana hukum -mungkin- akan mengartikan hukum sebagai aturan
perundangan-undangan. Seorang dokter mungkin akan mengartikan hukum
sebagai aturan pidana atau perdata.

Bagi seorang sarjana hukum, hukum dalam arti peraturan perundang-undangan


adalah alat untuk menegakkan hukum. Hukum adalah tuntunan normatif, untuk
menentukan mana yang benar dan mana yang salah, dari sebuah kasus pertikaian.
Untuk itu diperlukan kepastian hukum. Suatu norma pasti yang hanya didapat dari
pasal-pasal yang terdapat di dalam tata aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian hukum dilihat sebagai tata aturan yang berlaku saat ini, dalam suatu
wilayah tertentu, adalah pengertian hukum sebagai hukum positif.

Bagi sarjana hukum, aturan itulah hukum.

Hukum dalan arti tata hukum yaitu hukum positif merupakan arti yang paling
banyak fahami oleh masyarakat.

Mungkin demikian juga bagi dokter. Dokter malah melihat hukum itu mungkin
sebagai penghambat kinerjanya jika tidak dituruti. Bahwa hukum adalah adalah
pengancam kebebasan profesi dokter. Maka boleh jadi dokter melihat hukum
sebagai ancaman. Isinya hukum hanya sanksi-sanksi. Seperti dokter dikenai sanksi
pidana denda 100 juta, dan atau kurungan 3 bulan.
Hukum sepertinya dimengerti dokter sebagai deretan ancaman. Jika tidak
menuruti hal ini, atau hal itu, maka akan dikenai sanksi pidana sekian bulan
kurungan dan sekian ratus juta denda. Sehingga, .. bagi dokter hukum adalah
ancaman, atau sanksi.

Disini, dokter, .. memahami hukum sebagai sanksi. Atau, kumpulan sanksi.

-Hukum dalam arti ilmu pengetahuan


Hukum dalam arti sebagai ilmu hukum, maka.. hukum dilihat sebagai suatu
kenyataan yang ada. Hukum sebagai obyek kajian. Keberadaanya hukum itu
dikaji, bagaimana bentuk hukum itu. Bagaimana berlakunya hukum itu.

Ilmu hukum bertujuan untuk mendiskripsi obyak kajiannya –yaitu hukum- apa
adanya.
Hukum dicoba dikaji dengan mendalam, diuraikan, bagaimana anatomi hukum,
topografi hukum, fisiologi hukum, patologi dan patofisiologinya hukum. Juga,..
bagiaman menterapi hukum itu, jika hukum itu sakit. Juga,.. bagaimana isi dari
hukum itu, jika hukum dibedah. Bagaimana bentuk dari jantung hukum itu.
Bagaimana sistem organ dalam hukum itu dapat bekerja, dan bagaimana organ-
oragan yang ada itu dapat secara sinkron bekerja sama, atau bagimana jika organ
itu sakit. Muncul kanker dalam tubuh hukum itu. Bagiamana cara mengobatinya.
Dan seterusnya, sehingga ilmuwan dapat menerangkan. Jika ditanya apa itu
hukum?

Segala keterangan tentang hukum itulah yang disebut ilmu hukum, atau hukum
dalam arti ilmu pengetahuan hukum.

-Beberapa definisi hukum juga dikemukakan oleh para ahli hukum,


seperti
MEYERS: hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan
menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya
LEON DUGUILT: hukum adalah aturan tingkah laku para anggota amsyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu dinidahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggran itu.
IMMANUEL KANT: hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang yang lain, meneruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
UTRECHT: hukum adalah himpunan peraturan –berisi perintah dan larangan-
yang mengurus suatu tata tertib masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat.
S.M. AMIN: hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi, dan tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga kemanan dan ketertiban terpelihara.
SIMORANGKIR dan WOERJONO SASTROPRANOTO: hukum adalah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingakh laku
manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang
berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
TIRTAATMIDJAJA: hukum adalah semua aturan –norma- yang harus diturut
dfalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman
mesti dengan mengganti kerugian –jika melanggar aturan itu- berpa hal yang akan
membahayakan dirinya sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilanhan
kemerdekaan, didenda, dan sebagainya.
-DEFINISI HUKUM KESEHATAN.
Dikaitkan antara pengertian sehat atau kesehatan dengan arti hukum –khususnya
hukumpositif-, maka hukum kesehatan dapat diartikan sebagai segala macam
aturan yang terkait dan bertujuan untuk mencapai sehat.

Oleh karena untuk mencapai sehat, mengkaitkan lingkungan –sehat menurut


model ekologi- maka segala aturan yang berhubungan dengan lingkungan yang
menunjang baik langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia dapat
ditarik menjadi bagian dari hukum kesehatan.

Definisi diatas juga mengandung arti luasnya ruang lingkup hukum kesehatan.
Leenen dalam Soeryono 1987, menyebutkan ....”hukum kesehatan mencakup
semua aturan hukum yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan yang terganggu atau tercemar, dan penerapan aturan-aturan hukum
perdata serta hukum pidana selama aturan-aturan itu mengatur hubungan-
hubungan hukum dalam pemeliharaan kesehatan”

Luasnya ruang lingkup hukum kesehatan, mengharuskan kita untuk mengetahui


cabang-cabang dari hukum kesehatan itu, untuk kemudian kita ambil salah satu
atau beberapa dari cabang ilmu kesehatan itu, untuk kemudian kita kaji dengan
baik.

-Cabang-cabang hukum kesehatan


Pelayanan kesehatan memerlukan tempat untuk memberikan pelayanan ksehatan
pada masyarakat yang membutuhkan. Pada tingkat dasar pemerintah menyediakan
puskesmas, kemudian rumah sakit. Rumah sakit sendiri ada beberapa tingkat.
Mulai dari rumahsakit klas A sampai dengan klas C.
Kemudian kalau dilihat tata aturan yang mengatur perihal rumah sakit, maka,
dapat kemudiankita menyebut adanya hukum perumahsakitan. Jika aturan
ituterkait dengan puskesmas, dapat kita sebut hukum kepuskesmasan. Jika terkait
dengan aturan tentang rumah bersalin, dapat kita sebut hukum per-RB-an.

Selain memerlukan institusi pelayanan kesehatan –seperti rumahsakit, poliklinik,


puskesmas, dll-, maka pelayanan kesehatan juga memerlukan sumber daya
mansuia yang bekerja di institusi tersebut. Misalnya dokter, perawat, bidan, ahli
gizi, danlains ebagainya.

Jika melihat aturan yang terkait dengan profesi dokter, maka dapat juga kita
menyebut adanya hukum kedokteran. Jika, kemudian aturan itu dikaitkan dengan
keberadaan perawat, dapat kita sebut hukum keperawatan. Jika terkait dengan
profesi bidan, dapat juga kita sebut adanya hukum kebidanan, demikian
seterusnya, senyampang aturan itu kita coba perhatikan kaitannya dengan profesi
kesehatan, maka dapatlah kita melihat adanya cabang hukum kesehatan di bidang
profesi tersbut.

HUKUM
RUMAH SAKIT PERUMAHSAKITAN

HUKUM
DOKTER
KEDOKTERAN

-Catatan:
Bidang kesehatan, merupakan bidang yang dapat dimasuki oleh segala disiplin
ilmu. Hukum kesehatan, merupakan cabang dari bidang hukum yang menekuni
aspek hukum terkait pelayanan kesehatan. Ekonomi kesehatan, merupakan cabang
dari bidang ekonomi yang mengkaji aspek ekonomi terkait pelayanan kesehatan.
Manajemen kesehatan, merupakan bidang manajemen yang menekuni sisi
manajerial dari pelayanan kesehatan.

Termasuk juga dalam hal ini, seperti teknologi kesehatan, biologi kesehatan,
informatika kesehatan, filsafat kesehatan, sosiologi kesehatan, dan lain
sebagainya.
Kuliah 3
TUJUAN HUKUM
Manusia tidak dapat hidup sendirian. Untuk dapat hidup dengan baik, maka
manusia memerlukan manusia lainnya. Disini menunjukkan manusia dalam
hidupnya selalu akan membentuk masyarakat –sosial-, sehingga sering juga
manusia itu disebut sebagai zoon politicon, artinya manusia masyarakat.

Terbentuknya masyarakat akan memudahkan bagi manusia untuk memenuhi


kebutuhannya. Terdapatnya berbagai macam kebutuhan manusia tersebut,
akhirnya di dalam masyarakat akan terbentuk berbagai macam jenis hubungan
antar anggota masyarakat itu. Hubungan dalam rangka perdagangan, hubungan
pelayanan kesehatan, hubungan pendidikan, dan lain sebagainya.

Selain itu di dalam masyarakat terdapat berbagai macam karakter dari manusia-
manusia yang ada di dalamnya. Juga terdapat perbedaan kekayaan atau pemilikan,
hal mana satu dengan lainnya akan saling membutuhkan. Kepentingan-
kepentingan yang berkembang ada di dalam masyarakat, sangat beraneka ragam.
Di dalam masalah pelayanan kesehatan, maka masyarakat akan memerlukan
dokter –atau tenaga kesehatan lainnya- dalam upayanya untuk memelihara
kesehatannya. Sebaliknya, dokter juga memerlukan pasien untuk menerapkan
ilmunya dan untuk mendapat penghasilan -uang-.

Kepentingan dari perseorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia


kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu
akan menyebabkan pertikaian, bahkan peperangan antara semua orang melawan
semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk
mempertahankan perdamaian. Dan hukum mempertahankan perdamaian dengan
menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan
keseimbangan di antaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (meng-
atur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil, artinya,
peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang
dilindungi, dan berusaha memberi setiap orang, untuk memperoleh sebanyak
mungkin yang menjadi bagiannya.

Beraneka-ragamnya hubungan itu, maka para anggota masyarakat memerlukan


aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-
hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin
kelangsungan keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat,
diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan
tiap-tiap anggota masyarakat itu.

Tata-aturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat


untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap
bentuk hubungan yang ada dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan
tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang
ada dan berlaku dalam masyarakat. Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada,
akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan
yang melanggar hukum yang dilakukannya.

Agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh
seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus
sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat
tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan,
yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Hanya saja, juga harus diketahui
bahwa keadilan tidak sama dengan pesamarataan. Keadilan tidak berarti tiap-tiap
anggota masyarakat mendapat bagian yang sama.

-Jenis Keadilan
Untukhal ini Aristoteles membagi keadilan dalam dua arti, yaitu 1) keadilan
distributif, dan 2) keadilan komutatif. Keadilan distributief ialah keadilan yang
memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. la tidak menuntut
supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan,
melainkan kesebandingan. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan
pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa orang-
perorang. Keadilan komutatif ini, memegang peranan dalam tukar-menukar, pada
perdagangan barang-barang dan jasa-jasa, dalam mana terharap sebanyak
mungkin persamaan nilai antara apa yang dipertukarkan tersebut. Keadilan
distributif terdapat hubungan antara negara dengan warganya, atau masyarakat
dengan anggota masyarakatnya.

-Tujuan hukum
Pertama kali yang membuat hukum adalah Allah SWT. Digunakan hukum
olehNYA untuk menetapkan ciptaanNYA ada pada fitrahnya. Hukum buatan
Allah dikenal kemudian sebagai hukum alam. Hukum alam ditetapkan agar terjadi
keteraturan pola gerak, ciri-ciri, dari benda-benda yang ada di alam semesta.
Semua yang ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah dan mereka semua
menuruti tata aturan tertentu yang sudah ditetapkan oleh Allah, agar tercipta
keteraturan alam.

Segala apa yang ada di alam ini, menuruti aturan yang telah dibuat Allah. Baik
yang mati maupun yang hidup.

Makhluk mati mereka seperti batu, besi, kayu, dan lain sebegainya, menempati
ciri-ciri khasnya, sebagai wujud keteraturannya. Mereka aka berubah jika
mengalami perubahan kimia atau fisika. Perubahan itupun sudah ditetapkan oleh
Allah, hal mana perubahan itu dikenal sebagai hukum alam. Tubuh manusia
itupun juga terikat pada keteraturan alamiah tersebut. Segala keteraturan fungsi
tubuh manusia, dikenali manusia sebagai ilmu fisiologi.

Manusia dengan berbagai organ di dalam tubuhnya, keseluruhan unsur badaninya,


adalah keteraturan yang manusia sendiri tidak dapat menciptakannya. Semuanya
adalah hukum alam yang dibuat leh Allah SWT. Tujuan dari keteraturan fungsi
organ tubuh manusia itu adalah agar tubuh manusia itu dapat berfungsi dengan
baik, dapat digunakan oleh akal budi manusia, untuk mengerjakan perintah Allah,
mewujudkan ketaatan pada tuhannya.

Kemudian tuhan juga membuat tata-aturan pergaulan antar manusia, agar manusia
satu dengan yang lain dapat hidup bersama. Mereka yang kuat, tidak
mempergunakan kekuatannya untuk memeras yang lemah. Aturan ada diciptakan
untuk mendapatkan kebahagian hidup, di dunia juga di akhirat.

Menurut Apeldororn, tujuan hukum ialah : mengatur pergaulan hidup secara


damai. Hukum menghendaki terjadinya perdamaian. Perdamaian antar manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia
yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya.
terhadap yang merugikannya. Perdamaian diperoleh dengan menjaga keadilan
tetap terwujud dalam pergaulan di masyarakat.

Menurut Subekti dalam Kansil 1984, tujuan hukum adalah untuk mengabdi pada
negara. Sedang, tugas pokok negara adalah mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyaknya. Hukum, menurut Subekti, melayani tujuan Negara
tersebut dengan menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban," syaratsyarat yang
pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan
selanjutnya, bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan
keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik
atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.

Keadilan selalu mengandung unsur "penghargaan," "penilaian" atau


"pertimbangan" dan karena itu ia lazim dilambangkan dengan suatu "neraca
keadilan." Dikatakan bahwa Keadilan itu menuntut, "dalam keadaan yang sama
tiap orang harus menerima bagian yang sama pula". Dari mana asalnya Keadilan
itu? Keadilan, menurut Prof Subekti, S.H., berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Hanya saja, seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba
atau merasakan keadaan yang dinamakan adil itu. Dan segala kejadian di alam
dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada
manusia. Dengan demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus
mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu
sama lain, untuk mendapatkan "keadilan," tetapi hukum juga harus mendapatkan
keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan "ketertiban"
atau "kepastian hukum".
Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukum -semata-mata menghendaki keadilan.
Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut, disebut teori ethis karena menurut
teori-teori itu, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran ethis kita
mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.

Teori-teori tersebut menurut Apedoorn, berat sebelah. la melebih-lebihkan kadar


keadilan hukum, karena ia tak cukup memperhatikan keadaan sebenarnya. Hukum
menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang
dalam pergaulan hidup. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi
semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut
diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum. Padahal
adanya perturan yang bersifat umum inilah yang harus dilakukan. Peraturan yang
bersifat umum, adalah syarat bagi hukum untuk dapat berfungsi.

Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan umum, bertulis atau tidak bertulis,
tak mungkin ada. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidak-tentuan yang
sungguh-sungguh. Mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidak-
tentuan itu selalu akan menyebabkan perselisihan antara orang-orang, jadi
menyebabkan keadaan yang tidak teratur dan bukan keadaan yang teratur. .

Jadi hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Keadilan


melarang menyamaratakan : keadilan menuntut supaya tiap-tiap perkara harus
ditimbang tersendiri.

Kadang-kadang, pembentuk undang-undang sebanyak mungkin memenuhi


tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturan sedemikian rupa,
sehingga hakim diberi kelonggaran yang besar dalam melaksanakan aturan-aturan
tersebut, atas hal-hal yang khusus. Demikian, terutama jika pembentuk undang-
undang memerintahkan hakim supaya ia pada keputusannya memperhatikan
keadilan.

Akan tetapi ada bahaya, bahwa kepastian hukum tak akan dipenuhi seluruhnya,
lebih-lebih berhubung dengan kenyataan, bahwa dalam peradilan, terlihat cita-cita
untuk selalu memperluas „asas i‟tikad baik", juga melakukannya dalam hal
undang-undang tidak menunjuk kepadanya.

Jadi dalam hukum terdapat bentrokan yang tak dapat dihindarkan, pertikaian yang
selalu berulang antara tuntutan-tuntutan keadilan dan tuntutan-tuntutan kepastian
hukum. Makin banyak hukum memenuhi syarat „peraturan yang tetap", yang
sebanyak mungkin meniadakan ketidakpastian, jadi makin tepat dan tajam per-
aturan hukum itu, makin terdesaklah keadilan.

De Groot dalam Apeldoorn, menguraikan bentrokan dalam hukum itu secara tepat
sebagai berikut : undang-undang antar penduduk dibuat secara umum (yaitu
memberi peraturan-peraturan yang umum), walaupun alasannya tidak selalu tepat,
karena beranekawarnanya urusan-urusan manusia sangat tidak tentu, padahal
undang-undang harus menetapkan sesuatu yang tentu. Tidak sempurnanya hukum
dalam praktek, terjadi karena hakim waktu menjalankan hukum, dalam hal-hal
yang nyata, melakukan penafsiran terhadap peraturan-peraturan yang bersifat
umum. Hal mana hakim dapat mempergunakan tafsiran bebas untuk
menghilangkan atau mengurangkan ketidakadilan. Tetapi usaha itu mengurangi
kepastian hukum dan tak selamanya dapat dilakukan.

Di dalam pelayanan kesehatan misalnya. Pada hubungan tenaga kesehatan dengan


pasien terikat dengan adanya ketentuan hukum perdata. Sesuai pasal 1320 KUH
1
perdata, seorang pasien yang dapat melakukan kontrak terapetik adalah seorang
‟cakap‟, artinya, sudah dewasa, atau sudah menikah. Kemudian, bagaimana jika
yang datang adalah anak remaja, (misalnya siswa sekolah menengan pertama)
yang membutuhkan pertolongan? Juga ingat, terhadap peraturan jangka
kedewasaan yang sama untuk tiap-tiap orang, yang akan mencari SIM (surat ijin
mengemudi), dan lain sebagainya. Walaupun demikian, undang-undang tetap
memberikan suruhan yang sungguh-sungguh dan tidak meragu-ragukan
(walaupun anak itu memerlukan pertolongan, tetaplah dia belum cakapmelakukan
kontrak terapetik), sebab berlakulah : lex dura, sed tamen scripta (undang-undang
adalah keras, akan tetapi memang demikianlah bunyinya).

Contoh lain, pada pasal 1374 KUH Perdata menetapkan bahwa tiap-tiap perse-
tujuan yang dibuat secara sah, mengikat mereka yang membuatnya dengan
kekuatan seakan-akan undang-undang. Peraturan tersebut juga berlaku (kecuali
dalam beberapa hal), jika dalam hal tersebut salah satu pihak sangat dirugikan
karena ia berdasarkan undang-undang harus melakukan prestasi yang nilainya
jauh melebihi nilai prestasi pihak yang lain. Dalam hal ini perjanjian itu
bertentangan dengan keadilan komutatif. Karena itu maka berdasarkan apa yang
disebut laesio enornais, hukum dahulu menyuruh memilih baik si penjual, yang
menjual barangnya dengan. harga yang kurang dari setengah, maupun si pembeli,
yang membayarnya dengan harga yang lebih daripada harga lipat duanya - jadi
walaupun juga tak ada penipuan -- antara tuntutan hukum agar perjanjian jual beli
dibatalkan, atau tuntutan hukum untuk membayar kerugian. Alat hukum tersebut
tak dimasukkan dalam KUH perdata: orang takut kalau-kalau kepastian hukum
karenanya akan terdesak berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang besar yang
mungkin timbul dalam menetapkan nilai yang tepat dari sesuatu prestasi.

Jadi hukum terpaksa harus mengorbankan keadilan sekedarnya guna kepentingan


daya guna: ia terpaksa mempunyai sifat kompromi. Bahkan ada terdapat sejumlah
besar peraturan-peraturan hukum yang sama sekali tidak mewujudkan keadilan,
melainkan semata-mata didasarkan pada kepentingan daya guna, misalnya yang
mengenai bukti dan daluwarsa dan peraturan-peraturan yang malahan melindungi
„bezitter" hingga batas yang tertentu terhadap „eigenaar" untuk kepentingan
perdamaian dalam masyarakat. Itu patut kita sesalkan, akan tetapi tak dapat kita

1)
Kontrak terapetik adalah istilah yang digunakan untuk hubungan yang gterbentuk antara
tenaga kesehatan dengan pasien.
mengubahnya : hukum adalah buatan manusia dan sebagai demikian, maka tidak
sempurna.

Betham dalam Kansil, dengan teori utiliti -nya menyebutkan bahwa hukum
bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah. Hal yang
berfaedah bagi orang yang satu, mungkin merugikan bagi orang lain, maka
menurut teori utiliti, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-
banyaknya pada orang seorang. Kepastian hukum bagi perseorangan, merupakan
tujuan dari pada hukum.

Bellefroid dalam Kansil mengatakan bahwa isi hukum harus ditentukan menurut
asas keadilan dan faedah.

Pada dasarnya adanya hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Hukum menjaga dan mencegah orang seorang menjadi hakim atas
kasusnya sendiri. Namun tiap perkara harus melalui proses pengadilan dengan
perantaraan hakim berdasar ketentuan yang berlaku.

-Hubungan hukum dengan agama, adat, serta kebiasaan.


Hukum, agama, adat, serta kebiasaan, adalah tata-aturan yang menata perilaku
manusia. Bagaimana pemilahan antara masing-masing aturan tersebut? Adakah
dalam agama, adat, serta kebiasaan mempunyai pengaruh atas hukum?

Sebenarnyalah agama secara terus menerus mempengaruhi hukum. Demikian pula


adat dan kebiasaan. Pada masyarakat yang sudah mendapatkan dakwah agama,
maka kebiasaan yang ada dipengaruhi oleh agama, sehingga warna dari agama
akan tampak di dalam kebiasaan yang ada pada masyarakat tersebut, dan pada
proses selanjutnya hukum dipengaruhi oleh kebiasaan tersebut.

Pada dasarnya hukum adalah untuk mendukung dijalankannya norma positif yang
diperlukan oleh pemerintah. Norma positif ini jika di negara Indonesia sangat
dipengaruhi oleh agama dan adat kebiasaan. Agama Islam yang merupakan agama
yang paling banyak dianut oleh penduduk indonesia akan memberi warna paling
dominan. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepada hukum positif suatu
kekekalan dan kekokohan asas-asas pokok, miskipun ada perubahan pada undang-
undang dan pengadilan. Sebab kebiasaan yang dilandaskan pada agama,
merupakan kekuasaan yang kekal yang ada pada suatu bangsa.

Pada umumnya kejahatan yang ditentang oleh hukum, juga ditentang oleh agama.
Hukum juga melindungi yang lemah dari pemerasaan yang kuat. Kebaikan
didukung oleh hukum, juga oleh agama. Hal ini dapat dilihat pada hukum
perjanjian, dimana kebohongan dan penipuan akan membatalkan adanya
perjanjian tersebut.
Pembentukan undang-undang akan tidak banyak mengalami penentangan, selama
isi dari undang-undang itu sesuai dengan nilai-nilai agama atau kebiasaan yang
ada di bangsa itu. Jadi, dapat dikatakan bahwa bukan hukumlah yang menentukan
isi dari undang-undang, melainkan pandangan-pandangan susila, atau pandangan
dogmatis yang berkembang di masyarakat.

Dari gambaran diatas tampak adanya pengaruh yang kuat antara pandangan susila
agama pada peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat dilihat bahwa kaidah
etika yang didasarkan pada agama, juga kebiasaan yang ada di masyarakat,
bersama dengan hukum, memperkuat daya masing-masing. Ketaatan pada hukum
tidak lagi semata-mata karena kekuasaan yang ada pada pemerintah, melainkan
juga didasarkan atas dorongan untuk mengikutinya karena agama.
Kuliah 4
Hukum dan Hak
Manusia tidak dapat hidup sendirian. Hubungan manusia satu dengan lainnya
tidak pernah berhenti. Kemudian, hukum terus menerus mengatur hubungan antar
manusia tersebut. Hubungan antar manusia timbul akibat pemenuhan kebutuhan
manusia dan pergaulan antar manusia. Hukum selalu ada, selama ada hubungan
antar manusia.

Hukum obyektif dan subyektif


Hukum misalnya, mengatur hubungan antara seorang dokter (juga tenaga
kesehatan lainnya) dengan pasien. Seorang pasien yang datang ke seorang dokter
untuk berkonsultasi perihal penyakitnya, maka hukum mengatur bahwa hubungan
tersebut adalah hubungan selayaknya hubungan yang terjadi dalam ikatan atau
kontrak, hal mana telah diatur dalam perdata. Pada hubungan dokter dengan
pasien tersebut, lahir kewajiban dari pasien untuk menyampaikan dengan jujur
keluhannya, dan riwayat sakitnya kepada dokter. Dokter dalam posisi ini memiliki
hak untuk mendapat informasi secara benar tentang keluhan pasiennya tersebut.

Hubungan yang diatur oleh hukum seperti tersebut diatas disebut hubungan
hukum. Kemudian, didalam hubungan hukum tersebut akan lahir kewajiban di
satu pihak, dan hak di pihak yang lain.

Melihat keterangan diatas dapat dirinci arti hukum, yaitu:


1). Hukum obyektif yaitu untuk menyatakan hukum dalam arti peraturan yang
mengatur hubungan antara dua orang atau lebih. Disebut sebagai hukum
obyektif karena aturan itu berlaku umum, bukan terhadap seorang yang
tertentu, atau subyek yang tertentu.
2). Hukum subyektif yaitu untuk menyatakan hubungan yang diatur oleh hukum,
hal mana kemudian lahir satu pihak memiliki hak dan pihak lain memiliki
kewajiban. Hukum dalam hal ini sudah diterapkan pada sebuah perbuatan dan
pada orang tertentu, atau subyek tertentu.

Hukum obyektif dan subyektif, walaupun dapat dibedakan tetapi keduanya


hanyalah pembedaan yang muncul saat penerapannya. Hukum obyektif adalah
peraturan hukumnya, sedang hukum subyektif adalah saat peraturan hukum itu
sudah terwujud pada perilaku seorang subyek tertentu pada sebuah hubungan
hukum. Sehingga demikian,.. terwujud dalam bentuk hak dan kewajiban. Dengan
kata lain hukum subyektif timbul, jika hukum obyektif beraksi.
Hukum dan Hak
Berjalannya hukum subyektif melahirkan kewajiban dan hak. Keduanya melekat
pada tiap orang dari masing-masing pihak. Keberadaan hukum adalah mengatur
hak tersebut, juga memaksakan pihak lain untuk memenuhi hak tersebut.
Sehingga dibalik hukum subyektif tersebut berdiri kekuasaan yang memaksa dari
hukum obyektif.

Hak yang muncul akibat hukum subyektif dapat dilihat dalam 2 bentuk. Pertama
adalah hak untuk menuntut orang lain berbuat sesuatu dan kedua kewajiban dari
orang lain untuk berbuat sesuatu.

Jika seorang tenaga kesehatan akan melakukan tindakan medis, misalnya, .. maka
pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang, apa dan bagaimana
tindakan medik yang akan diterimanya itu. Untung ruginya, biayanya, dan lain
sebagainya. Bahkan, .. hukum memiliki kekuasaan untuk memaksa, tenaga medis
untuk memberikan informasi itu dengan memberi sanksi jika tidak melakukannya.
Juga,.. muncul kewajiban dari tenaga kesehatan untuk menerangkan perihal
tindakan medis yang akan dilakukan tersebut.

Demikian juga sebaliknya,.. jika pasien datang ke seorang dokter, maka dokter
memiliki hak untuk mendapat informasi yang jujur dari psiennya, yang mana
bersamaan dengan itu, pasien memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi
dengan jujur pada dokternya.

Sehingga harus diingat, bahwa bersamaan dengan adanya hak tersebut, maka juga
terdapat kewajiban. Di dalam hubungan dokter pasien, jika dokter akan
melakukan tindakan medis, maka dokter harus memberikan keterangan atau
informasi kepada pasiennya. Di dalam hal ini pasien memiliki hak untuk
mendapat informasi. Jika hak atas informasi sudah diberikan dokter kepada
pasien, maka pasien wajib untuk memberikan jawaban setuju atau tidak setuju,
terhadap tindakan medik yang akan dilakukan. Sehingga, tidak hanya hak yang
dituntut, tapi juga pengamalan kewajiban dari akibat hak yang dimilikinya
tersebut.

Penyalahgunaan Hak
Penyalahgunaan hak dianggap terjadi, jika seseorang menggunakan haknya
dengan cara yang bertentangan dengan tujuan untuk mana hak itu diberikan,
sehingga berlawanan dengan tujuan dari kemasyarakatannya.

Karena adanya hukum adalah untuk melindungi kepentngan kepentingan bersama,


maka adanya pemakaian hak tanpa adanya suatu kepentingan yang patut,
dikatakan sebagai penyalahgunaan hak. Terlebih jika penggunaan hak itu
ditujukan untuk merugikan pihak lain.
Contoh dalam pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan memilki hak untuk
mendapat honorarium setelah bekerja sesuai dengan standart. Namun demikian
hak tersebut tentunya tidak dapat dibuatnya sesuka hati (misalnya dengan menarik
tarif yang melebihi kebiasaan dokter lainnya menarik tarif), terlebih jika ditujukan
untuk merugikan pasiennya. Dalam hal ini asas kepatutan tetap bekerja dalam
kehidupan masyarakat.

Melihat keterangan diatas, miskipun hukum subyektif memberikan hak, dan tidak
ada batasan seberapa batasan dari hak yang diberikan, tetapi dalam pelaksanaan
hak tersebut tetap saja terjadi pembatasan dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga, sebenarnya penyalahgunaan hak dilihat dari konsep hukum (filsafat


hukum), tidaklah dapat diterima oleh akal. Hanya saja kondisi ini, cuma konsep
filosofislah yang mendukung pembatasan pelaksanaan hak tersebut, dengan
mengedepakan asas kepatutan.
Disana juga tampak, bahwa kekuasaan yang diberikan oleh hukum, berhadapan
dengan peraturan tidak tertulis, yang merupakan dasar dari segala aturan hukum.

Hukum dan Kekuasaan


Di dalam perdata, menamakan hak-hak orang tua terhadap anaknya adalah
“kekuasaan orang tua”. Hukum obyektif adalah kekuasaan yang bersifat
mengatur. Hukum subyektif adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum obyektif.
Sehingga sepertinya, .. hukum adalah kekuasaan.

Demikianlah memang kenyataannya. Hukum ada digunakan untuk mengatur


perilaku manusia-manusia yang terdapat di dalam masyarakat, agar kepentingan
orang perorang yang bertentangan tidak mengakibatkan perkelahian, sehingga
kekuasaan atau kemerdekaan tiap-tiap orang akan terganggu atau hilang.

Hukum ada digunakan untuk memberikan batas-batas kekuasaan, sehingga


menimbulkan keseimbangan. Dipersesuaikannya hak dari masing-masing orang,
oleh hukum sehingga timbul kedamaian. Tetapi tidaklah berbarti bahawa hukum
adalah kekuasaaan semata, atau kekuasaan adalah hukum. Pencuri berkuasa atas
barang yang dicurinya, tetapi belum tentu dia berhak atas barang yang dicurinya
itu.

Hanya saja, di dalam kehidupan senyatanya, tampaklah bahwa mereka yang


berkuasalah yang akan menang.. Sebagaimana hubungan dokter dengan pasien,
terasa kalau posisi dokter tampak lebih berkuasa dibanding pasien di dalam
menentukan akan adanya tindakan kepada pasien. Pasien hanya akan menerima
saja apa yang menjadi kehendak dokternya. Dokter dengan ilmunya akan lebih
berkuasa dibanding pasiennya. Hukum bersandar pada penaklukan yang lemah
oleh yang kuat, hukum adalah susunan definisi yang dibentuk oleh pihak yang
kuat, untuk mempertahankan kekuaasannya.
Bahkan, .. aliran positivistik, menarik kesimpulan bahwa kepatuhan kepada
hukum itu tak lain daripada tunduknya orang-orang yang lemah pada kehendak
orang-orang yang lebih kuat. Jadi hukum adalah hak orang yang terkuat.

Membicarakan masalah kekuasaan, maka harus diketahui dahulu, Apa itu


kekuasaan? Banyak orang memberi arti pada kekuasaan. Kekuasaan adalah
kekuatan fisik artinya orang yang lebih kuat fisiknya akan lebih beruasa.
Kekuasaan material, kekuasaan lahir, tentara dan meriam, juga kekerasan. Selain
itu juga ada kekuasaan agama, kekuasaan ilmu, juga,.. kekuasaan adat kebiasaaan,
kekuasaan kesusilaan.

Kekuasaan kesusilaan adalah kekuasaan yang mengisi hati sesorang untuk


menuruti pandangan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat mengenai
hal yang baik dan yang buruk, patut dan tidak patut, sopan dan tidak sopan. Dan,...
hukum seharusnya termasuk dalam kekuasaan kesusilaan. Artinya,...
kekuasaan susila dari hukum, yaitu kekuatan hukum yang dilatarbelakangi hati
nurani manusia. Atau bentuk hukum yang sesuai dengan kesusilaan.

hukum

Hati nurani

Terkait dengan keterangan tersebut adalah perbedaan hukum dengan adat


kebiasaan. Hukum jika perlu dipertahankan dengan paksaan yang diatur oleh
pemerintahan. Dibelakang hukum pada umumnya berdiri alat-alat kekuasaan
materiil dari negara.

Jadi,... dibelakang hukum terdapat alat-alat kekuasan materiil. Sehingga


kekuasaan materiil bukanlah anasir yang hakiki dari hukum, dan dia bukanlah
bagian dari hukum

Lain halnya dengan kekuasaan kesusilaan. Kekuasaan kesusilaan adalah anasir


esensiil dari hukum (hukum adat kebiasaan). Kekuasaan yang diperoleh hukum
dari nilai yang diberikan oleh masyarakat dan berdasarkan kaidah-kaidah
kesusilaan itu dapat mengharapkan pentaatan dengan sukarela oleh anggota
masyarakatnya.

Walaupun demikian tidak selalu tiap-tiap peraturan hukum harus berakar dari
kesadaran susila atau kesadaran hukum suatu bangsa. Karena, semua peraturan
yang dibentuk oleh kekuasaan yang merupakan kekuasaan hukum, adalah hukum.
Lain halnya jika peraturan itu dibuat oleh seorang preman, yang hanya dapat
memaksalan aturan dengan ancaman dengan menggunakan alat-alat materiil.
Maka,... yang demikian bukanlah hukum.

Sehingga, jika terdapat peraturan yang mengandung penindasan pada yang lemah
oleh yang kuat dan menciptakan suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh
hukum, maka hal ini berlawanan dengan tujuan adanya hukum, yaitu menghedaki
adanya kedamaian. Dengan kata lain bahwa hukum dan kekerasan paksa adalah
bertentangan, dan kekerasan harus tunduk pada hukum.

Hukum adalah kekuasaan, kekuasaan yang berkeinginan untuk terciptanya


keadilan. Miskipun demikian keadilan mutlak hanyalah miliknya tuhan.

Hukum dan kebiasaan


Hukum adalah aturan normatif yang berkembang dari kebiasaan. Kebiasaan yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat bersama, yang tidak hanya menjadi
suatu kebiasaan belaka. Kebiasaan itu akan diberi nilai oleh masyarakat setempat
yang mengamalkan kebiasaan tersebut.

Juga perlu difahami bahwa sebuah kebiasaan tidak selalu berwujud bentuk
kegiatan yang aktif, atau membutuhkan gerakan anggota badan. Sebuah diam,
atau tidak melakukan, atau penolakan, juga dapat merupakan sebuah kebiasaan,
yang juga akan diberi nilai oleh masyarakat setempat.

Sebagai contoh kebiasaan yang sudah diberi nilai oleh masyarakat di Indonesia
adalah memberikan barang kepada orang lain. Di Indonesia terdapat kebiasaan
jika akan memberikan barang yang kepada orang lain, maka akan dilakukan
dengan tangan kanan. Demikian juga jika akan menerima barang dari orang lain.
Sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang memberi atau yang menerima,
maka masyarakat Indonesia akan memberi dan menerima barang dari orang lain
dengan menggunakan tagan kanan. Memberi dengan tangan kanan tersebut,
dianggap sopan, baik, merupakan ekspresi menghormati, atau dengan kata lain
diberi nilai positif (+). Suatu nilai positif jika diberikan kepada sebuah kebiasaan
maka kebiasaan itu layak untuk dilestarikan, dianjurkan, atau diajarkan kepada
anak-turunnya.

Kebalikan dari kebiasan memberi dengan tangan kanan yang diberi nilai positif
adalah memberi dengan tangan kiri. Memberi dengan tangan kiri diberi nilai
negatif oleh masyarakat. Artinya, memberi atau menerima dengan tangan kiri
adalah pekerjaan yang tidak sopan, tidak menghormati dan harus tidak dibiasakan
dalam kehidupan kita. Disini artinya memberi dengan tangan kiri dinilai negatif
oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat banyak sekali kebiasaan yang diberi
nilai. Kebiasan-kebiasan yang sudah diberi nilai dan dijadikan pedoman untuk
berperilaku anggota masyarakat setempat dapat disebut sebagai norma. Dengan
kata lain, norma adalah kebiasaan yang sudah memiliki nilai dan dijadikan
pedoman perilaku.

Di dalam masyarakat tradsional, norma yang ada tersebut umum dikatakan


sebagai adat-kebiasaan, atau akhirnya dikenal sebagai hukum adat.

Hukum adat memiliki kekuatan mengikat batin atau hati sanubari warganya.
Sehingga, memiliki kekuatan untuk ditaati. Disini kita dapat melihat bahwa
kekuatan kebiasaan adalah hukum, bahkan memiliki daya ikat dan daya untuk
dituruti dengan kerelaan yang tinggi dari warganya.

Sebagai contoh antagonis adalah kebiasaan minum-minuman beralkohol pada


sebuah masyarakat. Jika dalam suatu daerah tiap-tiap orang memiliki kebiasaan
minum-minuman keras, maka di sana bermabukan adalah hal yang biasa.
Sehingga bermabukan bukanlah hal yang aneh. Sehingga dalam kondisi demikian
tersebut bermabukan bukanlah perbuatan aniaya. Sehingga akhirnya terbentuklah
hukum bahwa bermabukan adalah hal biasa, bukan kekerasan, dan bukan
kejahatan.

Memperhatikan gambaran diatas, maka... bukanlah kekerasan dan keadilan yang


mendorong terciptanya hukum, tetapi kebiasaan. Masyarakat hanya akan menuruti
kebiasaan karena rakyat memandangnya adil, sebaliknya rakyat akan berontak
jika ada orang menunjukkan bahwa kebiasaan itu tidak adil.

Hak Tuhan dan kebiasaan


Benarkah kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakat itu lahir hanya dari
terbiasanya melakukan suatu perilaku? Atau adakah tuntunan yang mengajak
mereka untuk berperilaku seperti itu? Adakah tuntunan itu hanya sekedar
pemikiran seorang manusia, atau berasal dari manusia? Ataukah dari kepercayaan
turun menurun? Atau dari Tuhan?
Kuliah 5
Sumber Hukum Kesehatan
Pertanyaan, manakah sumber-sumber hukum, pada umumnya tak dapat dijawab
begitu saja, karena perkataan sumber hukum dipakai dalam arti yang berupa-rupa.
Arti itu berbeda-beda, bergantung kepada pendirian penanya masing-masing.
Persoalannya niscaya berlain-lainan, apabila pertanyaan itu dikemukakan oleh
seorang ahli sejarah, seorang ahli filsafat atau seorang ahli hukum praktis. Untuk
kedua orang yang tersebut dahulu, perkataan hukum mempunyai arti yang lain
daripada untuk yang tersebut kemudian, demikian juga perkataan sumber hukum
untuk ahli sejarah dan ahli kemasyarakatan, hukum adalah gejala kemasyarakatan
(sebagai bagian dari adat atau kebiasaan). yang menghendaki keterangan secara
ilmiah. Sebaliknya, ahli filsafat dan ahli hukum praktis, memandang hukum
sebagai keseluruhan peraturan. tingkah laku, hanya dengan perbedaan, bahwa
yang tersebut terakhir pada umumnya menerima peraturan-peraturan tersebut
tanpa syarat apa-apa sebagai sumber kekuasaan, itupun bila disajikan dalam
bentuk yang memenuhi syarat (jadi yang berlaku formil), sedangkan ahli filsafat
menghendaki titel kekuasaan peraturan itu.
Dernikianlah maka perkataan sumber hukum dipakai dalam arti sejarah,
kemasyarakatan, filsafat dan arti formil. Marilah pengertian-pengertian itu kita
tinjau lebih lanjut.

a. Sumber hukum dalam arti sejarah.


Ahli sejarah memakai perkataan sumber bukum dalam 2 arti
2) Dalam arti sumber pengenalan hukum yakni semua tulisan, dokumen,
inskripsi dsb., dari mana kita dapat belajar mengenal hukum sesuatu
bangsa pada sesuatu waktu, misalnya undang-undang, keputusan-
keputusan hakim, piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum,
tulisan-tulisan ahli hukum, demikian juga tulisan-tulisan yang tidak
bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembaga-
lembaga hukum.
3) Dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk undang-undang
memperoleh bahan dalam membentuk undang-undang, juga dalam arti
sistim-sistim hukum, dari mana tumbuh hukum positif sesuatu negara.
KUH perdata merupakan sumber langsung yang terpenting dari Kitab
Undang-tcndang Hukum Perdata Indonesia. Hukum Adat, Hukum
Islam adalah sumber tidak langsung yang terpenting dari hukum
Perdata Indonesia.
b. Sumber hukum dalam arti sosiologis.
Menurut ahli sosiologi, sumber hukum ialah faktor-faktor yang menentukan isi
hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, saat-saat
psykhologis. Penyelidikan tentang faktor-faktor tersebut meminta kerja-sama dari
pelbagai ilmu pengetahuan; lebih-lebih kerjasama antara sejarah (sejarah hukum,
agama dan ekonomi), psykhologi dan ilmu filsafat.

c. Sumber hukum dalam arti filsafat.


dalam filsafat hukum perkataan sumber hukum terutama dipakai dalam 2 arti :
I Sebagai -sumber untuk 'isi hukum; dalam hal mana kita mengingat
pertanyaan : apabilakah isi hukum itu dapat dikatakan tepat
sebagaimana mestinya, atau dengan perkataan lain, apakah yang dipakai
sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui adakah ia
„hukum yang baik ?" Pertanyaan itu berdasarkan sangkaan, bahwa ada
ukuran yang demikian. Menurut.pandangan yang dahulu sangat tersebar
dan kini masih dianuti orang banyak, Tuhanlah merupakan sumber isi
hu-kum. Itulah yang biasanya disebut pandangan hukum theokratis.
Pandangan itu sejalan dengan anggapan, bahwa pemerintah yang
menetapkan hukum, bertindak sebagai pengganti Tuhan di dunia.
Menurut teori hukum kodrat yang rasionalistis, sebagai yang diajarkan
oleh H u g o d e G r o o t dan para pengikutnya, sumber dari isi hukum
adalah budi. Menurut pandangan yang lebih modern, yang diperkenalkan
oleh aliran historis dalam ilmu pengetahuan hukum, yang muncul di Jer-
man pada permulaan abad yang lalu, sebagai sumber isi hukum harus
disebut kesadaran hukum sesuatu bangsa, atau dengan perkataan lain,
pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang
disebut hukum. Pandangan-pandangan itu bukan semata-mata hasil
uraian budi, melainkan lambat laun tumbuh atas pengaruh berbagai-
bagai faktor : faktor agama, ekonomi, politik dsb.
Karena pandangan itu berubah-ubah, maka hukumpun berubah juga.
Konsekwensinya ialah, bahwa tidaklah terdapat ukuran yang berlaku
obyektif untuk isi hukum, yakni yang dengan alasan ilmiah dapat
diterima oleh setiap orang. Walaupun secara subyektif, yaitu untuk diri
sendiri, kita dapat mengambil sesuatu ukuran, itu sama sekali tidak
berarti, bahwa ukuran itu berlaku juga secara obyektif atau secara ilmiah.

J Sebagai sumber untuk kekuatan. mengikat dari hukum, dalam mana kita
mengingat pertanyaan : mengapa kita harus mengikuti hukum. Menurut
de Groot, sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat
adalah Tuhan.
d. Sumber hukum dalam arti formil.
Bagi ahli hukum praktis dan bagi tiap-tiap orang yang aktif turut serta dalam
pergaulan hukum, sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa, dari mana timbul
hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk).
Hal-hal ini kita sebut sumber hukum dalam arti formil, karena kita semata-mata
mengingat cara dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak
menanyakan asal usul isi peraturanperaturan hukum.
Mengenaiisinya hukum timbul timbul dari kesadaran hukum sesuatu bangsa, dari
pandangan-pandangan hukum yang hidup dalam sesuatu bangsa. Tetapi
pandangan-pandangan itu tidak begitu saja merupakan hukum. Pandangan-
pandangan itu masih samar-samar, tidak tentu arahnya dan melayang-layang.
Agar ia merupakan peraturan tingkah laku yang dapat dipakai dalam pergaulan
hidup ia harus dituang dalam bentuk yang tertentu, yaitu dalam bentuk undang-
undang, kebiasaan atau traktat.
Undang-undang, kebiasaan dan traktat membentuk pandanganpandangan hukum
menjadi peraturan-peraturan hukum, menciptakan hukum sebagai kekuasaan yang
mengikat.

Selanjutnya kini kita memakai perkataan sumber hukum dalam arti formil, yaitu:
1. Undang-undang ;
2. Kebiasaan ;
3. Traktat;
4. Jurisprudensi;
5. Pendapat ahli hukum.
Dengan ucapan ini kita hanya menyatakan sesuatu kenyataan semata-mata,
yaitu, bahwa peraturan-perataran yang menjelma dalam undang-undang atau
kebiasaan itu berlaku, artinya, biasanya diikuti orang dan kalau tidak demikian
dipaksakan oleh hakim.
Kini tentu kita dapat maju selangkah lagi dan bertanya : bagaimana kita
dapat menerangkan maka begitu. Apa sebabnya, maka peraturan-paaturan yang
menjelma dalam undang-undang atau kebiasaan, diikuti atau dilakukan sebagai
kaidah yang mengikat? Maka jawabnya ialah : disebabkan, karena kesadaran
hukum yang berlaku memberikan kekuasaan yang mengikat pada undang-undang
dan kebiasaan.
Jadi undang-undang dan kebiasaan adalah sumber hukum (sumber
berlakunya hukum) berhuhung dengan kesadaran hukum yang berlaku, bahwa kita
harus tunduk pada pembentuk undang-undang dan bahwa kebiasaan harus ditaati.
Traktat adalah sumber hukum berhubungan dengan kesadaran hukurn yang
berlaku, bahwa perjanjian harus dipenuhi.
Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang dipakai pegangan oleh
hakim berikutnya untuk memutuskan perkara yang serupa.
Pendapat ahli hukum adalah hasil pemikiran dari ahli hukum terhadap suatu
kasus. Dalam hal ini kemudian hakim mengambil pendapat ahli hukum itu sebagai
dasar untuk menyusun keputusannya.
Kuliah 6

ISTILAH

-Kontrak-
Kata kontrak sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Seperti,
seorang anak kost akan mencari kontrakan kamar, yang sering disebut kontrak
kamar atau kost. Sebuah keluarga mencari kontrakan rumah atau juga disebut
kontrak rumah. Penandatanganan kontrak kerja antara perusahaan air minum
mineral dengan Kabupaten Bumimas dan lain-lainnya.
Ada kesan kesementaraan dari segi waktu dari para pihak yang melakukan
kontrak tersebut. Seperti, mahasiswa yang mencari kontrakkan kamar, maka
mahasiswa tersebut akan membayar sekian rupiah per tahunnya dari kamar yang
disewanya. Demikian juga sebuah keluarga yang mengontrak rumah dengan
sekian rupiah pertahunnya.
Tapi, yang lebih penting adalah didapatnya paling sedikit dua pihak (dapat
lebih) yang melakukan suatu hubungan perikatan. Misalnya, antara mahasiswa
dengan pemilik kamar. Antara sebuah keluarga dengan pemilik rumah. Hal mana
para pihak tersebut saling mengikatkan diri pada sebuah perjanjian, yaitu pemilik
kamar atau pemilik rumah sebagai salah satu pihak, dengan mahasiswa atau
sebuah keluarga sebagai pihak lain.
Juga, didapat fakta bahwa dari para pihak saling berjanji akan
melaksanakan sesuatu, yaitu dari pihak pemilik kamar atau rumah akan
menyerahkan kamar atau rumah, sedang dari pihak mahasiswa atau sebuah
kelaurga akan mendapatkan kamar atau sebuah rumah yang akan dipakainya
dalam jangka waktu tertentu. Juga, pemilik kamar atau rumah akan mendapatkan
uang kontrakkan dan mahasiswa atau keluarga tersebut akan menyerahkan uang.
Dari contoh peristiwa kontrak tersbut diatas maka didapat beberapa point
yaitu 1) ada para pihak yang melakukan kontrak (dapat dua atau lebih), 2) para
pihak akan melaksanakan sesuatu sebagai janji atau kewajiban akibat saling
setujunya melakukan kontrak, 3) ada batasan waktu dari saling keterikatan para
pihak tersebut –artinya keterikatan tersebut tidak untuk selamanya-.
Pada kontrak sepertinya masing-masing pihak mengikatkan diri untuk
melaksanakan sesuatu yang telah disepakati atau dijanjikan.
Di dalam hukum perdata masalah ikatan ini diatur dalam buku ke III.
Sehingga masalah kontrak akan terkait langsung dengan masalah perdata.
1
Dari segi bahasa maka kontrak berarti juga perjanjian (dalam
perdagangan, sewa-menyewa, bekerja, dan lain sebagainya). Sedang perjanjian
sendiri bermakna „perkataan yang menyatakan kesudian atau kesediaan untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan yang dijanjikan‟; kesepakatan antara dua pihak.

1)
Baca Kamus Besar Bahasa Indonesia, Suharso dan Ana Retnoningsih
Selain peristiwa kontrak rumah, .. pada hubungan terapist pasien juga
dikenal istilah kontrak terapetik, hal mana terjadi juga dalam peristiwa hubungan
terapist pasien ini suatu perjanjian atau janji untuk melaksanakan sesuatu yaitu
pemeriksaan penyakit pasien, pengobatan penyakit pasien dan tindakan medis
untuk mengobati penyakit pasien. Sebaliknya, pasien akan memberikan
honorarium pada terapist.

-Terapi-
Arti dari kata terapi adalah pengobatan penyakit, perawatan penyakit,
usaha untuk memulihkan orang yang sakit. Terapetik atau terapeutik bermakna
hal-hal terkait terapi. Diterapi artinya diobati. Terapi alternatif artinya pengobatan
alternatif.
Pada hubungan terapist pasien yang dikenal dengan istilah kontrak
terapetik, maka dapat diberi makna suatu perjanjian untuk pengobatan atau usaha
memulihkan orang sakit agar menjadi sehat kembali.

-Transaksi-
Arti kata transaksi adalah persetujuan jual beli, perdagangan; pemberesan
pembayaran dalam perdagangan.
Transaksi ini lebih bernuansa pada aspek perdagangan. Suatu hubungan
jual beli. Hal mana satu pihak sebagai pembeli yaitu melakukan prestasi dengan
menyerahkan uang kepada pihak lain yaitu penjual. Penjual mewujudkan
prestasinya dengan menyerahkan barang seperti yang diminta oleh pembeli.
Hubungan terapist atau tenaga kesehatan dengan pasien juga dikenal
dengan istilah transaksi terapetik.

-Kontrak Terapetik
Kontrak terapetik merupakan hubungan terapist pasien untuk memperoleh
sehat. Hubungan terapist pasien dalam pelayanan kesehatan ini juga diberi nama
transaksi terapetik. Kedua istilah tersebut sering dipakai untuk mengatakan
adanya hubungan terapist pasien dalam pelayanan kesehatan.
Seperti kata kontrak pada uraian terdahulu maka dari para pihak yang
melakukan kontrak ada kewajiban melakukan untuk sesuatu. Maka, pada kontrak
terapetik ini pihak terapist melakukan pemeriksaan atau tindakan medis sesuai
dengan kebuthan pasien. Sementara dari pihak pasien melakukan sesuatu berupa
menuruti atau mengikuti pentunjuk terapist, membayar biaya pemeriksaan.
Transaksi terapetik juga merupakan hubungan terapist pasien seperti pada
kontrak terapetik, hanya saja penggunaan istilah transaksi ini lebih menekankan
pada unsur berdagang dari hubungan terapist pasien.
Sebenarnya istilah apapun yang dipakai dalam hubungan terapist pasein
itu, yang terpeting adalah bahwa dalam hubungan terapist pasien, maka terapist
tidak mungkin dapat memberikan kepastian akan tercapainya kesembuhan. Hasil
akhir dari kontrak terapetik bukan sesuatu hal yang dapat dipastikan. Yang dapat
dilakukan terapist adalah berbuat dengan hati-hati, dan bekerja dengan sebaik-
baiknya, bersikap jujur yaitu tidak menipu atau memanfaatkan pasien sebagai
ladang penghasilanya, adil artinya memberi peran penuh pada pasien (keluarga)
untuk menentukan sendiri alternatif/pilihan yang dianggab baik, menolong tanpa
pamrih. Halmana sifat-sifat yang dapat dijanjikan terapist tersebut dapat dikatakan
merupakan bentuk imparsialiti.

-Imparsial Terapetik-
Sebenarnya yang paling pas dalam memberi isitilah hubungan terapist
pasien adalah hubungan imparsial, yaitu suatu hubungan yang padat nilai-nilai
kejujuran, keadilan, netral atau tidak memihak, kemudian terapist dapat
melaksanakan ilmunya dengan baik dan pasien dapat secara terbuka dan jujur
menyampaikan semua permasalahan sakitnya. Mungkin, .. dapat saja disebut
dengan istilah „imparsial terapetik‟
Kuliah 7

LANDASAN HUKUM
KONTRAK TERAPETIK

A. Landasan Hukum Perdata


Bermula dari masalah kontrak, maka kontrak terapetik ini dilihat dari
aspek hukum merupakan permasalahan perdata. Di dalam perdata kontrak
dimasukkan dalam pengertian ikatan atau perjanjian.
Di dalam bahasa Belanda ikatan disebut dengan verbitenis. Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang ada di Indonesia merupakan terjemahan dari
Belanda yang disebut dengan BW (Burgerlijk wetboek) dan di buku ke III terdapat
judul „VAN VERBITENISSEN’ dan A.L.N. Kramer Sr. dalam Suryatin mener-
jemahkan „een verbitenisaangaan‟ dengan „mengadakan ikatan‟. Juga verbintenis
diartikan dengan „kontrak‟, „perjanjian‟, juga „ikatan‟.

-Kontrak Sebagai Ikatan-


1
Di dalam pasal 1233 disebutkan bahwa ikatan timbul/ terwujud karena
adanya suatu perjanjian, maupun karena adanya undang-undang.
Jadi ada dua sumber untuk dapat terjadinya ikatan. Yaitu, adanya
perjanjian dan adanya undang-undang. Sehingga dapat dikatakan bahwa „suatu
ikatan dapat timbul karena kontrak/ perjanjian (ius contractu)‟ dan „suatu ikatan
dapat timbul karena udang-undang (ius delicto)‟

Dua sumber Ikatan


4) kontrak/perjanjian
5) undang-undang

Untuk ikatan yang timbul karena adanya udang-undang dapat dibagi lagi
menjadi dua kelompok yaitu ikatan yang timbul karena undang-undang belaka
dan yang timbul karena undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia.

-Tujuan Ikatan-
2
Sesuai pasal 1234 , jika suatu ikatan sudah terbentuk, maka sudah jelas
ada tujuan dari adanya ikatan tersebut. Sesuai pasal 1234 maka tujuan dari adanya

K
Pasal 1233: perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang
L
Pasal 1234: perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
ikatan itu adalah untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
Tujuan ini mengikat para pihak yang mengadakan ikatan. Tujuan untuk
memberi sesuatu dapat dipahami sebagai kewajiban dari salah satu pihak yang
harus diserahkan kepada pihak lannya. Kemudian dengan adanya kewajiban maka
secara alamiah akan muncul juga hak. Sehingga di dalam ikatan, tujuan yang yang
diharapkan adalah dilaksanakannya kewajiban dari satu pihak dan
mendapatkannya hak dari pihak lawannya, demikian juga sebaliknya.
Dengan kata lain adanya ikatan cenderung akan menghasilkan kewajiban
dan hak, dari semua pihak yang melakukan perjanjian/persetujuan.

Kewajiban dan Hak


Pihak I ------ Pihak II
Kewajiban <-------------------- Hak
Hak <--------------------- Kewajiban

-Sesuatu dalam Ikatan-


Apa yang dimaksud sesuatu itu?
Sesuatu disini jelas berkaitan dengan maksud dan tujuan adanya
perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam pada itu, sesuatu
yang yang dijanjikan itu dapat berupa sesuatu yang konkrit misalnya memberi
obat, maupun abstrak misalnya memeriksa pasien.
3
Pada pasal 1235 juga menentukan bahwa memberi sesuatu itu adalah
menyerahkan barangnya dan memelihara barangnya sampai waktu
penyerahan, sebagai mana seorang kepala keluarga yang baik.
Sebagaimana sudah disebut diatas maka barang tersebut dapat sesuatu
yang konkrit dan abstrak. Barang yang abstrak tersebut dapat berupa ilmu
terapi dan ketrampilan dalam tindakan medis, misalnya.
Kemudian yang dimaksud dengan memelihara dengan baik sampai
dengan saat penyerahannya (jika dikaitkan dengan hubungan terapist pasien)
adalah bahwa pemeliharaan ilmu terapi (aspek kognitif) dan ketrampilan
(aspek psikomotor) harus dijaga selalu up to date, selalu mengikuti ilmu yang
terbaru, dan tetap trampil dalam melakukan tindakan (baik fisik diagnostik-
sampai tindakan terapetiknya). Karena, yang diserahkan terapist pada
pasiennya adalah ilmu dan ketrampilan terapinya.
Hanya saja terapist dalam menyarahkan barang –ilmu- tadi tidak
seperti menyerahkan barang dan terapist tidak seperti menyimpan barang
dalam arti material seperti yang disebut jelas pasal 1235 tersebut. Terapist
akan memelihara ilmunya terus menerus, walaupun saat itu tidak ada
e.
Pasal 1235: dalam perikatan untuk mememberi sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan barang
yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat
penyerahan.
hubungan terapist pasien. Pada prinsipnya penyerahan barang –ilmu- terapist
itu selalu dalam keadaan „segar‟ dan „akan selalu diserahkan langsung tanpa
penundaan‟. Untuk itu terapist harus selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan terapinya agar dapat memberikan barang yang terbaru dan yang
terpelihara dengan baik kepada pasiennya.
Mengenai istlah „sebagai seorang kepala keluarga yang baik‟ dalam
hubungan terapist pasien dapat diartikan bahwa terapist senantiasa
memperbaiki ilmunya untuk akhirnya dapat memberikan pengetahuanya yang
terbaik kepada pasiennya.

-Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu atau Tidak Berbuat Sesuatu-


Seperti telah diterangkan dimuka sesuatu didalam hubungan terapist
pasien adalah bentuk jasa. Jasa mana adalah terkait dengan pelayanan
kesehatan.
Terapist di dalam hubungan dengan pasien dituntut melakukan sesuatu
yaitu berupa anamnesa, pemeriksaan fisik diagnostik, dan seterusnya sampai
pasien pulang. Juga, .. dalam hubungan itu terapist dituntut juga untuk tidak
berbuat sesuatu, yaitu seperti tidak membocorkan rahasia apapun yang terkait
pasien. Terapist tidak boleh menyampaikan masalah penyakit pasiennya
kepada istrinya sekalipun. Jadi, .. pada prinsipnya ada perbuatan yang
dijanjikan oleh terapist kepada pasiennya yaitu berupa berbuat sesuatu dan
tidak berbuat sesuatu sebagaimana sepeeti yang diatur dalam pasal 1239 KUH
4
Perdata.
Jika kemudian terapist sampai tidak memenuhi kewajibannya maka
dapat dituntut malpraktik dari aspek hukum perdata dan dapat dikenai sanksi
56
ganti rugi. , .

-Wanprestasi dan Malpraktik-


Terapist yang tidak melaksanakan kewajiban yang sudah dijanjikan
kepada pasien disebut wanprestasi. Bentuk dari wanprestasi sendiri ada 3
macam yaitu tidak melaksanakan prestasi, melaksanakan sebagian dari
7
prestasi, dan melaksnakan prestasi tapi salah.

6.
Pasal 1239. Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan
dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.
(KUH Perdata)
7.
Baca, Konsep Malpraktik Terapist
8.
1243. Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena takdipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila
debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atxi jika sesuatu yang
harus diberikan atau dilakukannya h;mya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui
waktu yang telah ditentukan.
1244. Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan
bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu
disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun
tidak ada itikat buruk kepadanya. . (KUH Perdata)
9.
Baca Pasal 1243. (KUHPerdata)
Akibat dari wanprestasi adalah terapist harus memberi ganti rugi
kepada pasien. Konsep wanprestasi ini merupakan salah satu konsep dari
munculnya dugaan malpraktik terapist.

-Adipaksa (overmacht)-
Kondisi adipaksa adalah kondisi dimana salah satu pihak atau semua
pihak yang melakukan ikatan menghadapi situasi yang tidak memungkinkan
untuk dihindari hal mana berakibat terjadinya wanprestasi.
Adanya adipaksa tidak mengakibatkan terapist menghadapi tuntutan
ganti rugi. Kejadian adipaksa menghadapkan terapist pada kondisi tanpa
alternatif.
Apa yang dimaksud dengan adipaksa banyak contohnya, sehingga
keadaan adipaksa harus difahami sebagai kasus yang bersifat kausistis dan
harus ditafsirkan hal demi hal menurut keadaan tempat dan waktu.
Pada saat terjadi keadaan darurat (peperangan; bencana alam,
kerusuhan massa) maka kondisi adipaksa akan lebih banyak jika dibanding
dengan kondisi damai atau tenang. Adanya kekacauan moneter internasional
menimbulkan kondisi adipaksa.
Kenyataan peristiwa yang dilatar belakangi oleh adanya adipaksa dapat
juga dalam istilah lain yaitu kejadian tak laik bayang (resiko tak laik bayang =
8
RTLB) , yaitu suatu peristiwa dimana terapist tidak mungkin dapat
membayangkan akan adanya peristiwa tersebut.
9
Seperti pada pasal 1245 disebutkan „tidak ada penggantian biaya,
kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang
terjadi secara kebetulan, …‟.
Pada praktik ilmu terapi yang mendasarkan pada aspek ilmiah, maka
pendekatan yang dilakukan adalah berdasar dari kenyataan empirik/faktual
yang ada di masyarakat atau berdasarkan penelitian. Hal mana peneliti dalam
hal ini ilmuwan termasuk terapist tidak boleh bekerja tanpa adanya dasar
penelitian yang telah dilakukan dari tindakan yang akan dilakukannya.
Pada setiap kondisi terapist yang mendasarkan pada aspek ilmiah tidak
mungkin akan menetapkan angka kepastian 100 persen sembuh dari tindakan
yang akan diberikan pada pasiennya. Jika terapist sudah melakukan tindakan
sesuai prosedur maka tindakan itu adalah benar sedang tindakan itu tidak
menjamin 100 persen akan berhasil.
Tafsiran tentang adipaksa dapat beraneka ragam tergantung dari para
pihak melihat kasus tersebut. Hanya saja Mahkamah Agung-lah yang akan
memberi ketentuan terakhir dari tafsiran adipaksa tersebut.

8
RTLB merupakan salah satu resiko yang dapat terjadi pada pasien. RTLB merupakan kejadian tak
diinginkan (KTD) tapi yang no error, sehingga bukan merupakan ‘malpraktik’. Selanjutnya baca Konsep
Malpraktik.
9
1245. Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal
yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,
atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
-Menentukan Jumlah Ganti Rugi-
Di dalam pasal 1246 ditentukan jumlah ganti rugi terdiri dari: a)
kehilangan yang dialami, dan b) keuntungan yang tidak dinikmati. Untuk
kasus pelayanan kesehatan maka pemberian ganti rugi tersebut dapat
dihubungkan dengan jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh pasien dan
kerugian dari kesempatan yang hilang akibat ketidakmampuan pasien untuk
melakukan tindak produktif dari aspek ekonomi akibat sakitnya.
Hanya saja dapat dimengerti betapa sulitnya menentukan kerugian
pasien akibat dari kelalaian yang dilakukan terapist, kalau hanya dihitung dari
aspek finansial.

-Iktikad Baik pada Ikatan-


Seperti pada pelaksanaanya yang diatur agar timbul ketertiban, maka
ikatan itu harus dilakukan dengan iktikad baik. Seperti dimaksud pada pasal
10
1257 , pada pemenuhhan syarat hal mana harus dipenuhi dengan cara yang
dikehendaki dan dimaksudkan oleh para pihak yang bersangkutan.
Memahami „apa yang dimaksudkan‟ oleh para pihak, hal ini
menunjukkan bahwa para pihak harus memahami betul apa yang akan
dijanjikan dalam perikatan yang akan dibentuk itu.
Di dalam hubungan terapist dengan pasien, secara umum hubungan itu
adalah upaya untuk memperoleh kembali kesehatan pasien.
Pengertian umum „memperoleh kembali kesehatan psien‟ dalam hal ini
dapat ditafsirkan dengan sangat luas. Untuk itu maka terapist dan pasien harus
mampu membuat suatu penjelasan yang lebih dekat dari tujuan hubunganyang
dibentuk itu.
Dari pihak pasien menerangkan dengan jelas dan jujur dari maksud
datangnya ke terapist dan lebih konkrit menjelaskan masalah kesehatan yang
mana yang menjadi daya dorongnya untuk mendatangi pasien. Sedang dari
terapist harus berusaha untuk dapat menerangkan secara sederhana sehinggga
pasien menjadi faham permasalahan yang dihadapinya. Sehingga, .. pasien
menjadi mengerti konsep dari tindakan atau pelayanan terapist yang akan
dilakukan kepada pasien-nya.

-Ikatan Yang Lahir Dari Kontrak-


Aturan perihal ikatan yang muncul akibat adanya kontrak terdapat di
Bab II dari Buku III KUHPerdata. Pada Bagian 1 berisi ketentuan-kententuan
umum perihalikatan yang lahir dari kontrak.
Pada pasal 1313 diterangkan apa yang dimaksud dengan kontrak atau
persetujuan. Digambarkan pada pasal 1313 tersebut kontrak ataupersetujuan
itu adalah perbuatan, dalam mana seorang atau lebih mengikatkan diri pada
pada seorang lain atau lebih.

10
Pasal 1257. Semua syarat harus dipenihu dengancara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.
Kemudian pada pasal 1314 diterangkan sifat dari ikatan. Ada 2 sifat
persetujuan yaitu 1) persetujuan Cuma-Cuma, dan 2) persetujuan
11
memberatkan.
Kedua bentuk sifat ikatan tersebut mungkin sekali terjadi pada
hubungan terapist pasien. Pada sifat hubungan yang pertama boleh jadi seperti
pada peristiwa terapist memberikan palayanan gratis pada pasiennya.
Pada umumnya hubungan terapist pasien terjadi dengan pola yang
kedua, yaitu persetujuan memberatkan. Pada kasus ini maka terapist
memberikan keuntungan atau kemanfaatan pada pihak lain berupa
pemeriksaan (dan lain-lainnya) kepada pihak pasien, sedang pasien memberi
keuntungan pada terapist dengan membayar jasa pemeriksaan.
Memberikan “sesuatu” disini sesuai seperti pada pasal 1234, maka
berwujud: memberi sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Oleh karena berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu merupakan
suatu tindakannya seseorang, maka akibatnya bahwa yang berbuat atau tidak
berbuat akan terikat dirinya. Dengan lain perkataan, orang lain tidak dapat
diikat karena perbuatannya seorang, walaupun dalam hal ini terdapat
pengecualian. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 1315, dalam mana, dapat
dibaca bahwa pada umumnya seorang hanya dapat mengikat dirinya sendiri
atau hanya dapat menuntut sesuatu untuk dirinya sendiri. Oleh karena terdapat
perkataan "pada umumnya", maka sudah jelas adanya pengecualian, yakni
yang diatur dalam pasal 1316. Pasal tersebut menentukan hahwa dapat
diadakan persetujuan dalam mana diadakan jaminan bahwa pihak ketiga akan
berbuat sesuatu tanpa mengurangi kewajiban si penjamin untuk membayar
ganti rugi pada pihak lawan, apabila pihak ketiga tadi menolak untuk
memenuhi ikatannya.
Contohnya demikian: A mengadakan ikatan dengan B. C memberi
jaminan pada B bahwa A akan memenuhi kewajibannya. Apabila A menolak
untuk melaksanakan ikatan tersebut, maka C memberi ganti rugi pada B.
Dengan demikian maka C mengadakan ikatan dengan B, tidak untuk dirinya
sendiri, melainkan untuk pihak ke-tiga, yakni untuk A. Dapat juga dikatakan
bahwa C mengadakan ikatan B tidak untuk kepentingannya sendiri, melainkan
12
untuk kepentingannya orang lain. Pihak ketiga dalam hubungan terapist
pasien contohnya adalah asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan akan
menjamin biaya pengobatan pasien yang berobat kepada terapist.

-Syarat Sah untuk berlakunya Ikatan-


Sistem yang dianut dalam ikata adalah sistem terbuka –asas
kebebasan-. Artinya, siapapun dapat melakukan ikatan, tanpa pengecualian
11
Pasal 1314. Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu
keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan.
Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan
sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
12
Pihak ketiga dapat terlibat dalam sebuah ikatan yang sudah terbentuk sebelumnya, hal ini dapat dilihat
dalam pasal 1316 dan 1317 KUHPerdata.
dan dengan syarat apapun. Kemudian, agar ikatan yang ditutup berlaku sah
dan tidak timbul permasalahan di kemudian hari maka pada pasal 1320
KUHPerdata terdapat syarat-syarat sahnya suatu kontrak.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1). kata sepakat dari masing-
masing pihak, 2). kecakapan untuk mengadakan /menutup ikatan, 3). Suatu
13 14
soal –masalah- tertentu, dan 4) suatu kausa yang halal , .
15
-Saling Setuju-
Kata sepakat dari masing-masing pihak, menunjukkan kalau para pihak
yang akan melakukan ikatan sudah saling setuju, untuk melakukan ikatan
terhadap sesuatu yang menjadi obyek ikatan.
Munculnya kesepakatan saling setuju tersebut harus muncul dari para
pihak secara suka-rela tidak boleh ada unsur paksaan, penipuan, atau tidak
16
boleh ada unsur dari luar terhadap pernyataan kesepatan yang terbentuk. .
Jika muncul adanya paksaan atau penipuan maka ikatan tadi dapat batal.
Selain itu adanya kekhilafan juga dapat membatalkan ikatan.
Kekhilafan adalah unsur pengaruh dari dalam, dan paksaan dan
penipuan merupakan unsur pengaruh dari luar yang tidak dibenarkan ada
dalam kesepakatan.

-Pengaruh Kekhilafan-
17
Menurut pasal 1322 , kekhilafan tidak akan membatalkan ikatan
kecuali jika kekhilafan itu terjadi pada pokok „sesuatu‟ yang menjadi
persetujuan. Misalnya pasien menebus resep ke apotik. Sipenjual yaitu apotik
mengira pasien akan membeli obat itu seluruhnya. Ternyata sipembeli yaitu
pasien hanya akan membeli separo dari jumlah obat yang tertulis di resep.
Karena kekhilafannya sipenjual, maka ikatan tersebut batal, sebab mengenai
langsung “sesuatu hal‟ yang mengenai jenisnya barang yang menjadi
persetujuan.
Pada ayat kedua dari pasal 1322, kekhilafan tidak mengakibatkan
batalnya ikatan jika mengenai diri orang. Sebagai contoh adalah sebagai
berikut: A telah mengadakan ikatan dengan B dan mengira bahwa B adalah
pihak lawan sebenarnya. Kemudian ternyata, bahwa B hanya bertindak atas

13
Pada catatan kuliah biasa saya sebut dengan istilah 1. saling setuju; 2. cakap; 3. hal tertentu; dan 4. hal
yang halal, dan disingkat dengan SS, C, HT, HH.
14
Pasal 1320: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;1). kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya;2). kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3). suatu pokok persoalan
tertentu.4). suatu sebab yang tidak terlarang.
15
Dibicarakan lagi nanti dalam bab Informed Consent. Juga terkait dengan pasal 45 Undang-undang Praktik
terapi (uupradok).
16
Pasal 1321. Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
17
Pasal 1322. Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi
mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.
Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang
dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan
terutama diri orang yang bersangkutan.
namanya C, berdasarkan suatu kuasa secara diam-diam. Dalam pada ini,
ikatan yang bersangkutan tidak batal karenanya.
Lain halnya jika yang terjadi adalah A menutup ikatan dengan B,
karena dikira B adalah yang berwenang. Contohnya adalah: C mempunyai
sebuah rumah, yang disuruh menjaga oleh B karena C diberi tugas di Iuar
negeri untuk beberapa tahun lamanya. B menempati rumah itu dan bertindak
seolah-olah dialah si pemiliknya. A menghubunginya dan bermaksud
menyewa sebagian dari rumah itu, karena kelihatan bagian tersebut kosong.
Dalam hal ini, ikatan sewa-menyewa antara A dan B adalah batal, karena
kekhilafan mengenai diri orang yang sebenarnya berwenang.
18
-Paksaan-
Mengenai paksaan yang dapat membatalkan ikatan ini terdapat di pasal
19
1325. Paksaan yang dilakukan kepada salah pihak dan juga kepada
keluarganya akan membatalkan ikatan tersebut. Paksaan dapat juga dilakukan
oleh pihak ketiga, maka yang demikian juga akan mengakibatkan batalnya
ikatan tersebut.
Pada paksaan ini tidak tertutup pula kemungkinan kejadian paksaan
„batin‟. Misalnya seorang terapist yang dipaksa oleh seorang pasien untuk
membuat surat keterangan sakit, kalau tidak maka terapist akan menghadapi
kehilangan seorang anaknya. Ancaman demikian dapat juga dilakukan oleh
pihak ketiga, atau menyuruh orang lain. Hal ini diatur dalam pasal 1323 dan
20
1324 KUHPerdata.

-Berhentinya Paksaan-
Mengenai paksaan ini, terdapat ketentuan dalam pasal 1327 sebagai
berikut: Setelah diadakan ikatan di hawah paksaan dan setelah paksaan hapus,
serta ikatan tadi masih tetap berlaku, maka tidak dapatlah dibatalkan ikatan
tersebut. Hanya saja berlakunya harus diperkuat oleh yang dipaksa, baik
secara diam-diam, maupun dengan membiarkan berlalu jangka waktu yang
diberikan oleh undang-undang untuk memulihkan seluruh persoalan dalam
keadaan semula.

18
Masalah paksaan diatur di KUHPerdata pasal 1323 sampai dengan 1327.
19
1325. Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak
yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau isteri atau keluarganya
dalam garis ke atas maupun ke bawah
20
1323. Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan
batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu diiakukan oleh pihak ketiga yang tidak
berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.
1324. Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan
ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam
rugi besar dalam waktu dekat.
-Penipuan-
Penipuan merupakan salah satu alasan untuk batalnya ikatan selain
21
paksaan dan khilaf. Mengenai penipuan diatur dalam pasal 1328 . Penipuan yang
dilakukan oleh salah satu pihak tentunya disebut juga sebagai suatu tipu musihat
sehingga jika pihak yang tertipu itu tahu, maka tidak akan sudi untuk menutup
ikatan tersebut.
Adanya penipuan tidak dapat hanya dengan diperkirakan saja, tetapi harus
dapat dibuktikan, bahwa benar adanya penipuan tersebut.

-Cakap-
,
Siapa pun yang oleh undang-undang dianggap cakap; dapat menutup
suatu ikatan, demikian dapat dibaca dalam pasal 1329. Siapa yang dianggap tidak
cakap, ditentukan dalam pasal 1330 iyalah:
1. Mereka yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele)
3. Seorang wanita yang telah bersuami, dalam hal yang ditentukan oleh undang-
undang:
Dalam pada itu, mereka yang disebutkan dalam pasal 1330 dapatlah
mengganggu-gugat suatu ikatan, dalam semua hal yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang, demikian ditentukan dalam pasal 1331.
Ayat ke-2 dari pasal tersebut menentukan "bahwa sebaliknya mereka yang
cakap, tidak dapat mengemukakan ketidak-cakapannya pihak lawannya: Dengan
perkataan lain, mereka yang dianggap cakap untuk mengadakan suatu ikatan,
tidak dapat membatalkannya kemudian, apabila mereka telah melakukan sesuatu
22
dalam rangka ikatan tadi dan kemudian ternyata bahwa mereka dirugikan.
-Suatu Hal Tertentu-
Apa itu „suatu hal tertentu‟ dijelaskan dalam pasal 1332, yaitu barang yang
dapat diedarkan/diperdagangkan. Hanya saja perlu difahami bahwa barang itu

21
1328. Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang
dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan
mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.
Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.

22
1329. Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
1330. Yang tak cakap untuk membuat persetujuan
adalah; 1°. anak yang belum dewasa;
2°. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3°. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua
orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
1331. Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat
persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa untuk itu tidak
dikecualikan oleh undang-undang.
Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas
dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah
pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.
dapat juga barang material atau pun immaterial. Hubungan ikatan yang terjadi
23
antara terapist dan pasien maka suatu hal tertentunya adalah „pemeriksaan‟ .
Kajian suatu hal tertentu dalam pelayanan kesehatan adalah sangat luas
dan tidak dapat dengan pasti ditetapkan di depan sebelum terapist melakukan
pemeriksaan. Padahal, .. pemeriksaan itu sendiri sudah merupakan tindakan yang
juga harus difahami sebagai „sesuatu hal tertentu‟.

-Sesuatu Sebab yang Tidak Dilarang-


Sesuatu yang diperjanjikan dalam sebuah ikatan adalah hal yang secara
hukum tidak dilarang. Jika hal yang diperjanjikan tersebut adalah hal yang
dilarang oleh hukum, maka ikatan yang terbentuk batal dan tidak sah.
Selain karena dilarang hukum, „sesuatu hal‟ yang diperjanjikan juga tidak
24
boleh menyimpang dari asas kesusilaan dan ketertiban umum.

-Akibat Persetujuan-
Pada pasal 1338 disebutkan bahwa suatu ikatan yang sah, berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan. Ikatan yang sudah terbentuk
tidak dapat dibatalkan, kecuali oleh permufakatan dari para pihak yang
bersangkutan, atau berbagai alasan yang menurut peraturan atau alasan-alasan
yang dipndang cukup oleh undang-undang.
25
Pada pasal 1338 ayat 2, memungkinkan untuk membuat perkecualian,
yang artinya ikatan dapat juga dibatalkan secara sepihak. Juga persetujuaan harus
dilaksanakan dengan iktikad baik.
Apa yang dimaksud dengan iktikad baik harus disesuaikan dengan
ketentuan yang ada. Menurut AHR (Arrest Hoge Raad) : untuk menilai apakah
suatu ikatan dilakukan dengan iktikad baik, haruslah dipertimbangkan cara
pelaksanaannya dan bukan tabiat si pelaksana.
Pada pasal 1339 juga disebutkan bahwa ikatan yang terbentuk tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang nyata, secara tegas, akan tetapi juga untuk segala
yang wajib dilakukan berdasarkan kepatutan, kebiasaan, dan atau undang-undang.
Sehingga iktikad baik ditafsirkan selain seperti yang dikatakan oleh AHR juga
sesuai dengan seperti yang terdapat di pasal 1339.
Ikatan yang terbentuk sesuai pasal 1340, ditegaskan hanya berlaku untuk
para pihak yang terikat dapat pada perjanjian tersebut. Sehingga pihak ketiga tidak
akan mendapat kewajiban dari adanya ikatan yang terbentuk, juga pihak ketiga
tidak dapat menarik manfaat, juga ikatan tersebut tidak boleh merugikan pihak
ketiga.
Jika ada manfaat pada pihak ketiga maka mengikuti ketentuan yang
terdapat di pasal 1317.
23
Pemeriksaan yang dimaksud tidak hanya pemeriksaan saja tapi adalah seluruh pelayanan kesehatan. Oleh
karena luasnya jenis pelayanan kesehatan tersebut, maka nantinya perlu dirinci dan diperjelas apa yang
dimaksud suatu hal tertentu dalam ikatan terapist pasien itu.
24
Pasal 1337: suatu sebab adalah dilarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
25
Pasal yang membahas akibat dari munculnya kontrak adalah pasal 1338 sampai dengan 1341
KUHPerdata.
-Penafsiran Persetujuan-
Pada pasal 1342 menentukan jika kata-kata dalam perjanjian sudah jelas
maka tidak boleh menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran. Hanya saja
jika kata-kata yang ada memungkingkan untuk ditafsikan maka menurut pasal
1343 lebih baik harus diselidiki terlebih dahulu apa yang dimaksud oleh pihak-
pihak yang bersangkutan, daripada memegang teguh perkataan-perkataan dalam
26
arti katanya.
Jika kemudian terdapat dua arti atau lebih maka janji itu harus dimengerti
menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang
tidak memungkinkan janji itu untuk dilaksanakan.
Tidak hanya „janji‟ yang ditafsirkan, juga „kata-kata‟. Sehingga jika
tedapat kata-kata yang memungkinkan untuk ditafsirkan maka harus ditafsirkan
27
sedemikian rupa hingga „sesuai‟ dengan sifatnya ikatan yang bersangkutan.
Misalnya: ikatan sewa menyewa kamar kost yang diserahkan dalam
keadaan „baik‟. Oleh karena sifat dari sewa-menyewa kamar kost adalah untuk
kost adalah untuk tidur beristirahat, maka tidak dibenarkan jika istilah keadaan
„baik‟ tersebut ditafsirkan „baik untuk menerima tamu‟ sebagaimana lazimnya
sebuah „kamar tamu‟
Jika ada pasien datang untuk berobat karena sakit gigi, karena giginya
berlubang maka setelah diperiksa maka terapist memberi advis dan resep untuk
pasien „itu‟. Maka tidak berarti advis dan resep tersebut dapat dipergunakan oleh
pasien „itu‟ untuk „semua orang/pasien‟ guna mengobati semua orang dengan
kasus yang sama.

-Syarat lazim-
Jika kemudian masih menimbulkan keraguan maka tafsirannya
28
disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku. Mengingat ada “kebiasaan‟ sebagai

26
1342. Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan
penafsiran.
1343. Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai penafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud
dari kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf.

1344. Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan
janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan.
27
Pasal 1345. Jika perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat
persetujuan.
28

1346. Perikatan yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau di
tempat persetujuan dibuat.
1347. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan.
1348. Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama
lain, tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
1349. jika ada keragu -raguan, suatu persetujuan harus ditafsiran atas kerugian orang diminta diadakan
perjanjian dan atas keuntungan orang yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu.
1350. Betapa luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan,
persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua belah pihak sewaktu membuat
persetujuan.
pedoman yang di-normatif-kan oleh aturan ini maka syarat-syarat yang berlaku
lazim dalam hubungan masyarakat „secara diam-diam‟ telah tercakup dalam
sebuah ikatan, walaupun tidak pernah secara tegas diucapkan atau dituliskan.

-Hubungan antar syarat-


Pada sebuah ikatan dapat dibuat berbagai syarat. Hanya harus diperhatikan
bahwa semua syarat tadi harus ada hubungannya satu sama lain, dan tafsiran
syarat-syarat itupun juga harus berhubungan. Itulah yang dimakud pasal 1348.
Walaupun sudah dibuat sedemikian rupa perjanjian tersebut, mungkin
masih terdapat keragu-raguan yang terselip. Untuk itu pada pasal 1349, sampai
dengan 1351, merupakan jalan keluar yang dapat dipakai oleh para pihak.

-Ikatan yang Lahir Karena Undang-undang-


Ikatan selain lahir karena kontrak, juga dapat lahir karena undang-undang.
29
Dengan kata lain sumber dari ikatan ialah undang-undang. Pada pasal 1352
menyebutkan bahwa suatu ikatan yang lahir dengan sumber undang-undang dapat
terjadi oleh karena undang-undang saja, dan dapat juga ikatan itu lahir dengan
sumber undang-undang sebagai akibat dari karena perbuatan orang.

Ikatan Terlahir Karena UU


1. sebab undang-undang
2. sebab perbuatan orang

Ikatan akibat undang-undang karena perbuatan orang dapat terjadi dari


suatu perbuatan itu halal atau darisuatu perbuatan yang melanggar undang-
undang. Hal demikian dapat dilihat dari pasal 1353. Sedang pada pasal 1354
adalah contoh dari bentuk perbuatan sebagaimana disebut dalam pasal 1353, yaitu
suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sukarela tanpa mendapat

1351. jika dalam suatu persetujuan dinyatakan suatu hal untuk menjelaskan perikatan, hal itu tidak
dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal yang tidak
disebut dalam persetujuan.
29
1352. Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undang-
undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
1353. Perikatan yang lahir dari undang -undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dari suatu
perbuatan yang sah atau dari perbuatan yang melanggar hukum.
1354. Jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa
setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan
urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu.

la harus membebani diri dengan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
la juga harus menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan yang
dinyatakan secara tegas.
1355. la diwajibkan meneruskan pengurusan itu, meskipun orang yang kepentingannya diurus olehnya
meninggal sebelum urusan diselesaikan, sampai para ahli waris orang itu dapat mengambil alih
pengurusan itu.
1356. Dalam melakukan pengurusan itu, ia wajib bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang
bijaksana. Meskipun demikian Hakim berkuasa meringankan penggantian biaya, kerugian dan bunga yang
disebabkan oleh kesalahan atau kelakuan orang yang mewaki pengurusan, tergantung pada keadaan yang
menyebabkan pengurusan itu.
perintah mewakili orang lain atau mengurus persoalannya.orang lain, baik
diketahui maupun tidak diketahui oleh orang yang bersangkutan, maka ia itu
mengikat dirinya secara diam-diam untuk melanjutkan perwakilan tadi dan
menyelesaikannya sampai orang yang bersangkutan dapat mengerjakannya
sendiri.
Sebagai contoh: seorang perawat A sedang menjalankan tugas mengurus
pasien. Tiba-tiba dia mendapat panggilan telepon, karena bingung maka perawat
tadi kemudian meningggalkan pasien dan menerima telepon. Seorang perawat B
yang kebetulan disitu tapi tidak sedang tidak jatah jaga, melihat itu kemudian
dengan sukarela mengerjakan pekerjaan perawat A tadi seolah-olah dia sedang
berjaga di bangsal itu, dan melanjutkan perkerjaan merawat pasien yang ada di
bangsal itu. Hal demikian berarti B telah mewakili A, seolah-olah dia adalah
perawat jaga bangsal tanpa mendapat perintah atau permintaan dari A, dan B
harus melanjutkan perwakilannya itu, sampai A kembali lagi dan dapat bekerja
seperti sediakala.
Selanjutnya dalam ayat ke-2 ditentukan bahwa yang melakukan
perwakilan tadi berkewajiban pula untuk membereskan segala sesuatu yang ada
hubungan dengan persoalan yang diurusnya. Selain daripada itu demikian
ditentukam dalam ayat ketiga ia harus pula mengindahkan atau mentaati segala
kewajiban yang seharusnya diindahkan atau ditaati, apabila kepadanya diberi
kuasa secara tegas.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan apabila
seorang secara sukarela mewakili orang lain, tanpa, adanya pemberian surat
kuasa, maka ia harus bertanggung- jawab terhadap segala sesuatunya seakan-akan
kepadanya diberikan suatu surat kuasa.
Melakukan suatu perwakilan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1354
harus dilanjutkan juga apabila orang yang diwakili meninggal dunia, sampai para
ahli warisnya dapat mengambil alih pekerjaan itu, demikianlah diatur dalam pasal
1355.

-Perbuatan Melanggar Hukum-


Pasal 1365 memuat ketentuan tentang "perbuatan melanggar hukum"
(Onrechtmatige daad). Barang siapa melakukan suatu perbuatan melanggar
hukum, yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian pada pihak lain,
diwajibkan mengganti kerugian itu.
Mengenai istilah "melanggar hukum" (onrechtmatige daad) terdapat
Arrestnya Hoge Raad tertanggal 31 Januari 1919, W. 10365, yang berbunyi:
Melanggar hukum tidak hanya berarti melanggar undang-undang, tetapi pula
berarti melanggar segala apa yang bertentangan dengan kesusilaan atau dengan
kepantasan/ kepatutan yang harus diperhatikan dalam hubungan kemasyarakatan.

-Unsur-unsur Pasal 1365-


Memperhatikan bunyi pasal 1365, maka dapat dilihat bahwa suatu
perbuatan melanggar hukum itu memiliki unsur-unsur:
- melanggar undang-undang
- kerugian pihak lawan
- kesalahan pihak yang berbuat
Agak identik dengan konsep wanprestasi seperti yang terdapat pada pasal
1234 bahwa ikatan itu bertujuan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, atau
tidak berbuat sesuatu. Maka istilah melanggar hukum dapat diartikan dengan tidak
berbuat sesuatu, hal mana itu berarti wanprestasi dan disebut melanggar hukum.

-Pertanggungjawaban-
Adapun pasal 1365 dapat dihubungkan dengan pasal-pasal mengenai
pertanggungan jawab menurut perundang-undangan. Hubungan itu dimulai
dengan pasal 1366, yang menentukan: semua orang harus bertanggung jawab
terhadap kerugian yang ditimbulan, tidak hanya karena perbuatannya, sendiri,
melainkan pula karena ditimbulkan, oleh kelalaiannya atau karena kurang hati-
hatinya.
Selanjutnya oleh pasal 1367 ayat 1 ditentukan bahwa semua orang harus
bertanggungjawab terhadap kerugian yang tidak hanya ditimbulkan oleh
perbuatannya sendiri (ulangan dari ketentuan dalam pasal 1366). melainkan pula
oleh perbuatannya orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, atau
diakibatkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Ayat ke 2; 3 dan 4 menjelaskan siapa-siapa yang harus bertanggung jawab
dan terhadap siapa, yakni :
,ayat 2 : para orang tua.atau wali terhadap, anak-anak yang belum dewasa,
yang bertempat tinggal bersama dan terhadap siapa dilakukan
penguasaan orang tua / wali;
,ayat 3 : para majikan, terhadap perbuatannya pembantu mereka dalam
bidangnya masing-masing.
,ayat 4 : para guru dan kepala tukang (werk meester), masing-masing terhadap
anak muridnya dan terhadap tukang-tukang selama murid dan tukang
itu berada di bawah pengawasannya.

-Force majeure-
Namun demikian, apabila orang-orang yang bertanggung jawab tadi dapat
membuktikan bahwa perbuatan tadi dilakukan di luar kesalahannya, maka
tanggung jawab tadi tidak dapat dibebankan kepada mereka. Dengan perkataan
lain, si guru dan si kepala-tukang harus membuktikan bahwa mereka tidak, dapat
mencegah perbuatan-perbuatan tadi, demikian, dapat dibaca dalam ayat ke-4.
Jika pada pelayanan kesehatan, kejadian diluar kemampuan tenaga
kesehatan untuk mencegah, atau perbuatan yang terjadi pada pasien itu dapat
dikatakan sebagai kejadian diluar kesalahannya, maka tanggung jawab tersebut
tidak dapat dibebankan kepada mereka. Kejadian seperti ini masuk dalam resiko
30
komplikasi, resiko tak laik bayang atau resiko terikut tindakan. .
30
Resiko tak laik bayang, resiko terikut tindakan, dan komplikasi merupakan kejadian yang tidak dapat
dikatakan kesalahan tenaga kesehatan, tetapi tenaga kesehatan harus dapat membuktikan bahwa kejadian
itu tidak dapat dicegah. Selanjutnya baca di ‘Konsep Malpraktik’
-Masalah Penghinaan-
Suatu tindakan yang juga disebut sebagai tindakan pelanggaran hukum
adalah menghina orang. Masalah ini diatur dalam pasal 1372 sampai dengan 1380
31
KUHPerdata .
Meskipun masalah penghinaan ini diatur dalam pasal 1372 namun
demikian perihal penghinaan ini tidak dapat dilepaskan dari masalah pidana,
seperti diatur dalam Bab XVI KUHP.
-Hapusnya Ikatan-
Ikatan tidak mungkin berlaku secara terus menerus, atau dengan perkataan
lain, tidak ada. Suatu ikatan yaug abadi, maka harus pula diatur cara
penghapusannya atau penggugurannya. Dalam Bab ke-IV terdapat ketentuan-
ketentuan tentang penghapusan ikatan. Pasal 1381 mengandung ketentuan tentang
hapusnya suatu ikatan. Akan tetapi harus diperhatikan pula bahwa, untuk
menghapuskan suatu ikatan harus pula didasarkan atas pasal 1320.
Pasal 1381, tersebut tidak memuat secara lengkap cara cara penghapusan
suatu ikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa pasal 1381 tadi memuat suatu
ketentuan secara "enuntiatief" (secara menerangkan). Selain cara-cara yang disebut.
dalam pasal itu, masih ada cara penghapusan yang lain, misalnya saja penghapusan
karena sudah waktunya untuk dihapuskan: Misalnya : perihal kontrak suatu rumah

31
Pasal 1372 Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian
serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
Dalam menilai satu sama lain, Hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula
pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan.
1373. Selain itu, orang yang dihina dapat menuntut pula supaya dalam putusan juga dinyatakan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah.
Jika ia menuntut supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah, maka berlakulah ketentuan-
ketentuan dalam Pasa1314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penuntutan perbuatan
memfitnah.
Jika diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempatkan di tempat umum, dalam jumlah
sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh Hakim atas biaya si terhukum.
1374. Tanpa mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, tergugat dapat mencegah
pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lalu dengan menawarkan dan sungguh-sungguh
melakukan di muka umum di hadapan Hakim suatu pernyataan yang berbunyi bahwa ia menyesali
perbuatan yang telah ia lakukan, bahwa ia meminta maaf karenanya, dan menganggap orang yang dihina
itu sebagai orang yang terhormat.
1375. Tuntutan-tuntutan yang disebutkan dalam ketiga pasal yang lalu dapat juga diajukan oleh suami atau
istri, orangtua, kakek nenek, anak dan cucu, karena penghinaan yang dilakukan terhadap istri atau suami,
anak, cucu, orangtua dan kakek nenek mereka, setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal.
1376. Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan jika tidak ternyata adanya maksud
untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak dianggap ada, jika perbuatan termaksud nyata-nyata
dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri secara terpaksa. `
1377. Begitu pula tuntutan perdata itu tidak dapat dikabulkan, jika orang yang dihina itu dengan suatu
putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, telah dipersalahkan melakukan
perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
Akan tetapi jika seseorang terus-menerus melancarkan penghinaan terhadap seseorang yang lain, dengan
maksud semata-mata untuk menghina, juga setelah kebenaran tuduhan ternyata dari suatu putusan yang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau dari sepucuk akta otentik, maka ia diwajibkan memberikan
kepada orang yang dihina tersebut penggantian kerugian yang dideritanya.
1378. Sepala tuntutan yang diatur dalam ketentuan keenam pasal yang lalu, gugur dengan pembebasan
orang dinyatakan secara tegas atau diam-diam, jika setelah penghinaan terjadi dan diketahui oleh orang
yang dihina, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang menyatakan adanya perdamaian atau pengampuan,
yang bertentangan dengan maksud untuk menuntut penggantian kerugian atau pemulihan kehormatan.
1379. Hak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 1372, tidak hilang dengan
meninggalnya orang yang menghina ataupun orang yang dihina.
1380. Tuntutan dalam perkara penghinaan gugur dengan lewatnya waktu satu tahun, terhitung mulai dari
hari perbuatan termaksud dilakukan oleh tergugat dan diketahui oleh penggugat.
untuk satu tahun lamanya. Apabila sudah lewat satu tahun, maka ikatan
pengkontrakan hapus. Dalam beberapa pasal lainnya di KUHPerdata terdapat pula
32
penghapusan suatu ikatan, yarig tidak disebutkan dalam pasal 1381 .

B. Landasan Hukum Berdasar Undang-undang Pratik Terapi


-Praktik Terapi-
Berdasarkan Undang-undang Praktik terapi (UUPradok), pengertian
praktik terapi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh terapist dan terapist
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Kemudian, asas dari praktik terapi (terdapat dalam pasal 2 Undang-undang
Praktik Terapi), yaitu: praktik terapi dilaksanakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan,
serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Pada pasal 3 diterangkan lebih lanjut tindakan pengaturan praktik terapi
bertujuan untuk; a) memberikan perlindungan kepada pasien; b) mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh terapist dan terapist
gigi; dan 3) memberikan kepastian hukum kepada masyrakat, terapist dan terapist
gigi.
Memperhatikan pasal 2 dan 3 dari Undang-undang Praktik Terapi tersebut
maksud yang muncul dari hubungan terapist pasien tidak sama persis seperti yang
muncul dalam konsep hubungan terapist pasien pada konsep perdata.
Pada konsep perdata hubungan terapist pasien yang lahir sebagai ikatan
atau perjanjian yang kemudian disebut sebagai kontrak terapetik, bertujuan untuk
mewujudkan „sesuatu‟ yang telah mereka perjanjikan.
Sesuatu yang diperjanjikan antara pasien dengan terapist adalah pelayanan
kesehatan. Hal mana pasien akan menerima pelayanan kesehatan sedang terapist
akan memberi pelayanan kesehatan.
Dapat juga dikatakan kalau dari KUHPerdata menjelaskan terjadinya
ikatan sedang dalam Undang-undang Pradok menerangkan isi perjanjian-nya atau
sesuatu yang diperjanjikan dalam hubungan terapist pasien tersebut.
Disebutkan juga dalam pasal 30 Undang-undang Pradok, bahwa praktik
terapi diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara doker dengan pasien
dalam upaya untuk:
1. pemeliharaan kesehatan,
2. pencegahan penyakit,
3. peningkatan kesehatan,
4. pengobatan penyakit dan
5. pemulihan kesehatan.

32
Pasal 1381: perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan barang; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau
kopensasi; karena percampuran utang; karena musnahna barang yang terutang; karena berlaku syarat
pembatalan yang diatur dalam Bab I buku ini; dan karena lewat waktu, yang akandiatur dalam bab
tersendiri.
Terpenting dari pasal 30 tersebut adalah adanya kesepakatan antara
terapist dengan pasien. Kesepakatan itu merupakan pintu masuk untuk
berlangsungnya pelayanan terapist selanjutnya. Kesepakatan ini identik dengan
persyaratan saling setuju (antara terapist dengan pasien) dalam pasal 1320
KUHPerdata.
Masalah persetujuan yang terjadi dalam proses pelayanan kesehatan
tersebut selanjutnya diatur dalam pasal 45 ayat (1), disana disebutkan bahwa
setiap tindakan terapi yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.

-Pasien-
Terapist dalam menerapkan ilmu terapi dan ketrampilannya dalam
masyarakat maka pasti membutuhkan pasien. Pasien dalam hal ini adalah pihak
lain yang diperlukan terapist untuk terbentuknya hubungan terapist pasien.
Menurut Undang-undang Pradok pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperolah pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
terapist atau terapist gigi.
Pelayanan yang diperoleh secara langsung berarti pasien akan datang
langsung ke tempat praktik terapist dan mendapatkan langsung saran atau
tindakan yang diperlukan. Pelayanan yang tidak langsung dapat saja dilakukan
oleh pasien melalui telepon atau cara lainnya sebatas permasalahan pasien itu
dapat dimengerti oleh terapist yang bersangkutan.
Kuliah 8
INFORMED CONSENT

Informed artinya sudah mendapat informasi, sudah memperoleh informasi,


sudah diberi informasi. Consent artinya persetujuan. Sehingga arti informed
consent adalah persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari
pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui.
Jadi,.. jika pasien menandatangani blanko informed consent akan sebuah
tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, berarti pasien memberikan
persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, dan sudah
mendapat informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh terapist pada
dirinya, untung ruginya dilakukannya tindakan itu, resikonya, biaya dan lain
sebagainya.
Masalah informasi dalam HDP merupakan hal yang sangat penting. Untuk
itu penanganan perihal informasi medis perlu pertimbangan untuk dibentuk suatu
badan khusus.

-Definisi-
Definisi informed consent adalah
 Persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari
 pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui.
 Pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik/terapetik, setelah mendapat
penjelasan tentang tujuan, resiko, alternatif tindakan yang akan dilakukan,
serta prognosis penyakit jika tindakan itu dilakukan/tidak dilakukan.
 Pada Bab I butir Id. Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkan
bahwa: Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah
mendapat informasi dan Consent berarti persetujuan (ijin).
Ada perbedaan penekanan antara informed consent ini dengan persetujuan
dalam kontrak terapetik (sesuai pasal 1320 KUH perdata).
Informed Consent dalam profesi terapii (juga tenaga kesehatanan lainnya)
adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasien yang diberikan dengan
bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan terapii yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan
terapii yang dimaksud.

-Dasar hukum informed consent-


M Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585 / MENKES/ PER / IX / 1989
Tentang Persetujuan Tindakan Medik, yang pedoman pelaksanaannya diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor:
HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik ( Informed
Consent ) tanggal 21 April 1999.
f. SK. Dirjen YANMED. No. YM 00.03.2.6.956 Tentang Hak dan Kewajiban
Pasien Dan Perawat.
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
Nomor: YM.02.04.3.5.2504 tanggal 10 Juni 1997 Tentang Pedoman Hak Dan
Kewajiban Pasien, Terapist Dan Rumah Sakit.
h. Pasal 45 (1) UUPRADOK.

- Persetujuan tindakan medik-


Persetujuan tindakan medik (PERTINDIK) wujud formalnya merupakan
lembaran, disitu pasien bertanda-tangan sebagai bukti persetujuan.(SK dirjen
pelayanan medik no HK 00.06.3.5.1866, tentang Persetujuan Tindakan Medik).
Pertindik sebagai pengganti istilah informed consent, sebenarnya kurang
lengkap karena tidak tuntas mencerminkan isi informasi yang harus diberikan oleh
terapist.
- Informed consent-
Konsil Terapii Indonesia tahun 2006 menerbitkan istilah informed consent
. Hanya saja istilah tersebut hanya merupakan namalain dari informed consent, hal
ini dapat dilihat di Buku Kemitraan yang juga telah diterbitkan oleh KKI.
Disebutkan di dalam Manual Informed consent:
Informed consent :
a. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana
tindakan terapi yang diajukan oleh terapist atau terapist gigi, setelah
menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
b. Informed consent adalah pernyataan sepihak dari pasien dan bukan
perjanjian antara pasien dengan terapist atau terapist gigi, sehingga dapat
ditarik kembali setiap saat.
10. Informed consent merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi
yang efektif antara pasien dengan terapist atau terapist gigi, dan bukan
sekedar penandatanganan formulir persetujuan.
Sebagai tambahan juga di dalam Buku Kemitraan KKI menyebutkan,
informed consent (Informed consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan
terapist, dimulai dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu
mengenai penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien
memahaminya, dan kemudian memutuskan persetujuannya.
Disebutkan dalam manual informed consent tersebut bahwa informed
consent adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya
berupa persetujuan atas rencana tindakan terapi yang diajukan oleh terapist atau,
setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau
penolakan.

-Penatalaksanaan informed consent-


Petaksanaan informed consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan (Bab lI
butir 3 Pertindik):
10 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis
yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be actually
performed)
11 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan tanpa paksaan (voluntary).
12 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh seseorang (pasien)
yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum.
13 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan setelah diberikan cukup
(adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.
-Isi informed consent-
Menurut Bab II butir 4 Pedoman di atas informasi dan penjelasan dianggap
cukup (adekuat) jika paling sedikit enam hal pokok di bawah ini disampaikan
dalam memberikan informasi dan penjelasan, yaitu :
11 Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan
medik yang akan dilakukan (purpose of medical procedures).
12 lnformasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan
dilakukan (contemplated medical prosedures).
13 Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko (risk inherent in such medical
prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi.
14 Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia
dan serta risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk),
15 Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis
tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedure).
16 Diagnosis.

-Kapan informed consent dilakukan?-


Informed consent akan dilakukan pasien setelah pasien melakukan saling
setuju untuk yang pertama kali dengan terapist.
Persetujuan pasien di dalam ‟saling setuju yang kedua dan seterusnya‟
terhadap tindakan terapist yang akan dilakukan pada pasien, itulah yang nantinya
disebut informed consent. Sehingga, terjadinya informed consent adalah setelah
ada deal antar pasien dan terapist untuk melakukan hubungan.
Informed consent itu adalah persetujuannya pasien terhadap tindakan
1
medik yang akan dilakukan terapist pada tubuhnya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa informed consent itu adalah persetujuan sepihak, yaitu persetujuan yang
dibuat pasien.
Memperhatikan hal tersebut maka, informed consent dapat dilakukan
berkali-kali dan dilakukan setiap akan ada tindakan terapist pada pasiennya.

- Sampai Berapa Lama Persetujuan Berlaku?


Perlu ditegaskan lagi bahwa persetujuan pada waktu pertama kali bukanlah
informed consent, melainkan persetujuan untuk melakukan kontrak terapetik.
Pada peristiwa ini maka persetujuan akan ditutup bersamaan dengan ditutupnya
kontrak terapetik, hal mana ditandai dengan adanya pelunasan dari biaya
pemeriksaan terapist oleh pasien (dilihat dari konsep kontrak jual beli jasa).
Bilamana pasien datang lagi, misalnya waktu kontrol maka tetap akan
dikenai biaya jasa pemeriksaan lagi oleh terapist, karena merupakan bentuk
kontrak baru lagi.
Kemudian bagaimana dengan informed consent? Jelas disebutkan disini
adalah persetujuan untuk tindakan terapii, bukan persetujuan untuk kontrak

13
Tindakan medik dapat bersifat diagnostik (tindakan medik diagnostik) dan dapat juga bersifat terapetik
(tindakan medik terapetik).
terapetik. Pada peristiwa kedua ini maka adanya persetujuan didasarkan adanya
peristiwa informasi sehingga disebut dengan informed consent.
Pada buku Pedoman Informed consent/ Gigi , KKI menyebutkan: ”Tidak
ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu informed
consent‟. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai
dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila
informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif
tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya
dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian
persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila
ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut
pasti juga akan membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang
masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.”
Untuk keterangan KKI tersebut, penulis setuju, karena yang dimaksud
adalah persetujuan dalam rangka ”tindakan medik”. Untuk hal seperti ini istilah
informed consent lebih penulis sukai, mengingat aspek informasi memegang
peranan pokok untuk munculnya saling setuju dalam hubungan terapist pasien.

- Bentuk informed consent-


Bentuk informed consent dapat tersembunyi (implied conset) dan yang
terwujud (express consent).
Bentuk dari informed consent yang tersembunyi, merupakan bentuk yang
paling sering terjadi, karena di dalam hubungan terapist pasien proses pelayanan
terapist kepada pasien berupa anamnesa, pemeriksaan, dan tindakan-tindakan
medis yang sering terjadi sudah dianggap sebagai kebiasaan oleh pasien dan
terapist sehingga perwujudan informed consent merupakan hal yang tidak umum.
Bentuk informed consent yang tersembunyi tersebut tidak menghilangkan
hakekat dari adanya saling setuju antara terapist dengan pasien. Bahkan dengan
tersembunyinya bentuk informed consent tersebut menunjukkan adanya
kedalaman dari masing-masing pihak akan pemahaman dari tugas dan
tanggungjawab masing-masing pihak.
Hanya saja, pada perkembangannya seiring dengan semakin ber-
kembangnya ilmu dan teknolgi terapii mengakibatkan beberapa kondisi yang
menuntut semakin seringnya mewujudkan informed consent tersebut. Hal tersebut
misalnya adalah:
18 Semakin jauhnya masyarakat dari iptek terapii. Hal ini terjadi karena
perkembangan iptek terapii yang cepat.
19 Semakin banyaknya alternatif pilihan terapi dan diagnostik.
20 Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien.
21 Perkembangan ilmu hukum yang mendorong masyarakat untuk sadar akan
posisinya dalam hubungan terapist pasien.
22 Kesadaran terapist akan aspek hukum dari tindakan medis.
Informed consent yang terwujud dapat berupa oral consent (terucap) dan
writen consent (tertulis). Bentuk oral consent ini terwujud dengan kata-kata
persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh terapist.
Bentuk oral consent ini lebih sering terdapat jika dibanding dengan yang writen
consent. Bentuk yang tertulis ini banyak dipakai untuk tidakan yang bersifat
infasiv, seperti tindakan operasi, tindakan diagnostik (foto dengan kontras), dan
tindakan dengan biaya mahal dan lain sebagainya.
Untuk kepentingan rekam medik ada baiknya untuk selalu mencatat
persetujuan dari pasien yang berupa kata ‟setuju‟ ke dalam lembaran rekam medik
saat terapist visite.
Demikian juga misalnya tindakan keperawatan yang akan dilakukan
perawat dalam rangka pelayanan keperawatannya harus menyertakan adanya
informed consent dalam setiap tindakan keperawatannya. Baik dalam bentuk yang
tersembunyi ataupun bentuk yang terwujud.

-Kewajiban memberi penjelasan-


Bab II butir 5 Kep Dirjen Yanmed Pedoman Pertindik menyebutkan
bahwa: Terapist yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung
jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila
berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan
kepada terapist lain dengan sepengetahuan terapist yang bersangkutan.
Pasal 6 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN
MEDIK menyebutkan:
21 Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya,
informasi harus diberikan oleh terapist yang akan melakukan operasi itu
sendiri
22 Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada terapist sebagaimana dimaksud
ayat informasi harus diberikan oleh terapist lain dengan sepengetahuan
atau petunjuk terapist yang bertanggung jawab.
23 Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak
invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh terapist lain atau perawat
dengan sepengetahuan atau petunjuk terapist yang bertanggung jawab.
-Sahnya suatu informed consent-
Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
4. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
5. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan.
6. Persetujuan harus diberikan secara sukarela (tidak ada unsur paksaan)
7. Tidak boleh ada unsur penipuan.
Seperti pada syarat sahnya suatu kontrak, hal mana di dalamnya
disebutkan salah satu unsur untuk sahnya suatu kontrak yaitu adanya saling setuju.
maka untuk sahnya informed consent itu juga mengacu pada ketentuan yang sama
dengan konsep saling setuju seperti yang terdapat dalam kontrak terapetik.
Menekankan hanya pada adanya tanda-tangan informed consent akan
menjebak terapist hanya bekerja secara formal tanpa ada beban moral dari
pekerjaannya. Bahkan terapist dapat saja terbawa oleh susana formalitas dari
pekerjaannya itu. Padahal yang terpenting adalah munculnya kesadaran dari
pasien tindakan terapist itu tidak menjanjikan hasil, terapist hanya berusaha
dengan iptek yang saat ini ada.
Memang bukti formal berupa selembar kertas yang ditanda-tangi itu sangat
penting, terlebih jika dikaitkan dengan aspek hukum perdata, tetapi dilihat dari
aspek pidana, yang melihat kebenaran tidak hanya dari aspek formal, tapi
kebenaran adalah kebenaran material, maka bukti formal saja tidak mencukupi.
Maka, perhatian terapist terhadap masalah informed consent ini harus
proporsional.
Kemudian juga harus disampaikan resiko-resiko yang mungkin dapat
terjadi dari tindakan yang akan dilakukan terapist. Untuk itu sangat penting
diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi
peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan terapii tersebut.
Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari
manapun, termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah
tahanan/Lembaga Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi. Bila
persetujuan diberikan atas dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah.
Pasien yang berada dalam status tahanan polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah
peraturan perundangundangan di bidang kesehatan jiwa/ mental dapat berada pada
posisi yang rentan. Pada situasi demikian, terapist harus memastikan bahwa
mereka mengetahui bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka mau.

-Cara memberi informasi-


Bab II butir 6 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik menyebutkan:
Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi dan penjelasan
secara tulisan dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah
disampaikan secara lisan.
Pada pasal 4 dan 5 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN
TINDAKAN MEDIK disebutkan dalam pasal 4 dan 5 bahwa:
Pasal 4.
23 Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak diminta.
24 Terapist harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali biIa
terapist menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan
pasien atau pasien menolak diberi informasi.
25 Dalam hal sebagaimana dimaksud aya (2) terapist dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh perawat sebagai saksi.

Pasal 5.
26 Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari
tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
27 Informasi diberikan secara lisan
28 Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila terapist
menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
29 Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) terapist dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat
pasien.

CATATAN
Istilah terapii tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan
penjelasan karena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak
terjadi salah pengertian sehingga mengakibatkan masalah yang serius.
Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan
situasi pasien.

- Pihak yang memberikan informasi.


Pihak yang wajib memberikan informasi adalah terapist atau tenaga
kesehatan lain yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien.
Adalah tanggung jawab terapist pemberi perawatan atau pelaku
pemeriksaan/tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh
secara benar dan layak. Terapist memang dapat mendelegasikan proses pemberian
informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada
terapist pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara
benar dan layak.
Jika seseorang terapist akan memberikan informasi dan menerima
persetujuan pasien atas nama terapist lain, maka terapist tersebut harus yakin
bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan
pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.

-Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan.


Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7.
yaitu :
2 Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah
2
menikah.
3 Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut:
1. Ayah / ibu kandung.
2. Saudara-saudara kandung.
4 Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau
orang tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau

3.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih
atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut :
(l) Ayah/ibu adopsi.
Saudara-saudara kandung.
Induk semang.
- Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed
consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut
urutan hak sebagai berikut :
Ayah/ibu kandung.
Wali yang sah.
Saudara-saudara kandung.
- Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle),
Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut urutan
hak sebagai berikut:
Wali.
Curator
- Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut :
a) Suami/istri.
b) Ayah/ibu kandung.
c) Anak-anak kandung.
d) Saudara-saudara kandung.

CATATAN.
Yang dimaksud dengan beberapa pengertian dibawah ini berdasarkan Bab
I butir 4 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik :
l. Ayah: -Ayah kandung.
Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan Hukum Adat.
- Ibu :-Ibu kandung.
Termasuk " lbu " adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan Hukum Adat.
- Suami:- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
- Isteri:- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
lakilaki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari l (satu) isteri, persetujuan
/penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
31 Wali: - Adalah yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang
menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.
32 Induk semang: adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut
bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari
anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah
tangga yang belum dewasa.

Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka


setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah
bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana
orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.

Meskipun demikian untuk anak yang berumur dibawah 18 tahun, jika


memerlukan tindakan darurat maka pertolongan tetap harus diberikan dalam
rangka mencegah timbulnya kecacatan, atau kerusakan lebih lanjut jika tidak
diberi tindakan segera.
Kemudian jika usianya dibawah 18 tahun, tapi memungkinkan untuk dapat
mengerti dan memahami sifat dari persetujuan itu (dalam rangka untuk memenuhi
hak asasi manusia) maka dibolehkan untuk melakukan persetujuan asal dilakukan
pada tindakan yang tidak beresiko tinggi.

- Kompetensi pasien dalam persetujuan


Berkaitan dengan masalah kompetensi dalam memberikan persetujuan,
maka pengertian kompeten dari pasien itu perlu diurai, sampai sejauh mana
sehingga dapat disebut kompeten, perlu ditetapkan pedoman garis besarnya demi
untuk kepastian hukum.
Di dalam pedoman informed consent KKI menyebutkan ada 3 kriteria,
yaitu seseorang (pasien) dianggap kompeten untuk memberikan persetujuan,
apabila:
32 Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara
yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang
terlalu teknis.
33 Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu
yang cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya
untuk membuat keputusan secara bebas.
34 Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan.
Meskipun pada pasien sudah disampikan informasi, ada baiknya untuk
tetap dilakukan cek silang dengan keluarganya akan sikap dari pasien tersebut.
Hal ini untuk memberikan kepastian juga pada keluarga bahwa apa yang
disampaikan pasien itu benar, sudah disadari dan dimaklumi juga oleh keluarga.
Karena, penuntutan tidak selalu muncul dari pasien, tapi dapat juga termotivasi
oleh sikap keluarga yang merasa tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang
diterima oleh pasien.
Sehingga tetap diperlukan kehadiran dari pihak keluarga untuk menjadi
saksi atas persetujuan tindakan yang akan dilakukan terapist kepada pasien..

- Cara Memberikan Persetujuan.


Bab II butir 8 Pedoman Persetu,juan Tindakan Medik menyebutkan bahwa
cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara:
C. tertulis (express) maupun,
D. lisan (implied).
Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang
mengandung risiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada
tindakan medis yang tidak mengandung risiko tinggi.
Lebih lanjut KKI dalam buku petunjuknya menjelaskan memberikan petunjuk
bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sbb:
6. Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek
samping yang bermakna.
7. Bila tindakan terapii tersebut bukan dalam rangka terapi.
8. Bila tindakan terapii tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien
9. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Terapii ayat (5)
menyatakan bahwa “Setiap tindakan terapi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.”

-Penolakan Tindakan Terapii (Informed Refusal)


Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan
pasien. Jadi setelah pasien menerima informasi dari terapist atau yang bertugas
untuk memberikan keterangan, maka selanjutnya pasien akan bersikap, menerima
atau menolak.
Penolakan (refusal) pasien tersebut dapat disebut juga dengan istilah
penolakan tindakan terapii atau penolakan tindakan medik atau informed refusal.
Pada pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan
mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu
pemeriksaan atau tindakan terapii.
Penolakan itu boleh logis boleh juga tidak, sebab penolakan yang terjadi
merupakan resiko pasien, hal mana resiko akibat dari penolakan itu diterangakan
sebelumnya oleh terapist kepada pasien atau keluarganya..
Kalau hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut
berakibat serius maka keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak
dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi
situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi
tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek
sampingnya.
Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang
terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan
kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan
terapist meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan
tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap
masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan
dengan baik.

-Penundaan dan Pembatalan Persetujuan


Berhubungan dengan perihal penolakan tindakan terapii, pasien juga
memiliki hak untuk menunda bahkan membatalkan persetujuan yang telah
dibuatnya. Hal ini semata-mata menghormati hak pasien yang berdiri atas dasar
hak untuk menentukan nasibnya sendiri (right to self determination).
Pedoman tentang yang dikeluarkan KKI juga menyebutkan, persetujuan
suatu tindakan terapii dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang
memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota
keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu
pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek
kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.
Pengecekan diperlukan untuk menilai lagi adakah tindakan medik yang
dilakukan itu masih layak mengingat perjalanan waktu sakit, sehingga
dimungkinkan adanya perubahan kondisi dari pasien. Selain itu, juga diperlukan
apakah pasien masih ingat akan resiko dari tindakan yang akan dilakukan.
Memperhatikan hal ini, jika ditemukan hal-hal yang kurang pas karena adanya
perubahan, maka ada baiknya dibuat bentuk persetujuan baru sesuai dengan
kondisi yang ada sekarang.
Selain penundaan juga dimungkin pasien melakukan pembatalan terhadap
tindakan medik yang sudah disetujuinya.
Pada dasarnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka
dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan informed consent.
Pembatalan tersebut dapat dilakukan selama pasien memiliki kesadaran penuh.
Jika pasien sudah dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh pembiusan tentunya
pembatalan tidak akan dapat dilakukan.
Pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari
pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk
dapat membatalkan persetujuan.
Menentukan kompetensi pasien pada beberapa situasi seperti pasien
menderita nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi
pasien dan kemampuan terapist dalam menilai kompetensi pasien. Terapist dalam
hal situasi sulit seperti ini dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam membangun
landasan etik yang tepat.
Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan
persetujuannya, maka terapist harus menghormatinya dan membatalkan tindakan
atau pengobatannya.
Kadang-kadang pembatalan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang
berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri,
tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan.
Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang didokumentasikan di rekam
medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak
dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, terapist harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan
akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan.
Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka
penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal
yang membahayakan pasien.

- Pembukaan Informasi
Berdasar Undang-undang Praktik Terapii Paragraf 4: Rahasia Terapii,
pasal 48 ayat (2) disebutkan: ”Rahasia terapii dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
3
ketentuan perundang-undangan”
Oleh karena segala hal yang berkaitan dengan pasien adalah termasuk
dalam pengertian ”segala hal yang harus dirahasikan oleh terapist atau yang
disebut rahasia medik”, maka ketentuan untuk membuka rahasia ini harus
memenuhi aturan yang ada.
Informasi tentang pasien yang diperoleh terapist dalam proses hubungan
terapist pasien menjadi rahasia terapii.
Pada umumnya pembukaan informasi pasien kepada pihak lain
memerlukan persetujuan pasien. Persetujuan tersebut harus diperoleh dengan cara
yang layak sebagaimana diuraikan di atas, yaitu melalui pemberian informasi
tentang baik-buruknya pemberian informasi tersebut bagi kepentingan pasien.
No 29 tahun 2004 tentang Praktik Terapii mengatur bahwa
pembukaan informasi tidak memerlukan persetujuan pasien pada keadaan-
keadaan:
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, misalnya dalam bentuk visum et repertum
c. Atas permintaan pasien sendiri

3. Paragraf 4: Rahasia Terapii, Pasal 48


(1) Setiap terapist atau terapist gigi dalam melaksanakan praktik terapii wajib menyimpan rahasia terapii.
(2) Rahasia terapii dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia terapii diatur dengan Peraturan Menteri.
d. Berdasarkan ketentuan undang-undang, misalnya UU Wabah dan UU
Karantina
Setelah memperoleh persetujuan pasien maka terapist tetap diharapkan
memenuhi prinsip “need to know”, yaitu prinsip untuk memberikan informasi
kepada pihak ketiga tersebut hanya secukupnya, yaitu sebanyak yang dibutuhkan
oleh peminta informasi.

- Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi tidak hanya melibatkan individu tetapi melibatkan
pasangan dan janin yang dikandungnya terutama bagi wanita. Oleh karena itu,
persetujuan tindakan di bidang kesehatan reproduksi memiliki dimensi yang agak
berbeda dengan kondisi tindakan medis terhadap organ lainnya.
Permasalahan utama pada pemberian persetujuan dalam lingkup kesehatan
reproduksi adalah kapan dan bagaimana persetujuan cukup diberikan oleh pasien
wanita saja, orang tua, suami saja dan suami isteri.

- Format Isian Informed Consent.


Formad isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) atau
Penolakan Tindakan Medik, digunakan seperti contoh formulir terlampir, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak
sebagai salah satu saksi ;
- Materai tidak diperlukan ;
- Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien ;
- Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan
medis dilakukan.
- Terapist harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah
diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
- Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.

CATATAN
• Ibu jari pasien atau keluarganya yang berhak membubuhkan cap ibu jari
tersebut tidak boleh dipegang oleh tenaga kesehatan yang mendampingi
(untuk menghindari tuduhan adanya paksaan dari pihak rumah sakit dan atau
tenaga kesehatan)
• Apabila pasien atau keluarganya yang berhak membubuhkan cap ibu tersebut
buta aksara dan tuna netra (tidak dapat melihat sama sekali) petugas yang
mendapingi boleh memegang ibu jarinya, tetapi harus disertai berita acara dan
ditandatangani oleh dua orang saksi seperti berita acara dan ditanda tangani
oleh dua orang saksi seperti pada formulir persetujuan atau penolakan
tindakan medik.

- Sanksi Hukum
Sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan
ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas
dapat dijatuhi sanksi hukum maupun sanksi administratif apabila pasien dirugikan
oleh kelalaian tersebut.
Di dalam pedoman informed consent disebutkan juga sanksi yang akan
dapat menimpa terapist jika tidak melakukan informed consent dalam praktiknya.
Jika seorang terapist tidak memperoleh informed consent yang sah, maka
dampaknya adalah bahwa terapist tersebut akan dapat mengalami masalah:
1. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat
dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi
alasan pasien untuk mengadukan terapist ke penyidik polisi, meskipun kasus
semacam ini sangat jarang terjadi.
2. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap terapist, maka
pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya
mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud - padahal apabila dia
telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya,
atau menunjukkan bahwa terapist telah melakukan tindakan tanpa persetujuan
(perbuatan melanggar hukum).
3. Pendisiplinan oleh MKDKI
Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang terapist atau terapist gigi
yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan
dapat memberikan sanksi disiplin terapii, yang dapat berupa teguran hingga
rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.

- Sanksi Pidana
Seorang tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik terhadap
pasien tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dianggap melakukan
penganiayaan yang sanksinya diatur dalam pasal 351 KUHP. Yang berbunyi:
1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2. Jika penganiayaan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun
3. Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja
5. Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana.
- Kewajiban Mengganti Kerugian
A. Kewajiban Tenaga Kesehatan untuk mengganti kerugian.
Disebutkan pada pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan menyebutkan: ” (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2) Ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

PENJELASAN ayat (1).


Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk
memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul,
baik fisik maupun nonfisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan.
Perlindungan ini sangat penting karena akibat kelalaian atau kesalahan
itu mungkin dapat menyebabkan kematian atau menimbulkan cacat permanen.
Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak
berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian nonfisik
berkaitan dengan martabat seseorang.
- Pasal 1366 KUHP Perdata berbunyi :
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan
karena kelalaiannya atau kurang hatihatinya.

CATATAN
Gugatan terhadap terapist secara pribadi dapat dilakukan apabila: Terapist tersebut
melakukan kelalaian di tempat praktek pribadi atau sebagai terapist tamu di
sebuah rumah sakit yang tidak menggaji dia.

B. Kewajiban Sarana Kesehatan


Apabila pasien dirugikan oleh tenaga kesehatan yang bekerja di sebuah
sarana kesehatan misalnya sebuah rumah sakit, yang digugat untuk mengganti
rugi adalah rumah sakit tersebut, berdasarkan azas respondeat superior dan azas
tanggung renteng yang diatur dalam pasal 1367 KUHP Perdata.
Sedangkan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati tersebut dapat dijatuhi sanksi
administratif.

- Sanksi Administratif Bagi Terapist


Pasal 13 PERMENKES Tentang INFORMED CONSENT, mengatur
tentang Sanksi Administratif yang berbunyi:
Terhadap terapist yang melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien
atau keluarganya, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin
praktek.
- Hal Dimana Persetujuan Medik Tidak Diperlukan
Meskipun persetujuan dari pasien mutlak diperlukan sebelum dilakukan
dan ada sanksinya bila melakukan tindakan medik tanpa seijin pasien, ada tiga hal
dimana persetujuan medik tidak sama sekali tidak diperlukan.
Hal ini diatur dalam 7, pasal 11 dan pasal 14 PERMENKES Tentang
Informed Consent.
Pasal 7.
(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.
(2) Perluasan operasi yang tidak diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
(3) Setelah perluasan operasi sebagaimanadimaksud ayat (2) dilakukan,
terapist harus memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.

Pasal 11.
Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat
yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak
diperlukan persetujuan dari siapapun.

Pasal 14.
Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat
banyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.

CATATAN
Meskipun pasien atau keluarganya telah menyetujui tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya, apabila terjadi kematian, luka berat
atau sakit untuk sementara akibat kelalaian tenaga kesehatan, tenaga kesehatan
tetap dapat dituntut atau digugat karena kelalaian tersebut.

Ringkasnya, informed consent tidak wajib dilakukan jika mengadapi


kondisi seperti: 1) pada penelitian pemberian plasebo, 2) jika informasi akan
merugikan pasien atau akan memperburuk kondisi pasien. Hanya saja dalam
masalah ini diperlukan juga informasi kepada keluarga pasien, guna mempertegas
bahwa pemberian informasi kepada pasien secaralangsung akan berdampak buruk
pada kondisi pasien. 3) jika pasien tidak cakap, yaitu belum dewasa, mengalami
gangguan kesadaran. 4) pasien dalam pengampuan (order curatele). 5) perluasan
operasi. Pada kasus perluasan operasi sebaiknya terapist sudah memberi informasi
kepada pasien sebelum dilakukan operasi, bahwa jika ada perluasan operasi demi
keselamatan maka tindakan tersebut akan dilakukan. Kemudian, terapist segera
memberi tahu keluarganya dan pasien setelah pasien cukup mampu untuk
menerima informasi.
Meskipun disebutkan ada pengecualian, penulis pikir akan lebih baik tetap
ada pemberitahuan ke pihak ketiga yang menjadi pengampu pasien. Seperti
misalnya pasei belum dewasa maka kewajiban memberi informed consent akan
diberikan kepada walinya. Sedang untuk pasien atau subyek penelitian yang akan
mendapat obat plasebo sebaiknya diberikan informasi diawal penelitian bahwa
korban akan diberi obat yang mungkin obat tersebut adalah kosong (plasebo). Jika
pasien ada dibawah pengampuan maka informasi diberikan kepada kuratornya.
Jadi menurut penulis, bahwa pengecualian masalah informed consent ini
tidaklah dapat mutlak diadakan, karena tetap ada pihak yang bertanggung jawab.
Perkecualian hanya akan dilakukan jika kondisi memang tidak memungkinkan
untuk dilakukan informed consent, seperti pada pasien darurat, tidak sadar, tidak
ada keluarga, tidak ada identitas, maka tndakan medik ditujukan untuk
keselamatan kehidupan pasien informed consent tidak dapat dilaksanakan.

- Mengapa masih ada permasalahan?


Permasalahan dalam hubungan terapist pasien, tetap masih dapat terjadi.
Khususnya terkait tindakan medis yang dilakukan oleh terapist. Permasalahan
tersebut tetap masih ada karena adanya “misinformasi”. Kemungkinan karena
kurangnya fasilitas komunikasi (terapist / RS dengan pasien).
Masalah informasi ini penting untuk dijadikan obyek kajian mengingat
tenaga kesehatan dengan pola pelayanan paternalisitiknya, mungkin akan
melakukan tindakan yang tidak benar seperti :
- Tidak memberi informasi
- Informasi tidak benar
- Informasi lewah
- Informasi tidak lengkap
-
-kapan informed consent diperlukan-
Informed consent diperlukan tidak hanya untuk kasus tindakan terapii
yang akan dilakukan terapist pada pasien saja. Beberapa tindakan selain tindakan
terapii juga memerlukan informed consent yaitu:
• Kerahasiaan dan pengungkapan informasi
Terapist membutuhkan persetujuan pasien untuk dapat membuka
informasi pasien, misalnya kepada kolega terapist, pemberi kerja atau
perusahaan asuransi. Prinsipnya tetap sama, yaitu pasien harus jelas
terlebih dahulu tentang informasi apa yang akan diberikan dan siapa saja
yang akan terlibat.
• Pemeriksaan skrining
Memeriksa individu yang sehat, misalnya untuk mendeteksi tanda awal
dari kondisi yang potensial mengancam nyawa individu tersebut, harus
dilakukan dengan perhatian khusus.
• Pendidikan
Pasien dibutuhkan persetujuannya bila mereka dilibatkan dalam proses
belajar-mengajar. Jika seorang terapist melibatkan mahasiswa (co-ass)
ketika sedang menerima konsultasi pasien, maka pasien perlu diminta
persetujuannya. Demikian pula apabila terapist ingin merekam, membuat
foto ataupun membuat film video untuk kepentingan pendidikan.
• Penelitian
Melibatkan pasien dalam sebuah penelitian merupakan proses yang lebih
memerlukan persetujuan dibandingkan pasien yang akan menjalani
perawatan. Sebelum terapist memulai penelitian terapist tersebut harus
mendapat persetujuan dari Panitia etika penelitian. Dalam hal ini
Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa panduan yang
berguna.

- Bagaimana cara pasien memperoleh informasi-


Pada dasarnya pasien bebas untuk memperoleh informasi apa saja terkait
dengan penyakitnya. Di dalam informed consent pasien mendapat informasi dari
terapist yang akan melakukan tindakan medik tersebut. Padahal boleh jadi terapist
tidak akan melakukan tindakan itu sendiri.
Pada kasus terapist berkehendak untuk dilakukan foto ronsen guna
mengetahui adakah fraktur pada sebuah tulang, maka terapist yang memberi
pengantar foto akan menerangkan seperlunya terkait penyakitnya tujuan
penggunaan foto ronsen untuk kasus pasiennya tersebut, kemudian perihal
masalah teknis praktis foto ronsen menjadi tanggung jawab bagian ronsent untuk
memberikan keterangan.
Di dalam manual KKI disebutkan cara memberi informasi kepada pasien
dapat melalui berbagai cara, seperti: langsung diberikan oleh terapist yang akan
melakukan tindakan, melalui orang yang ditugaskan untuk memberikan
keterangan atas pelimpahan wewengang terapist, melalui leaflet atau alat
publikasi lain.

- Pertimbangan dalam memberi informasi


Konsil Terapii Indoensia di dalam ”Manual Informed consent”
memberikan saran pertimbangan untuk membantu pasien terkait dengan informed
consent.
Untuk membantu pasien membuat keputusan diharapkan
mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
a. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang
mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan
suatu sikap yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah
seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien ter-
lebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan
didiskusikan merupakan hal yang bersifat pribadi.
b. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci.
Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang
terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang
umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia
bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan
sampai mengakibatkan tidak ada diskusi.
c. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa
keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape
recorder
d. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress )
agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk
konseling bila diperlukan
e. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam
diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada
pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan
f. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas.
g. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat
klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan.

- Informasi yang disampaikan kepada pasien-


Di dalam Undang-undang Praktik Kedoteran, memberikan gambaran
informasi apa saja yang minimal diberikan kepada pasien dalam upaya untuk
membentuk informed consent.
Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Terapii memberikan batasan
minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Dengan mengacu kepada KKI melalui buku Manual Informed consent,
memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur
atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti
penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri,
rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan,
termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali
h. Nama terapist yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan terapist yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,
maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang
akan dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap
waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas
konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari
terapist lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.

- Perlunya ada informed consent-


Dengan mengingat bahwa ilmu terapi bukanlah ilmu pasti, maka
keberhasilan tindakan terapi bukan pula suatu kepastian, melainkan dipengaruhi
oleh banyak faktor yang dapat berbedabeda dari satu kasus ke kasus lainnya.
Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa keberhasilan
tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.
Adanya „asas bahwa ilmu terapii adalah bukan ilmu pasti‟ maka, dasar
penerapan dari ilmu terapii bukanlah menjanjikan hasil, tetapi menjanjikan usaha
yang sebaik-baiknya. Usaha sebaik-baiknya ini, kemudian didasarkan pada
pertimbangan ilmiah dan diwujudkan dengan adanya standart pelayanan.

- Informed Consent untuk Penelitian


Segala bentuk kegiatan apapun yang menggunakan manusia sebagai
subyek penelitian dan melakukan interfensi pada subyeknya baik berbentuk fisik
(pemberian material: obat-obatan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya), mental
(pemberian pertanyaan, kuesner yg dibagikan, dan lain sebagainya), dan sosial
(mengisolasi subyek dari tempat tinggalnya), maka wajib memberi tahu dahulu
kepada sampel subyek penelitian dari maksud dan tujuan dari penelitian itu. Dari
informasi yang telah diberikan tersebut maka subyek penelitian itu akan
memutuskan bersedia atau tidak menjadi sampel penelitian.
Juga subyek tidak boleh di-intervensi keputusannya dengan pemberian
imbalan atau janji, hal mana dapat dikatakan subyek calon sampel penelitian akan
terarah memberi persetujuannya.
Pada prinsipnya terapist dan terapist gigi dalam melakukan penelitian
dengan menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari
mereka yang menjadi subjek dalam penelitian tersebut secara bebas dan sukarela.
Persetujuan harus diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi
antara pihak peneliti dan calon subjek penelitian (informed). Komunikasi dalam
hal ini adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu mengenai
tindakan dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang
akan dilakukan, juga informasi tentang kompensasi yang akan diterima pasien jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam proses penelitian. Sedang informasi
yang diberikan, kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat
didokumentasikan
Code of Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964,
diperbaiki dalam World Medical Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun
1996, telah menyatakan hal tersebut.
Kaidah dasar moral yang mendasari keharusan adanya informed consent
pada penelitian adalah otonomi, maka jika akan memberikan perlakuan pada
subyek penelitian diharuskan adanya persetujuan. Baik itu tindakan medik,
maupun tindakan yang hanya mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan
penapisan (skrining) untuk memilih subjek yang akan digunakan dalam penelitian.
Semua penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek
penelitiannya maka diharuskan untuk lolos uji dari Tim Etika Penelitian. Pastikan
bahwa penelitian tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien,
dan bahwa subyek penelitian tahu bahwa ia sedang mengikuti penelitian, dan
keterlibatan subyek penelitian adalah secara sukarela.
Konsil Terapii Indoneia dalam Buku Pedoman Informed consent merinci
hal-hal yang seharusnya diinformasikan pada subyek penelitian yaitu, informasi
seharusnya berisi:
1. Tujuan penelitian atau penapisan
2. Manfaat penelitian dan penapisan
3. Protokol penelitian dan penapisan, serta tindakan medis
4. Keuntungan penelitian dan penapisan
5. Kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang
mungkin terjadi
6. Hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan
7. Bahwa persetujuan tidak mengikat dan subyek dapat sewaktu-waktu
mengundurkan diri.
8. Bahwa penelitian tersebut telah disetujui oleh panitia etika penelitian.
Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penelitian, kegiatan skrining atau
penapisan dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan
informasi tindakan yang efektif. Sehingga persetujuan dari subyek tetap
diperlukan.
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan:
a. Terdapat kemungkinan bahwa uji skrining tersebut memiliki
ketidakpastian, misalnya false positive dan false negative
b. Beberapa uji skrining tertentu berpotensi mengakibatkan hal yang serius
bagi pasien dan keluarganya, tidak hanya dari segi kesehatan, melainkan
juga segi sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu persetujuan dilakukannya uji skrining harus didahului
dengan penjelasan yang tepat dan layak, serta pada keadaan tertentu memerlukan
tindak lanjut, misalnya dengan konseling dan support group.

- Mitos informed consent-


Persetujuan pasien akan diberikan jika pasien sudah faham akan manfaat,
resiko dan segala hal yang terkait dengan tindakan yang akan dilakukan terapist.
Benarkan jika pasien kemudian sudah faham akan memberikan persetujuannya?
Pertanyaan ini akan membawa impliksi lebih lanjut, bahwa benarkah informed
consent itu hanya mitos?
Tidak menutup kemungkinan karena pasien dan kelurganya aham akan
tindakan tersebut, maka mereka akan tidak jadi memberikan ijin. Misalnya saja
tindakan itu memerlukan biaya yang ternyata cukup besar untuk kemampuan
keuangan mereka. Hanya karena aspek finansial maka boleh jadi mereka tidak
akan melakukan atau tidak jadi memberi persetujuan. Otomatis tindakan medik
tidak akan dilakukan. Padahal tindakan medik tadi perlu untuk kesehatan pasein.
Kemudian bagaimana kebenaran akan perlunya keberadaan informed
consent itu? Sejauh mana arti batas memberi penjelasan ini sehingga pasein
menjadi tidak akan menarik keputusan untuk tidak menyetujui tindakan medis.
Ataukah tetap sebaiknya pasien diberi penjelasan yang lengkap dan soal resiko
tetap ada pada pasiennya (seperti takut karena mendapat informasi akan efek
samping yang terjadi jika tindakan itu dilakukan)?
Atau yang terbaik pasien diberi penjelasan seperlunya, dengan mana
penjelasan tersebut akan membawa pasien pada sikap setuju, sehingga tujuan dari
tindakan medik yang akan dilakukan itu dapat terlaksana, yang pada pokoknya
usaha terbaik sudah dilakukan terapist? Kalau yang terjadi demikiian .., maka
tidak lain informed consent itu adalah mitos.
Mengapa demikian ... , karena adanya informed consent itu sebenarnya
tidak ada. Terapist membatas informasi dengan bijak pada hal-hal yang positif
saja, dan sedikit pada hal yang negatif, denganmana harapan akhir dari penjelasan
itu adalah persetujuan dari pasien.
Bahkan .. kemudian jika pasien menolak, maka pasien juga diminta untuk
menandatangini adanya refusal consent yaitu pernyataan untuk tidak mau
(menolak) melakukan tindakan yang sudah disarankan. Maka, dapat dikatakan
disini ... pasien ada pada posisi tersulit. Mundur kena maju kena. Inilah mitos
informed consent.

Anda mungkin juga menyukai