Sebagai Tower Heat Removal
Sebagai Tower Heat Removal
PENDAHULUAN
1
konversi menjadi produk optimal, isi tangki tidak boleh meluap ataupun kering,
serta masih banyak kendala-kendala lain yang harus diperhatikan.
4. Menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis
Operasi pabrik bertujuan menghasilkan produk dari bahan baku yang
memberi keuntungan yang maksimum, sehingga pabrik harus dijalankan pada
kondisi yang menyebabkan biaya operasi menjadi minimum dan laba yang
diperoleh menjadi maksimum.
5. Memenuhi persyaratan lingkungan
Operasi pabrik harus memenuhi berbagai peraturan lingkungan yang
memberikan syarat-syarat tertentu bagi berbagai buangan pabrik kimia.
2
dapat diatur oleh operator atau sistem pengendali, tetapi merupakan gangguan
(Stephanopoulos, 1984).
Sedangkan variabel output adalah variabel yang menandakan efek proses
kimia terhadap lingkungan yang diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu
measured output variables, jika variabel dapat diketahui dengan pengukuran
langsung dan unmeasured output variables, jika variabel tidak dapat diketahui
dengan pengukuran langsung (Stephanopoulos, 1984).
3
5. Perancangan sistem pengendali (controller design).
4
nilai T dan h cairan dalam tangki secara langsung, yaitu dengan menggunakan
termokopel untuk pengukuran T dan differential pressure cell untuk mengukur h.
2. Secondary Measurement
Pada kasus-kasus tertentu, variabel yang merupakan control objective
tidak dapat diukur secara langsung (unmeasured output). Pada kasus-kasus
dengan control objective yang tidak dapat diukur langsung tersebut, harus diukur
variabel lain yang tergolong measured variable dan dapat dikorelasikan melalui
suatu hubungan matematis tertentu dengan unmeasured output yang ingin
dikendalikan.
5
pengukuran digunakan untuk memanipulasi variabel yang sama. Kedua, variabel
yang diukur sama, tetapi hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
memanipulasi variabel yang berbeda.
Ada tiga tipe konfigurasi pengendalian (Stephanopoulos, 1984), antara
lain:
1. Feedback Control Configuration
Konfigurasi ini mengukur secara langsung variabel yang dikendalikan
untuk mengatur harga variabel yang dimanipulasi. Tujuan pengendalian ini adalah
mempertahankan variabel yang dikendalikan pada level yang diinginkan (set
point). Sebagian instrumentasi pada proses pembuatan formaldehida dan hidrogen
peroksida berbahan baku metanol dengan reaksi enzimatik ini menggunakan
konfigurasi pengendalian feedback, mulai dari pengendalian suhu, pengendalian
ketinggian, pengendalian perbedaan tekanan, dan pengendalian tekanan.
6
Gambar 1.3 Stuktur Umum Konfigurasi Feedforward Control (Stephanopaoulos,
1984)
3. Inferential Control Configuration
Konfigurasi inferential control menggunakan secondary measurement
karena variabel yang dipengendalian tidak dapat diukur untuk menentukan nilai
variabel manipulasi. Tujuan pengendalian adalah menjaga controlled variable
yang tidak dapat diukur pada level yang diinginkan. Penggunaan estimator pada
nilai measured output, bersama dengan neraca massa dan energi yang
mempengaruhi proses, untuk menghitung secara matematis nilai unmeasured
controlled variables. Estimasi ini digunakan untuk mengatur nilai variabel
manipulasi.
7
1.3.7 Elemen-Elemen Sistem Pengendali Proses
Dalam analisa sistem pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan
diagram kotak sistem. Didalam diagram kotak sistem pengendalian otomatis, akan
selalu ada komponen-komponen pokok seperti elemen proses, elemen pengukuran
(sensing element dan transmitter), elemen controller (control unit), dan final
control element (atau control valve) (Baskoro, 2014). Diagram kotak sistem
pengendalian otomatis adalah sebagai berikut.
3. Gangguan
Merupakan besaran lain, selain variabel yang dimanipulasi, yang dapat
menyebabkan berubahnya variabel yang dikendalikan. Besaran ini biasa disebut
load.
8
4. Elemen Pengukur
Merupakan bagian paling ujung suatu sistem pengukuran (measuring
system). Contoh elemen pengukur yang banyak dipakai misalnya termocouple
atau oriface plate. Bagian ini juga biasa disebut sensor atau primary element.
5. Transmitter
Merupakan alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element,
dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh pengendali.
6. Transducer
Merupakan unit pengalih sinyal. Kata transmitter, seringkali dirancukan
dengan kata transduser. Keduanya memang mempunyai fungsi yang serupa,
walaupun tidak sama benar. Transducer lebih bersifat umum, sedangkan
transmitter lebih khusus pada pemakaian dalam sistem pengukuran.
7. Measured Variabel
Measured variable adalah sinyal yang keluar dari transmitter. Besaran ini
merupakan cerminan besarnya sinyal sistem pengukuran.
8. Set Point
Merupakan besar process variable yang dikehendaki. Sebuah kendali akan
selalu berusaha menyamakan variabel yang dikendalikan dengan set point.
9. Error
Merupakan selisih antara set point dikurangi variabel yang dimaksud.
Error bisa negatif, bisa juga positif. Sebaliknya, bila set point lebih kecil dari
variabel yang dimaksud, error menjadi negatif.
10. Pengendali
Merupakan elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah
pengendalian yang membandingkan set point dengan measurement variable,
menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan
sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi. Pengendali sepenuhnya
menggantikan peran manual dalam mengendalikan sebuah proses.
9
11. Unit Pengendali
Merupakan bagian dari pengendali yang menghitung besarnya koreksi
yang diperlukan. Input control unit adalah error, dan keluarannya adalah sinyal
yang keluar dari pengendali (manipulated variable). Unit pengendali memiliki
fungsi transfer yang tergantung pada jenis pengendali. Output unit pengendali
adalah hasil penyelesaian matematik fungsi transfer dengan memasukkan nilai
error sebagai input.
10
dibandingkan dengan masukan. Gambar 1.6 menunjukkan hubungan masukan
keluaran untuk sistem loop terbuka.
11
controller), sebagai besaran untuk mengatur set point bagi pengendali kedua
(secondary controller).
12
dengan:
m(t) = sinyal aktuasi
ε(t) = error
Kc = proportional gain dari pengendali
ms = sinyal bias (sinyal aktuasi ketika error e(t) = 0)
Efek dari pengendalian proporsional adalah menghilangkan osilasi yang
timbul di sekitar set point bila proportional band-nya diset (tuning)pada nilai atau
keadaan yang tepat. Efek lain dari pengendalian ini adalah adanya offset pada
hasil pengendaliannya. Offset ini terjadi akibat harga setpoint tidak dapat dicapai
sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini tergantung pada harga
proportional band-nya. Semakin besar harga proportional band, maka akan
semakin besar offset. Sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka
semakin besar kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).
( ) ( ) ∫ ( )
Dengan adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.
Karakteristik penting pada controller jenis ini adalah konstanta waktu
integral.Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang
mengacusebagai minutes per repeat.
Jenis PI controller ini dalam aplikasinya pada industri dapat menangani
hampir setiap situasi pengendalian proses. Perubahan beban yang besar dan
variasi yang besar pada setpoint dapat dipengendalian dengan baik tanpa osilasi
13
yang berkepanjangan, tanpa offsetpermanen dan cepat ke keadaan seharusnya
setelah gangguan terjadi.
( ) ( ) ∫ ( )
mengantisipasi apa yang akanterjadi pada error pada masa sesaat yang akan
datang dan kemudian melakukan aksi pengendalian yang sebanding dengan
kecepatan perubahan error saat ini. Berdasarkansifat ini, aksi pengendalian
derivatif kadang-kadang mengacu sebagai anticipatory control. Walaupun
demikian, aksi pengendalian derivatif memiliki beberapa kelemahan, seperti
berikut ini :
a. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, Pengendali ini
b. Untuk respon yang bergejolak, dengan error yang hampir nol, Pengendali
inidapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi
control yang besar, meskipun seharusnya tidak perlu.
Fungsi transfer untuk Pengendali PID adalah sebagai berikut:
14
( ) ( )
Efek dari PID controller ini adalah bila pada proses kesalahannya sangat
besar, maka controller PI akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai
set point-nya, tetapi untuk controller PID akan mempercepat proses pencapaian
set point tersebut. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller, rate
time yang terlalu besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan
menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set point
15
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
16
2.1.3 Alat yang Digunakan
Percobaan menggunakan level dilakukan menggunakan Control Trainer
H-ICS-8189. Skema alat percobaan dapat dilihat pada gambar2.1.Peralatan lain
yang dibutuhkan adalah, penghitung waktu (stopwatch) dan alat tulis untuk
mencatat perubahan-perubahan variabel proses yang terjadi saat melakukan
percobaan.
17
Control Trainer H-ICS-8189 dilengkapi dengan Universal Modular
Controller UMC800 yang digunakan untuk berinteraksi dengan user. Operator
interface UMC800 dapat dilihat pada gambar 2.3.
18
2.1.4 Prosedur
Prosedur percobaan untuk kasus start-up proses adalah:
1. Jika di dalam tangki proses masih terdapat air, maka buka penuh katup V3
dan tunggu hingga air dalam tangki proses kosong.
2. Atur V3 pada posisi tertutup penuh dan V4 terbuka (putaran 180°).
3. Masukkan harga parameter pengendalian berupa set-point, Gain,Reset dan
Rate (akan diberikan di lembar penugasan). Pengaturan Gain,Reset danRate
dapat diakses melalui Home→loops→Level→Tune→Constant. Sedangkan
untuk pengukuranlevel dapat diakses melaluibutton 1→pindahkedisplaylevel
menggunakan panah kekanan→tekan tombol input set
point→masukkanharga set point→botton 1.
4. Naikkan saklar MCB pump, kemudian lakukan pengambilan data sesaat
setelah air mengisi tangki proses.
2.1.5 Perhitungan/Analisis
Data hasilpercobaan berupa PV (Process Variable) yaitu level dicatat
setiap 2 detik selama 5 menit.
2.2.3 Perhitungan/Analisis
Perhitungan pengaruh dari berbagai gangguan terhadap respon sistem
kendali. Pengambilan data dilakukan setiap 2 detik selama 5 menit.
19
2.3 Kasus Servo
2.3.1 Tujuan Percobaan
1. Mengaplikasikan kasus servo pada proses yang dilengkapi system pengendali
dengan berbagai parameter pengendali.
2. Mempelajari dan menganalisis kasus servo pada proses yang dilengkapi
system pengendali.
2.3.3 Perhitungan/Analisis
Perhitungan pengaruh dari berbagai gangguan terhadap respon sistem
kendali. Pengambilan data dilakukan setiap 2 detik selama 5 menit.
20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
sebesar 11,85 mm sedangkan pada gain 30 rata-rata sebesar 8,70 mm yang berarti
bahwa gain 30 lebih stabil dalam mengendalikan proses.
250
200
150
Level (mm)
Gain 10
100
Gain 30
Set Point
50
0
0 50 100 150 200 250 300
-50
Waktu (s)
Gambar 3.1 Respon Pengendali P Terhadap Level pada Kasus Start up dengan
Berbagai Gain
3.1.2 Sistem Pengendali Proportional Integral
Pengendali dengan mode Proportional Integral akan mengatasi offset yang
terjadi pada mode Proportional. Pada gambar 3.2, rise time PI dengan gain 30,
reset 0,1 adalah 56 detik sedangkan untuk PI dengan gain 30, reset 0,3 adalah 50
detik. Tinggi rata-rata level pada gain 30 setelah mencapai rise point yaitu 212,13
mm. Gain 30 ternyata lebih tidak responsif terhadap perubahan level air
dibandingkan dengan gain 10 yang memiliki rata-rata level sebesar 209,01 mm.
Besarnya osilasi yang terjadi pada gain 30, reset 0,1 adalah sebesar 9,01 mm dan
osilasi yang terjadi pada gain 30, reset 0,3 rata-rata sebesar 12,13 mm. System
pengendalian proses pada gain 30, reset 0,1 ternyata lebih stabil dibandingkan
dengan pengendalian pada gain 30, reset 0,3.
22
250
200
150
Level (mm)
Reset 0,1
100
Reset 0,3
Set Point
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350
-50
Waktu (s)
Gambar 3.2 Respon Pengendali PI Terhadap Level Pada Kasus Start up dengan
Berbagai Reset
3.1.3 Sistem Pengendali Proportional Integral Derivatif
Gambar 3.3 menunjukkan pada gain 30, reset 0.3, rate 0,1 rise time-nya
adalah 66 detik. Pada gain 30, reset 0.3, rate 1,0 rise time-nya adalah 46 detik.
Pengendali mode PID dengan gain 30, reset 0.3, rate 1,0 rise time ternyata lebih
responsive terhadap perubahan level dan menjaga level pada rata-rata 225,19 mm,
sedangkan pada gain 30, reset 0.3, rate 0,1 rise time mengontrol level pada rata-
rata 226,64 mm. Secara umum, konfigurasi pengendali ini paling tidak responsif
dibandingkan dengan konfigurasi jenis proportional dan proportional integral.
Responsibilitas ini dapat terlihat dari rata-rata level yang dijaga pada proportional
intergral derivative yang bernilai lebih besar. Besarnya osilasi pada gain 30, reset
0.3, rate 0,1 rata-rata bernilai 26,64 mm dan pada gain 30, reset 0.3, rate 1,0
sebesar 25,19 mm. Besarnya osilasi yang terjadi pada sistem pengendali PID
menyatakan bahwa sistem pengendalian yang terjadi sangatlah buruk karena
nilainya jauh diatas 5%.
23
250
200
150
Level (mm)
Rate 0,1
100
Rate 1,0
Set Point
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350
-50
Waktu (s)
Gambar 3.3 Respon Pengendali PID Terhadap Level Pada Kasus Start up
dengan Berbagai Rate
24
pada saat gain 30 rata-rata sebesar 4,72 mm dan pada saat gain 10 sebesar 6,14
mm yang artinya pengendalian pada saat gain 30 lebih stabil dalam menjaga level
air pada proses.
225
220
215
Level (mm)
210
Gain 10
205
Gain 30
200 Set Point
195
190
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (s)
Gambar 3.4 Respon Pengendali P terhadap Level pada Kasus Regulatory Berupa
Gangguan Pulse dengan Berbagai Gain
25
terjadi pada gain 30, reset 0,1 lebih stabil dibandingkan dengan pada gain 30, reset
0,3 yaitu berturut-turut sebesar 9,01 mm dan 12.13 mm.
240
230
220
Level (mm)
180
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
26
240
230
220
210
Level (mm)
200
Rate 0,1
190 Rate 1,0
Set Point
180
170
160
150
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
Gambar 3.6 Respon Pengendali PID Terhadap Level Pada Kasus Regulatory
Berupa Gangguan Step dengan Berbagai Rate
27
10 adalah sebesar 4,55 mm sedangkan mode P dengan gain 30 sebesar 6,48 mm.
Nilai osilasi tersebut menyatakan bahwa meskipun Pengendali mode P dengan
gain 30 lebih responsif terhadap perubahan atau gangguan, namun tidak dapat
mempertahan keadaan tetapnya dibandingkan dengan Pengendali mode P dengan
gain 10.
330
310
290
270
Level (mm)
250
Gain 10
230
Gain 30
210
Set Point
190
170
150
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
Gambar 3.7 Respon Pengendali P Terhadap Level Pada Kasus Servo dengan
Berbagai Gain
3.3.2 Sistem Pengendali Proportional Integral
Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proportional bertujuan
untuk menghilangkan offset. Pada pengendali proportional integral sistem
pengendali cenderung mudah berosilasi. Dari gambar 3.8 dapat dilihat bahwa
perbedaan reset (τi) pada proportional integral kasus servo menunjukkan respon
yang berbeda.Perubahan yang terjadi yaitu respon controller untuk mencapai
setpoint yang mengalami perubahan. Pada gain 30, reset 0,1 respon untuk berubah
ke set point yang baru (300 mm) lebih cepat yaitu 216 detik dibandingkan pada
saat gain 30, reset 0,3 yaitu selama 240 detik. Pengendali mode PI dengan gain
30, reset 0,1 ternyata lebih responsif terhadap perubahan keadaan dan gangguan
step yang diberikan dibandingkan dengan gain 30, reset 0,3 yang lebih lama
memberikan respon. Osilasi Pengendali mode PI dengan gain 30, reset 0,1 rata-
rata sebesar 7,22 mm sedangkan dengan mode PI dengan gain 30, reset 0,3 yang
rata-rata sebesar 5,88 mm. Meskipun Pengendali mode PI dengan gain 30, reset
28
0,3 lebih lama memberikan respon terhadap gangguan step yang diberikan, namun
lebih stabil dalam mengontrol level saat telah mencapai set point yang baru.
330
310
290
270
Level (mm)
250
Reset 0,1
230 Reset 0,3
190
170
150
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
Gambar 3.8 Respon Pengendali PI Terhadap Level pada Kasus Servo dengan
Berbagai Reset
29
point yang baru, namun tidak dapat mengontrol level pada set point dengan baik
dibandingkan dengan Pengendali dengan gain 30, reset 0,3, rate 0,1.
350
330
310
290
270
Level (mm)
190
170
150
0 50 100 150 200 250 300 350
Waktu (s)
Gambar 3.9 Respon Pengendali PID Terhadap Level Pada Kasus Servo dengan
Berbagai Rate
3.4 Sistem Pengendalian Proses pada Kasus Start Up, Regulatory, dan
Servo
3.4.1 Sistem Pengendali Proportional dengan Gain 10
Dari Gambar 3.10 dapat dilihat bahwa start up dengan gain 10 terlihat
konstan pada set point 200. Setelah mencapai rise point pada kasus Start Up pada
waktu 52 detik, proses berosilasi pada loop yang cukup tinggi selama 12 detik
kemudian berosilasi dengan loop yang rendah sampai diberikan gangguan berupa
step pada putaran 180o. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rise time pada set
point baru 300 untuk kasus servo cukup lama yaitu pada waktu 834 detik. Pada
pengendalian sistem dengan metode proportional dengan gain 10 kurang responsif
terhadap perubahan level. Kurangnya respon sistem penengendalian ini terlihat
dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menstabilkan proses dari level 200 mm
hingga ke level 300 mm.
Rata-rata tinggi level pada kasus start up, regulatory dan servo masing-
masing 211,85 mm, 206,14 mm dan 304,55 mm dengan rata-rata osilasi pada
30
masing-masing kasus adalah 11,85 mm, 6,14 mm dan 4,55 mm. Sedangkan
besarnya rata-rata tinggi cairan pada level 200 mm yang dimulai sejak tercapainya
set point 200 mm hingga sesaat sebelum set point diubah menjadi 300 mm yaitu
209,00 mm dengan osilasi 8,99 mm. Rata-rata osilasi pada set point 200 mm
tersebut menunjukkan bahwa pengendalian yang dilakukan terhadap proses telah
berjalan cukup baik karena osilasi tidak lebih dari 10 mm.
350
300
250
Start Up
200
Level (mm)
Regulatory
150
Servo
100 Set Point
50
0
0 200 400 600 800 1000
-50
Waktu (s)
31
diubahnya set point menjadi 300 mm, rata-rata tinggi level air pada proses yaitu
206,71 mm dengan besar osilasi 6,71 mm. Secara umum, pengendalian
proportional dengan gain 30 lebih baik dalam melakukan pengendalian terhadap
proses dibandingkan dengan sistem pengendalian proportional dengan gain 10.
Terbukti dengan besarnya osilasi pada set point 200 mm yang lebih kecil
dibandingkan dengan pengendalian proportional dengan gain 10 yang sebesar
8,99 mm.
350
300
250
200
Level (mm)
150
Kasus Start Up
100
Kasus Regulatory
50
Kasus Servo
0
0 200 400 600 800 Set Point
1000
-50
Waktu (s)
3.4.3 Sistem Pengendali Proportional Integral dengan Gain 30, Reset 0,1
Pada pengendali dengan system Proportional dengan gain 30 dan reset 0,1
seperti gambar 3.12 seperti terlihat bahwa osilasi terlihat tidak konstan
dibandingkan dengan system tanpa menggunakan reset. Waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai set point 200 mm yaitu 56 detik, sedangkan untuk mencapai rise
time pada set point 300 mm yaitu pada detik ke 816 detik setelah dimulainya
proses atau 216 detik setelah set point diubah ke 300 mm. berdasarkan lamanya
waktu yang diperlukan untuk mencapai set point yang baru tersebut, sistem
pengendalian proportional integral dengan gain 30 dan reset 0,1 kurang responsif
terhadap perubahan.
32
Rata-rata level air pada kasus start up, regulatory dan servo masing-masing
sebesar 209,01 mm, 204,77 mm, dan 307,22 mm dengan osilasi pada masing-
masing kasus sebesar 9,01 mm, 4,77 mm dan 7,22 mm. Sedangkan besarnya level
pada set point 200 mm adalah sebesar 206,89 mm dengan osilasi 6,89 mm. Pada
konfigurasi pengendalian proportional integral dengan gain 30 dan reset 0,1 secara
umum cukup responsif. Namun, pada kasus start up berosilasi hingga mendekati
10 mm yang berarti kurang baik dalam mengendalikan proses.
350
300
250
Kasus Regulatory
150
Kasus Servo
100 Set Point
50
0
0 200 400 600 800 1000
-50
Waktu (s)
3.4.4 Sistem Pengendali Proportional Integral dengan Gain 30, Reset 0,3
Pada pengendali dengan system proportional dengan gain 30 dan reset 0,3
dapat dilihat pada gambag 3.13 bahwa osilasi terlihat tidak konstan dibandingkan
dengan system tanpa menggunakan reset. Waktu yang dibutuhkan juga lebih lama
untuk mencapai rise time dan stabil pada set point 300 mm dibandingkan dengan
tanpa reset dan reset 0,1, yaitu pada 236 detik setelah set point diubah.
Besarnya rata-rata level air pada pengendalian proportional integral
dengan gain 30 dan reset 0,3 pada kasus start up, regulatory, dan servo masing-
masing 212,13 mm, 206,44 mm, dan 305,88 mm dengan besar osilasi rata-rata
pada masing-masing kasus yaitu 12,13 mm, 6,44 mm dan 5,88 mm. Sedangkan
besarnya level pada set point 200 mm adalah sebesar 209,28 mm dengan osilasi
33
9,28 mm. Secara umum, sistem pengendalian pada konfigurai pengendalian
proportional integral dengan gain 30 dan reset 0,3 lebih tidak responsif
dibandingkan dengan konfigurai pengendalian proportional integral dengan gain
30 dan reset 0,1. Pengendalian proses pada kasus start up merupakan kejadian
pengendalian yang cukup buruk pada percobaan ini.
350
300
250
Kasus Regulatory
150
Kasus Servo
100 Set Point
50
0
0 200 400 600 800 1000
-50
Waktu (s)
Gambar 3.13 Pengendali Proportional Integral dengan Gain 30, Reset 0,3
34
18,64 mm. Berdasarkan besarnya osilasi yang terjadi pada konfigurasi
proportional integral derivative dengan gain 30, reset 0,3 dan rate 0,1 cukup buruk
karena osilasi yang terjadi pada kasus start up lebih besar dari 25 mm. Namun,
sistem pengendalian pada saat set point diubah dari level 200 mm menjadi level
300 mm cukup cepat memberikan respon untuk mencapai set point yang baru.
350
300
250
Kasus Start Up
150
Kasus Regulatory
100 Kasus Servo
50
0
0 200 400 600 800 1000
-50
Waktu (s)
Gambar 3.14 Pengendali Proportional Integral Derivative dengan Gain 30, Reset
0,3, Rate 0,1
35
Besarnya rata-rata level pada kasus start up, regulatory dan servo masing-
masing 225,19 mm, 205,08 mm, dan 319,28 mm dengan osilasi pada masing-
masing kasus sebesar 25,19 mm, 5,08 mm dan 19,28 mm. Pada set point 200 mm
sejak mulai tercapainya rise point hingga sesaat sebelum set point diubah menjadi
300 mm, level air proses sebesar 215,14 mm dengan osilasi 15,13 mm.
Berdasarkan osilasi yang terjadi, sistem pengendalian proportional derivative
integral dengan gain 30, reset 0,3 dan rate 1,0 tidak cukup baik dalam
mengendalikan proses karena osilasi yang terjadi lebih besar dari 25 mm.
400
350
300
250
Set Point
Level (mm)
200
Kasus Start Up
50
0
0 200 400 600 800 1000
-50
Waktu (s)
Gambar 3.15 Pengendali Proportional dengan Gain 30, Reset 0,3, Rate 1
36
BAB IV
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
Fahrina, U. 2012. Studi Sistem Pengendalian Kadar Oksigen di dalam Air pada
Thermal Deaerator di Pabrik Kelapa Sawit Murini Sam Sam-I. Skripsi.
Departemen Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Medan.
38