2.1 Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek. Serangan asma didefinisikan sebagai episode peningkatan yang
progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan
2.2 Etiologi
yang berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma,
Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-
anak, umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik.
Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari
kambuh dan berat. Seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga
mengenai penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and
flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa
udara, peningkatan kadar IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi
2.3 Epidemiologi
Pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-
7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak,
pasien asma anak dapat terdiri dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai
Bandung dari 2678 anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak
kelompok usia 13-14 tahun 5,2%. Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-
negara maju namun juga di negara yang sedang berkembang.2 Peningkatan tersebut
diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan
antara 2-30%.4
2.4 Patogeness
Reaksi inflamasi
bronkodilator saja tidak dapat mengatasi reaksi inflamasi dengan baik. Pada tingkat
sel tampak bahwa setelah terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel
mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktik yang menimbulkan
migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat molekul terjadi pelepasan berbagai
mediator serta ekspresi serangkaian reseptor permukaan oleh sel yang saling
bekerjasama tersebut yang akan membentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada orkestrasi
proses inflamasi ini sangat besar pengaruh sel Th2 sebagai regulator penghasil sitokin
yang dapat memacu pertumbuhan dan maturasi sel inflamasi alergi. Pada tingkat
jaringan akan tampak kerusakan epitel serta sebukan sel inflamasi sampai submukosa
otot polos.5,6
1. Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 10–15
menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos,
sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik secara
Reaksi ini timbul antara 6–9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis
reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil
4–8 jam setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan
mempunyai peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan kontraksi
otot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat
2. Inflamasi kronik
dengan inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi,
seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos
bronkus. Pada otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel
mononuklear. Sering ditemukan sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan
kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli.
Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel
mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil
dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa
Sensatisisasi
penyakit alergi yang dikenal sebagai allergic march (perjalanan alamiah penyakit
alergi). Secara klinis allergic march terlihat berawal sebagai alergi saluran cerna
(diare alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi kulit (dermatitis atopi)
dan kemudian alergi saluran napas (asma bronkial, rinitis alergi). Suatu penelitian
memperlihatkan bahwa kelompok anak dengan gejala mengi pada usia kurang dari 3
tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyai predisposisi ibu asma,
dermatitis atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengan
bahwa anak mengi yang akan berkembang menjadi asma terbukti mempunyai
kemampuan untuk membentuk respons lgE serta respons eosinofil pada uji provokasi
berbagai stimuli. Proses sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejak awal masa
kehidupan, secara bertahap mulai dari rangsang alergen makanan dan infeksi virus,
aktivitas Th2 akan menurunkan produk IL-2 dan IFN-γ oleh Th2. Terbukti bahwa
anak dengan respons IFN-γ rendah pada masa awal kehidupannya akan lebih
tersensitisasi oleh aeroalergen dan menderita asma pada usia 6 tahun dibandingkan
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel yang
rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi
sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling.
Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari
fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar
mukus. Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot
10
Gambar 2.3. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis
factor, dan sebagainya) yang berdampak pada remodeling. Dari berbagai mediator
11
endotel. TGF-β dan efeknya pada fibroblas dan miofibroblas dimulai pada sel epitel
dan diteruskan ke submukosa. Komunikasi antara sel-sel epitel dan sel-sel mesenkim
pikiran adanya epithelial mesenchymal tropic unit (EMTU) yang tetap aktif setelah
lahir atau menjadi reaktivasi pada asma dan menimbulkan remodeling jalan napas
pada asma. Berdasrkan pemikiran tersebut, inflamasi dan remodeling yang terjadi
penyembuhan luka atau keduanya. Terjadinya remodeling pada asma serta tidak
mekanisme Th-2. Akan tetapi berbagai sitokin yang merupakan hasil aktivasi Th-2
(sitokin Il-13, Il-4) yang dianggap berperan penting dalam remodeling adalah
interaksinya dengan sel epitel dan mediatornya adalah mekanisme yang dapat
postulat bahwa kerusak sel epitel dan sitokin-sitokin TH-2 beraksi bersama-sama
12
asma kronik.9
1. Asap Rokok
Asma pada anak juga dapat disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya
tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas sehingga merangsang
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia
dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-
laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan
pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke
rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi
pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden
ini.8
4. Binatang Piaraan
Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di
5. Jenis Makanan
adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai
salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai
6. Perubahan Cuaca
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat
14
partikel alergenik.7
Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak.
Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan
orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah.7
2.7 Klasifikasi
klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam
2.2 Tabel klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
16
2.8 Diagnosis
dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan
beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala
yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada
dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
17
diagnostik. 10
2. Riwayat alergi/atopi.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau
bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup
banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari
ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis
18
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat
batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat
Pemeriksaan fisik
o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan
napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat
lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara
19
paksa. Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
o Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila
berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali
perbaikan pertumbuhannya.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC,
FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap
20
spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC),
aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai
PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya
terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi
kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut
umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hipereaktivitas positif bila
PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi
bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan
21
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral
polimormonuklear.10
1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang
banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat
untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun
22
menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji
provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi
pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
23
24
2.10 Pencegahan
Pencegahan Asma
dan promotif dalam manajemen penyakit kronik seperti asma salah satunya, maka
a. Mencegah Sensititasi
alergi (terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau
25
pajanan dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir. Adapun hipotesis higiene
untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi
b. Mencegah Eksaserbasi
Allergen indoor dan outdoor merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan eksaserbasi asma. Contoh alergen indoor seperti tungau debu rumah,
hewan berbulu, kecoa, dan jamur. Sedangkan alergen outdoor seperti polen, jamur,
infeksi virus, polutan dan obat. Dokter keluarga dapat memberikan edukasi kepada
orang tua pasien maupun pengasuh agar dapat mengurangi pajanan penderita asma
anak dengan beberapa faktor seperti menghindarkan anak dari asap rokok, lingkungan
rumah dan sekolah yang bebas alergen, makanan, aditif, obat yang menimbulkan
gejala dapat memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya
alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan
indoor dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor
lainnya.11
26