Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO

Kasus-5
Topik: kolilitiasis
Tanggal (Kasus) : 27 juli 2018 Presenter : dr.fransiska sinaga
Tanggal Presentasi : 31 agustus 2018 Pendamping : dr. Herianto, SpPD
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Sekayu
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pria
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Nama : Ny.K Umur :56 tahun Pekerjaan :IRT No. Reg :
Pasien : Alamat : lumpatan , Agama : Islam 131860
Suku Bangsa : Indonesia
Nama RS: RSUD Sekayu Telp : - Terdaftar sejak : 27 juli 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
KOLELITIASIS
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum minum obat dan belum berobat
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Riwayat operasi di perut disangkal
Riwayat penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi, asma, alergi obat dan makanan
disangkal
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
5. Riwayat kebiasaan
Tidak ada
6. Riwayat Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Daftar Pustaka:
1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, EGC:
Jakarta
2. A. Mansjoer, dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media
Aesculapius, Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia.

Hasil Pembelajaran
1. Penegakkan diagnosis kolelitiasis
2. Penatalaksanaan kolelitiasis
3. Patofosiologi kolelitiasis

1. Subjektif

Autoanamnesis
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas , hal ini dirasakan
pasien sudah kurang lebih 1 bulan terakir tetapi hilang timbul lamanya berkisar

1
2

10 menit , dan 3 hari terakir ini SMRS keluhan dirasakan semakin memberat,
keluhan semakin terasa ketika os habis makan makanan yang berlemak , os
juga mengaku suka makan makanan yang berminyak seperti gorengan ,
makanan olahan santan dan bakso , mual (+) muntah (-) demam (-) riwayat
penyakit kuning (-) BAB dan BAK dalam batas Normal.

Objektif
-
-
Keadaan umum : Tampak kesakitan

Kesadaran : Komposmentis

Td : 130/80mmhg

Nadi : Frekuensi 80x/menit,

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,1 0 C

Berat badan : 66 Kg

Keadaan spesifik:

Kepala : Normocephali, simetris

Mata : Cekung (-/-), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+),

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

Telinga : Sekret (-/-)

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)

Tenggorokan : faring hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks

Paru-paru : simetris ,Vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : irama reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar

Palpasi : Nyeri tekan (+) hipokondria kanan dan epigastrik, massa (-)

hepatomegaly (-)
3

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Pemeriksaan CVA (-)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (27 juli 2018)


Darad lengkap
- Haemoglobin : 10,2 gr/dL
- Leukosit : 7,8 10^3/uL
- Eritrosit : 4,04 10^6/uL
- Trombosit : 272 10^3/ul
- Hematokrit : 30,3 %
- MCV : 75,0 fl
- MCH : 25,2 pg
- MCHC : 33,7 g/L
Hitung jenis
- Basofil : 0,3 %
- Eosinofil : 3,4 %
- Neutrofil : 70,6 %
- Limfosit : 11,2
- Monosit ; 7,5 %
Koagulasi
- Masa perdarahan : 2,0 menit
- Masa pembekuan : 6,0 menit

Kimia darah
- Bilirubin total : 0,9 mg/dL
- Bilirubin direk :0,2 mg/dL
- SGOT : 22 U/L
- SGPT : 25 U/L
- Glukosa sewaktu : 110 mg/dL
- Bilirubin indirek : 0,62 mg/dL

USG
4

2. Assessment

Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas , hal ini dirasakan pasien sudah
kurang lebih 1 bulan terakir tetapi hilang timbul lamanya berkisar 10 menit , dan 3 hari
terakir ini SMRS keluhan dirasakan semakin memberat, keluhan semakin terasa ketika os
habis makan makanan yang berlemak , os juga mengaku suka makan makanan yang
berminyak seperti gorengan , makanan olahan santan dan bakso , mual (+) muntah (-) demam
(-) riwayat penyakit kuning (-) BAB dan BAK dalam batas Normal.

Kolelitiasis
merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu
(vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm diameter 3-5 cm. Kapasitasnya sekitar
30-60 mL dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 mL.Vesica fellea
dibagi menjadi fundus, corpus, infundibulum, dan leher. Pada bagian antara Leher dan duktus
sistikus terdapat lipatan mukosa yang disebut katup heister. Katup mencegah pasase batu dan
terjadinya distensi atau kolap duktus sitikus. Panjang duktus

sistikus 1-5 cm dan diameternya 3-7 mm

PATOGENESIS
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
5

yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol berhubungan
dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat
mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat
menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi
kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah
lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk
metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak
dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. Batu
kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan
aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu.
Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan
oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.

KLASIFIKASI BATU EMPEDU


Batu Kolesterol Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase : a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponenyang tak larut dalam
air.Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentumembentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empeduketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali
lipat.Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggirasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini
kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :  Peradangan dinding
kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak.  Orang-orang
gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.  Diet tinggi
kalori dan tinggi kolesterol (western diet)  Pemakaian obat anti kolesterol sehingga
mobilitas kolesterol jaringan tinggi.  Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun
misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik).  Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b.Fase Pembentukan inti batu (Nukleasi) Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen
atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau
6

sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang mengendap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c.Fase Pertumbuhan batu menjadi besar. Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk
harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana
kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah
terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah,
kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal
ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental
nutrisi yang lama, setelah operasi

2. Batu bilirubin/Batu pigmen


Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok : a. Batu calcium bilirubinat (batu
infeksi) atau batu coklat b. Batu pigmen murni (batu non infeksi) atau batu hitam
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase : a. Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi,
saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria
dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi
konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya
enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia coli. Pada keadaan normal cairan
empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerjaglukuronidase.

b. Pembentukan inti batu


Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian
dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Makimelaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti
telur atau bagian badan dari cacing Ascaris lumbricoides.Sedangkan Tung dari
Vietnammendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

PENATALAKSANAAN
1. Asimptomatik Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi
tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah - Pasien
dengan batu empedu > 2cm - Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko
tinggi keganasan - Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut Disolusi batu
empedu Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,
penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu
yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu pada
kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi. Dosis lazim yang
digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian akan mempercepat disolusi.
Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil
dan murni batu kolesterol. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Litotripsi
gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat
7

2. Simptomatik

Kolesistektomi Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum


diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang terkait usia
tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema kandung empedu, diperlukan
drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian
baru direncanakan kolesistektomi elektif. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.

Laparoskopik kolesistektomi Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik


hanya membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga cepat.
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat,
hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih
murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan
koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus
biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan
aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga
dapat digunakan untuk aktifitas olahraga
Kolesistostomi Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan
sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah penaruhan pipa
drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien stabil,maka kolesistektomi dapat
dilakukan.

3. Plan

Diagnosis : KOLELITIASIS
Tatalaksana
1. Non Farmakologi:
1) Menjelaskan tentang penyakit
2) Istirahat cukup
3) Makan makanan bergizi

2. Farmakologi:
Penatalaksanaan
- IVFD RL gtt XX/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 amp
- Inj . ketrolac 3x30 mg
8

- Inj . ranitidine 2x 50 mg
- RENCANA OPERASI

Prognosis:
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: malam

Anda mungkin juga menyukai