Anda di halaman 1dari 48

i-jr

-2 -
1
PEMANFAATAN LIMBAH SAGU
(Metro-xylonsngzi Rottb.) SEBAGAI MEDIA TANAM
PADA PEMBIBITAN TANAMAN SENGON
(L.) Nielsen)
(Pnrserinntlzesf(~lcntnric~

Oleh
WNOTO
A 28.1437

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
RINGKASAN

WINOTO (A 28.1437). Pemanfaatan Limbah Sagu (Me/roxylot~sngrr Rottb.) Seba-

gai Media.Tanam &da Pembibitan Tanaman Sengon (Pnmserinr~thesfnlcntnrin &.)

Nielsen). (Dibimbing oleh M. H. BINTORO DJOEFRIE dan ISWANDI ANAS).

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan limbah sagu seba-

gai media tanam terhadap pertumbuhan bibit sengon.

Percobaan dilalcukan di rumah kaca Jurusan Tanah, Fak~lltasPertanian, Insti-

tut Pertanian Bogor dari bulan September 1995 sampai Januari 1997.' Pembiakan mi-

kroorganisme dilakukan selama 2 minggu dari akhir bulan September 1995 sampai

Olctober 1995. Proses delcomposisi limbah sagu dilakulcan selama 18 minggu dari

bulan Olctober 1995 sampai Februari 1996. Icemudian limbah sagu hasil delcomposisi

selama 18 minggu dihamparkan di atas plast<k selama 4 bulan. Icetebalan hamparan

malcsimal 5 cm agar tidalc terjadi proses dekomposisi. Selanjutnya limbah sagu dico-

bakan ke tanaman dari bulan Juni 1996 sampai Januari 1997 Analisis tanah dan lim-

bah sag; dilakukan 8i Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultis Pertanian, Institut Per-

tanian Bogor

Percobaan.menggunakan rancangan acak lengkap dua fabor yang disusun se-

cara faktorial. Faktor pertama yaitu jenis mikroorganisme yang digunakan pada pro-

ses delcomposisi limbah sagu yaitu : tanpa miluoorganisme (MO), Trichodernm hnr-

zimzinz Rifai Aggr. (MI) dan mikroorganisme tanah lapisan atas (M2). Faktor kedua

yaitu dosis limbah sagu sebagai media tanam yaitu : 0.0 kg limbah sagu pada 4.0 kg

tanah (LO), 0.5 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (Ll), 1.0 kg limbah s a p pada 4.0
kg tanah (L2) dan 1.5 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (L3). ICombinasi perlakuan

sebanyak 12 buah. Setiap kombinasi perlakuan terdapat 5 ulangan sehingga seluruh-

nya terdapat 60 satuan percobaan.

Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meninglcatkan pertumbuhan

tinggi tanaman, diameter batang dan bobot kering tajuk. Perlakuan jenis mikroorga-
..
nisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering ta-

julc dan bobot kering alcar. Perlalcuan mikroorganisme tanah lapisan atas memberikan'

pengaruh paling baik.

Interaksi perlalcuan dosis limbah sagu dengan jenis mikroorganisme berpenga-

ruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6 dan 22 minggu setelah tanam serta diameter'

batang pada 2 dan 6 minggu setelah tanam. Kombinasi perlalcuan dosis limbah sagu

0.5 kg dengan mikroorganisme tanah lapisan atas memberilcan pengaruh paling baik.
PEMANFAATAN LIMBAB SAGU
(Metroxylon sngu Rottb.) SEBAGAI MEDIA TANAM
PADA PEMBTBITAN TANAMAN SENGON
fnlcntnrin (L.) Nielsen)
(Pnmseric~nthes

Sliripsi

sebngni safnl~satu synrat untuli rnernperolel~


gelnr Snrjana Pertaninn pnda Faliultns Pertaninn
Institut Pertnninn Bogor

Oleh
WINOTO
A 28.1437

SURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAICULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
Judul : PEMANFAATAN LIMBAH SAGU (IC.ietro.~yyEon
stfgn Ro tt b.)

SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PENBIBITAN TANAMAN

SENGON (Pnrmerinntlzesfnlcatnrin (L.)Nielsen )

Nama : WINOTO
. .

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. D r Ir H. M. H. hintoro Djoefrie, MAgr Dr I r Iswarldi Anas, MSc


NIP : 130422690 NIP : 130607613

Mengetahui,
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadhirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertaniail pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir H. M. H. Bintoro

Djoefrie, MAgr dan Bapak Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan sehingga kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah

inl dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada' Bapak Ir Iskandar

Lubis, MS selaku dosenpenguji yang telah memberikan masukan kepada penulis da-'

lam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik

serta rekan-rekan di Ekasari. Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih ke-

pada semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmi-

ah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 1998

l:'enulis
RIWAYATHIDUP

Penulis dila~irkan di Kebumen pada tanggal 21 Agustus 1971 dari pasangan

Bapak Sodari dan Ibu Doniyah, merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.

Pada tahun 1978 penulis masuk ke Pendidikan Taman Kanak-kanak Kuwa-

yuhan dan lulus pada tahun 1979. Penulis meneruskan ke SD Negeri 2 Kuwayuhan

dan lulus pada tahun 1985. Penulis kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Kebu-

men dan lulus pada tahun 1988. Penulis meneruskan ke SMA Ne'geri 1 Kebumen dan

lulus pada tahun 1991.

Penulis meneruskan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Un-

dangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 1991. Pada tahun 1992 penulis dite-

rima di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pert ani an, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.


DAFTARISI

Halaman

DAFTAR TABEL.......................................................................................... ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................. 1


Tujuan............................................................................................... 4
Hipotesis ........................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik................................................................................... 5
Mikroorganisme Tanah................. ........................... ...... ...... ..... ......... 6

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat............................................................................. 10


Bahan dan Alat.................................................................................. 10
Metode............................................................................................... 11
Pelaksanaan Percobaan ... ................ .... .......... ... ..... ....... ... ... ..... ........... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil.................................................................................................. 15
Pembahasan................ ........ .... .................................. ...... ............ ....... 26

KESlMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... ................ ... ... ..... ............ .......... ..... ......... .......... ........... 30
Saran ................................................................................................. 30

DAFTARPUSTAKA. ..................................................................................... 31

LAMPIRAN..................................... ... ........................ .............. ... .............. ..... 33


DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
teks

1. Suhu Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai


Perlakuan Jenis Mikroorganisme..................................................... 17

2. Derajat Keasaman Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi. pada


Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme ...................................... 19

3. Hasil Analisis Kimia Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi


pada Berbagai Pelakuan Jenis Mikroorganisme ........... ........... ......... 20

4. Sifat Kimia Berbagai Campuran Media Tanam.. ................... ...... ......... ..... 21

5. Pengaruh Pelakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorga-


nisme terhadap Tinggi Tanaman pada 2, 6, 10, 14, 18, 22,
26 dan 30 MST................................................................................ 22

6. Pengaruh Inteniksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mi-


kroorganisme terhadap Tinggi Tanaman pada 2 dan 6 MST ............ 23

7. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganis-


me terhadap Diameter Batang pada 2, 6, 10, 14, 18, 22, 26
dan 30 MST .................................................................................... 23

8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mi-


kroorganisme terhadap Diameter Batang pada 2 dan 6 MST ............ 24

9. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganis-


me terhadap Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar
pada 30 MST................................................................................... 25

Lampiran

1. Analisis Ekonomi Penanaman Sengon ................................. ..................... 34

2. Analisis Ekonomi Pembibitan Sengon ...... ........... .......... ...... ......... ............ 35

3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada 2,6,10, 14, 18,22,26 dan 30 MST ... 37

4. Sidik Ragam Diameter Batang pada 2,6, 10, 14, 18,22,26 dan 30 MST... 38

5. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar pada 30 MST.. 39
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman sengon (Paraserianthesjalcataria (L.) Nielsen) merupakan tanam-

an tropis yang tumbuh cepat. Menurut Perhimpi dan Balitbang Kehutanan (1990) ta-

naman sengon pernah dipilih sebagai pohon ajaib (miracle tree) karena sebagai po-

hon-pohonan, sengon dapat tumbuh dengan cepat dan jika ditanam pada tanah yang

subur dan iklim yang sesuai, tingginya dapat mencapai 7 meter pada umur 1 tahun, 18

meter pada umur 3 tahun dan 30 meter pada umur 9-10 tahun. Dalam kondisi opti-.

mal, pertumbuhan diameter batang dapat mencapai 5-7 cmltahun.

Sengon merupakan tanaman yang mempunyai banyak kegunaan. Sengon da-

pat ditanam sebagai tanaman pelindung pada tanaman perkebunan. Kayu sengon da~

pat dimanfaatkan untuk pembuatan papan, peti kemas, atau bahan baku industri ker-

tas. Menurut Atmosuseno (1994) kayu sengon banyak digunakan sebagai bahan ba-

ku pembuatan peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi, industri ko-

rek api, pensil, papan partikel dan bahan baku industri pulp.

Pengusahaan sengon relatif mudah dan menguntungkan. Menurut Atmosu-

seno (1994) dengan modal sekitar Rp 6 juta, pengusahaan sengo.n dalam waktu 6 ta-

hun akan memberikan keuntungan bersih kurang lebih Rp 21 500000.00 (Tabel Lam-

piran I). Apabila pengusahaan sengon dilakukan dalam bentuk usaha pembibitan

maka dengan modal sekitar Rp 13 juta dalam waktu I tahun akan diperoleh keuntung-

an bersih kurang lebih Rp 7 100000.00 (Tabel Lampiran 2).


2

Permintaan kayu sengon datang dari dalam maupun luar negeri. Atmosuseno

(1994) mengatakan kayu sengon dari Indonesia diekspor terutama ke 'negara Jepang,

Amerika, Korea dan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Ero-

pa. Dewasa ini sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang diprioritaskan pada

pengusahaan hutan tanaman industri (BTl). Menurut Basri dan Hidayat (1993) se-

ngon dipilih sebagai salah satu jenis tanaman yang dikembangkan HTI karena sifat-

nya yang cepat tumbuh dan mampu beradaptasi di tanah kritis. Kayu sengon dapat

dimanfaatkan sejak tanaman berumur muda, kurang lebih lima tahun. Al Rasjid

(1973) mengatakan pengusahaan HTl memerlukan pohon-pohon dengan kriteria me-

miliki produksi tinggi, cepat tumbuh, cepat dipungut hasilnya dan memenuhi persya-

ratan industri. Sengon merupakan jenis tanaman yang memenuhi persyaratan tersebut

Pengusahaan sengon dalam HTI merilbutuhkan bibit dala,m jumlah besar dan

berkualitas. Dalam hal ini diperlukan media pembibitan yang baik. Hartman dan

Kester (1978) menyarankan media untuk pembib1tan sebaiknya memenuhi persya-

ratan seperti subur, daya menahan air baik, sarang, bebas gulma dan patogen, serta.

kemasaman yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi media tersebut dapat

diperoleh dengan rr:enambahkan bahan organik ke tanah. Limbah sagu merupakan

limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan organik unt'uk memperbaiki

sifat media di pembibitan.

Ketersediaan limbah sagu di Indonesia cukup besar. Nasution, Basri dan Kar-

sinah (1995) melaporkan dewasa ini Indonesia memiliki cadangan sagu terbesar de-

ngan luas mencakup 50.9% dari perkiraan populasi dunia. Soekarto dan Wijandi

(1983) melaporkan luas areal sagu di Indonesia kurang lebih 850 000 ha yang terse-
3

bar terutama di daerah Irian Jaya, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,.

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bengkulu, pulau Mentawai, pantai barat Su-

matera Barat, pantai timur Riau dan Sumatera Utara serta beberapa temp at di Aceh,

Bogar, Banten, Sukabumi, Cianjur dan pantai utara Jawa Tengah. Purnomo dan Pra-

hasto (1984) melaporkan potensi produksi sagu di Irian Jaya kurang lebih 12.3 juta

tonltahun, sedangkan di Maluku kurang lebih 800 ribu ton Itahun.

Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) dewasa ini sagu mulai banyak diperha-

tikan para ahli, peneliti, perencana, pengambil keputusan (pemerintah), para pengu-

. saha, karena selain sebagai sumber pangan, sagu menjanjikan banyak harapan untuk

dijadikan bahan baku berbagai macam keperluan industri. Supriadi dan Hakim

(1991) mengatakan khusus untuk keperluan bahan pangan, pemanfaatan sagu akan

semakin berkembang dengan dikeluarkan Instruksi Presiden No. 20 tahun 1979 ten-

tang usaha diversifikasi pangan dalam susunan makanan masyarakat Indonesia.

Apabila ketersediaan limbah sagu yang cukup besar tidak diimbangi dengan

pemanfaatan yang maksimal maka banyak limbah sagu yang terbuang. Dewasa ini

pemanfaatan limbah sagu masih sedikit. Haryanto dan Pangloli. (1992) mengatakan

pemanfaatan limbah sagu masih sangat sedikit baru terbatas sebagai media tumbuh

Jamur.

Limbah sagu perlu dimanfaatkan secara maksimal diantaranya sebagai media

tanam dan sumber bahan organik di pembibitan untuk mengatasi terbatasriya jumlah

pupuk kandang. Pe}llanfaatan limbah sagu juga akan mengurangi kemungkinan pen-

cemaran lingkungan yang diakibatkan limbah tersebut.


4

Pemberian limbah sagu ke media tanam sebaiknya telah matang atau nisbah

CIN-nya rendah agar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberi-

an limbah sagu segar ke media tanam akan merugikan tanaman. Buntan (1982) me-

ngatakan penambahan ampas sagu dengan nisbah elN tinggi mendorong pertum-

buhan j asad renik dan mengikat beberapa unsur hara tanaman sehingga terlihat ta-

naman kekurangan unsur hara sementara.

Penggunaan· T. harzianum Rifai Aggr. dan mikroorganisme tanah lapisan atas

diharapkan dapat mempercepat proses dekomposisi limbah sagu. Trichoderma harzi-

anum Rifai Aggr. merupakan golongan kapang yang dapat menghasilkan enzim selu-

lase sehingga diharapkan akan mendegradasi limbah sagu yang mempunyai kandung-

an selulosa cukup tinggi. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) kandungan selulosa

limbah sagu sekitar 62%.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan limbah sagu sebagai

media tanam terhadap pertumbuhan bibit sengon.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini yaitu :

1. Penggunaan mikroorganisme mempercepat proses dekomposisi limbah sagu.

2. Pemberian limbah sagu mempercepat pertumbuhan bibit sengon

3. Terdapat interaksi pengaruh antara dosis dengan penggunaan mikroorganisme

yang berbeda pada proses dekomposisi limbah sagu terhadap pertumbuhan bibit

sengon.
TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik

Bahan organik mempunyai peranan penting dalam memperbaiki sifat fisik, ki-

mia dan biologi tanah dan selanjutnya terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian

bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan kapasitas tukar kation dan daya pe-

gang tanah terhadap air. Menurut Soepardi (1983) setengah dari kapasitas tukar kati-

on tanah biasanya berasal dari bahan organik dan merupakan pemantap agregat tanah

yang tiada taranya. Stevenson (1982) mengatakan pertumbuhan tanaman yang di-

tanam pada tanah yang diberi bahan organik ternyata lebih vigor, lebih sehat dan ha-

ranya lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada tanah dengan

pemberian hara anorganik dalam jumlah yang sarna dalam bentuk pupuk buatan.

Bahan organik dapat diperoleh dari jaringan tumbuhan atau hewan. Menurut

Soepardi (1983) sumber asli bahan organik yaitu jaringan tumbuhan. Binatang bia-

sanya dianggap sebagai penyumbang bahan organik sekunder setelah tumbuhan. Me-

nurut Leiwakabessy (1988) bahan organik tanah secara umum dibedakan atas : ba-

han organik yang relatif sulit didekomposisikan selanjutnya oleh jasad renik, yang di-

sebut humus dan bahan organik yang mudah didekomposisikan. Bentuk terakhir ter-

sebut berkisar dari sisa-sisa tanaman yang masih segar sampai dengan bentuk terakhir

menj elang bentuk yang resist en.

Bahan organik yang akan ditambahkan ke media tumbuh tanaman sebaiknya

sudah matang atau nisbah elN-nya rendah agar berpengaruh positif terhadap pertum-
6

buhan tanaman. Menurut Leiwakabessy (1988) nisbah CIN dari tanaman, humus atau

tanah memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan tersebut didekomposisi,

tingkat kematangan dari bahan organik tersebut atau tentang mobilisasi nitrogen ta-

nah. Apabila bahan organik yang akan dihancurkan mempunyai nisbah CIN lebih

besar dari 30 maka akan teIjadi imobilisasi nitrogen tanah. Jika nisbah CIN 20-30

tidak terjadi imobilisasi nitrogen maupun maupun pelepasan nitrogen dari bahan

organik sedangkan jika nisbah CIN lebih kecil dari 20 maka cepat teIjadi pelepasan

nitrogen dari bahan organik ke dalam tanah. Menurut Soepardi (1983) jika sejumlah

besar sisa tumbuhar; yang mempunyai nisbah CIN tinggi dimasukkan ke dalam tanah

maka flora heterotrofik, yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes menjadi aktif dan ber-

kembang biak secara cepat serta menghasilkan CO2 dalam jumlah besar. Dalam kea-

daan tersebut nitrat di dalam tanah akan berkurang karena akan dimanfaatkan oleh

jazad mikro untuk membentuk jaringan tubuhnya. Selama pelapukan nisbah C de-

ngan N menurun karena karbon dibebaskan sedangkan nitrogen tidak.

Limbah sagu merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber bahan organik untuk memperbaiki sifat media tanam terutama sifat fisiknya.

Limbah sagu merupakan sisa empulur sagu setelah diambil patinya. Limbah sagu be-

rupa serat-serat kecil tidak memadat sehingga akan mempunyai daya pegang air yang

cukup tinggi.

Mikroorganisme Tanah

Beberapa mikroorganisme tanah telah diketahui mempunyal peranan yang

penting dalam pertanian. Mikroorganisme tersebut berperan penting dalam proses

dekomposisi bahan organik di dalam tanah. Kapang termasuk jenis mikroorganisme


7

tanah dari golongan fungi yang mempunyai peranan penting dalam pertanian dan

mempunyai adaptasi lingkungan yang luas. Soepardi (1983) mengatakan kapang ber-

kembang baik dalam suasana masam, netral, atau alkalin. Kapang akan berkembang

lebih baik dalam suasana masam karena persaingan bakteri maupun aktinomisetes sa-

ngat terbatas.

Kapang dijumpai di setiap horison tanah terutama dalam lapisan olah yang

banyak mengandung bahan organik dan aerasi tanah baik. Jenis kapang yang banyak

dijumpai yaitu Penicillium spp., Mucor spp., Trichoderma spp. dan Aspergillus spp.

(Soepardi, 1983). Trichoderma spp. memiliki kemampuan menghasilkan enzim se-

lulase yang dapat merombak kristal selulosa secara efisien (Sasaki et. al., dalam

Taguchi, 1983). Macris dan Galiotou-Panayotou (1986) mengatakan T. harzianum

Rifai Aggr. merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang mempunyai kemam-

puan tinggi dalam memproduksi enzim selulase.

Disamping dapat menghasilkan enzim selulase, T. harzianum Rifai Aggr. me-

rupakan jenis kapang yang bersifat hiper parasit, yaitu dapat membunuh patogen yang

dapat menyerang tanaman. Penggunaan T. harzianum Rifai Aggr. diharapkan akan

mempercepat proses dekomposisi limbah sagu. Haryanto dan Pangloli (1992) me-

ngatakan limbah sagu mengandung selulosa yang cukup tinggi, s~kitar 62%.

Selulosa merupakan polimer glukosa linier yang tersusun atas 8 000-12 000

unit anhidroglukosa yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik B-l,4. Beberapa

rantai molekul selulosa paralel dihubungkan oleh ikatan hidrogen membentuk fibril.

Fibril-fibril tersebut sebagian kristalin dan di dalam kayu dilingkupi lignin (Enari, da-

lam Forgarty, 1983).


8

Enzim selulase merupakan enzim yang dapat menguraikan biomassa seluloli-

tik menjadi glukosa. Enzim selulase dapat memutuskan ikatan glikosidik B-l,4 di da-

lam molekul selulosa serta mengubah selulosa, selodekstrin, se.lobiosa dan turunan

selulosa lainnya menjadi glukosa (Enari, dalam Forgarty, 1983). Beberapa mikroor-

ganisme prokariotik dan eukariotik memiliki kemampuan menghasilkan enzim selu-

lase sebagai respon terhadap selulosa di lingkungan hidupnya. Kemampuan mengha-

silkan enzim selulosa tersebut membuat mikroorganisme selulolitik dapat menghidro-

lisis selulosa menjadi gula terlarut yang kemudian digunakan sebagai sumber karbon

bagi pertumbuhannya (Gong dan Tsao, 1978).

Enzim selulase paling tidak terdiri atas 3 komponen enzim yaitu : Cl, aktif

menghidrolisis selulosa ·alami, seperti kapas; Cx, aktif merombak selulosa terlarut,

seperti Carboxy Methyl Cellulose (CMC); dan selubiase (Reese, Siu dan Levinson;

1950). Enzim selulase paling tidak terdiri atas 2 komponen Cx., yaitu Cx Endoglu-

kanase (Endo B 1,4-glukanase) dan Cx Eksoglukanase (Ekso B 1,4-glukanase). Cx

Endoglukanase akan menghidrolisis molekul selulosa secara acak, sedangkan Cx Ek-

soglukanase akan aktif melepaskan unit-unit glukosa dalam bentuk selobiosa mulai

dari kedua ujung rantai molekul glukosa. Selobiosa kemudian dihidrolisis oleh enzim

selubiase (B 1,4-gl':l-kosidase) menjadi glukosa (Brown, dalam Powel dan Bu'lock

1975).

Pada umumnya kapang hanya menghasilkan enzim Cx saja. Trichoderma spp.

merupakan salah satu jenis kapang perombak selulosa yang mempunyai enzim Cl

dan Cx. Pada kapang yang mempunyai enzim Cl dan Cx, kedua enzim tersebut

akan bekerja secara sinergis dalam memecah substrat kompleks (Reese et. al., 1975).
9

Mekanisme perombakan selulosa berlangsung bertahap. Tahap pertama, en-

zim menghidrolisis polimer selulosa dari kompleks selulosa dan mengubahnya men-

jadi monomer glukosa. Tahap kedua, metabolisme gula sederhana menjadi C02 (se-

cara aerobik) atau asam organik dan alkohol yang diikuti oleh C~ dan CO 2 (anae-

robik) dengan penggabungan secara simultan dari bahan karbon ke dalam protoplas-

rna mikroba (Rao, 1982).


BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan di rumah kaca Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Insti-

tut PertanianBogor dari bulan September 1995 sampai Januari 1997. Pembiakan mi-

kroorganisme dilakukan selama 2 minggu dari akhir bulan September 1995 sampai

Oktober 1995. Proses dekomposisi limbah sagu dilakukan selama 18 minggu dari

bulan Oktober 1995 sampai Februari 1996. Kemudian limbah sa~u hasil dekomposisi

selama 18 minggu dihamparkan di atas plastik selama 4 bulan. Selanjutnya limbah

sagu dicobakan ke tanaman dari bulan Juni 1996 sampai Januari 1997. Tanaman yang

digunakan pada percobaan ini rencananya yaitu tanaman nilam (Pogostemon cablin

Benth.), tetapi kemudian diganti dengan sengon (P. falcataria (L.) Nielsen) karena

bahan tanaman nilam yang akan digunakan tidak memenuhi kebutuhan percobaan

meskipun perbanyakan telah dilakukan. Kegiatan tersebut menyebabkan penanaman

di polibag tidak dapat segera dilakukan sehingga waktu percobaan menjadi lebih lama

dari rencana sebelumnya.

Bahan dan Alat

Percobaan menggunakan limbah sagu yang diperoleh dari pabrik pengolahan

sagu di daerah Kedung Halang, Bogor. Bahan tanaman yang digunakan berupa bibit

sengon berumur 40 hari. Benih sengon diperoleh dari Balai Benih Kehutanan Bogor.

Trichoderma harziamml Rifai Aggr. dan mikrorganisme tanah lapisan atas digunakan

pada proses dekomposisi limbah sagu. Trichoderma harzianum Rifai Aggr. diperoleh

dari Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Perta-
11

nian Bogor; sedangkan mikroorganisme tanah lapisan atas diperoleh dari tanah lapis-

an atas di bawah timbunan limbah sagu dari pabrik pengolahan sagu di daerah Ke-

dung Halang, Bogor.

Media tanam yang digunakan yaitu eampuran tanah lapisan atas Latosol Dar-

maga dengan limbah sagu sesuai masing-masing perlakuan. Limbah sagu yang di-

gunakan telah mengalami proses dekomposisi selama 18 minggu dan dihamparkan

di atas plastik selama 4 bulan. Limbah sagu pada bak pengomposan diambil pada bu-

lan Februari 1996 dan selanjutnya dihamparkan di atas plastik. Pada bulan Juni 1996

limbah sagu tersebut diambil untuk dieampur dengan tanah lapisan atas Latosol Dar-

maga. Selanjutnya eampuran tanah dan limbah tersebut digunakan sebagai media ta-

nam bibit sengon. Media tanam ditempatkan di polibag berukuran 25 em X 35 em

sejumlah 60 polibag. Pada setiap media tanam diberikan pupuk Urea (45% N) 25

kg N/ha, SP-36 (36% P 2 0s) 50 kg P20s/ha dan KCI (60% K 2 0) 37.5 kg K20/ha.

Metode

Pereobaan menggunakan raneangan aeak lengkap dua faktor yang disusun se-

eara faktorial. Faktor pertama yaitu jenis mikroorganisme yang digunakan pada pro-

ses dekomposisi limbah sagu yaitu : tanpa mikroorganisme (MO), T. harzianum Rifai

Aggr. (Ml) dan mikroorganisme tanah lapisan atas (M2). Faktor kedua yaitu dosis

limbah sagu sebagai media tanam yaitu 0.0 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (LO),

0.5 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (Ll), 1.0 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah

(L2), dan 1.5 kg limbah sagu 4.0 kg tanah (L3). Kombinasi perlakuan berjumlah 12

buah, terdapat 5 ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 60 satuan pereobaan.


12

Model yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

Yijk = U + Mi + Lj + (ML)ij + Eijk

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan jenis mikroorganisme ke-i (i = 0, 1, 2),

dosis limbah sagu ke-j G= 0, 1, 2, 3), dan ulangan ke-k (k = 1, 2, 3, 4, 5)

U = rataan umum

Mi = pengaruh jenis mikroorganisme ke-i

Lj = pengaruh dosis limbah sagu ke-j

(ML)ij = pengaruh interaksi perlakuanjenis mikroorganisme ke-i dan dosis limbah

sagu ke-j.

Yijk = galat percobaan pada ulangan ke-k, pengaruh jenis mikroorganisme ke-i

dan dosis limbah sagu ke-j

Asumsi dari model tersebut yaitu galat timbul secara acak, menyebar secara

normal dan nilai tengah sarna dengan no!.

Pelaksanaan Percobaan

Dekomposisi limbah sagu

Proses dekomposisi limbah sagu dilakukan selama 18 minggu menggunakan

tiga buah kotak dari bambu berukuran 1 m X 1 m X 1 m. Limbah sagu segar dirna-

sukkan ke dalam kotak masing-masing 400 kg. Pada kotak tersebut dicampurkan ser-

buk gergaji sebanyak 10% dari bobot limbah sagu segar agar diperoleh aerasi yang

baik. Pada setiap kotak diberi N dan P, masing-masing sebanyak 5 kg/ton campuran

limbah sagu dan serbuk gergaji dalam bentuk Urea dan SP-36.
13

Limbah sagu yang terdapat di kotak I diberi perlakuan tanpa mikroorganisme,

kotak II T. harzianum Rifai Aggr. dan kotak III mikroorganisme tanah lapisan atas.

Banyaknya inokulan dari mikroorganisme yang digunakan masing-masing 2.5% dari

bobot lim-bah sagu dan serbuk gergaj i.

Selama proses dekomposisi dilakukan pengadukan seminggu sekali agar aera-

si tetap baik. Setelah 18 minggu limbah sagu hasil dekomposisi dihamparkan diatas

plastik selama 4 bulan. Ketebalan hamparan maksimal 5 em agar tidak terjadi proses

dekomposisi. Limbah sagu tersebut kemudian dieobakan ke tanaman.

Dalam proses dekomposisi limbah sagu dilakukan pengamatan yang terdiri

atas tiga tahap, yait\l : 1) Tahap awal , pengamatan terhadap ampas sagu segar meli-

puti analisis kandungan C, N, P,dan pH, 2) Selama dekomposisi, pengamatan terha-

dap CfN, suhu dan pH. Suhu diamati setiap hari pada pukul 09.00, 12.00, dan 15.00

Pengukuran CfN dilakukan dua minggu sekali. Pengukuran pH dilakukan seminggu

sekali. Pada pengukuran pH, sampel diambil sebanyak 10 gram ditambah aquades 25

m! dan dikoeok selama 25 menit. Cairan hasil pengoeokan diukur pH-nya dengan

menggunakan pH meter, dan 3) Tahap akbir (setelah 18 minggu), pengamatan terha-

dap ampas sagu hasil dekomposisi meliputi analisis kandungan C, N, P, K, Ca, dan

Mg, serta pH .

Persemaian

Persemaian benih sengon dilakukan pada bak plastik berisi media pasir yang

telah diayak ha!us. Tebal pasir pada bak plastik yaitu 5 em.
14

Benih disemai pada larikan pasir dengan kedalaman 1 em. Jarak antar larikan

5 em. Penyiraman dilakukan 2 kali kali sehari pada pagi dan sore hari sampai bibit

siap dipindah ke polibag.

Pemindahan ke polibag

Bibit dari pesemaian yang telah berumur 40 hari dipindahkan ke polibag yang

berisi media tanam berupa eampuran tanah lapisan atas dan limbah sagu hasil dekom-

posisi selama 18 minggu.

Pupuk SP-36 diberikan pada saat peneampuran tanah dengan limbah sagu, se-

dangkan pupuk Urea dan KCI diberikan satu minggu setelah tanam dengan eara me-

lingkar di sekeliling tanaman. Pemeliharaan bibit meliputi penyjraman dan pember-

sihan gulma yang tumbuh di polibag. Penyiraman dilakukan setiap hari sekali pada

pagi hari.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap seluruh bibit di polibag yaitu 60 buah bibit.

Peubah yang diama.ti yaitu tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajuk dan

bobot kering akar. Pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang dilakukan empat

minggu sekali sejak dua minggu setelah tanam sampai 30 minggu setelah tanam.

Pengamatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar dilakukan sekali pada 30 ming-

gu setelah tanam.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Selama proses dekomposisi limbah sagu dengan berbagai perlakuan jenis mi-

kroorganisme terjadi perubahan warna, plastisitas, fluktuasi suhu dan pH. Limbah sa-

gu hasil dekomposisi selama 18 minggu berwama coklat kehitaman. Wama limbah

sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih gelap dibandingkan yang tidak

mendapat perlakuan mikroorganisme tetapi dengan perbedaan keci!. Suhu limbah sa-

gu selama proses dekomposisi berfluktuasi dan cenderung semakin menurun. Suhu

tertinggi yang teramati 59.33 0 C, sedangkan suhu terendah 30.000 C. Suhu tersebut

terjadi pada hari ke-6 proses dekomposisi dengan perlakuan tanpa mikroorganisme.

Suhu tertinggi limbah sagu dengan perlakuan T. harzianum Rifai Aggr. ataupun mi-

kroorganisme tanah lapisan atas yaitu 59.00 0C, terjadi pada hari ke-7 proses dekom-

posisi. Suhu terendah limbah sagu dengan perlakuan tanpa mikrooganisme terjadi

pada hari ke-41, 99 dan 126. Pada perlakuan T. harziallllm Rifai Aggr., suhu teren-

dah limbah sagu terjadi pada hari ke-99; sedangkan pada perlakuan mikroorganisme

tanah lapisan atas, suhu terendah terjadi pada hari ke-55, 56, 57, 58 dan 99.

Pada hari ke-50 dan 60, suhu limbah sagu dengan perlakuan tanpa mikroorga-

nisme lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapat perJakuan mikroorganisme.

Keadaan tersebut menunjukkan pada saat tersebut limbah sagu dengan perlakuan

tanpa mikroorganisme mengalami perombakan lebih baik. Hal tersebut diduga kare-

na aerasi limbah sagu lebih baik sehingga akan mendukung pertumbuhan mikroorga-
16

nisme. Aerasi yang baik dapat diperoleh dengan pengadukan dan pembalikan. Me-

nurut Murbandono (1982) dengan pengadukan maka timbunan yang semula padat

akan mendapat 02 yang eukup sehingga proses pengomposan berjalan baik. Pada ha-

ri ke-70, 80 dan 90; suhu limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme le-

bih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme. Pada saat

tersebut perombakan limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih

baik, diduga karena mikroorganisme yang diinokulasikan pada awal proses dekompo-

sisi telah beradaptasi dengan baik. Pada saat yang sarna jumlah N dan P yang ditam-

bahkan pada awal proses dekomposisi masih eukup tersedia. Pada hari kel0, 20, 30,

40, 100, 110, 120 dan 126; suhu limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganis-

me relatif sarna dengan yang tidak mendapat perlakuan mikrootganisme. Pada saat

tersebut perombakan pada limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme

berjalan seperti pada limbah sagu yang mendapat perlakuan tanpa mikroorganisme.

Proses perombakan yang kurang baik pada hari ke-l0, 20, 30, 40 diduga karena

adaptasi mikroorganisme yang diinokulasikan pada awal proses belum baik meskipun

jumlah N dan P eukup tersedia; sedangkan pada hari ke-l00, 11 0, 120 dan 126, pe-

rombakan tidak berjalan baik diduga karena jumlah N dan P tinggal sedikit meskipun

mikroorganisme yang ada telah beradaptasi dengan baik.

Selama proses dekomposisi berlangsung, suhu diantara ketiga limbah sagu

mempunyai perbedaan keeil. Hal tersebut menunjukkan perombakan yang teIjadi pa-

da ketiga limbah sagu relatif sarna. Suhu limbah sagu selama proses dekomposisi pa-

da berbagai perlakuanjenis mikroorganisme terlihat pada Tabel1.


17

Tabel l. Suhu Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi


pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme

Hari Suhu(OC) Hari Suhu (OC) Hari Suhu t0C)


ke- MO M1 M2 ke- MO MI M2 ke- MO M1 M2
1 35.00 37.00 36.33 43 33.00 33.00 33.00 85 33.00 35.00 34.00
2 41.00 43.00 43.00 44 32.00 32.00 33.00 86 33.00 35.00 34,00
3 51.00 52.33 52.00 45 31.33 31.67 31.67 87 33.00 35.00 35~OO
~ 55.67 55.67 55.67 46 32.00 32.00 32.00 88 33.00 35.00 35.00
5 59.00 58.67 58.00 47 33.00 32.00 31.67 89 33.00 35.00 35.00
6 59.33 58.33 58.33 48 33.00 32.00 31.33 90 33.00 35.00 35.00
7 59.00 59.00 59.00 49 33.00 32.00 31.00 91 33.00 34.00 33.50
8 49.67 49.33 49.33 50 35.00 33.00 32.33 92 34.00 35.00 34.67
9 55.33 55.00 55.33 51 35.33 33.00 31.33 93 34.00 35.00 35.00
10 56.33 56.00 57.00 52 35.00 33.50 32.50 94 34.00 35.00 35.00
11 56.33 56.00 57.00 53 34.00 32.67 30.67 95 33.00 34.00 34.00
12 55.67 55.33 55.33 54 35.67 32.33 30.67 96 33.00 34.00 33.00
13 54.33 54.33 54.67 55 39.67 32.33 30.00 97 32.00 32.67 32.00
14 47.00 47.50 47.50 56 41.00 31.50 30.00 98 30.50 30.50 30.50
15 45.33 46.67 46.33 57 41.67 33.00 30.00 99 30.00 30.00 30.00
16 49.67 50.33 51.33 58 40.67 33.00 30.00 100 32.00 31.33 30.67
17 50.00 51.00 52.00 59 40.67 33.33 30.33 101 33.67 33.33 32.33
18 49.67 51.33 52.33 60 41.00 34.33 30.67 102 35.67 34.67 34.00
19 48.33 51.00 51.67 61 41.00 37.33 31.00 103 37.00 36.33 33.67
20 47.67 50.33 51.00 62 40.00 40.33 31.67 104
21 43.00 45.00 45.00 63 38.50 40.00 32.50 105 32.00 31.50 30.50
22 46.67 47.00 48.33 64 40.00 42.67 35.67 106 31.33 32.00 31.00
23 45.67 52.33 50.67 65 40.33 42.00 38.00 107 32.67 33.67 32.33
24 43.33 52.00 48.33 66 39.00 40.00 39.33 108 33.67 35.67 34.33
25 40.67 47.67 44.67 67 38.33 40.00 40.00 109 35.67 37.67 36.00
26 39.33 44.00 42.00 68 38.33 40.33 40.33 110 35.33 37.33 35.33
27 38.33 41.00 40.33 69 38.00 40.00 40.00 111 33.33 36.33 34.67
28 35.50 36.50 36.50 70 35.50 38.50 38.00 112 31.50 33.50 32.50
29 37.67 37.67 39.67 71 36.00 39.67 39.67 113 32.00 33.00 32.67
30 39.67 39.67 42.00 72 35.00 40.00 40.00 114 32.67 33.67 33.33
31 43.00 40.67 45.00 73 35.00 39.33 38.67 115 33.67 34.67 34.67
32 44.33 41.67 44.67 74 35.00 39.33 39.00 116 34.33 35.33 35.33
33 42.67 42.67 43.00 75 35.00 40.00 38.00 117 34.00 35.33 35.33
34 42.00 42.00 42.33 76 35.00 39.00 38.00 118 33.33 34.33 34.67
35 . 37.50 38.00 39.00 77 33.50 37.50 35.50 119 32.00 33.00 32.50
36 34.67 37.00 40.67 78 33.00 38.00 36.00 120 31.00 32.33 31.33
37 34.00 36.00 40.00 79 33.00 38.00 36.00 121 31.67 32.67 32.00
38 33.00 34.67 37.00 80 33.00 37.33 36.00 122 32.67 33.00 32.33
39 81 33.00 38.00 35.33 123 33.00 33.67 33.33
40 . 31.33 33.33 32.67 82 33.00 37.00 35.00 124 32.67 33.67 33.33
41 30.00 31.00 31.00 83 33.00 37.00 35.00 125 32.00 33.00 32.67
42 31.00 31.50 32.00 84 3UO 35.00 33.50 126 30.00 32.50 3UO
-- -
"--

Keterangan ~ -MO : tanpa'mikroorganisme


-M1 : T. harzianllnl Rifai Aggr.
-M2 : mikroorganisme tanah lapisan atas
18

Derajat keasaman limbah sagu selama proses dekomposisi berfluktuasi dan

eenderung semakin menurun. Nilai pH limbah sagu pada akhir proses dekomposisi

selama 18 minggu pada perlakuan : tanpa mikroorganisme, T. harziallum Rifai Aggr.

dan mikroorganisme tanah lapisan atas; berturut-turut 5.10, 5.20 dan 4.70. Berdasar-

kan nilai tersebut maka ketiga limbah sagu bereaksi masam.

Selama proses dekomposisi berlangsung, pH limbah sagu pada ketiga perla-

kuan mempunyai perbedaan yang keeil. Hal tersebut menunjukan proses dekomposi-

si limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme berjalan seperti pada lim-

bah sagu yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme. Fluktuasi pH dengan

perubahan keeil menunjukan proses dekomposisi tidak berjalan dengan baik. Derajat

keasaman limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuan j enis mi-

kroorganisme terlihat pada Tabel2.

Nisbah e/N limbah sagu selama proses dekomposisi semakin menurun. Hal

tersebut sesuai dengan pemyataan Soepardi (1983) bahwa selama proses pengom-

posan nisbah e/N akan semakin rendah sampai meneapai suatu keseimbangan. Pada

akhir proses dekomposisi, nisbah e/N limbah sagu yang mendapat perlakuan mikro-

organisme lebih rendah dibandingkan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganis-

me tetapi dengan perbedaan keci!. Nisbah e/N pada akhir proses dekomposisi pada

perlakuan : tanpa mikroorganisme, T. harziallum Rifai Aggr. dan mikroorganisme ta-

nah lapisan atas; berturut-turut 17.74, 15.18 dan 14.48. Berdasarkan nisbah e/N

tersebut maka limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu pada berbagai

perlakuan jenis mikroorganisme telah matang. Nisbah e/N limbah sagu selama pro-

ses dekomposisi pada berbagai perlakuanjenis mikroorganisme terlihat pada Tabel3.


19

Tabel 2. Derajat Keasaman Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada


Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme

Mikroorganisme tanah
Mingguke- Tanpa mikroorganisme T. harzianum
laElisan atas
1 6.83 6.79 6.92
2 6.79 6.83 6.67
3 6.34 6.41 6.49
4 6.85 6.72 6.80
5 6.65 6.66 6.66
6 6.80 6.85 6.74
7 6.50 6.94 6.73
8 6.27 6.50 6.70
9 6.05 6.18 6.53
10 5.90 6.12 5.95
11 5.89 5.86 6.20
12 5.90 5.92 6.08
13 5.98 6.05 5.95
14 5.95 6.12 6.00
15 7.16 7.08 6.90
16 6.88 6.85 6.75
17 6.90 7.05 7.08
18 5.10 5.20 4.70

Pada akhir proses dekomposisi, limbah sagu mengandung nitrogen se-

besar 2.46% (tanpa mikroorganisme), 2.91% (T. harzianum) dan 2.95% (mikroorga-

nisme tanah lapisan atas), kandungan fosfor berturut-turut 2.15%, 2.59% dan 2.22%;

serta kalium berturut-turut 1.10%, 1.05% dan 0.95%. Berdasarkan nilai tersebut, kan-

dungan N dan P limbah sagu cukup baik. Gaur (1982) mengatakan kompos yang

berkualitas baik mengandung 1.0-1.5% N, 0.44% P dan 1.25% K. Hasil analisis ki-

mia limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuan jenis mikroor-

ganisme terlihat pada Tabel3.

Limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu yang ditambahkan pada ta-

nah di polibag meningkatkan KTK, basa-basa dapat dipertukarkan (kalium, kalsium,

magnesium dan natrium), hidrogen dan pH tanah (TabeI4).


20

Tabel3. Hasil Analisis Kimia Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada
Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme

Perlakuan Mingguke-
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Tanpa
mikroorganisme
C(%) 50.78 47.74 48.03 43.71 45.82 43.63 41.64 43.63 41.85 (43.63)
N(%) 1.21 2.46 1.31 (2.46)
P(%) 1.34 0.71 2.06 2.24 1.48 2.26 2.15 2.15
K(%) 1.10
Ca(%) 0.22
Mg(%) 0.27
pHI-hO 5.10
CIN 41.97 19.52 34.98 (17.74)
T. harzianum Rifai Aggr.
C(%) 50.56 47.69 44.50 45.58 44.17 42.54 44.17 30.65 (44.17)
N(%) 0.69 2.91 1.08 (2.91)
P(%) 1.26 1.12 1.99 1.92 1.27 2.42 1.93 2.59
K(%) 1.05
Ca(%) 0.67
Mg(%) 0.29
pH H 20 5.20
CIN 16.39 42.20 (15.18)
Mikrorganisme
tanah lapisan atas
C(%) 41.13 47.04 47.63 43.91 45.96 42.72 41.85 42.73 41.95 (42.73)
N(%) 2.95 1.06 (2.95)
P(%) 1.08 1.98 2.06 1.12 1.40 1.94 2.22 2.22
K(%) 0.95
Ca(%) 0.72
Mg(%) 0.32
pH H20 4.70
CIN 16.15 43.36 - (14.48)

Tinggi tanaman

Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mu-

Ifli 6 MST (Tabel Lampiran 3). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan

pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu Ll (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3

(1.5 kg) berpengafuh positifterhadap tinggi tanaman, tetapi ketiga perlakuan tersebut
21

saling tidak berbeda nyata. Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terhadap tinggi ta-

naman terlihat pada Tabel S.

Perlalcuan j enis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

(Tabel Lampiran 3). Perlakuanjenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah la-

pisan atas) memberikari pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlalcuan MO

(tanpa mikroorganisme). Pengaruh perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroor-

ganisme tanah lapis an atas) tidak berbeda nyata dengan perlakuan Ml (T. harzianum

Rifai Aggr.) (TabeIS).

Tabel 4. Sifat Kimia Berbagai Campuran Media Tanam

Media Tanam
Tanah MOLl MOL2 MOL3 MiLl MIL2 MIL3 M2Ll M2L2 M2L3
pH H20 (1:1) 4.50 5.00 5.20 4.80 5.10 5.10 5.00 4.90 5.00 5.50
pH KCI (1:1) 4.05 4.50 4.50 4.30 4.50 4.60 4.55 4.40 4.55 4.50
C(%) 1.75 5.99 3.51 4.28 2.16 2.12 3.92 3.20 4.92 7.28
N total (%) 0.09 0.31 om 0.03 0.25 0.35 0.11 0.27 0.39 0.47
Basa dapat-
dipertukarkan (meflOOg)
K 0.10 1.54 3.08 3.34 1.49 2.21 4.62 1.26 3.34 3.08
Ca 1.18 4.44 6.38 8.27 3.24 4.16 5.91 S.65 8.76 7.15
Mg 0.42 3.09 6.53 9.38 3.57 3.98 7.49 3.89 8.26 6.69
Na 0.17 1.22 1.83 2.17 1.13 1.30 2.30 1.04 1.91 1.74
KTK
(mefl00g) 14.35 21.52 20.97 22.62 18.21 19.86 28.69 20.14 25.11 18.48
AI (mefl00g) 1.67 0.07
H (meflOOg) 0.23 1.41 1.90 2.47 0.98 0.85 2.54 0.71 1.63 0.85
Keterangan :
-MOL I : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi tanpa mikroorganisme (0.5 kg)
-MOL2: Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi tanpa mikroorganisme (1.0 kg)
-MOL3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi tanpa mikroorganisme (1.5 kg)
-MiLl: Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr. (0.5 kg)
-MIL2 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr.(100 kg)
-MIL3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr.(105 kg)
-M2L I : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (0.5 kg)
-M2L2 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (1.0 kg)
-M2L3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (1.5 kg)
22

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Dosis Lirnbah Sagu dan Jenis Mikroorganisrne


terhadap Tinggi Tanarnan pada 2,6, 10, 14, 18,22,26 dan 30 MST

Perlakuan Minggu ke-


2 6 10 14 18 22 26 30
............................................................ cm ............................................................ .
Dosis
LO 4.670a 13.513b 24.737b 38.333b 43.900b 49.880b 54.313b 59.693b
LI 4.783a 18.967a 36.713a 58.923a 72.823a 87.810a lO0.497a 107.163a
L2 4.837a 18.613a 35.453a 60.180a 73.823a 88.313a 101.847a 107.777a
L3 4.880a 16.283ab 32.273a 57.977a 72.057a 82.1l7a 94.930a 101.530a
Jenis
Mikro-
orgamsrne
MO 4.695b 13.480c 28.098b 47.978b 58.948b 70.372b 82.290b 88.322b
MI 4.482b 17.032b 33.193ab 53.643ab 65.617ab 77.195ab 87.815ab 94.515ab
M2 5.200a 20.020a 35.593a 59.940a 72.388a 83.522a 93.585a 99.285a
Keterangan; Angka pada kolorn yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak ber-
beda nyata pada uji DMRT pada tarafO.05.

Interaksi perlakuan dosis lirnbah sagu dan j enis rnikroorganisrne berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanarnan pada 6 dan 22 MST (Tabel Larnpiran 3). Pada 6 MST,

tinggi tanarnan paling baik diperoleh pada dosis lirnbah sagu L1 (0.5 kg) yang dikorn-

binasikan dengan perlakuan jenis rnikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapis-

an atas). Dosis limbah sagu L3 (1.5 kg) yang dikombinasikan dengan perlakuan MO

(tanpa mikroorganisme) memberikan pengaruh paling buruk. Pada 22 MST, tinggi

tanaman paling baik pada dosis limbah sagu L1 (0.5 kg) diperoleh pada perlakuan je-

nis mikroorganisme M2(mikroorganisme tanah lapisan atas). Pada semua perlakuan

jenis mikroorganisme, dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling

buruk. Pengaruh interaksi perlakuan dosis Iimbah sagu dan jenis mikroorganisme ter-

hadap tinggi tanaman terlihat pada Tabel6.

Diameter batang

Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap diameter batang mu-

lai 6 MST (Tabel Lampiran 4). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan

pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3
23

(1.5 kg) berpengaruh positif terhadap diameter batang. Pengaruh perlakuan dosis lim-

bah sagu terhadap diameter batang terlihat pada Tabel 7.

Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap diameter batang

(Tabel Lampiran 4). Perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah la-

pisan atas) memberikan pengaruh paling baik (Tabel 7).

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis


Mikroorganisme terhadap Tinggi Tanaman pada 6 dan 22 MST

6MST 22MST
MO Ml M2 MO M1 M2
.............................. cm ......................... .......................... cm ...........................
LO 12.930 def 14.950 cdef 12.660 ef 50.820 d 51.500 d 47.320 d
L1 16.870 bcdef 15.370 cdef 24.660 a 82.150 be 80.000 be 101.280 a
L2 13.650 edef 19.540 abed 22.650ab 80.390 be 94.060 ab 90.610 ab
L3 10.470 f 18.270 abcde 20.110 abe 68.130 e 83.220 be 95.000 ab
Keterangan : Angka yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji
DMRT pada taraf 0.05.

Tabel7. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme


terhadapDiameter Batang pada 2,6, 10,.14, 18,22,26, dan 30 MST

Perlakuan Minggu ke-


2 6 10 14 18 22 26 30
.......................................................... mm ...........................................................
Dosis
LO 1.l00a 2.403b 4.247b 6.480b 9.307b 11.420b 12.507b 13.013b
Ll 1.050a 3.117a 5.617a 8.457a 11.270a 13.740a 14.673a IS.100a
L2 1.017a 2.910a 5.437a 8.910a 11.71Oa 14.223a 15.220a 15.680a
L3 1.097a 2.850a 4.790ab 8.527a 11.347a 13.900a . 15.190a 15.567a
Jenis
Mikro-
organisme
MO 0.993b 2.327e 4.455b 7.362b 10.367b 12.955b 13.995b 14.470b
Ml 1.045b 2.71Ob 5.090ab 8.198ab 10.750ab 13.010b 14.095b 14.440b
M2 1.160a 3.423a 5.522a 8.720a 11.608a 13.997a 15.103a 15.610a
Keterangan: Angka pada kolom yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak ber-
beda nyata pada uji DMRT pada tarafO.OS.
24

Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme berpengaruh

nyata terhadap diameter batang pada 2 dan 6 MST (Tabel Lampiran 4). Pada 6 MST,

diameter batang paling baik diperoleh pada dosis L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3 (1.5

kg) yang dikombinasikan dengan perlakuan mikroorganisme M2 (mikroorganisme

tanah lapisan atas). Pada perlakuan mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah

lapisan atas),dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Pe-

ngaruh interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme terhadap dia-

meter batang terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis


Mikroorganisme terhadap Diameter Batang pada 2 dan 6 MST

2MST 6MST
MO Ml M2 MO Ml M2
........................ mm ........................ ...................... mm .....................
LO. 1.150 ab 1.130 ab 1.060 ab 2.390 b 2.490 b 2.330 b
L1 0.940 be 1.000 abc 1.210 a 2.620 b 2.660 b 4.070 a
L2 0.850 c 1.000 abc 1.200 a 2.240 b 2.830 b 3.660 a
L3 1.030 abc 1.050 abc 1.210 a 2.060 b 2.860 b 3.630 a
Keterangan : Angka yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji
DMRT pada tarafO.05.

Bobot kering tajuk

Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk

pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) membe-

rikan pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg)

dan L3 (1.5 kg) berpengaruh positifterhadap bobot kering tajuk. Pengaruh perlakuan

dosis limbah sagu terhadap bobot kering tajuk terlihat pada Tabel 9.

Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap bobot kering ta-

juk pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikro-

organisme tanah lapisan atas) memberikan pengaruh paling baik (TabeI9).


25

Interaksi periakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme tidak berpe-

ngaruh nyata terhadap bobot kering tajuk (Tabel Lampiran 5).

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme


terhadap Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar pada 30 MST

Perlakuan Bobot Kering Bobot Kering


Tajuk Akar
...................................... gram ....................................
Dosis
LO 30.409 b 16.445 a
L1 55.853 a 14.943 a
L2 56.310 a 15.082 a
L3 55.443 a 15.339 a
Jenis mikro-
organisme
MO 43.282 b 14.494 b
Ml 48.793 b 13.080 b
M2 56.393 a '18.783 a
Keterangan: Angka pada kolom yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak ber-
beda nyata pada uji DMRT pada tarafO.05.

Bobot kering akar

Perlakuan dosis limbah sagu tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering

akar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terha-

dap bobot kering akar terlihat pada Tabel 9.

Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap bobot kering a-

kar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Periakuan jenis mikroorganisme M2 (mikro-

organisme tanah lapisan atas) memberikan pengaruh paling baik (Tabel 9).

Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme tidak berpe-

ngaruh nyata terhadap bobot kering akar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5).
26

Pembahasan

Selama proses dekomposisi, Iimbah sagu mengalami perubahan warna, nisbah

elN, fluktuasi suhu.dan pH. Warna ketiga limbah sagu pada berbagai periakuan jenis

mikroorganisme berubah dari putih kekuningan menjadi coklat kehitaman. Limbah

sagu yang mendapat periakuan mikroorganisme berwarna lebih gelap dibandingkan

limbah sagu yang tidak mendapat periakuan mikroorganisme tetapi dengan perbedaan

yang keci!. Suhu dan pH ketiga limbah sagu selama proses dekomposisi juga mem-

punyai perbedaan keci!. Pada 8 minggu proses dekompossi, nisbah elN limbah sagu

yang mendapat periakuan mikroorganisme berbeda dengan yang tidak mendapat per-

lakuan mikroorganisme. Nisbah elN limbah sagu yang mendapat periakuan mikroor-

ganisme lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat periakuan mikroorganisme.

Hal tersebut diduga karena pada saat tersebut aerasi limbah sagu buruk sehingga akan

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang diinokulasikan

pada awa! proses dekomposisi tidak tumbuh optima!. Proses perombakan Iimbah sa-

gu berja!an lambat. Murbandono (1982) mengatakan aerasi yang baik menyebabkan

proses pengomposan berja!an dengan baik karena O 2 tersedia dalam jumlah yang cu-

kup sehingga akan mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Pada aerasi yang bu- .

ruk pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat.

Disamping faktor aerasi limbah yang kurang baik, pertumbuhan mikroorga-

nisme yang tidak optimal diduga karena jumlah inokulan, N dan P yang diberikan pa-

da awal proses dekomposisi sedikit. Hadiwiyoto (1983) mengatakan apabila organis-

me perombak pada 'permulaan pengomposan sedikit maka pengomposan akan berja-


27

Ian lambat. Hal tersebut berhubungan dengan waktu adaptasi organisme perombak.

Semakin banyakjumlahnya pada awal suatu proses maka adaptasinya semakin cepat.

Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meningkatkan pertumbuhan

tinggi tanaman, diameter batang dan bobot kering tajuk karena limbah sagu yang di-

tambahkan tersebut telah matang. Limbah sagu akan memperbaiki sifat media ter-

utama sifat fisiknya. Media yang baik menciptakan kondisi bagi pertumbuhan akar

lebih baik dan selanjutnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Me-

nurut Soepardi (1983) pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah yaitu me-

rangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi, serta meningkatkan kemam-

puan menahan air. Disamping berpengaruh terhadap sifat fisik tanah, menurut Soe-

pardi (1983) bahan organikjuga berpengaruh terhadap sifat kimia tanah. Bahan orga-

nik akan meningkatkan kapasitas tukar kation dan berpengaruh terhadap suplai dan

ketersediaan hara.

Selanjutnya Soepardi (1983) mengatakan walaupun jumlahnya sedikit, penga-

ruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan selanjutnya terhadap pertumbuhan

tanaman sangat nyata. Bahan organik merupakan perekat butiran lepas, sumber uta-

ma nitrogen, sulfur dan belerang. Bahan organik cenderung meningkatkan jumlah air

yang dapat ditahan dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman. Kononova (1966)

mengatakan peranan bahan organik dalam tanah yaitu : 1) membantu proses penghan-

curan dan perubahan bagian-bagian mineral tanah, 2) sebagai sumber hara tanaman,

3) membentuk struktur tanah yang stabil dan 4) berpengaruh langsung terhadap per-

tumbuhan dan perkembangan tanaman.


28

Penambahan limbah sagu dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh

yang saling tidak berbeda nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman, diameter ba-

tang dan bobot kering tajuk; diduga karena ketiga limbah sagu dengan dosis yang

berbeda tersebut memberikan pengaruh yang relatif sarna terhadap perbaikan media.

Penambahan bahan organik dengan dosis lebih tinggi tidak selalu berpengaruh lebih

baik terhadap perbaikan media, bahkan apabila bahan organik yang diberikan terlalu

tinggi dapat berpengaruh negatifterhadap pertumbuhan tanaman, Devlin (1975) me-

ngatakan apabila bahan organik yang diberikan terlalu tinggi maka mengakibatkan

unsur hara yang ada terikat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman, terlihat

dari pertumbuhannya.

Media tanpa limbah sagu memberikan pengaruh paling buruk karena media

tersebut hanya berupa tanah tanpa limbah sagu yang berfungsi sebagai bahan organik

sehingga tidak terdapat perbaikan sifat media yang menyebabkan pertumbuhan ta-

naman paling rendah. Disamping hal tersebut media tanpa limbah sagu akan lebih

memadat dengan adanya penyiraman. Media yang memadat akan menghambat per-

tumbuhan akar yang selanjutnya terhadap pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.

Media yang memadat berarti mempunyai aerasi yang buruk. Menurut Leiwakabessy

(1988) media dengan aerasi buruk akan menekan absorpsi hara oleh tanaman. Faktor

penyebabnya yaitu rasio 02/C02 dalam tanah. Semakin tinggi persentase 02 semakin

tinggi pula serapan hara karena respirasi meningkat.

Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas memberi-

kan pengaruh paling baik diduga karena mikroorganisme yang terdapat pada pada

limbah tersebut ada yang bermanfaat bagi tanaman seperti dengan memperbaiki kua-
29

litas media. Media yang baik memudahkan penetrasi akar, selanjutnya akar akan le-

bih berkembang. Perkembangan akar yang baik akan meningkatkan pertumbuhan ta-

naman secara keseluruhan. Dalzell et. at. (1987) mengatakan bahim orgaanik dan mi-
kroorganisme tanah dapat mengikat partikel-partikel tanah dan menciptakan suatu

kondisi sehingga respirasi, serapan air dan hara serta perkembangan akar tanaman

berjalan dengan baik.


KESIMPULAN PAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meningkatkan pertumbuhan

tinggi tanaman, diamete·r batang dan bobot karing tajuk. Perlakuan jenis mikroor-

ganisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering

tajuk dan bobot kering akar. PerIakuan mikroorganisme tanah lapisan atas memberi~

kan pengaruh paling baik.

Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan j enis mikroorganisme berpengaruh

nyata tehadap tinggi tanaman pada 6 dan 22 minggu setelah tanam serta diameter ba-

tang pada 2 adan 6 minggu setelah tanam. Kombinasi perlakuan dosis limbah sagu

0.5. kg dengan mikrQorganisme tanah lapisan atas memberikan pengaruh paling baik.

Samn

Pemanfaatan limbah sagu dengan perlakuan mikroorganisme perIu diteliti le-

bih lanjut dengan memperpendek interval waktu pembalikan sehingga diperoleh kon-

disi aerasi yang lebih baik untuk pertutnbuhan mikroorganisme pada limbah yang di-

dekomposisikan. Disamping itu perIu meningkatkan jumlah inokulan, N dan P yang

diberikan pada. proses dekomposisi limbah sagu agar mikroorganisme dapat berkem-

bang lebih baik dan perombakan berlangsung lebih cepat sehingga diperoleh limbah

sagu yang telah matang dalam waktu yang lebih singkat.


DAFTAR PUSTAKA

AI Rasjid, H. 1973. Beberapa keterangan tentangAlbiziafalcataria (L.) Fosberg.


Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 157 : 22-26.

Atmosuseno, B. S. 1994. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Panebar Swa-


daya. Jakarta. 143 hal.

Basri, E. dan S. Hidayat. 1993. Pengaruh asal dan umur pohon terhadap sifat penge-
ringan kayu sengon. Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengem-
bangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. (11) 4: 129-133.

Brown, D. E. 1975. Production and use ofcellulases enzyme, p: 1-15. In A. J. Po-


wei and J. D. Bu'lock (ed.). Cellulosic Substrat. Octagon. PaperNo. 3. The
University of Manchester, UK.

Buntan, A. 1982. Pengaruh bakteri pelarut P dan kompos terhadap produksi tanaman
jagung. Tesis Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal
(Tidak dipublikasikan).

Dalzell, H. W., A. J. Riddlestone, K. R. Gray and K. Thurairajan. 1987. Soil Mana-


gement : Compost production and use in tropical and subtropical environments.
FAO of the United Nations. Rome.

Devlin, R. M. 1975. Plant Physiology. D' Van Nostrand Co. New York. 600p.

Enari, T. M. 1983. Microbial Cellulases, p : 183-223. In W. M. Forgarty (ed.). Mi-


crobial enzymes and biotechnology. Appl. Sci. New York.

Gaur, A. C. 1982. A manual of rural composting. Improving soil fertility through


organic recycling (F AO/UNDP region poject RAS175/004). Project Field Do-
cument No. 15. FAO of the United Nations.

Gong, C. S. and G. T. Tsao. 1978. Cellulase and biosynthesis regulation, p : 111-


140. In D. Perlman (ed.). Annual Report on Fermentation Processes. Vol. III.
Academic Press. Inc., New York.

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Panebar Inti Idayu


Press. Jakarta. 54 hal.

Hartman, H. T. and D. E. Kester. 1978. Plant Propagation 3rd (ed.). Prentice Hall of
India Privat Ltd. New Jersey. 622p.

Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yog-
yakarta. 140 hal.
32

Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter. Its Nature, its Role in Soil Formation
and Soil Fertility. Pergamon Press. New York, Oxford, London. 544p

Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,


Institut Pertanian Bogor. Bogor. 294 hal.

Macris, B. J. and M. Galiotou-Panayotou. 1986. Enhanced cellobiohydrolase pro-


duction from Aspergillus ustus and Trichoderma harzianum. Enzyme Microb.
Technology. 8: 141-144.

Murbandono,1. 1982. Membuat Kompos. Panebar Swadaya. Jakarta. 67 hal.

Nasution, R., E. Basri dan N. Karsinah. 1995. Penelitian dan pengembangan tanam-
an industri. Warta. Pusat Penelitian dan Pengembangan T.anaman Industri.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (1) 2 : 1-4.

Perhimpi dan Balitbang Kehutanan. 1990. Peta Kesesuaian Agroklimat HTI Sengon
(Albiziajalcataria) di Pulau Jawa. 102 hal.

Purnomo, B. M., S. At dan H. Prahasto. 1984. Potensi hutan sagu rakyat Seram Ba-
rat, Propinsi Maluku. Penelitian Hasil Hutan. Puslitbang Hutan. 1(3): 9-14.

Rao, N. S. S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing. Bom-


bay, New Delhi.

Reese, E. T., R. G. H. Siu dan H. S. Levinson. 1950. The biological degradation of


soluble cellulose and derivates and its relationship to the mechanism of cellu-
lose hydrolisis. J. Bacterial. 59: 485-497.

Sasaki, H., Y. Kamagata, S. Takao, P. Matangkasombut dan A. Bhumiratana. 1983.


Selection and classification of active cellulose decomposing fungi, p : 65-76.
In H. Taguchi (ed.). Microbial Utilization of Renewable Resource. Vol. ill.
International Center of Cooperative Research in Biotechnology. Japan.

Soekarto, S. T. dan S. Wijandi. 1983. Prospek pengembangan sagu sebagai bahan


pangan di Indonesia. Seri Monitering Strategis Perkembangan IPTEK No.4.
Biro Koordinasi dan Kebijaksanaan Ilmiah-LIP1.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakuitas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.

Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry, Genesis, Composting, Reaction. John


Wiley and Sons. New York. 401p.

Supriadi, R. dan 1. I:Iakim. 1991. Aspek sosial ekonomi pengusahaan sagu di Malu-
ku. Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
dan Sosial Ekonomi Kehutanan. (9) 6 : 238-246.
LAMP IRAN
34

Tabel Lampiran I. Analisis Ekonomi Penanaman Sengon

No. Uraian Nilai (Rp)


Biaya
TahunI:
1 Sewa tanah 1 ha selama 6 tahun@Rp 500 000.00 3000 000.00
2 Bibit 2 000 batang @Rp 75.00 150 000.00
3 Pembuatan lobang 30 HOK @ Rp 2 750.00 82500.00
4 Pupuk kandang 4 kg/tanaman@ Rp 40.00 266560.00
5 Insektisida 10 I@Rp 9 000.00 90 000.00
6 Peralatan:
- Cangkul5 buah @ 7500.00 37500.00
- Gergaji rantai (cliain saw) 1 unit 2 000 000.00
- Parang 10buali ~RP 10 000.00 100 000.00
- Embrat 10 buah Rp 10 000.00 100 000.00
7 Pemeliharaan 2 ka I setahun, 7 HOK 38500.00
Tahun II :
1 Urea 107 kg @Rp 350.00 37450.00
2 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 7 HOK 38500.00
3 Penjarangan I, 10 HOK 27500.00
Tahunill :
1 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK 55 000.00
TahunIV :
1 Urea 64 kg@Rp 350.00 22400.00
2 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK 55 000.00
3 Penjarangan II, 15 HOK 41250.00
Tahun V:
1 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK 55 000.00
Tahun VI:
1 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK 55 000.00
2 Pemanenan 30 HOK 82500.00
Total = ............................................................................ . 6334660.00
Pendapata'n
Kayu hasi! penjaransan dijual sebagai kayu bakar @
6 000.00/m3. Kayu hasll"pemanenan dijual sebaaai ba-
han baku kayu olahan @ Rp 50 000.00/m3. l:'enda-
patan dapat dihitung sebagai berikut :
1 Penjarangan I (40%) = 666 pohon@ 0.05 m3 199800.00
2 Penjarangan II (40%) = 400 pohon @ 0.50 m3 1200 000.00
3 Pemanenan 600 pohon @ 0.88 m3 26 400 000.00
Total = ............................................................................ . 27 799 800.00
Keuntungan
Keuntungan = Pendapatan - Biaya
= (Rp 27 799 800.00 - Rp 6 334 660.00)
=Rp21465140.00
Sumber: Atmosuseno (1994)
35

Tabel Lampiran 2. Analisis Ekonomi Pembibitan Sengon

No. Uraian Nilai (Rp)


Biaya
1. Modal Dasar
1 Sewa tanah 0.5 ha (untuk satu tahun) 750000.00
2 Sarana bangunan pembibitan :.
- Sarlon 1 000 m2 @Rp 1 750.00 1 750000.00
- Kayu tiang dan papan 50 m3 @Rp 40 000.00 2000000.00
- Seng plastik bergelombang 50 lembar @ Rp 1 250.00 62500.00
- Kawat rem 1 000 m2 @Rp 550.00 550000.00
3 Peralatan:
- Sprayer 5 buah 100000.00
- Sekop 5 buah 50000.00
- Geobag dorong 3 buah 180000.00
- Gembor 3 buah 60000.00
-Drum4 buah 40000.00
- Selang plastik 100 m 150000.00
- Cangkul 5 buah 75000.00
- Ember 3 buah 15000.00
- Bak kecambah 300 buah 1050000.00
- Pancilcerek 2 buah 20000.00
- Kompor 2 buah 30000.00
Total 1= .......................................................................... 6882500.00

II. Modal Lanjutan


1 Bahan
- Benih sengon 10 kg @Rp 12500.00 125000.00
- Pupuk NPK 300 kg 360000.00
- Pupuk kandang 20 kubik 500000.00
- Gandasil D 6 kg 75000.00
2 Pestisida.
- Furadan 3 G, 10 kg 40000.00
- Dithane M 45, 6 kg 84000.00
3 Formalin 90%, 3 liter 28500.00
4 Kantong polibag 290 000 buah 2030000.00
5 Minyak tanah 50 liter 20000.00
Total II = ......................................................................... 3262500.00

ill. Tenaga kerja


1 Pembuatan shade house, bed eng tabur, gudang
dan bedeng pencampuran media, 150 HOK 412500.00
2 Pembuatan p.agar pembibitan, 75 HOK 206250.00
3 Pengumpulan dan pengolahan media, 90 HOK 247500.00
4 Pengisian ke polibag, 80 HOK 220500.00
5 Penaburan benih, 40 HOK 110000.00
36

Tabel Larnpiran 2. (Lanjutan)

No. Uraian Nilai (Rp)


6 Penyirarnan, 200 HOK 550000.00
7 Penyapihan, 25 HOK 68750.00
8 Pernupukan, 60 HOK 165000.00
9 Pengendalian harna dan penyakit 165000.00
10 Penjaga pernbibitan, 200 HOK 550000.00
Total III = ......................................................................... 269555.00

IV. Lain-lain
1 Transportasi 350000.00
2 Adrninistrasi 150000.00
Total IV= ....................................................................... . 500000.00

Pendapatan .
Besar pendapatan dihitung berdasarkan jurnlah bibit
tersedia dil<alikan dengan harga jual bibit @ Rp 75.00.
Jurnlah bibit tersedia daRat dihitung sebagal berikut :
- Jurnlah benih = 10 kg rca 40 000 benih = 400000 benih
- Daya kecarnbah 80% =120 000 sernai
- Kernatian 15% =48000 bibit
- Bibit tersedia = 320 000 - 48 000 bibit
= 272 000 bibit
Pendapatan = 272 000 x Rp 75.00 = Rp 20 400000.00

Keuntungan = Pendapatan - Biaya


= Rp 20400000.00 - (Total I + II + III + IV)
= Rp 20 400 000.00 - Rp 13 340550.00
= Rp 7 059 450.00
Surnber: Atrnosuseno (1994)
37

Taber Lampiran 3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Minggu


ke 2,6, 10, 14, 18,22,26, dan 30 Setelah Tanam.

Peubah Sumber Derajat lumlah Kuadrat F hit. P


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Tinggi tanaman Ulangan 4 3.851 0.963
2MST M 2 5.433 2.717 5.480 * 0.008
L 3 0.370 0.123 0.250 0.862
MXL 6 2.287 0.381 0.770 0.599
Galat 44 21.827 0.496
Tinggi tanaman Ulangan 4 105.899 26.475
6MST M 2 428.780 214.390 9.970* 0.0003
L 3 285.659 95.220 4.430* 0.008
MXL 6 306.478 51.080 2.380* 0.044
Galat 44 945.699 21.493
Tinggi tanaman Ulangan 4 591.000 147.750
10 MST M 2 585.960 292.980 3.650* 0.034
L 3 1299.384 433.128 5.390* 0.00"3
MXL 6 559.219 93.203 1.160 0.345
Galat 44 3533.892 80.316
Tinggi tanaman Ulangan 4 972.793 243.198
14MST M 2 1432.348 716.174 4.470* 0.017
L 3 4854.058 1618.019 10.110* 0.0001
MXL 6 1434.587 239.098 1.490 0.D95
Galat 44 7044.663 160.106
Tinggi (anaman Ulangan 4 764.265 191.066
18 MST M 2 1806.369 903.185 5.100' 0.0102
L 3 9485.519 3161.840 17.840* 0.0001
MXL 6 2176.170 362.695 2.050 0.079
Galat 44 7797.714 177.221
Tinggi tan3man Ulangall 4 696.979 174.245
22MST M 2 1730.042 865.021 6.000* 0.005
L 3 15097.780 5032.593 34.880* 0.0001
MXL 6 2009.458 334.910 2.320* 0.049
Galat 44 6347.812 144.268
Tinggi tanaman Ulangan 4 1004.926 251.232
26MST M 2 1275.970 637.985 3.260' 0.048
L 3 22960.058 7653.353 39.060' 0.0001
MXL 6 2121.975 353.662 1.800 0.120
Galat 44 8621.515 195.944
Tinggi tanaman Ulangan 4 1368.157 342.039
30MST M 2 1208.509 604.255 2.700* 0.079
L 3 23950.672 7983.557 35.620* 0.0001
MXL 6 2124.392 354.065 1.580 0.176
Galat 44 9861.247 224.119
Keterangan: *Berbeda nyata pada uji F pada tarafO.05
38

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Diameter Batang I?ada Minggu


ke 2, 6, 10, 14, 18,22,26, dan 30 Sptelah Tanam.

Peubah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hit. P


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Diameter Batang Ulangan 4 0.036 0.009
2MST M 2 0.294 0.147 7.560* 0.002
L 3 0.072 0.024 1.230 0.309
MXL 6 0.362 0.060 3.110* 0.012
Galat 44 0.854 0.019
Dinmclcr Batang Ulangan 4 1.838 0.460
6MST M 2 12.353 6.177 20.060* 0.0001
L 3 4.059 1.353 4.400* 0.009
MXL 6 5.784 0.964 3.130* 0.012
Gaial 44 13.546 0.308
Diameter Batang Ulangan 4 9.622 2.405
IOMST M 2 11.532 5.766 3.810* 0.030
L 3 17.708 5.903 3.900* 0.015
MXL 6 8.779 1.463 0.970 0.458
Galat 44 66.551 1.513
Diameter Batang Ulangan 4 15.778 3.944
14 MST M 2 18.754 9.377 4.600* 0.015
L 3 53.844 17.948 8.810* 0.0001
MXL 6 22.924 3.821 1.880* 0.106
Galat 44 89.603 2.036
Diameter Batang Ulangan 4 21.178 5.294
18 MST M 2 16.128 8.064 4.340' 0.019 ,
L 3 52.964 17.655 9.500* 0.0001.
MXL 6 14.870 2.478 1.330 0.263
Gala! 44 81.797 1.859
Diameter Batang Ulangan 4 28.635 7.159
22 MST M 2 13.767 6.883 3.920' 0.027
L 3 74.082 24.694 14.050' 0.0001
MXL 6 9.376 1.563 0.890 0.511
Galat 44 77.342 1.758
Diameter Batang Ulangan 4 27.179 6.795
26MST M 2 15.011 7.505 3.760' 0.031
L 3 74.338 24.779 12.420* 0.0001
MXL 6 4.873 0.812 0.410 0.870
Galat 44 87.751 1.994
Diameter Batang Ulangan 4 37.224 9.306
30MST M 2 17.796 8.898 4.530' 0.016
L 3 69.569 23.190 11.800' 0.0001
MXL 6 4.745 0.791 00400 0.873
Galat 44 86.445 1.965
Keterangan : 'Berbeda nyata pada uji F pada taraf 0.05
39

Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Kering Tajnk dan Bobot Kering Akar pada 30 Minggu
Setelah Tanam.

Peubah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hit. P


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah

Bobot Kering Tajuk Ulangan 4 602.001 150.500


M 2 1733.378 866.689 6.380' 0.004
L 3 7286.539 2428.846 17.870' 0.0001
/'
MXL 6 848.191 141.365 1.040 . 0.413
Galat 44 5981.155 135.935

Bobot Kering Akar Ulangan 4 66.124 16.531


M 2 352.927 176.464 9.480' 0.0004
L 3 20.916 6.972 0.370 0.772
MXL 6 66.669 11.112 0.600 0.731
Galat .44 818.882 18.611

Kctcrangan : 'Bcrbcda nyata pada uji F pada tamfO.05

Anda mungkin juga menyukai