Anda di halaman 1dari 13

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID (AINS)

IRADATULLAH J045 18 2005

RACHMADY NOFRIANSYAH J045 18 2001

PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila

tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-

obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-

bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Di dalam tubuh obat

mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-

proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi.

Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat

menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan

yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses

inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana elemen dalam darah, sel darah putih,

dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan. Kondisi ini ditandai dengan

munculnya warna kemerahan, bengkak, nyeri dan disertai panas.

Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak

diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini merupakan

suatu obat yang heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat

kliniknya karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,

sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.

Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan

biosintesis prostaglandin (PG).

1
B. Tujuan

Untuk mengetahui penggunaan obat NSAID, mekanisme kerja obat NSAID, dan

penggolongan obat NSAID.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

Obat anti inflamasi non steroid (AINS) , atau yang lebih dikenal dengan sebutan

NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki

khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti

radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan

steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis

narkotika. Inflamasi adalah salah satu respon utama dari sistem kekebalan tubuh terhadap

infeksi atau iritasi.

Obat AINS dikelompokkan kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun terdapat

banyak perbedaan dalam kinetik obat AINS, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa

sifat umum. Metabolisme obat AINS terutama dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C

dari enzim P450 di hati. Meskipun eksresi ginjal merupakan jalur eliminasi terakhir yang

paling penting, hampir semua obat AINS mengalami eksresi dan reabsorbsi bilier yang

bervariasi. Semua obat AINS dapat ditemukan dalam cairan sinovial setelah pemberian dosis

berulang.

B. Kegunaan Dari Obat AINS

Obat AINS merupakan bahan aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan

terutama bekerja menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri

akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan

inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

3
C. Mekanisme Kerja

Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non steroid

merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana

efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini

pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir

memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek

terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis

prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai

dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro

bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana

juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas. Namun

demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin, yang diketahui

turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga

konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat

cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda-beda. AINS dikelompokkan berdasarkan

struktur kimia, tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler

dikelompokkan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim

cyclooxygenase-1 (COX-1) dan cycloocygenase-2 (COX-2). COX-1 selalu ada diberbagai

jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus

di lambung, tetapi sebaliknya COX-2 merupakan enzim yang umumnya tidak terpantau di

kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS

yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian aktif enzim, pada COX-1

dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah

asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin. AINS yang termasuk dalam tidak

selektif, yaitu menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2, adalah ibuprofen,indometasin dan

4
naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-

1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat

COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat

selektif menghambat COX-2.

D. Penggunaan Obat AINS

Obat AINS bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (enzim pembentuk

prostaglandin). Obat AINS hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik akibat

produksi prostaglandin. Obat AINS mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik (untuk

nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. Namun, AINS tidak bisa digunakan untuk

mengatasi nyeri karena angina pectoris, karena nyeri disebabkan karena hipoksia dan

penumpukan laktat. Penggunaan obat AINS sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga

jika simptom sudah hilang, pemberiannya harus dihentikan.

Pada keadaan gout arthritis, Obat AINS berperan untuk mengurangi inflamasinya.

Asam urat yang meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan inflamasi sehingga

menimbulkan nyeri. Asam urat dapat menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak

tofi, bendol- bendol). Penggunaan Obat AINS masih menimbulkan recruitment sel radang

karena tidak menghambat LOX/ leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya ini perlu

diturunkan untuk mencegah adanya kemotaksis dengan penggunaan kortikosteroid.

NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit dan hanya mencegah simtom

peningkatan prostaglandin pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok pembentukan

prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat sentral, sehingga

tidak menimbulkan adiksi.

Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang patologis

(tidak digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah aktivitas yang berlebih).

5
Demam patologis dirangsang oleh zat pirogen endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan

prostaglandin di preoptik hipotalamus. Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas

turun harus dihentikan).

E. Efek samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek

samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek samping

yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-

kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini

berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah:

1. iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan

menyebabkan kerusakan jaringan;

2. iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis

PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi

menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang

bersifat sitoprotektif.

F. Contoh-contoh Dari Obat AINS

1. Asam mefenamat dan Meklofenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat

kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat

anti-inflamasi pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat

merupakan golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein

plasma. Dengan demikian interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan.

6
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai

diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat

adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi

penyakit sendi adalah 240-400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat

obat ini tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian

tidak melebihi 7 hari.

2. Diklofenak

Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran

cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan

mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun

waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang

menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama

seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung.

Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari

terbagi dua atau tiga dosis.

3. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali

dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak

terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya

terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung

dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen

terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.

Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat

mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis

7
prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan

dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui.

Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan

amerika karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif

lama dikenal.

4. Fenbufen

Fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini

memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat

melalui lambung dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping

obat ini sama seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-

hati. Pada gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2

kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.

5. Indometasin

Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk

pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena

toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi

sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro

indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.

Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein

plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu

paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri

abdomen, diare, perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh

kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat

penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.

8
Karena toksisitasnya maka tidak dianjurkan pada anak, wanita hamil, gangguan

psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang

berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi

reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.

6. Piroksikam dan Meloksikam

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat

asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari.

Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi

kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping

adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan

eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan

yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.

Meloksikam cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1. Efek samping

meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.

8. Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering digunakan sebagai

penghilang rasa nyeri atau sakit minor, peradangan atau anti-inflamasi, dan antipiretik

(pada demam). Selain digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab

(sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan sebagainya), dan

untuk kondisi demam, aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan

sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam

arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul.

Aspirin menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2.

Molekul aspirin menempel pada enzim COX-2. Penempelan ini menghambat enzim

melakukan reaksi kimia. Bila tidak ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan

9
ditransmisikan ke otak untuk memproduksi prostaglandin. Dengan tidak

diproduksinya prostaglandin, rasa sakit kepala dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan

sama sekali.

Dosis aspirin bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang dirasakan. Biasanya

dosis normal adalah 324 mg setiap empat jam. Untuk sakit kepala berat, dapat digunakan

hingga 648 mg aspirin setiap empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 48

tablet dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Anak-anak di bawah usia dua belas

tahun harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi aspirin.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat

analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).

2. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan

yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

3. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat

menjadi PGG2 terganggu.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Priyanto, 2010. Farmakologi Dasar. Leskonfi. Jakarta.

2. Tjay, T.H,. dan Kirana, R,. 2008. Obat-obat Penting. PT Gramedia. Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai