Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dokter gigi sering menjumpai pasien dengan keadaan dentofasial yang

tidak normal, profil wajah yang abnormal (prognatik/retrognatik mandibula),

keadaan gigi yang tidak normal dalam jumlah, bentuk, ukuran, maupun posisinya.

Kelainan dentofasial adalah deviasi atau ketidakseimbangan proporsi fasial serta

hubungan gigi yang tidak baik sehingga mengganggu estetika profil wajah.

Kelainan dentofasial dapat berdampak pada gangguan fungsi rahang, hubungan

gigi dan penampilan wajah.1

Pasien dengan kelainan dentofasial menghadirkan masalah penyesuaian

dan adaptasi sosial, dengan konsekuensi negatif terhadap kesehatan mental

mereka. Oleh karena itu, aspek psikolog bedah, seperti perubahan dalam tubuh

dan emosional serta tingkat kognitif, peningkatan hubungan interpersonal dan

perubahan reaksi sosial memegang peranan penting.2

Terdapat beberapa prosedur bedah yang telah ada untuk memperbaiki

ketidakharmonisan dan estetika wajah yang termasuk dalambedah ortognatik.

Perbedaan tiap individu dari ras dan etnisnya merupakan suatu ciri khas dari profil

dan estetika wajah. Hal tersebut penting diketahui sebagai faktor-faktor yang

harus dipertimbangkan untuk mengoreksi profil wajah yang abnormal.

Ketidakharmonisan fasial atau kelemahan estetika bisa disebabkan deformitas

skeletal yang telah dikenali dan terukur. Hal ini dapat diperbaiki dengan bedah

ortognatik.3

1
Salah satu tujuan dari semua operasi yang dilakukan adalah untuk

memperbaiki estetika dan alasan penting lainnya adalah untuk tujuan mastikasi

dan fonetik. Bedah ortognatik dapat dilakukan baik di rahang bawah atau rahang

atas atau keduanya. Setelah koreksi estetika dilakukan, biasanya akan

meningkatkan moral dan kepercayaan diri pasien.3

Alat-alat ortodontik digunakan untuk memodifikasi sistem tekanan alami

terhadap gigi geligi dengan cara tertentu. Namun, modifikasi tekanan oleh alat-

alat tersebut memiliki keterbatasan. Pasien-pasien yang memiliki penyimpangan

tulang yang besar, perawatan ortodontik saja tidak dapat memberikan hasil yang

diharapkan.4

Pada kondisi dimana diperkirakan bahwa penggunaan alat-alat ortodontik

memiliki keterbatasan dalam mengoreksi kelainan-kelainan dentofasial yang

bersifat skeletal, maka pilihan perawatan yang dapat dijalani adalah perawatan

bedah rahang ortodontik atau bedah ortognatik.4

Bila terdapat pola skeletal kelas II atau III, perawatan ortodontik untuk

memperbaiki maloklusi mungkin tidak berhasil. Selain itu, perbaikan posisi gigi

tidak akan memperbaiki mimik wajah pasien. Bedah dapat dilakukan untuk

mengubah disproporsi skeletal.4

Deformitas dentofasial mempengaruhi sekitar 20% dari populasi. Pasien

dengan deformitas dentofasial dapat menunjukkan berbagai tingkat kompromi

fungsional dan estetika. Kelainan tersebut dapat diisolasi ke satu rahang atau

mungkin melibatkan beberapa struktur kraniofasial. itu mungkin datang secara

unilateral atau bilateral, dan dapat dinyatakan ke tingkat yang bervariasi pada

2
bidang fasial horisontal, vertikal dan transversal. banyak pasien dengan deformitas

dentofasial dapat memperoleh manfaat dari perawatan korektif orthognatik.5

Bedah ortognatiksecara luasdilakukanuntukmengoreksi

deformitasdentofasial. Sampaiawal 1970-anterdapatteknikyang

relatifsedikituntukkoreksiini, tetapi sejakkemajuanbesaryangtelahada,

penatalaksanaan bedah ortognatik pun kini telah ada, bahkan berkaitan

denganpenilaian, persiapan untukoperasi(yang seringdisertaidenganperawatan

ortodonti) dan teknikbedah.6

Pada tahun 1959, Trauner dan Obwegeser, menguraikan perbaikan dengan

pembedahan pada prognati mandibula dan retrognati dengan menggunakan

“bilateral sagittal split ramus osteotomy”. Teknik ini tidak dapat berhasil karena

menggunakan pendekatan intraoral, takut akan merusak wajah dan insisi tulang

yang dapat digunakan untuk memajukan atau mengurangi panjang mandibula

dengan pembedahan secara minimal sesuai struktur anatomi. Berbagai modifikasi

dari teknik tersebut dilakukan oleh Dalpont, Hunsuck, Epker dan kawan-kawan,

yang membuat teknik Bilateral Sagital Split Osteotomy (BSSO) lebih mudah dan

lebih dapat diprediksi.7,8,9

Setelah lewat 30 tahun, bedah ortognatik telah disempurnakan dan

diperluas meliputi maksila dan sekali-kali kranium. Bell, Epker dan kawan-

kawan, memperkenalkan teknik Le Fort I. Teknik ini memungkinkan

pengembalian posisi maksila ke dalam “three planes of spaces”.9

Disharmoni rahang maupun fasial sebaiknya ditanggulangi secara terpadu

oleh beberapa disiplin keahlian, kerjasama antara seorang ortodontis dan ahli

3
bedah rahang dalam perencanaan dan tindakan sangat mendukung untuk

diperolehnya hasil perawatan yang secara fungsional dan estetik dapat

dipertanggungjawabkan.10

Behrman, telah menguraikan dengan baik mengenai tanggung jawab ahli

bedah dalam pemenuhan tujuan-tujuan berikut: “Perbaikan secara pembedahan

pada kelainan skeletal merupakan suatu seni sekaligus merupakan ilmu. Belum

cukup untuk meminta seorang ahli ortodontik untuk membuat evaluasi

sefalometrik dan rencana perawatan melalui model studi. Juga belum cukup untuk

meminta seorang ahli prostodontik untuk mengidentifikasikan ruang yang

diinginkan serta desain alat “splint”. Belum cukup untuk terampil dengan pisau

bedah, gergaji dan benang bedah. Seorang ahli bedah harus melengkapi keahlian

pembedahan dengan pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan

wajah, pengetahuan akan otot-otot orofasial, pola bicara dan menelan dan

pengertian-pengertian mendalam akan oklusi. Dengan pengetahuan ini, sekaligus

dengan empati dan pengertian, kita akan mampu memenuhi keinginan pasien yang

berhubungan dengan penampilan, organ bicara yang berfungsi baik, deglutasi dan

mastikasi.4,5,9

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka adapun

masalah-masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penatalaksanaan bedah orthognatik pada kelainan skeletal

oromaksilofasial?

2. Bagaimana tahap-tahap evaluasi pasien bedah ortognatik?

4
I.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tatalaksana bedah orthognatik pada pasien dengan

kelainan skeletal oromaksilofasial

2. Untuk mengetahui tahap-tahap evaluasi pasien bedah orthognatik.

I.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut.

1. Sebagai salah satu referensi tentang penatalaksanaan bedah othognatik

pada Kelainan oromaksilofasial

2. Sebagai sumber informasi bagi para penulis atau peneliti yang ingin

mengembangkan ilmu khususnya mengenai bedah orthognatik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Bedah Ortognatik

Kata ortognatik berasal dari kata bahasa Yunani ortho yang berarti

meluruskan, dan gnathia, yang berarti rahang. Bedah orthognatik oleh karenanya

bermakna meluruskan rahang.5

Bedah orthognatik didefinisikan sebagai “seni dan ilmu pengetahuan

diagnosa, perencanaan perawatan dan penentuan perawatan untuk memperbaiki

deformitas muskuloskeletal, dento-osseus, dan jaringan lunak pada rahang serta

struktur-struktur yang berkaitan dengannya.5

Bedah ortognatik adalah kelas prosedur pembedahan yang dirancang untuk

meluruskan kembali struktur kerangka rahang atas dengan satu sama lain dan

dengan struktur kraniofasial lainnya.11

Bedahortognatikadalahkoreksioperasikelainanrahang atas, rahang bawah,

ataukeduanya. Kelainanyang mendasaridapathadir pada

saatkelahiranataumungkinmenjadijelassebagaimanapasientumbuhdanberkembang

atau mungkinhasildarilukatraumatis. Tingkat keparahancacat

inimenghalangiperawatanyang memadaimelaluiperawatangigisaja.12

II.2 Klasifikasi deformitas dentofasial

Deformitas maksila dapat diklasifikasikan antara lain : (1) Maksila.

Maksila protrusif – pertumbuhan yang berlebih dalam arah horisontal dalam

molar, kadang-kadang dengan protrusi mandibula (protrusi bimax); (2) Defisiensi

anteroposterior (AP) Maksila. Pertumbuhan maksila yang tidak adekuat dalam

6
arah anterior – kelas III; (3) Kelebihan Maksila Vertikal. Pertumbuhan berlebih

alveolus maksila dalam arah inferior – penampakan gigi dan gingival yang

berlebihan, ketidakmampuan bibir menutup tanpa ketegangan pada otot mentalis;

(4) Defisiensi Maksila Vertikal. Penampakan edentulous yang menunjukkan tidak

ada gigi, gigitan dalam pada mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah

bagian bawah yang pendek; (5) Defisiensi Maksila Transversal. Etiologi :

Kongenital, pertumbuhan, traumatik, dan iatrogenik, misalnya etiologi

pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang

terbatas yang disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal; (6) Celah

Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi transversal AP.5

Deformitas mandibula yang meliputi: kelebihan AP mandibula

(hyperplasia), defisiensi AP mandibula (hypoplasia), dan asimetri AP mandibula

(pergeseran garis tengah mandibula secara klinis).5

Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi : (1) Sindrom Wajah

Pendek. Brachyfacial – defisiensi pertumbuhan wajah bagian bawah dalam hal

dimensi vertikal, kelas II oklusal plane mandibula yang rendah dengan defisiensi

AP mandibula, kadang-kadang dengan defisiensi maksila vertikal; (2) Sindrom

Wajah Panjang. Dolicofacial – tinggi wajah bagian bawah berlebih, sudut oklusal

dan mandibular plane meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan maksila

vertikal dengan hipoplasia mandibula; dan (3) Apertognatia. Sering dengan

sindrom wajah Panjang – Asimetri wajah bagian bawah. Sedangkan deformitas

dagu, terdiri dari Makrogenia dan Mikrogenia.5

7
Penelitian terhadap stabilitas hasil, pergerakan temporomandibular joint,

aspek psikologis dan pergerakan lidah telah menyebabkan perbedaan dari 5

deformitas dentofasial yang ditetapkan dari masing-masing deformitas: (i)

Prognati mandibula; (ii) Prognati mandibula dengan open bite; (iii) Defisiensi

mandibula dengan sudut plane mandibula yang normal atau rendah; (iv)

Defisiensi mandibula relatif dengan sudut plane mandibula yang tinggi; dan (v)

Defisiensi mandibula absolut dengan sudut plane mandibula yang tinggi.6

II.3 Ciri-ciri Klinis Kelainan Deformitas Dentofasial

Adapun ciri klinis prognatism maksila adalah hubungan molar bisa berupa

hubungan Kelas II, pasien memiliki profil yang cembung, overbite yang

meningkat serta kurva Spee yang berlebihan, pasien mungkin memiliki bibir atas

hipotonis yang pendek yang mengakibatkan penutupan bibir yang buruk,

kebanyakan pasien memiliki aktivitas otot yang abnormal. Misalnya aktivitas otot

buccinator yang abnormal yang mengakibatkan lengkungan rahang atas yang

konstriksi dan sempit yang menimbulkan gigitan terbalik posterior dan otot

mentalis hiperaktif.5

Prognatism Mandibula sendiri memiliki ciri klinis yaitu hubungan molar

mungkin hubungan kelas III, pasien biasanya memiliki profil yang konkaf, gigitan

terbalik posterior akibat lengkungan rahang atas yang sempit dan pendek tapi

dengan lengkungan rahang bawah yang lebar, dan pasien dengan peningkatan

tinggi intermaksilla dapat mengalami gigitan terbuka anterior. Tapi beberapa

pasien juga dapat menunjukkan terjadinya gigitan dalam.5

8
Gigitan terbuka anterior skeletal memiliki tinggi wajah bagian bawah

meningkat. Bibir atas yang pendek dengan penampakan dari gigi insisivus RA

yang berlebihan dan sudut mandibular plane yang curam. Pasien sering memiliki

wajah yang panjang dan sempit. Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan:

mandibula yang berotasi ke bawah dan ke depan; pada beberapa pasien, dapat

terlihat tipping ke depan dari basis skeletal rahang atas. Ciri-ciri umum yang lain

adalah peningkatan vertikal maksila.5

Gigitan dalam skeletal biasanya berasal dari genetik. Rotasi mandibula ke

depan dan ke atas dengan atau tampa inklinasi maksilla ke bawah dan ke depan

mengakibatkan terjadinya gigitan dalam skeletal ini. Gigitan dalam skeletal juga

mengalami penurunan tinggi wajah interior, pola pertumbuhan wajah horizontal

dan celah interoklusal yang kurang (free way space). Pemeriksaan sefalometrik

menunjukkan bahwa sebagian besar dari permukaan-permukaan sefalometrik

horizontal misalnya mandibular plane, FH plane, SN plane, dan seterusnya saling

paralel satu sama lain.5

Defesiensi maksila transversal. Gigitan saling posterior unilateral atau

bilateral. Gigi-gigi yang berjejal, rotasi, dan bergeser ke bukal atau palatal. Bentuk

lengkungan maksila yang sempit dan lonjong-lengkung berbentuk jam pasir yang

tinggi, berlapis datar. Deformitas ini merupakan deformitas skeletal yang paling

sering berkaitan dengan hipoplasia vertikal dan anteroposterior maksila.5

9
II.4 Klasifikasi bedah orthognatik

Tujuan utama dari bedah orthognatik adalah untuk mereposisi tulang basal

dan segmen dentoalveolar ke dalam hubungan yang normal dan memperbaiki

fungsi estetis.5

Pembedahan Tulang Maksila

Pembedahan tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu

osteotomi yang mencakup pada segmen-segmen dari tulang maksila dan

osteotomi total maksila.5

Osteotomy segmen-segmen maksila terbagi atas Osteotomy single tooth,

Corticotomy,osteotomy segmen anterior maksila, dan Osteotomy subapikal

posterior maksila (Kufner, Schuchardt, dan Perko dan Bell). Osteotomy segmen

anterior maksila terbagi lagi antara lain : Teknik Wassmud, teknik Wunderer,

osteotomy anterior maksila Epker, dan teknik Cupar. Sedangkan Osteotomy total

maksila terbagi menjadi Osteotomy Lefort I, Osteotomy Lefort II dan Osteotomy

Lefort III.5

Pembedahan Tulang Mandibula

Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan menjadi osteotomi pada

ramus (Osteotomy ramus vertikal ekstraoral, Osteotomy ramus vertikal intraoral,

Osteotomysplit sagital), osteotomi mandibula, osteotomi subapikal (Osteotomy

anterior subapikal, Osteotomy posterior subapikal, dan Osteotomy subapikal total),

dan genioplasti (Osteotomy horisontal dengan reduksi anteroposterior, teknik

tenon, Osteotomy horisontal double sliding, Genioplasty reduksivertikal dan

augmentasi alloplastic).5

10
II.5 Indikasi dan Kontraindikasi Bedah Ortognatik

Indikasi Bedah orthognatik

Adapun Indikasi bedah ortognatik antara lain diskrepansi skeletal kelas II

atau III yang parah, gigitan dalam pada pasien yang tidak sedang bertumbuh,

gigitan terbuka anterior yang parah, masalah dentoalveolar yang parah (terlalu

parah untuk dikoreksi dengan koreksi ortodontik semata), situasi periodontal yang

sangat lemah/terganggu dan asimetri skeletal.5

Ricketts (1982), mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi

untuk dilakukan tindakan bedah yaitu apabila : 1) perbaikan posisi dental yang

diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan ortodonti, karena malposisi

yang sangat parah; 2) pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi

ortodonti yang baik; 3) hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat

diperoleh estetika fasial yang serasi; dan 4) hanya dengan perawatan ortodonsi

atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi fungsional. Sedangkan

Alexander (1986) menyatakan bahwa tindakan bedah ortognathi dapat dilakukan

apabila dengan perawatan ortodonti saja tidak dapat diperoleh keseimbangan

dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial.10

Kontraindikasi bedah ortognatik

Semua kondisi kesehatan umum dimana semua intervensi bedah

dikontraindikasikan. 5

Ketika keseimbangan keuntungan dan kerugian tidak langsung mengarah

pada keputusan untuk merawat pasien dengan bedahorthodonsi, seseorang dapat

memutuskan untuk menunda perawatan.13

11
Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat perlunya untuk

perawatan, maka model plaster bisa diambil, memungkinkan penilaian perubahan

di kemudian hari.11

Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang

lengkap sebelum dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah

perlakuan dari defisiensi mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah

(morfologi konvergen), yang dapat ditangani dengan osteotomi sagital split atau

osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan selesai.13

Alasan keuangan juga dapat mengarah keputusan untuk tidak melakukan

bedah ortodontik pada saat itu juga.13

12
BAB III

PENATALAKSANAAN BEDAH ORTOGNATIKPADA KELAINAN

SKELETAL OROMAKSILOFASIAL

III.1 Penilaian Preoperatif

III.1.1 Penilaian Umum Terhadap Pasien

Sebuahpenilaianyang tepatdaripasienharusdilakukandaritingkat pertama.

Alasanpermintaanuntuk operasielektifperludipastikan. Dalam kebanyakan

kasusterdapatperhatiandalam halpenampilan. Namun,faktorlain

sepertipengunyahan, pidato, gejalasendi temporomandibulardankadang-

kadangfiturlainnya(masalah egokular) sehubungan

dengandeformitaskraniofasialmungkinperludipertimbangkan.Pilihantepatpasienad

alah suatu kewajiban untuk mendapatkanhasilyang sukses.6

Psikologi

Suatupenilaianpsikologisdansosialdiperlukanuntukpasiendenganharapanny

atadandysmorphophobia. Kepribadianpasiendapatdipengaruhiolehkelainan

bentukwajahdanmerekakadang-kadanghadirdengan cara yangagresif, atau

merekadapatditarik. Namun, mayoritasmampumemberikanindikasi yang

jelastentang keprihatinan mereka.Pasiendengankelainan bentukyang

signifikandapat ditingkatkan denganoperasiyang relatifsederhana

yangmemungkinkanmerekauntukdapatditerimadalammasyarakat.6

Jenispekerjaan yangpasienmemiliki, danlatar

belakangrumahnyadanposisisosialmungkinmemilikiefekpadajenis

danluasnyapembedahan, harapandarioperasibagimerekadi matapublik,

13
yangseringmenuntutdanoklusigigiyang sempurna, seringlebih

besardaripadauntukorang lain,

untuksiapakoreksisederhanadeformitasrahangbesardanperbedaankecildalamoklusi

akanditerima.6

Adalah penting untuk memiliki penilaian terhadap situasi keluarga selama

proses perencanaan dan waktu harus didapatkan untuk mengidentifikasi dan

memprioritaskan suatu daftar permasalahan. Membahas masalah tidak hanya

dengan pasien tapi juga keluarga. Dengan perawatan yang pada dasarnya elektif.

Risiko – manfaatperlu diperhitungkan.6

Estetik

Pemahaman tentang estetik wajah sangat penting. Pengukuran hanya

sebuah panduan untuk sebuah profil yang berkenan dan dapat diterima, mereka

tidak perlu membuatnya satu. Keseimbangan bagian-bagian wajah perlu

dipertimbangkan. Khususnya mengidentifikasi bagian yang tidak seimbang.

Mungkin ada proklinasi jelas pada insisivus atas dalam hubungan dengan retrusi

mandibula yang kasar. Yang terakhir perlu dikoreksi dan bekas tidak perlu

diubah.6

Ortodontik

Adalahpentinguntukmemilikipenilaianortodontikyang

baikdanpersiapansebelumbedahuntukmendapatkanyang sehatsaling

berkaitanoklusipasca bedah. Untuk mencegahrelaps,

perawatanortodontipresurgicaladalah, dalambanyak kasus, diperlukan dansuatu

penolakanuntuk berpartisipasi dalamhal

14
iniperludiperolehsangatseriusketikamemutuskanpembedahan.

Inipentinguntukmenyadari

bahwaperawatanortodonsisajajarangdapatmemperbaikiperbedaansignifikandalamu

kuranrahang. Tekananuntukmemperbaikikesenjangandalamukuranrahangpada

awalmasa kanak-

kanakharusdilawan.Meskipunretrusiparahdarimandibuladanrahangmungkinmerup

akanindikasiuntukini, ketikaprotrusiekstremdikoreksipada awalmasa

remaja,pertumbuhantampaknya akan terus

berlanjutdanoperasilanjutanakandibutuhkanpadaakhirmasapertumbuhan.Padadeka

deberikutnyakemungkinanbahwabanyakkekuranganyang parahdalam

ukuranrahangakandiperbaikidenganteknikdistraksi,

denganoperasiosteotomyyangsebagian besardisediakanuntukakhir

masapertumbuhan.6

Beberapa penulis seperti : Hind dan Kent (1972), Hitchcock (1974),

Ricketts (1982), Alexander (1986) dan David dan Barker (1991) menyatakan

bahwa sebaiknya perawatan ortodonti dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian

setelah proses pertumbuhan telah selesai tindakan bedah dapat dilakukan untuk

menanggulangi kelainan skeletalnya.10

Salah satu tujuan utama perawatan ortodontik prabedah untuk mengurangi

kompensasi dental yang akan menghalangi koreksi bedah. Sebagai akibatnya pada

waktu mempersiapkan tindakan bedah, gigi geligi seringkali digerakkan

berlawanan dengan apa yang seharusnya dilakukan pada perawatan ortodontik

nonbedah.4

15
Klinis

Langkah pertama dalam rencana perawatan haruslah diagnosa yang benar

dari deformitas ini dan masalah gigi yang terkait. Pengukuran kebutuhan wajah

yang akan didapatkan dari gambaran profil dan wajah penuh diikuti dengan

pemeriksaan oral dan penilaian fungsi TMJ dan hidung. Hal ini perlu dievaluasi

secara radiografi, fotografi dan dengan dental cast. Penyelidikan tambahan seperti

computerized tomography (CT) scanning, penilaian pidato penuh dan dalam

beberapa kasus penilaian oftalmik dan neurologis penuh akan diperlukan di mana

perubahan pada rahang juga melibatkan midface atas.6

Diagnosis yang dibuat biasanya bermakud ganda, yaitu menjelaskan atau

menggambarkan abnormalitas/maloklusi geligi dan abnormalitas/disgnathia

skeletal. Kesadaran klinisi akan keharmonisan seluruh bagian tubuh juga

penting.14

Radiografik

Ada dua aspek dasar pencitraan yang tepat untuk Bedah orthognatik.

Radiografi konvensional diperlukan untuk diagnosis patologi dan untuk

menunjukkan detail dari rahang dan gigi, ini akan mencakup gambaran radiografi

panoramik, pandangan intra-oral, pandangan occipitomental untuk mengecualikan

infeksi pada midface dan pandangan dari sendi temporomandibular dimana ada

kemungkinan perubahan yang terjadi di sana. Radiografi juga diperlukan dimana

digunakan pada dasarnya untuk tujuan perencanaan. Ini termasuk cephalogram

posteroanterior (PA) dan lateral dan kadang-kadang tampilan submentovertex

untuk menunjukkan asimetri. Pada cephalogram lateral dan PA perlu diambil

16
dalam posisi standar dengan kepala pada posisi natural dan bidang Frankfort

horisontal. Jaringan lunak perlu dicitrakan dan karena itu perlu untuk

menggunakan intensifying screen sesuai untuk cephalogram lateral.6

III.1.2 Diagnosis Dan Perencanaan Perawatan

Dalam rangka mendapatkan perawatan yang tepat bagi pasien saat

mengkoreksi deformitas yang dialami oleh pasien, tim ortognatik harus mampu

untuk: (i) mendiagnosa secara tepat deformitas yang terjadi, (ii) menyusun

rencana perawatan yang tepat, dan (iii) melaksanakan perawatan yang telah

direkomendasikan.5

Analisis sefalometri adalah salah satu perangkat penunjang untuk

menegakkan diagnosis dan merencanakan perawatan, disamping itu tentunya

diperlukan pengetahuan yang mendalam mengenai pertumbuhan dan

perkembangan kompleks kranio-dento-fasial, pengetahuan tentang proses

biomekanik, pengalaman klinis serta perangkat penunjang yang lain, seperti

model studi, foto fasial, foto intraoral dan foto rontgen panoramik.15

Penatalaksanaan pasien secara keseluruhan sangat tergantung pada

evaluasi menyeluruh dan diagnosa deformitas. Terdapatnya kesalahan pada sisi

klinisi untuk mengenali masalah fungsional dan estetik utama bias memberikan

hasil yang tidak dikehendaki dan sulit.5

Diagnosa dan perencanaan perawatan untuk kasus ortognatik dapat

diperoleh melalui interaksi dan komunikasi yang baik antara ahli ortodontik

dengan bedah maksilofasial (Tabel 3.1).5

17
Tabel 3.1 Bedah orthognatik : diagnosa dan perencanaan perawatan

Fase I  Susun data dasar


 Buat daftar masalah
 Diagnosa
 Pertemuan tim
Fase II  Susun daftar masalah interdisipliner
 Masalah dentofasial berdasarkan urutan prioritas
 Solusi yang mungkin dilakukan
 Rencana perawatan sementara
 Pertemuan pasien/tim
 Rencana tetap
Fase III  Terapi persiapan – endodontik, periodontik,
prostetik, dst.
 Ortodontik defenitif – perawatan bedah
 Pemantauan tim secara berkelanjutan, evaluasi
ulang, interaksi, modifikasi terapi
Fase IV  Perawatan

Evaluasi Pasien

Kegagalan dalam mengenali masalah fungsional dan estetik utama dapat

mengakibatkan gangguan, komplikasi, dan hasil yang tidak memuaskan. Evaluasi

pasien untuk bedah orthognatik dapat dibagi ke dalam empat area utama, yaitu

perhatian dan keluhan pasien, pemeriksaan klinis, analisis radiografik dan

gambaran (analisa sefalometrik) dan analisis model gigi.5

Perhatian atau keluhan utama pasien

18
Rangkaian diagnostik dapat menidentifikasikan pasien-pasien yang

merupakan calon pasien untuk bedah orthognatik dan menentukan apakah

prosedur medis atau bedah tambahan bermanfaat untuk dilakukan. Pasien-pasien

seperti ini membutuhkan evaluasiyang lebih lanjut dalam hal berbicara,

audiometrik, periodontik, dan dental umum, psikologis, neurologis,

ophtalmologis, medis, atau bidang spesialis yang lain.9

Hasil terbaik dari perawatan yang dilakukan tergantung pada kerjasama

dan kepuasan pasien. Pemeriksaan riwayat medis, riwayat dental, fisik secara

menyeluruh serta studi laboratorium harus dilakukan untuk mengenyampingkan

atau mengidentifikasi pasien-pasien masalah gangguan jalan napas, penyakit

jaringan penyambung atau autonom gangguan perdarahan, atau kondisi-kondisi

patologis lainnya yang dapat menghalangi atau membatasi pembedahan.5

Pemeriksaan klinis

Analisa jaringan lunak terdiri atas analisis estetik fasial, analisis

penampakan depan, analisis profil, pemeriksaan oral dan sendi

temporomandibular.5

Analisa estetik fasial

Gambar 3.1Analisis Estetik Wajah.

19
Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Elsevier ; 2007 5

Keseluruhan wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian yang sama yaitu

bagian sepertiga atas, tengah, dan bawah. Terdapatnya perubahan dalam

proporsionalitas fasial ini sangat mudah terlihat.Pasien diminta duduk sedemikian

rupa sehingga : (1) Papillary plane harus paralel dengan lantai; (2) Plane of ear

juga harus sejajar dengan lantai; (3) Frankfort horisontal plane,yaitu garis yang

ditarik dari traguas telinga ke tonjolan tepi infraorbita harus sejajar dengan lantai;

(4) Gigi-gigi harus dalam posisi relatis sentrik selama pemeriksaan dilakukan; dan

(5) Bibir pasien tidak boleh tegang. Foto dapat diambil dalam posisi ini untuk

analisis fotografi yang lebih lanjut.5

Analisis penampakan depan. Adapun ketentuan yang ada adalah mata,

hidung, bibir, dahi harus diperiksa akan simetritasnya, jarak interkantus normal

seharusnya 32 ± 3mm, jarak antarpupil seharusnya 65 ± 3mm, dorsum nasal

seharusnya satu setengah kali jarak intrakantus dan lebar lobul nasal seharusnya

dua pertiga jarak intrakantus, panjang bibir atas adalah 22 ± 2mm untuk laki-laki

dan 20 ± 2 mm untuk perempuan, garis tengah wajah, garis tengah hidung, garis

tengah bibir, garis tengah dental harus simetris, dalam arah vertikal dan

transversal, jika ada ketidakmampuan bibir menutup, maka harus ditutup, jarak

dari glabella ke subnasal dan dari subnasal ke menton seharusnya berbanding1:1,

dan panjang bibir atas harus sepertiga panjang dari sepertiga wajah bagian

bawah.5

Analisis profil

20
Analisis ini merupakan pengukuran kecembungan atau kecekungan profil

wajah. Sudut acuan memiliki rentan antara -8º sampai -11º. Sudut ini dibentuk

antara plane kontur wajah atas dengan perluasan ke atas dari permukaan kontur

wajah bagian bawah. Jika sudut berada di interior plane kontur wajah atas,

pengukuran dianggap negatif.5

Sudut nasolabial merupakan sudut yang dibentuk pada subnasal dengan

suatu garis yang melalui basis hidung dengan garis dari basis atas ke subnasal.

Rentang normal untuk laki-laki adalah 100-110º. Angulasi yang besar

menunjukkan suatu wajah yang cembung dengan dagu yang lebih ke belakang.5

Sudut bibir bawah, dagu, dan tenggorokan yaitu sudut antara garis yang

ditarik antara bibir bawah ke jaringan lunak pogonion dengan suatu garis yang

ditarik bersingguangan dengan kontur jaringan lunak di bawah tubuh mandibula.

Sudut yang normal adalah 110º ± 8º. Sudut yang besar menunjukkan dagu yang

lebih ke belakang sementara angulasi rendah menunjukkan dagu yang menonjol.5

Panjang jarak dagu ke tenggorokan merupakan jarak antara sudut ke

tenggorokan dengan jaringan lunak menton. Panjang normal adalah 51 mm ± 6

mm. Peningkatan jarak menunjukkan proganatisme, dan penurunan jarak

menunjukkan retrognatism mandibula.5

Pemeriksaan Oral

Pemeriksaan oral membantu menemukan deformitas fungsional dan estetik

struktur dentofasial. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain : hubungan oklusal;

gigitan dalam atau gigitan terbuka anterior; overjet anterior dan semua jenis

gigitan silang; kesehatan gigi geligi; ketidaksesuaian ukuran gigi; kurva Wilson

21
dan kurva Spee; gigi berjejal atau berjarak; gigi yang hilang atau berlubang;

evaluasi periodontal; diskrepansi transversal, vertikal dan anteroposterior;

abnormalitas anatomi dan fungsi lidah; dan atrisi pada gigi.5

Sendi temporomandibular

Disfungsi dan patologi TMJ harus dideteksi sebelum pembedahan. Trauma

nasal, obstruksi jalan napas hidung, masalah sinus, pernafasan mulut yang

dominan dan lain-lain harus dievaluasi.5

Analisis radiografik dan gambaran (analisa sefalometrik)

Meskipun kebiasaan untuk mendapatkan fotografi untuk maksud suatu

record, suatu foto profil lateral mungkin juga diproduksi ukuran kehidupan di

lembar asetat dan dilapiskan pada cephalogram tersebut. Jika mereka cocok

dengan seksama pada jaringan lunak terhadap cephalogram itu, 'Bedah' dapat

dilakukan pada fotograf itu. Ini dari perencanaan fotosefalometrik yang

memberikan cara yang dapat diandalkan untuk menunjukkan ke pasien perubahan

yang dapat terjadi setelah pembedahan dan prediksi menggunakan metode ini

adalah membantu ketika membuat keputusan untuk secara tepat perubahan apa

yang harus dilakukan dan apakah ini dapat diterima oleh pasien. Ini penting

bahwa foto-foto yang diperoleh dalam posisi kepala natural dan yang tidak ada

sikap. Transparansi Warna kepala dan leher, posisi profile lateral, wajah penuh

dan dengan close-up terhadap oklusi gigi dan posisi tersenyum yang diinginkan.

Berbagai metode pelacakan yang digunakan untuk perencanaan

22
photocephalometric dan metode tepat yang dipilih dan titik sefalometrik yang

digunakan akan tergantung pada orthodontist dan ahli bedah.6

Analisa sefalometrik dapat menjadi alat bantu dalam diagnosa masalah-

masalah skeletal dan dental dan sebagai suatu alat untuk menstimulasi bedah dan

orthodontik. Sejumlah analisis sefalometrik sering digunakan untuk analisis kasus

orthodontik. Analisis ini dirancang untuk mengharmonisasikan antara gigi yang

mengalami malposisi dengan pola skeletal yang ada.5

Untuk menilai proyeksi maksila dan mandibula pada dimensi

anteroposterior, titik dan sudut-sudut SNA, SNB dan pogonion diukur pada suatu

sefalogram. Dimensi vertikal dinilai, tidak hanya dalam kaitannya dengan maksila

tetapi juga mandibula. Oklusal plane dan angulasi insisal pada sisi atas dan bagian

bawah dan hubungan dari bibir dan jaringan lunak ke gigi dan ke tulang rahang

diukur.6

Untuk tujuan analisa sefalometrik, penanda-penanda berikut penting pada

radiograf tengkorak lateral. Sella (S) merupakan titik yang menggambarkan titik

tengah fossa pituitary atau sella tursika. Titik ini merupakan titik yang tersusun

dalam midsagittal plane. Nasion (N), suatu titik paling anterior, di tengah antara

tulang frontal dengan tulang nasal pada sutura frontonasal. Articulare (Ar)

merupakan titik pada pertemuan tepi posterior ramos dengan tepi inferior bagian

basilar tulang oksipital. Titik Pterygomaxilary (Ptm) : titik ini merupakan titik

paling posterior pada bagian anterior tuberositas maksila. Subspinal atau titik A

merupakan titik terdalam pada garis tengah antara spina nasalis anterior dengan

prosthion. Prosthion (Pr), suatu titik paling dibawah dan paling anterior pada

23
tulang alveolar dipertengahan antara insisivus sentralis RA. Titik ini juga disebut

titik supradental. Pogonion (Pog), titik paling anterior tonjolan dagu dalam

median plane. Supramental atau titik B adalah titik paling dalam pada midsagittal

plane antara infradental dengan pogonion. Biasanya di anterior dan sedikit

dibawah apeks insisivus RB. Infradental adalah suatu titik tertinggi dan paling

anterior pada processus alveolaris, dalam median plane antara insisivus sentralis

RB. Spina Nasalis Anterior (ANS) : titik paling anterior dasar nasal, ujung

premaksila dalam midsagittal plane. Menton (Me) : titik garis tengah paling

inferior pada simfisis mandibula. Gnathion (Gn) : titik paling anteroinferior pada

simfisis dagu. Titik ini dibuat dengan mempertontonkan suatu garis yang tegak

lurus dengan garis yang menghubungkan menton dan pogonion. Spina Nasalis

Posterior (PNS) yaitu titik paling posterior pada kontur palatum.(gambar 3.2).5

24
Gambar 3.2 Penanda – penanda penting pada radiograf tengkorak lateral untuk analisa
sefalometrik.
Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Elsevier ; 2007. 5

Permukaan-permukaan penting dalam analisa sefalometrik

Adapun permukaan-permukaan yang penting untuk analisa sefalometrik

adalah basis kranial (gambar 3.3),analisa profil skeletal horizontal, derajat

konveksitas skeletal dan analisa profil skeletal vertikal (gambar 3.4).5

Gambar 3.3 Basis Kranial.


Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Elsevier ; 2007 5

25
Gambar 3.4 (a) Sudut horisontal skeletal dari konveksitas, (b) Profil horisontal
skeletal.
Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Elsevier ; 2007 5

Penampakan untuk studi sefalometrik.

Penampakan harus dilakukan pada kondisi yang sesuai yaitu diperlukan

ruang gelap, layar penampil yang berpencahayaan cukup yang ditutup dengan

kartu untuk menciptakan suatu bentuk jendela yang cukup besar untuk radiograf,

lembar penampakan berkualitas baik yang direkatkan dengan radiograf dengan

menggunakan plester adhesif bening, dan pensil keras. Radiograf diorientasikan

dengan Frankfort plane (atau HP plane) sejajar dengan tepi bawah layar, karena

sejumlah definisi landmark tergantung pada orientasi kepala.5

Interpretasi hasil penampakan

Dengan membandingkan pengukuran angular dengan nilai normal,

seseorang dapat menginterpretasikan hasil analisis untuk memberikan diagnose

akan pola skeletal yang dimiliki pasien. Perbandingan temuan dari radiograf

sefalometrik awal dan akhir akan memungkinkan kita untuk memeriksa hasil

perawatan.5

Analisis model gigi

26
Sebuah studi klinis oklusi pasien sangat membantu tetapi analisa yang

tepat dari oklusi gigi hanya bisa diperoleh dari penilaian terhadap cast studi dan

biasanya ini harus ditempatkan pada artikulator anatomi.5

Gambar 3.5 A-B Analisis model gigi.


Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery.
Elsevier ; 2007 5

Analisa model yang baik meningkatkan pemahaman dan pembuatan tujuan

orthodontik prabedah. Ada 10 evaluasi model dental dasar yang harus dilakukan,

yaitu : (1) panjang lengkung : pengukuran panjang lengkung harus berkorelasi

dengan lebar gigi dan ketersediaan tulang alveolar. Pengukuran ini memberikan

keputusan apakah gigi perlu dicabut atau tidak; (2) analisa ukuran gigi : analisa ini

berarti korelasi lebar mesiodistal gigi atas terhadap gigi bawah. Hal ini utamanya

terlihat dalam enam gigi anterior RA dan RB; (3) posisi gigi dalam konteks

analisa orthognatik : hal ini mengacu pada angulasi insisivus RA dan RB relative

terhadap tulang basal. Analisa ini menentukan apakah pencabutan diperlukan,

apakah perlu diciptakan ruangan dan jenis mekanis apa yang seharusnya

digunakan untuk koreksi gigi; (4) analisa lebar lengkung : hal ini mengacu pada

evaluasi lebar interlengkung antara maksila dan mandibula. Hal ini paling baik

27
dianalisa dengan mengoklusikan model yang ingin dicapai dengan koreksi

orthodontik dan bedah dan kemudian periksa hubungan transversal. Analisa lebar

lengkung membantu dalam menentukan mekanisme orthodontik prabedah serta

dalam hal memilih prosedur bedah yang tepat; (5) kurva oklusi : hal ini memiliki

peran yang signifikan pada apakah hal ini dapat dikoreksi secara orthodontik,

apakah ekstraksi akan diperlukan atau apakah intervensi bedah diindikasikan

untuk meratakan oklusal plane; (6) posisi kaninus-molar : hal ini menentukan

fungsi oklusal. Lebih disukai memiliki hubungan kaninus dan molar Kelas I; (6)

hubungan overbite dan overjet; (7) simetri lengkung gigi mungkin terdapat

asimetri yang signifikan di dalam masing-masing lengkung misalnya gigi kaninus

pada satu sisi mungkin lebih ke anterior disbanding gigi kaninus pada sisi lain.

Koreksi mungkin memerlukan mekanis orthodontik khusus, prpsedur ekstraksi

unilateral atau bedah tambahan; (8) tipping gigi bukal (perbandingan simetri kiri

dan kanan dalam masing-masing rahang); dan (9) gigi yang hilang, rusak atau

bermahkota : hal ini mungkin akan mempengaruhi desain perawatan. Jika gigi

tidak dapat direstorasi dan membutuhkan pencabutan pada daerah yang

kemungkinan akan dilakukan osteotomi, ruang bekas pencabutan mungkin harus

ditutup secara orthodontik atau ruang tersebut dipertahankan.5

III.1.3 Persiapan Preoperatif

Fotosefalometri

Dalam proses perencanaan fotosefalometridimana osteotomi dilakukan

terhadap profil lateral karena mereka akan berada pada saat bedah. Yaitu, garis

yang ditarik harus sama untuk pemotongan osteotomy. Untuk bedah bimaksilaris,

28
terutama ketika perubahan tinggi yang terlibat, biasanya untuk memindahkan

rahang yang pertama sehingga gigi bagian atas ditempatkan pada posisi yang

optimal tersebut. Mandibula kemudian dapat diputar tepat untuk mencapai

hubungan interincisal yang memuaskan. Seni posterior maksila kemudian dapat

disesuaikan untuk melengkapi oklusi tersebut.6

Ini penting untuk diingat bahwa jaringan lunak yang tidak bergerak

besarnya sama dengan jaringan keras. Bila rahang atas dimajukan menggunakan

osteotomy Le Fort I bibir atas kemungkinan untuk maju hanya setengah dari jarak

itu dan ujung hidung sepertiga. Untuk osteotomy Le Fort II, ini merubah dua-

pertigapergerakan, dan untuk yang ketiga menengah di tingkat Le Fort III gerakan

ini sekitar 1:1, sedangkan sebuah peningkatan genioplasty akan menggerakkan

jaringan lunak sekitar 85-90% dari peningkatan tulang. Perubahan vertikal dari

dagu karena pengaruh jaringan lunak mendekati 1:1. Perubahan ini adalah

estimasi dan dicatat secara fotosefalometrik.6

Orthodontik

Perawatan Ortodonti dapat mengambil 18 bulan atau lebih untuk

mendapatkan posisi yang optimal untuk bedah. Ini umumnya lebih baik untuk

menyelesaikan perawatan ortodonsi sebelum bedah; penyelarasan kecil hanya

harus dibiarkan sampai setelah bedah seperti halnya perlu membuka oklusi pada

pasca operasi dapat menyebabkan derajat relaps.6

Konstruksi splint

Setelah selesai perencanaan fotosefalometri, gerakan yang tepat perlu

dipindahkan dengan tepat yang diartikulasikan cast sehingga oklusi yang baik

29
diperoleh. Gerakan rahang yang tepat perlu didefinisikan ketika sebuah oklusi

ideal yang ditemukan.6

Setelah model dipasang pada artikulator, dan mengikuti pengukuran dari

perencanaan fotosefalometri, setiap gerakan rahang dilakukan. Dari posisi optimal

ini, splints oklusal akrilik yang tipis dapat dibuat untuk merekam setiap gerakan.

Setiap splints harus diperiksa satu per satu dalam mulut dengan gigi atas dan gigi

bawah setelah adanya keseimbangan oklusiyang telah dilakukan. Mereka harus

dibuat dalam waktu 1-2 hari pembedahan karena perubahan minor dalam oklusi

pada periode postortodontik yang tidak biasa. Perubahan posisi dari cast ditransfer

ke rahang pada saat bedah dan pembentukan tanda dibuat terhadap bagian atas

dan bawah dari maksila.9

III.2 Manajemen Pembedahan

Prosedur bedah yang sukses bergantung pada ketaatan terhadap prinsip-

prinsip bedah. dalam Bedah orthognatik, yang merupakan jenis lain dari suatu

bedah, penanganan pasien sebelum, selama, dan setelah prosedur bedahadalah

yang penting untuk hasil memadai sebagaimana rincian dari teknik bedah. aspek

penting dari manajemen pasien meliputi, persiapan psikologis

pasien;pemeliharaan suplai darah ke gigi dan segmen rahang dimobilisasi;

manajemen luka yang tepat; perlindungan gigi, tulang, dan struktur neurovaskular;

metode fiksasi untuk segmen tulang; kontrol oklusi yang tepat; dan rehabilitasi

untuk fungsi rahang sepenuhnya. Penggunaan anestesi yang sesuai, darah produk

atau pengganti, dan pencangkokan tulang juga penting untuk bedah. Nutrisi

30
prabedah dan pascabedah yang baik mendukung penyembuhan dan kembali cepat

berfungsi setelah pembedahan.9

III.2.1 Pertimbangan Anestesi

Kemajuan dalam anestesiologi, termasuk monitoring pasien, ini turut

menyumbang banyak keberhasilan Bedah orthognatik hari ini sebagaimana

memiliki perbaikan dalam teknik bedah.9

Setelah operasi, pemantauan pasien terus berlanjut di unit perawatan

postanesthesia. Perawat dilatih khusus dan bantuan teknisi ahli bedah dan anestesi

dalam menangani pasien dalam masa kritis sampai pasien dapat mengatur napas

sendiri. Biasanya dalam beberapa jam, pasien dapat kembali ke lantai bedah atau

dibebaskan ke rumah. Kadang-kadang monitoring tambahan diperlukan di unit

perawatan intensif bedah atau setting yang kurang intensif, seperti unit step down.

Mengulangi intern pelatihan bagi seluruh anggota tim bedah dan anestesi

merupakan komponen penting dari perawatan pasien bedah orthognatik. Ini

adalah tanggung jawab ahli bedah untuk meninjau bahwa tim tersebut

diinformasikan, tetapi dokter gigi mungkin dipanggil untuk membantu dalam

proses pendidikan.9

III.2.2 Pemeliharaan Suplai Darah

Pengalaman bedah dengan pasien yang menderita trauma rahang atas

menunjukkan bahwa segmen beberapa rahang akan menyembuhkan jika pedikel

jaringan lunak yang memadai melekat pada segmen tulang yang dimobilisasi.

Karya pelopor Bell's pada hewan percobaan memberikan dasar biologis untuk

31
jejak klinis ini. Prosedur bedah rahang atas dan rahang bawah dilakukan pada

hewan percobaan melalui insisi intraoral, dan aliran darah ke jaringan lunak,

tulang, dan gigi dipelajari dengan teknik perfusi. Ketika sebuah pedikel jaringan

lunak tetap melekat secara adekuat, sirkulasi kolateral mempertahankan saluran

pembuluh darah terbuka untuk segmen tulang ,jaringan lunak, dan gigi (ligamen

periodontal dan pulpa gigi)yang dimobilisasi. Hanya iskemia temporer yang

terjadi di lokasi osteotomi.9

Gambar 3.6 Suplai darah pada tulang, ligament periodontal, dan pulpa gigi dari

pedikel jaringan lunak.

Sumber : Proffit, W.R., Fields, H.W., Ackerman, J.L., Bailey,

L.T.J.,Tulloch, J.F.C. Contemporary Orthodontics. Louis: Missouri;

2000. Ed. 3rd. 9

Studi selanjutnya mencoba menduga jumlah aliran darah menunjukkan

bahwa pemisahan rahang menjadi banyak segmen dentoalveolar kecil mengurangi

suplai darah ke segmen yang dimobilisasi. Sebagai aturan umum, adalah bijaksana

untuk membuat lebih dari empat segmen dentoalveolar dalam sebuah lengkungan

tunggal atau hanya memiliki gigi tunggal dalam segmen. Selain itu, jelas sekarang

bahwa pembuluh penetrasi dari otot elevator mandibula yang penting dalam

32
penyediaan darah ke ramus mandibula, dan teknik bedah untuk osteotomi ramus

telah dimodifikasi dalam beberapa tahun terakhir untuk meminimalkan jumlah

otot stripping di mandibula posterior. Prinsip umum tetap bahwa tulang dan

jaringan lunak akan sembuh tepat jika jaringan yang cukup pedikel lunak

dibiarkan melekat pada tulang yang dimobilisasi pada saat osteotomi.9

III.3.3 Penanganan Luka

Insisi melalui kulit wajah diperlukan dalam keadaan khusus untuk akses

bedah ke tulang fasial, khususnya dalam pendekatan submandibular ke ramus,

pendekatan preaurikular ke sendi temporomandibular, dan penutup koronal untuk

eksposur wajah atas. Pendekatan ekstraoral adalah prosedur bedah bersih, dan

prinsip-prinsip bedah umum harus diikuti.9

Mayoritas prosedur bedah orthognatik untuk mandibula dan maksila

dilakukan dengan insisi intraoral melalui mukosa. Pencahayaan yang memadai

sangat diperlukan, dan ini membuat retraktor fiberoptic-illuminated lampu bedah

atau hampir wajib untuk operasi intraoral. Luka bedah intraoral dianggap bersih

kontaminasi. Segera sebelum operasi, lokasi insisi membutuhkan persiapan

cleansing dan desinfeksi. Meskipun semua residen flora mikroba tidak bisa

dihilangkan, jumlah mikroorganisme oral dan kesempatan dari infeksi berikutnya

dapat dikurangi. Sebelum insisi mukosa dibuat, lokasi bedah diinfiltrasi dengan

vasokonstriktor, biasanya anestetik lokal yang mengandung epinefrin, untuk

membantu mengontrol perdarahan. Standar pisau bedah digunakan untuk insisi

mukosa sebagian besar, tapi pisau athermal mungkin menawarkan keunggulan

33
insisi mukosa yang memadai dengan kontrol yang lebih baik perdarahan dari tepi

luka.9

Kortikosteroid dosis tinggi membantu meminimalkan edema bedah. Jika

ini diberikan hanya 24 sampai 36 jam, mekanisme hipotalamus-hipofisis-adrenal

untuk merespon stres secara minimal diubah. Idealnya, pemberian steroid harus

mulai 8 sampai 12 jam sebelum operasi, tetapi memberikan dosis pertama setelah

ketentuan (iv) intravena mulai efektif.9

III.3.4 Perlindungan Gigi, Tulang dan Struktur Neurovaskular

Prosedur bedah pada mandibula yang dirancang untuk melindungi struktur

neurovaskular, terutama nervus fasial dengan pendekatan ekstraoral dan pasokan

sensorik untuk bibir pasien bawah dan lidah. Dalam beberapa prosedur

pembedahan ahli bedah harus bekerja cukup dekat dengan bundel neurovaskular

inferior alveolaris, seperti dalam osteotomi sagital-split atau osteotomisubapikal.

Dalam osteotomi perhatian yang sangat hati-hati harus diberikan untuk

mempertahankan struktur ini. Dengan prosedur maksila, perhatian yang sama

harus diberikan kepada pemeliharaan saraf infraorbital untuk mempertahankan

pasokan sensori ke bibir atas.9

Pada pembedahan, perhatian khusus harus diberikan untuk melindungi

tulang alveolaris antara gigi. Fungsi yang memadai ligamen periodontal dapat

mempertahankan dan menyembuhkan tulang tanpa angkylosis gigi akan

mengikuti osteotomi interdental hanya jika ruang ligamentum periodontal tidak

dilanggar oleh osteotomi pemotongan. Persiapan ortodonsi presurgical harus

meninggalkan 3 sampai 4 mm tulang antara akar gigi di mana osteotomi

34
interdental direncanakan. Pemisahan yang memadai pada gigi di Apeks akar dan

aspek lateral akar lebih penting daripada space di puncak alveolaris.9

III.3.5 Metode Fiksasi untuk Segmen Tulang

Apapun metode fiksasi, prinsip bedah pertama adalah memposisikan

fragmen tulang secara tepat sehingga dapat sembuh dan diperbaiki sesuai posisi

yang telah direncanakan. Pada bedah orthognatik, rekaman prediksi komputer –

simulasi, video imaging, dan model bedah digunakan untuk merencanakan secara

tepat lokasi rahang yang akan diposisikan.9

Penggunaan splint oklusal membuat kemungkinan peletakan gigi pada

posisi yang direncanakan saat bedah, terlepas apakah gigi interdigitasi tanpa

splint. Sebenarnya, posisi yang paling diinginkan untuk penyelesaian orthodontik

postbedah sering bukan satu-satunya dimana oklusi akan paling stabil pada

pengaturan model prabedah yang diartikulasikan. Inilah alasan dimana splint

sangat diinginkan kebanyakan pasien yang menerima perawatan bedah dan

orthodontik yang terkordinasi.9

Splint dibuat pada model seperti yang telah direlasikan pada bedah model.

Setelah ini ditinjau oleh ahli bedah dan ortodontis (penting untuk seorang

ortodontis untuk setuju dengan oklusi postbedah yang ditujukan), tahap pertama

pada konstruksi splint adalah menstabilisasi model dengan plaster atau dental

stone sehingga tidak dapat berubah seperti splint yang dipabrikkan. Kemudian

articulator dibuka agar mendapat ketebalan yang cukup dari bahan splint sehingga

35
splint tidak retak saat digunakan. Splint harus hanya dengan ketebalan dan ukuran

yang cukup untuk mencegah keretakan di ruang operatif dan pada minggu

pembedahan berikutnya.18

III.3.6 Penggunaan Bone Graft

Baik tulang aoutogenous dan allogenik digunakan dalam operasi

orthognathik untuk membantu menstabilkan segmen bertulang di situs osteotomy

dan meningkatkan menyembuhkan tulang. Penting untuk diingat bahwa apa pun

bahan cangkok tulang, itu hanya berfungsi sebagai perancah. Tulang sendiri

pasien harus mengganti korupsi sebagai menyembuhkan berlangsung.20

Beberapa dokter bedah merekomendasikan bahan implan (misalnya, blok

hydroxylapatite) untuk menstabilkan situs osteotomy. Bahan-bahan ini tidak

menggantikan oleh tulang namun dapat memberikan stabilitas selama periode

lebih dari tulang. Luka dehiscence tampaknya terjadi ofter lebih atas bahan

implan, dan kurangnya tulang di lokasi implan dapat menimbulkan masalah dalam

menyembuhkan tulang.9

III.3 Bedah Mandibular

III.3.1 Osteotomi Ramus

Osteotomi ramus vertikal extraoral

Sebuah insisi kulit pada submandibular ditempatkan sekitar 1,5 cm

dibawah sudut mandibula. Insisi diperluas hingga platysma kemudian dibagi.

Nervus marginal mandibular yang berada dibawah platysma berjalan paralel dan

berada dibawah tepi dari mandibula menyilang pembuluh darah daerah facial pada

36
daerah superficial. Pembedahan dilakukan setelah mengidentifikasi dan

melindungi pembuluh saraf marginal mandibular dan periosteum direfleksi ke

arah superior menuju sigmoid notch pada bagian lateral dari ramus.5

Aspek lateral dari ramus diinspeksi dengan mencari penonjolan kecil

untuk menentukan foramen mandibula. Penonjolan kecil ini disebut Behrman’s

bump. Osteotomi dilakukan pada daerah posterior ke foramen mandibula untuk

menghindari terlukanya pembuluh saraf mandibula. Osteotomi tulang vertikal

dilakukan dari sigmoid notch menuju bagian terbawah dari tepi mendekati sudut

mandibula. Segmen proksimal dipisahkan dari mandibula dan dilepaskan dari otot

pterygoid media. Segmen proksimal ini ditempatkan secara lateral dari segmen

distal mandibula. Dekortikasi segmen distal dilakukan pada aspek medial dari

daerah yang overlap dan segmen proksimal didekortikasi pada aspek lateral.

Segmen proksimal menutupi fragmen distal pada aspek terluar dengan kawat

intraosseus atau plat tulang. Prosedur dasar osteotomi ini dapat divariasikan.5

Beberapa ahli bedah lebih suka untuk meninggalkan condyl sebagai aspek

lateral tanpa menggunakan kawat intraosseus. Beberapa ahli bedah lebih suka

untuk menstabilkan fragmen dengan kawat transosseus, skrup atau plat. Setelah

menjahit luka, prosedur yang sama dilakukan pada sisi yang berlawanan.5

Penutupan luka dilakukan dalam beberapa lapisan. Kulit dapat ditutupi

dengan monofilament 6-0 atau jahitan yang lebih kecil. Penekanan daerah luka

dilakukan 24 hingga 48 jam pertama. Jahitan dilepas setelah 5 hari dan luka

ditutupi dengan steristips untuk beberapa waktu dalam satu mingggu berikutnya.5

Osteotomi ramus vertikal intraoral

37
Insisi yang dilakukan sama dengan insisi pada osteotomi split sagittal

dimana tepi anterior dari ramus dapat dilihat. Otot pterygoid masseter yang berada

pada bagian tepi inferior dan posterior dilepaskan.5

Jika direncanakan untuk menggunakan fiksasi circum mandibular wiring,

aspek medial ramus diatas lingual dibedah secara subperiosteal menuju tepi

posterior. Lebar insisi yang hanya dilakukan untuk keperluan melewatkan kawat.5

Osteotomi yang dilakukan pada kasus ini meluas dari sigmoid notch

menuju tepi inferior, dibelakang jalan masuk pembuluh saraf mandibula menuju

mandibula. Sebuah retraktor dengan bagian yang melengkung pada ujungnya

dapat dibengkokkan menuju tepi posterior dan jaringan lunak diretraksi ke arah

lateral.5

Pergerakan dilihat dalam angulasi 30° yang digunakan untuk potongan

vertikal, dan potongan yang dilakukan harus diperhatikan untuk menghindari luka

pada jarinngan lunak. Setelah osteotomi dilakukan, segmen condilar menutupi

secara lateral pada mandibula. Untuk menghilangkan tegangan pada saat

penempatan segmen kondilar, perlekatan pterigoid medial menuju aspek medial

dilepaskan pada region anterior dari segmen.5

Beberapa ahli bedah tidak menggunakan kawat pada fragmen untuk

stabilisasi dan beberapa ahli bedah yang lain menggunakan kawat circum

mandibular atau kawat transosseus.5

Osteotomi split sagittal

Bilateral sagittal split osteotomy (BSSO) memiliki keuntungan yaitu dapat

setback maupun advancement lebih dari 10 mm dan tidak memerlukan fiksasi

38
intermaksila. Namun, kekurangan besar dari teknik ini adalah dapat merusak

bundel neurovaskular mandibula yang menginervasi bibir bawah dan dagu. 21

Osteotomi split sagital dapat digunakan untuk memperbaiki prognathi

mandibula atau retrognathi mandibula. Teknik ini merupakan teknik serbaguna

dalam osteotomi mandibula (gambar 3.7).5

Gambar 3.7 (A-B) osteotomi split sagittal, (C) oklusi preoperatif, (D) osteotomi split sagittal

(modifikasi Dalpoint), (E) fiksasi yang kaku, (F) gambaran preoperatif pasien

dengan maloklusi skeletal klass III, dan (G) gambaran postoperatif (setelah

dilakukan split sagittal mandibula).

Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier ; 2007 5

Sebuah insisi ditempatkan diatas aspek anterior ramus, berjalan ke bawah

dari tengah ramus pada ridge obliq eksternal hingga regio gigi molar pertama.

Setelah itu dilakukan insisi melengkung pada vestibulum bukal.5

Jaringan lunak diretraksi ke bukal, sebelum insisi, hindari terbukanya

buccal pad, yang mana bagian ini tidak dilibatkan dalam tindakan bedah.5

Elevasi periosteal dari aspek lateral mandibula pada region molar

dilakukan ke arah bawah menuju tepi inferior. Elevasi periosteal media dilakukan

39
dengan hati-hati. Permukaan lingual dan foramen mandibula dipastikan

merupakan titik terendah dari tepi anterior ramus. Pembedahan dilakukan di atas

foramen mandibula dan menggunakan sebuah elevator, lingual dapat dilihat

secara subperiosteal.5

Osteotomi dilakukan dengan memotong tulang kortikal diatas lingual.

Potongan diperluas di belakang foramen mandibula. Potongan dilakukan pada

bagian anterior tepi anterior ramus mandibula dan dilanjutkan dengan pada regio

molar dua melalui plate kortikal lateral. Potongan vertikal dibuat pada regio ini;

kedalaman dari potongan dilakukan seminimal mungkin hanya untuk menjangkau

tulang kanselous. Potongan ini seharusnya memasukkan tepi inferior, sehingga

dapat mengontrol pemotongan. Setelah dilakukan pemotongan tulang kotikal,

sebuah spatula kecil osteotomi dipukulkan pada sisi dari potongan medial ke

potongan vertikal. Osteotomi sebaiknya dilakukan secara langsung dari lateral

untuk menghindari terlukanya bundle neurovaskular. Selama proses splitting,

bundel neurovaskular diamati dan diperhatikan untuk memeliharanya dari

fragmen median.Prosedur ini dilakukan pada sisi yang berlawanan.5

Sagittal split osteotomi dapat dilakukan untuk kedua mandibula yang maju

atau terlalu ke belakang. Pada kasus mandibula yang maju, otot pterygoid media

dipisahkan dari tepi inferior segmen distal dengan menggunakan periosteal

elevator. Ketika mandibula diposisikan ke belakang, pterygoid media dan

masseter harus dilepaskan untuk menghindari kesalahan tempat dari segmen

posterior kondilar. Ketika segmen posterior kondylar overlap dengan segmen

medial tooth bearing. Bagian yang overlapping dipisahkan dan segmen condylar

40
diletakkan pada bagian kansellous tanpa ada tekanan. Fiksasi internal yang kaku

menggunakan plat dan skrup atau kaki skrup merupakan jalan terbaik.5

Metode lain adalah lower border wiring, upper border wiring, dan circum

ramus body wiring.5

Luka diirigasi dengan baik menggunakan larutan salin dan bahan

pengontrol perdarahan, drain digunakan pada kasus perdarahan yang terus

menerus. Drain biasanya diganti setelah 24 jam. Luka ditutup dengan 3-0 chromic

gut.5

Kejadian Postoperatif dapat berupa edema mungkin terjadi dalam 2

minggu. Sensasi pada bibir akan berkurang pada beberapa pasien, terutama jika

terjadi luka pada pembuluh saraf alveolaris inferior. Lebih dari dua pertiga pasien

mengalami penurunan sensasi rata-rata setelah satu tahun. Tetapi kebanyakan

pasien merasa puas dengan semua hasil dan melakukan penyesuaian dengan

penurunan sensasi tersebut.5

III.3.2 Osteotomi Corpus Mandibula

Osteotomi corpus anterior

osteotomi corpus anterior adalah istilah yang umum digunakan untuk

osteotomi bagian anterior hingga foramen mentale.5

Insisi kecil vestibular dibuat secara bilateral untuk menghilangkan

perlekatan gingival pada region premolar pertama dan kedua. Pada bagian

superior, terowongan mukoperiosteal dibuat hingga crest alveolar dan pada bagian

inferior hingga tepi inferior dari gigi yang diekstraksi. Pembuluh saraf mentalis

dan percabangannya dijaga agar tidak terluka. Pada bagian lingual, sebuah

41
elevator periosteal diinsersikan melalui sisi yang dicabut secara subperiosteal

untuk menghindari jaringan lunak pada bagian lingual selama dilakukan

osteotomi. Potong vertikal osteotomi dimulai pada soket margin alveolar,

menyertakan korteks bukal dan lingual, mendekati tepi inferior. Ekstraksi soket

keseluruhan dilakukan secara paralel atau sedikit konvergen dari bagian bukal

hingga lingual untuk perkiraan yang lebih baik.5

Untuk menghindari kerusakan periodontal, perhatian seharusnya diberikan

bukan untuk menghilangkan crest tulang yang berlebihan. Prosedur yang sama

diulangi pada sisi yang berlawanan. Jika terjadi gangguan pada beberapa tulang,

splint oklusal immediately dicoba dan potongan osteotomi dapat dimodifikasi.

Segera setelah oklusal splint telah akurat didapatkan, fragmen distabilkan pada

margin superior dengan melingkarkan kawat berbentuk seperti angka delapan

mengelilingi servikal gigi kaninus dan premolar dan pada bagian inferior dengan

menggunakan fiksasi plat mini atau kawat intraosseus. Luka ditutupi dengan satu

lapisan. Tahap modifikasi osteotomi lebih baik dilakukan pada osteotomi vertikal

yang lurus, untuk menghindari kerusakan pembuluh saraf mental dan untuk

mendapatkan kontak tulang yang lebih baik.5

Osteotomi corpus posterior

Membuat suatu insisi vestibular, satu gigi pada bagian anterior dan satu

gigi pada bagian distal sisi yang akan diosteotomi. Insisi pada bagian distal dapat

diperluas ke posterior hingga ridge external obliq untuk mendapatkan relaksasi.5

Potongan dimulai pada bagian superior menuju bundel neurovaskular dan

berakhir melalui kedua cortices.Pintu masuk kecil pada bundel neurovaskular

42
dapat dibuat dengan memindahkan korteks eksternal dan dengan begitu bundel

neurovaskular dapat terlihat. Pengait pembuluh saraf dimasukkan untuk menarik

bundel mendekati sisi bukal dan potongan osteotomi lingual dilakukan. Kemudian

bundle neurovascular diretraksi ke atas dengan pelan, sehingga potongan tepi

inferior dapat dilakukan.5

Prosedur yang sama dilakukan pada sisi yang lain dan perkiraan fragmen

yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merusak bundle neurovascular.

Splint oklusal dicoba dengan baik dan diksasi segmen osteotomi dilakukan

dengan kawat intraosseus atau plat tulang pada tepi inferior.5

Osteotomi mid symphisis

Osteotomi mid symphisis dapat digubakan untuk melebarkan atau

memperkecil lengkung anterior. Jika teknik ini dikombinasi dengan osteotomi

corpus posterior atau anterior, insisi vestibular yang lengkap dapat direncanakan.5

Insisi ditempatkan pada bagian posterior dari foramen mental. Sebuah

mukoperiosteal flap dielevasi dari region servikal gigi anterior. Mukoperiosteum

pada sisi lingual dilubangi dengan periosteal elevator. Osteotomi dilakukan

dengan menggunakan gergaji atau fissure bur. Pada kasus mandibula yang sempit,

sebuah ruangan harus dibuat pada midline dengan orthodontik atau ekstraksi gigi.

Dua potongan osteotomi dilakukan. Perhatian diberikan untuk menempatkan

potongan osteotomi tanpa merusak akar gigi.5

III.3.3 Bedah mandibular subapikal segmental

Bedah mandibular subapikal segmental dapat digunakan untuk mereposisi

bagian anterior, posterior atau seluruh segmen dentoalveolar mandibula.

43
Osteotomi mandibular subapikal anterior

Indikasi pembedahan ini adalah untuk memajukan atau memundurkan

segmen anterior rahang bawah dan untuk menutup open bite anterior.5

Setelah dilakukan anestesi lokal, scalpel no.15 digunakan untuk membuat

insisi pada bibir bawah sekitar 15 mm dari vestibulum. Perluasan insisi dilakukan

dari gigi premolar pertama menuju ke gigi premolar pertama pada sisi yang

berlawanan. Bagian anterior mandibula menuju tepi inferior. Proses diseksi

dilakukan pada bagian posteror sepanjang tepi inferior hingga bundle

neurovascular mental dapat dilihat.5

Osteotomi dapat dipenuhi dengan rotary instrument atau dengan mini

microsaw. Setelah potongan vertikal dibuat, potongan horizontal dibuat

menghubungkan potongan vertikal dengan ukuran 5 mm di bawah bagian apical

gigi anterior. Osteotomi harus dilakukan dengan osteotomi kecil atau chisel

spatula. Potongan segmen dapat dimobilisasi dengan tekanan ringan pada sisi

osteotomi menuju ke posisi yang diinginkan.5

Penutupan luka dilakukan dengan berlapis-lapis. Resorbable chromic

suture berukuran 4-0 ditempatkan pada bagian submukosa, diikuti dengan teknik

penjahitan mattress vertikal untuk menutupi lapisan mukosa. Kemudian tekanan

eksternal diberikan 5 hingga 7 hari untuk menghindari terjadinya edema atau

hematom.5

44
Osteotomi mandibular subapikal posterior

Teknik ini jarang digunakan, karena dianggap sulit dan berisiko tinggi

terjadinya injuri pada bundle neurovascular alveolaris inferior. Tetapi dengan

keterampilan yang baik, teknik ini dapat digunakan dengan sukses.5

Sebuah insisi horizontal vestibular dibuat dan flap mukoperiosteal

direfleksi ke atas dan ke bawah hingga mencapai tepi inferior mandibula.

Potongan vertikal dilakukan pada area yang telah diekstraksi atau gigi premolar

pertama atau molar pertama yang hilang, dan potongan vertikal kedua

ditempatkan di belakang gigi molar terakhir yang masih ada. Potongan vertikal

dilakukan dibawah apical gigi, untuk melindungi bundle neurovascular.Kedua

potongan vertikal dijaga dari crest alveolar hingga bundle neurovascular.5

Bagian dari korteks bukal yang berada diatas bundle neurovascular

dihilangkan. Jendela ini diperluas beberapa millimeter dari bagian posterior

menuju potongan vertikal distal. Jendela ini dibuat sedemikian rupa sehingga

perluasan hanya pada bagian cortex bukal dan tulang dihilangkan dengan

osteotomi.5

Setelah mengidentifikasi dan melindungi bundle neurovascular, korteks

lingual di osteotomi. Kedua potongan vertikal juga diselesaikan hingga mencapai

potongan horizontal dan seluruh segmen di mobilisasi dengan osteotome pada

posisi yang diinginkan. Segmen dapat distabilkan dengan menggunakan splint

45
oklusal dan menempatkan kawat circu-mandibular sepanjang splint. Bagian

terluar dari plat tulang kortikal sebaiknya difiksasi sebelum dilakukan penjahitan.5

Osteotomi mandibular subapikal total

Indikasinya adalah untuk mereposisi seluruh segmen dentoalveolar

mandibula pada bagian anterior, posterior atau superior dan untuk memperpanjang

bagian sepertiga bawah wajah.5

Insisi sirkumvestibular dibuat dari area retromolar pada satu sisi dari

mandibula menuju sisi yang berlawanan; bundle neurovascular harus dijaga yang

mana dapat terjadi sceletonized dengan potongan yang tumpul untuk menghindari

terjadinya kerusakan.Tulang kortikal bukal dibagian atas dan bawah dari kanal

neurovascular di potong dengan menggunakan fisur bur, kemudian diangkat

dengan menggunakan osteotomi. Titik referensi vertikal dibuat pada bagian

anterior dan posterior pada tulang kortikal bukal sebelum membuat potongan

horizontal. Gergaji reciprocating dan oscillating merupakan alat yang paling

sering digunakan.5

Setelah melihat bundle neurovascular melalui osteotomi kortikal lateral,

osteotomi horisontal dapat dilengkapi dengan memposisikannya diantara apikal

gigi dan bundle neurovascular alveolaris inferior.5

Disain osteotomi bergantung dari pergeseran segmen dentoalveolar yang

diharapkan.Ketika diinginkan posisi yang lebih maju, osteotomi obliq dilakukan

pada region retromolar dengan tujuan untuk meningkatkan kontak permukaan

antara segment tulang yang diosteotomi. Pada kasus ini, diusahakan agar tidak

46
meregangkan pembuluh saraf. Toleransi regangan yan dapat diterima sekitar 3

hingga 6 mm. ketika komponen dentoalveolar direposisi ke bagian posterior,

tulang diangkat dengan asteotomi vertikal pada region molar ketiga.5

Pembuatan segmen dari alveolus telah dibuat dengan osteotomi vertikal

melalui sisi ekstraksi atau diantara gigi yan berdekatan menggunakan gergaji

sagital atau osteotomi yang baik.5

III.3.4 Genioplasti

Genioplasti adalah teknik bedah yang digunakan untuk mengubah ukuran

dan morfologi dari tulang dagu dengan perubahan yang sama dengan jaringan

lunak disekitarnya. Biasa dikenal dengan istilah mentoplasty. Bedah dagu

umumnya dikombinasi dengan prosedur ortognatik yang lain. Genioplasti dapat

digunakan dengan prosedur tunggal atau dapat digunakan sebagai prosedur

tambahan pada saat melakukan osteotomi mayor pada tulang rahang.5

Osteotomi horizontal dengan memajukan mandibula

Sebuah insisi dua arah ditempatkan tepat di atas vestibulum dan diperluas

secara bilateral hingga mencapai region kaninus. Setelah mucosa diinsisi, bagian

tulang dikikis, kemudian setelah itu otot mentalis dibagi pada bagian inferior

mendekati tulang. Refleksi pada periosteum dari mandibula anterior dapat

dilakukan.5

Periosteum sebaiknya ditinggalkan tetap utuh pada tepi inferior dan

minimal 5 hingga 10 mm periosteum sebaiknya dipertahankan pada titik tengah

anterior mandibula sehingga dukungan jaringan lunak dan suplai darah dapat

dijaga.5

47
Untuk memudahkan reposisi yang diikuti oleh pergerakan asimetrik atau

simetrik dengan perubahan anterior, posterior atau vertikal, orientasi midline dan

paramidline dibuat dengan mengukir menggunakan bur kecil.5

Hal yang penting dalam mengukir garis yang akan dilakukan osteotomi

yaitu sekitar 5 mm di bawah akar gigi kaninus dan 10-15 mm di atas tepi inferior.

Orientasi dari osteotomi sebaiknya diperluas sekitar 4-5 mm di bawah titik

terendah dari foramen mental. Lebih sejajar merupakan osteotomi dengan oklusal

dan mandibula plane, lebih alami dengan pergerakan anteroposterior. Pada kasus

arah vertikal yang memendek, sudut osteotomi sebaiknya dibandingkan dengan

mandibula plane. Osteotomi dapat dilengkapi dengan gergaji reciprocating

oscillating.5

Saat osteotomi telah dilakukan, teknik yang berbeda dapat digunakan

untuk menstabilkan dan mereposisi fragmen inferior termasuk kawat unicortical

atau bicortical, plat tulang, prebent chin plates, atau lage screw. Saat

menggunakan kawat transoseus, derajat yang akan dimajukan didapatkan dengan

membatasi ketebalan simfiseal secara keseluruhan, dan hal ini harus ditentukan

sebelum membagi metode stabilisasi yang akan digunakan.5

Osteotomi horisontal dengan reduksi anteroposterior

Prosedur bedah sama dengan yang akan dilakukan untuk memajukan

rahang, tetapi titik progsimal dari fragmen yang bergerak sebaiknya direduksi

untuk memastikan transisi yang halus sepanjang tepi inferior dan untuk

menghindari kawat yang dapat diraba. Para ahli bedah harus mempertimbangkan

48
potensi perubahan pada ketinggian vertikal anterior saat merencanakan orientasi

untuk osteotomi.5

Teknik tenon

Osteotomi full thickness dilakukan pada perpanjangan lateral dan hanya

melalui korteks lingual pada tenon superior. Menghasilkan full thickness bone

dibelakang tenon memfasilitasi terbentuknya lubang tenon dan fiksasi lag screw.

Saat pergerakan posterior diharapkan, bentuk “U” dibalikkan dan osteotomi

dilakukan dengan lubang pada tenon yang mana telah berada pada fragmen

inferior, menuju mandibula.5

Osteotomi double sliding horisontal

Terkadang dagu tidak mencukupi sehingga osteotomi double sliding

horizontal harus digunakan. Teknik bedah melibatkan pembuatan stepped

intermediated wafer pada tulang antara fragmen inferior dan mandibula, yang

mana juga dimajukan untuk menyediakan kontak tulang antara fragmen bagian

atas dan bagian bawah.5

Genioplasti reduksi vertikal

Perubahan ketinggian vertikal dapat efektif selama memajukan atau

memundurkan dengan mengubah sudut osteotomi. Besarnya perubahan sebanding

dengan jumlah dan jarak pergerakan horizontal. Sekitar 3-5 mm dari perubahan

vertikal dapat diperoleh. Pada kasus untuk memendekkan dagu, dengan atau tanpa

pergerakan anteroposterior, sebuah reduksi tipis diindikasikan dan hal ini dapat

49
diperoleh dengan menggunakan teknik tenon. Mudah untuk memindahkan wedge

dari fragmen superior tapi perawatan intraoperatif sangat penting untuk mencegah

akar gigi dan menjaga fragmen inferior yang adekuat.5

Penutupan luka pada otot mentalis merupakan hal yang penting untuk

dipertimbangkan secara akurat. Insisi seharusnya ditutup dalam tiga lapis dan

tekanan diberikan untuk mengurangi terbentuknya hematom.5

III.4 Bedah Maksila

Osteotomi Le Fort I

Osteotomi Le Fort I telah menjadi penarik dari prosedur bedah ortognatik

yang dapat digunakan untuk mengoreksi berbagai masalah maksilofasial.

Indikasinya adalah pada kelainan kelebihan maksila secara vertikal, defisiensi

maksila secara vertikal, dan defisiensi maksila AP (hipoplasia maksila).

Gambar 3.8 Osteotomy Le Fort I impaksi : (A) pemotongan osteotomy, (B), (C) pemotongan

osteotomy pada kedua sisi, (D) osteotomy nasoseptal yang digunakan untuk

memisahkan tulang nasal dari maksila, (E) pemisahan maksila dari lapisan

pterygoid, (F), (G) pemisahan maksila secara lengkap, (H) fotografi preoperatif, dan

(I) fotografi postoperatif.

50
Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier ; 2007 5

Prosedur pembedahan dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum, lebih

dipilih anestesi hipotensi. Lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000 diinfiltrasi ke

dalam jaringan mukosa pada bibir atas. Insisi horizontal dibuat pada vestibulum

maksila dari sisi region molar kedua sampai ke area yang sama pada sisi

berlawanan. Flap mukoperiosteal dibuat tinggi untuk membuka lapisan dasar

anterior nasal, celah piriform, dinding lateral maksila, crest zygomatik, dan

pertemuan pterygomaksila. Osteotomy nasoseptal digunakan untuk memisahkan

septum nasal dari maksila. Tulang dipisahkan 4 sampai 5 mm di atas gigi dari

bagian lateral dari pinggiran piriform posterior melintasi fosa canina dan melalui

crest zygomatik maksila. Bagian anterior, posterior, inferior dari dinding lateral

nasal dapat dipisahkan dengan pandangan langsung. Aspek posterior dari dinding

lateral maksila dan dinding posterolateral antral dipotong dengan tekanan spatula

osteotomi posterior hingga berkontak dengan lapisan padat tegak lurus dengan

tulang palatinal. Tahap akhir meliputi pterygomaksila dysjunction dengan

melakukan osteotomi di tengah-tengah dan anterior ke dalam sutura

pterygomaksila untuk memisahkan tuberositas maksila dari lapisan pterigoid

dengan menggunakan instrumen tajam yang berbentuk kurva. Maksila ditekuk ke

bawah dengan tekanan inferior berlawanan dengan bagian anterior maksila, dan

tekanan ke depan berlawanan dengan tuberositas, dengan demikian penyelesaian

patahan maksila tanpa menggunakan tang disimpaksi. Maksila dipasang sesuai

oklusi dengan menggunakan splint yang memfiksasi intermaksila. Stabilisasi

maksila dicapai dengan kawat intraosseus yang dibur melalui nsal dan zygomatik

51
maksila untuk menahan bagian proksimal dan distal. Kawat stainless steel 26-

gauge digunakan untuk fiksasi intraosseus. Ketika pelebaran celah osseus dibuat

pada sisi yang dilakukan osteotomi, pencangkokan tulang dibuat melewatinya

untuk menambah stabilitas dan penyatuan yang cepat. Dinding lateral maksila dan

zygomatik yang menahan merupakan dua daerah kritis. Tulang

corticocancellousautogenousdihasilkan dari penyambungan tulang yang paling

umum untuk blok corticocancellous.

Osteotomi Le Fort II

Hyperplasia paranasal berat meluas ke pinggiran infraorbital sebagai

osteotomi Le Fort II yang dideskripsikan oleh Henderson dan Jackson (1973),

tetapi harus dimengerti bahwa hal ini bukan kejadian yang umum.

Gambar 3.9 Kemajuan osteotomy Le Fort II : (A,B) pemotongan osteotomy, (C) pemisahan

maksila dari lapisan pterygoid dan mobilisasi, (D) fotografi preoperatif, (E)

oklusi preoperatif, (F) oklusi postoperatif, (G) fotografi postoperatif.

Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier ;

2007 5

52
Pembukaan diperoleh melalui insisi bikoronal atau insisi bilateral

paranasal. Bekas yang tertinggal dari prosedur yang lebih luas, kemungkinan

menyebabkan kerusakan bagian medial kantal; menghasilkan bekas luka yang

terlihat. Akses intraoral juga dideskripsikan untuk osteotomi Le Fort II.

Lantai orbital bagian medial, pinggiran infraorbital, dinding orbital bagian

medial dan kantung lakrimal diekspos pada dataran subperiosteal. Tendon kantal

bagian medial yang tidak mengganggu dibiarkan. Osteotomi dibuat dengan bur

pemotong di bawah dinding orbital bagian medial dibelakang saluran lakrimal.

Yang diperluas di bagian medial menuju area nervus infraorbital melewati lapisan

dasar orbital, bagian anterior maksila dan bagian kaudal sejauh mungkin.

Retractor aufricht diinsersi dari bagian paranasal yang diinsisi ke bagian lain

untuk meretraksi kulit nasal dorsal, dan tindakan osteotome dihubungkan denan

ke dorsum nasal menggunakan saw. Beberapa area yang tidak berhubungan

dipotong dengan osteotome; pembukaan untuk osteotomi diperbaiki dengan

bikoronal yang sesuai. Melalui insisi sulkus bukal posterior, pemotongan

osteotomi dilakukan dan diperluas melalui tuberositas maksila menuju fisur

pterigomaksila, tuberositas maksila dipisahkan dari lapisan pterigoid dengan

osteotome berbentuk kurva. Untuk menyempurnakan osteotomi, osteotome yang

berbentuk kurva ditempatkan pada pemotongan transversal melintasi pertemuan

nasofrontal yang diarahkan ke posterior dan anterior untuk memisahkan vomer

dari basis anterior tulang tengkorak.

Pengaturan fisur,pencangkokan tulang dari celah, fiksasi dan pengaturan

postoperatif sedikit berbeda dari osteotomi Le Fort I. Pembungan pinggiran

53
infraorbital secara akurat pencangkokan tulang melalui insisis paranasal. Daerah

anterior osteotomi diisi dengan inlay dan onlay pencangkokan tulang

menggunakan pendekatan sulkus bukal. Pencangkokan tulang split cranial

disiapkan ketika pendekatan koronal digunakan. Kawat atau beberapa sekrup dan

miniplate di tempatkan dari tulang frontal ke tulang nasal yang memberikan

fiksasi dari sentral maksila ke tulang tengkorak. Jika ketinggian nasal dikurangi,

pencangkokan tulang split kranial dapat diletakkan dibawah kulit dorsal nasal, dan

terkunci dengan dua sekrup atau kawat yang menyediakan jenis kantilever dari

pencangkokan dorsal.

Osteotomi Le Fort III

Gillies dan Harrison (1950-51) melaporkan ostetomi maksila tingkat tingi

pertama (modifikasi Le Fort III) pada pasien dengan disostosis kraniofasial.

Melalui insisi eksternal, mereka mengadakan osteotomi transversal yang

memisahkan tulang nasal dari tulang frontal. Ostetomi lapisan dasar orbital

ditempatkan lansung pada tepi infraorbital dan diperluas melintas lapisan dasar

orbit ke dinding orbital bagian medial anterior ke saluran lakrimal. Osteotomi juga

dilakukan dengan menyiapkan bagian frontal dari maksila untuk mengurangi

lebar hidung. Penyiapan temporal dari zygomatik di bagi-bagi pada setiap sisi.

Osteotomi kemudian dimasukkan ke dalam pterygomaksila junction. Bagian

anterior ke foramen palatinal, dibuatkan insisi transversal melintasi

mukoperiosteum dari palatum keras, diperluas ke lateral dan posterior dari

alveolar ridge. Palatum keras dibelah-belah, dan garis osteotomi di hubungkan

kembali pada pterygomaksila junction. Pada tindakan ini, hubungan spasial dari

54
palatum lunak tidak terganggu. Operasi diselesaikan dengan memotong septum

yang keras dengan gunting lebar melalui garis osteotomi ke jaringan pendukung

hidung. Dilakukan fiksasi intermaksila.

Gambar 3.10 kemajuan osteotomy Le Fort III : (A-D) mobilisasi dan bone graft, (E) fotografi

preoperatif, (F) fotografi postoperatif.

Sumber : Balaji, S.M. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier ;

2007 5

III.5 Fase Perawatan Pasca Pembedahan

III.5.1 Oklusi dan rehabilitasi rahang

Rahang kembali berfungsi secara penuh merupakan tujuan penting dan

mendapat perhatian lebih sejak munculnya Rigid Internal Fixation (RIF). Tidaklah

mengherankan bahwa pasien mungkin mengalami kesulitan mencari posisi

oklusal baru setelah operasi karena segmen tulang dan gigi berubah;

proprioception diubah dalam alat gigi, tulang, dan otot, dan edema jaringan.

Postbedah, pasien merasa lebih mudah untuk fungsi ke dalam posisi oklusal baru

55
ketika dipandu ke dalam sebuah splint oklusal yang tepat dengan training light

elastic.2

Kami sangat menyarankan bahwa splint oklusal tetap berlaku sampai

dokter gigi tersebut siap untuk menghapus stabilizing arch wire, bahkan jika

fiksasi maxillomandibular pasien dilepaskan sebelum meninggalkan ruang operasi

karena keberhasilan RIF. Hal ini memerlukan beberapa modifikasi splint dari jenis

yang digunakan secara rutin dengan fiksasi maxillomandibular tradisional. Tiga

langkah penting, yaitu : (i) pengurangan kedalaman indeks plint oklusal, untuk

menghilangkan gangguan potensial pada aspek distal dan lingual gigi posterior

serta aspek lingual gigi gigi insisivus, pasien harus dapat masuk ke ekskursi

lateral serta gigitan ke atas dan ke bawah; (ii) penyediaan splint thickness yang

memadai sehingga tidak pecah fungsinya. Meskipun splint tipis adalah ideal,

dalam kasus di mana pasien berfungsi pada splint hanya setelah operasi, splint

harus minimal tebal 2 mm dan diperkuat dengan kawat jika mungkin; dan (iii)

kemampuan pengambilan splint untuk membersihkan (kecuali dalam kasus-kasus

tersegmentasi).Hal ini dilakukan paling mudah dengan menambahkan jepit bola

pada splint sehingga pasien dapat mengambil keluar splint, membersihkan, dan

menaruhnya kembali.2

Perkembangan rehabilitasi pasca operasi tergantung pada beberapa faktor,

termasuk jenis operasi, stabilitas segmen pada saat operasi, dan usia pasien dan

motivasi. Secara umum, prosedur bedah mandibula sendiri atau dalam kombinasi

dengan hasil pembedahan rahang atas dalam fungsi yang lebih terbatas, dan

pasien membutuhkan perhatian lebih dalam rehabilitasi dibandingkan dengan

56
prosedur rahang atas yang terisolasi. Pasien yang memiliki prosedur yang

mengakibatkan kontak tulang yang baik dan stabilisasi segmen dapat

meningkatkan jangkauan geraknya lebih cepat pada periode pasca operasi segera.

Bahkan ketika rehabilitasi yang cepat dan agresif adanya fungsi rahang adalah

mungkin, harus diingat bahwa penyembuhan tulang lengkap berlangsung selama

beberapa bulan, dan pengerasan berlebihan digunakan untuk membantu fungsi

rahang dapat menyebabkan gerakan di lokasi osteotomy dalam 2 bulan pertama

setelah operasi.2

III.5.2 Orthodontik Pasca Bedah

Perawatan ortodontik pasca-bedah dapat dimulai apabila ahli bedah

beranggapan bahwa proses penyembuhan dan stabilitas klinis telah tercapai

dengan memuaskan. Dengan kawat osteo synthesis dan fiksasi maksilo-

mandibula, biasanya penyembuhan akan terjadi sekitar 6-8 minggu pada kasus

yang mengalami osteotomi mandibula, dan sedikit lebih singkat pada kasus

osteotomi maksila. Apabila ragu-ragu tentang proses penyembuhan, tindakan

perawatan ortodontik pascabedah dapat ditunda 1-2 minggu.4

Tahap pertama dalam perawatan ortodontik pascabedah adalah melepas

splint dan stabilizing arch, kemudian menggantinya dengan kawat yang sesuai

untuk perawatannya dengan tujuan untuk memperoleh oklusi penuh. Kawat ini

dipakai kira-kira 6 bulan. Apabila kita melepas splint tanpa stabilizing wire-nya

maka ada kemungkinan akan terjadi diskrepansi antara relasi sentrik dan oklusi

sentrik yang akan merepotkan tindakan perawatan ortodontik pasca bedah.4

57
Tahap terakhir pada perjanjian/konsultasi pertama ialah pasien diminta

untuk memakai elastic yang ringan pada daerah posterior atau juga pada daerah

anterior bila terlihat adanya gigitan terbuka. Biasanya digunakan 3/8 inci box

elastic dengan tarikan/gaya 6 oz atau lebih kecil. Elastik ini harus dipakai terus

termasuk pada waktu makan.4

Tompach dan kawan-kawan menyatakan tujuan untuk menggunakan

elastic segera sesudah tindakan bedah adalah untuk menunjang kedudukan yang

baru setelah operasi dan agar tidak terjadi lepas dan menuntun agar diperoleh pola

fungsional yang baru. Pengaruh positif dari tekanan/gaya fungsional pada

perkembangan oklusi yang baru merupakan kunci untuk memperoleh hasil

perawatan yang stabil. Jangan memakai kawat berpenampang bulat setelah

memasuki tahap pascabedah, karena penggunaan kawat bulat yang dikombinasi

dengan pemakaian elastik akan berpengaruh terhadap inklinasi aksial gigi-gigi

posterior, mengakibatkan gigitan terbalik (dental crossbite) openbite dan distorsi

bentuk lengkung gigi.4

Tujuan orthodontik pasca bedah adalah penutupan ruang yang tersisa,

pensejajaran akar pada daerah operasi, interdigitasi maksimum, susunan gigi yang

lebih baik, retensi dari otot-otot oral yang telah diorientasi ulang untuk mencegah

relaps, overjet dan overbite yang ideal dan untuk menstabilkan hasil yang

diperoleh melalui pembedahan.5

III.5.3 Bedah Model

Bedah model adalah prediksi sefalometrik hasil pembedahan dalam versi

cetakan dental. Jika gigi-gigi betul-betul tidak teratur atau ketika bentuk lengkung

58
maksila dan mandibula tidak sesuai, bedah model tidak mungkin dilakukan tanpa

mensimulasi perawatan orthodontik prabedah. Dalam kasus ini, set-up diagnostik

terlebih dahulu diselesaikan, dan kemudian model set up digerakkan sebagaimana

mestinya pada saat operasi.5

Dalam bentuk yang paling sederhana, bedah model hanya perlu

mengartikulasikan model pra perawatan dengan tangan dalam posisi pasca bedah.

Pergerakan kedepan mandibula dapat disimulasikan, dengan menggerakkan

cetakan RB ke depan relative terhadap cetakan rahang bawah. Lebih mudah untuk

mempelajari hubungan gigi jika cetakan gigi ditanam sementara pada articulator

yang tidak tetap sehingga model tersebut dapat dipasang pada posisi yang

dikehendaki.5

Tujuannya yaitu untuk menentukan besar dan arah pergerakan skeletal,

untuk menentukan ukuran dan bentuk osteotomi khususnya yang interdental,

memberikan splint bagi koreksi splint bedah, dan memberikan acuan komparatif

terhadap hasil oklusal yang saat ini dicapai sebagaimana terlihat pada fiksasi

intermaksila.5

III.5.4 Splint Bedah

Digunakan dalam ruang operasi untuk memposisikan gigi dan menambah

stabilisasi. Splint digunakan selama dan setelah pembedahan.5

Keuntungan prosedur ini adalah memberikan tujuan yang jelas bagi ahli

bedah di meja operasi, membantu dalam memposisikan fragmen tulang secara

tepat untuk membantu penyembuhan dan mampu menempatkan gigi dalam suatu

59
posisi yang telah direncanakan, bahkan jika gigi-gigi tersebut tidak

berinterdigitasi dengan sempurna tanpa splint.5

Splint bedah digunakan dalam prosedur bedah maksila bedah ramus

mandibula, bedah rahang segmental, maupun bedah rahang ganda.5

60
BAB IV

KOMPLIKASI

IV.1 Bedah Maksila

Le Fort I osteotomy

Komplikasi dengan bedah meliputi perdarahan, kegagalan untuk reposisi

segmen, kerusakan pada gigi (terutama akar) dan kehilangan atau kerusakan pada

pasokan darah segmen; semua ini yang dihindari. Kebutuhan pasien yang akan

memperingatkan potensi risiko jenis pembedahan. Sisa oronasal atau antral fistula

dapat terjadi tetapi ini jarang terjadi. Untungnya, nekrosis lengkap segmen jarang

terjadi, biasanya ketika flaps jaringan lunak telah rusak secara ekstensif. Terapi

oksigen hiperbarik kadang-kadang membantu dalam situasi ini.6

Le Fort II osteotomy

Komplikasi yang berhubungan dengan Le Fort II osteotomy sama dengan

yang berhubungan dengan Le Fort I; komplikasi orbital berkala atau kerusakan

pada saraf infraorbital atau saluran nasolacrimal dapat terjadi, tapi ini tidak biasa.

Ada sedikit kecenderungan untuk relaps vertikal sebelah anterior dan ini penting

ketika reposisi inferior Maksila sedang dilakukan dan suatu perhitungan perlu

diambil dari ini ketika perencanaan. Jika onlaying maksila terutama atas

keunggulan malar diperlukan dari plat auter graft tulang kranial yang terbaik,

memperbaiki ini ke tulang rahang atas anterior dan malar dengan sekrup kecil.6

Le Fort III osteotomy

Sejumlah komplikasi dapat timbul dari bedah yang kompleks. Segera

komplikasi yang terkait dengan operasi adalah kebocoran cairan Serebrospinal

61
jika komunikasi yang tidak disengaja dengan rongga kranial telah terjadi.

gangguan perdarahan dapat terjadi mungkin dari kerusakan pada pembuluh rahang

atas atau dari vena pteryoid. Bisa ada masalah jalan napas dan kerusakan

latrogenik ke pipa endotrakeal, jarang, kebutaan telah dilaporkan dan kadang-

kadang infeksi pasca operasi yang berhubungan dengan prosedur graft tulang.

Kemudian masalah meningitis dan epilepsi postinfektif. Selain kebutaan, diplopia,

exophthalmos sisa atau pengembangan enophthalmos, ptosis dari kelopak atau

ulserasi kornea dapat mempersulit operasi orbital. Mungkin ada drift inferior dan

lateral canthal medial. Nasolakrimal kerusakan telah dilaporkan, termasuk

dacryocystitis dan epiphora, surat biasanya sembuh secara spontan. Obstruksi

hidung dan sinus paranasal infeksi jarang terjadi. Mungkin ada kerusakan pada

saraf supra dan infraorbital dan jarang ke okulomotor saraf dan otot, atau saraf

wajah dan kadang-kadang anosmia. Maloklusi gigi dengan kelainan openbite

anterior kadang-kadang terlihat, serta trismus. Deformitas Sisa yang dapat akibat

dari relaps atau koreksi asimetris dan lekukan temporal. Ucapan kadang-kadang

terpengaruh, dengan perkembangan hypernasality.6

IV.2 Bedah Mandibula

Osteotomi ramus vertikal ekstraoral

Perdarahan mungkin terrjadi akibat luka pada pembuluh darah

retromandibular atau arteri masseterika dimana pembuluh darah ini menyilang

secara lateral melalui sigmoid notch. Luka pada pembuluh saraf marginal

mandibular juga mungkin akan terjadi.5

62
Osteotomi ramus vertikal intraoral

Secara umum sama dengan osteotomi split sagital.

Osteotomi split sagittal

Luka pada bundel neurovaskular alveolaris inferior. Kesinambungan dari

bundel neurovaskular seharusnya dipelihara selama proses osteotomi. Jika tanpa

sengaja pembuluh saraf terpotong, potongan terakhir sebaiknya dianastomos.5

Malposisi dari segmen kondilar (proksimal). Perhatian sebaiknya

diberikan selama fiksasi segmen dengan kawat. Kawat transosseus yang tidak

tepat dapat menekan atau menarik kawat ke posisi yang tidak menguntungkan.

Jika terjadi beberapa kesalahan tempat, hal ini seharusnya diperbaiki dengan

membedah ulang pasien.5

Split yang salah mungkin terjadi pada plat kortikal lingual. Split yang

buruk mungkin terjadi pada segmen kondilar. Split yang buruk ini biasanya

diakibatkan pencabutan gigi molar terakhir pada saat operasi. Dari itu, sebaiknya

pencabutan gigi molar ketiga dilakukan enam bulan sebelum operasi. Alasan

utama untuk split yang buruk adalah penggunaan fulcrum yang salah pada segmen

lateral.5

Perdarahan dapat terjadi dari bundel neurovaskular inferior, pembuluh

darah fasial, medullary bed, dan jarang terjadi dari vena retromandibular.

Pengecualian untuk pembuluh darah fasial, perdarahan dapat dikontrol dengan

tekanan. Tapi pada kasus perdarahan pembuluh darah facial, perdarahan dapat

dihentikan dengan mengikat pembuluh darah tersebut. Penggunaan channeled

63
retractor dengan ujung melengkung untuk memegang tepi inferior dan mencegah

terlukanya pembuluh darah fasial yang luas.5

Genioplasti

Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan neurosensori yang

panjang dianggap disebabkan oleh luka langsung pada pembulu saraf atau

neurapraxia traction, resorpsi yang berlanjut dari tulang atau nekrosis pada sistem

vaskular dari segmen yang bergerak dapat dihindari dengan menjaga vaskularisasi

yang luas dari pedikel jaringan lunak, haemorrage dan terhambatnya jalan napas

merupakan komplikasi yang jarang terjadi.5

Ptosis dagu yang dihasilkan dari redraping inferior pada jaringan lunak

dagu. Gejala-gejalanya meliputi fold labiomental yang rata, gigi bawah yang terus

memanjang dan ketidakcakapan bibir, penyebab umum adalah jumlah otot

mentalis yang dilepaskan dan reattachment yang salah.5

Resorpsi tulang akibat aloplasti juga dapat terjadi dan devitalisasi dari gigi

dapat terjadi akibat aliran darah pulpa yang tidak mencukupi. Dari itu, tindakan

osteotomi sebaiknya dilakukan 5 mm di bawah akar gigi yang paling panjang.5

64
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kelainan skeletal dentofasial dan profil wajah yang abnormal

(prognati/retrognati mandibula) yang mempengaruhi estetika wajah sering

dijumpai oleh dokter gigi. Pada kondisi bahwa diperkirakan penggunaan alat-alat

orthodontik memiliki keterbatasan dalam mengoreksi kelainan tersebut, maka

pilihan yang dapat dijalani adalah perawatan bedah rahang orthodontik atau bedah

orthognatik.

Penatalaksanaan dari bedah orthognatik pada kelainan skeletal

oromaksilofasial itu sendiri meliputi penilaian preoperatif, manajemen

pembedahan, teknik pembedahan (maksila/mandibula), dan fase perawatan pasca

pembedahan.

Penilaian preoperatif didapatkan dari adanya penilaian umum terhadap

pasien, dalam hal ini mencakup suatu permintaan dan penilaian yang tepat dari

pasien mengenai keadaan psikologi, pemahaman estetika wajah, penilaian

orthodontik, penjelasan diagnosis yang ada, termasuk di dalamnya adalah

penilaian dari suatu radiografik.

Tim pelaksana bedah orthognatik harus mampu mendiagnosa dan

menyusun rencana perawatan yang tepat dan melakukan perawatan yang telah

direkomendasikan.hal yang penting diketahui adalah evaluasi pasien dan tentunya

pengetahuan yang mendalam baik mengenai pertumbuhan dan perkembangan

kraniodentofasial maupun proses biomekanik, serta pengalaman dari klinisi dalam

65
hal perangkat penunjang diagnosis seperti model studi, analisa radiografik,

maupun analisa sefalometri.

Sebelum melakukan bedah orthognatik, terdapat beberapa persiapan

prabedah yang perlu dipertimbangkan, antara lain perencanaan fotosefalometri,

orthodontik prabedah, dan konstruksi splint.

Bedah orthognatik, yang merupakan suatu jenis lain dari suatu bedah,

penanganan pasien sebelum, selama dan setelah prosedur bedah adalah penting

untuk hasil yang memadai sebagaimana rincian dari teknik bedah. Aspek penting

manajemen bedah ini meliputi persiapan psikologi pasien, pemeliharaan suplai

darah, manajemen luka yang tepat, perlindungan tulang dan struktur

neurovaskular, metode fiksasi segmen tulang, dan kontrol oklusi dan rehabilitasi

rahang.

Adapun fase perawatan yang dilakukan pada pasca pembedahan adalah

peninjauan oklusi dan rehabilitasi rahang dimana pasien mengalami kesulitan

mencari posisi oklusi baru karena segmen tulang yang berubah. Perawatan

orthodontik pascabedah untuk mengatasi penutupan ruang yang tersisa,

pensejajaran akar pada daerah operasi dan mencegah relaps, overjet dan

overbiteyang abnormal. Bedah model merupakan suatu prediksi sefalometri

sebagai hasil pembedahan dalam versi cetakan dental. Splint bedah dimana

membantu penyembuhan dan mampu menempatkan gigi dalam suatu posisi yang

telah direncanakan.

Komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada bedah maksila secara

umum dapat meliputi perdarahan, kegagalan reposisi segmen, kehilangan pasokan

66
darah segmen, dan komplikasi bedah kompleks yang khusus dapat terjadi pada

bedah Le Fort III. Sedangkan pada bedah mandibula, komplikasi yang harus

dihindari, adalah luka pada bundel neurovaskular, perdarahan, serta resorpsi dari

tulang yang berlanjut.

V.2 Saran

Dalam melakukan pembedahan orthognatik sebaiknya harus didampingi

oleh beberapa ahli yang dapat membantu kesuksesan hasil pembedahan, seperti

ahli orthodontik, anestesiologist, dan psikolog.

67

Anda mungkin juga menyukai