Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TYPHOID

Dosen Pembimbing :
Siti Indatul L, S.Kep.Ns,M.Kes

Di susun oleh :
Kelompok 4
Kelas 3D
1. Khoirunnisa’atur Rosydah (201601134)
2. Khoirun Nisak (201601138)
3. Chandra Nur Khumairo (201601145)
4. Della Erma Yuana (201601150)
5. Iin Anjarsari (201601151)
6. Moses Pardjer (201601157)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN BINA SEHAT PPNI
KABUPATEN MOJOKERTO
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, tuntunan serta hidayahNya kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Maka sudah sewajarnya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Dr. M. Sajidin, M. Kep, selaku ketua STIKES BINA SEHAT PPNI Kab. Mojokerto
2. Ana Zakiyah M.Kep, selaku ketua Program studi S1 Ilmu Keperawatan
3. Siti Indatul L, S.Kep,Ns,. M.Kesselaku dosen Mata kuliah Keperawatan Anak 2.
4. Rekan-rekan kelas 3D S1 Ilmu Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Kab.Mojokerto.
Yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga mendapat imbalan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Makalah tentang Perilaku kekerasankami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi kami pada
khususnya. Dan kami juga menyadari masih ada kekurangan dalam makalah ini, oleh karena
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima dengan senang hati.

Mojokerto, 30 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................................2

1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN TEORI..............................................................................................................3

2.1 Definisi.........................................................................................................................3

2.2 Etiologi.........................................................................................................................3

2.3 Manifestasi klinis.........................................................................................................3

2.4 Patofisiologi.................................................................................................................4

2.5 Pathway.......................................................................................................................6

2.6 Pemerikaan Diagnosis.................................................................................................7

2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................................8

a. Perawatan....................................................................................................................8

2.8 Discharge Planning......................................................................................................9

BAB 3........................................................................................................................................10

ii
3.1 Pengkajian.................................................................................................................10

3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................................11

3.3 Intervensi...................................................................................................................12

BAB 4 PENUTUP.......................................................................................................................15

4.1 Kesimpulan................................................................................................................15

4.2 Saran..........................................................................................................................15

daftar pustaka..........................................................................................................................16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di seluruh dunia dan
diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia
menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan
400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan oleh
Salmonella Parathypi A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini
banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang
dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan
C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak
dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman
dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan
kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit
typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam
dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa definisi dari typhoid?
b) Bagaimana etiologi terjadinya typhoid?
c) Bagaimana manifestasi klinis dari typhoid?

1
d) Bagaimana patofisiologi dari typhoid?
e) Bagaimana pathway dari typhoid?
f) Bagaimana pemeriksaan diagnosis dari typhoid?
g) Bagaimana penatalaksanaan dari typhoid?
h) Apa saja discharge planning dari typhoid?
i) Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan typhoid?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak yang berupa makalah tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan .
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui definisi dari typhoid
b) Untuk mengetahui etiologi terjadinya typhoid
c) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari typhoid
d) Untuk mengetahui patofisiologi dari typhoid
e) Untuk mengetahui pathway dari typhoid
f) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis dari typhoid
g) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari typhoid
h) Untuk mengetahui discharge planning dari typhoid
i) Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan typhoid

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan dan
gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng, 2002).
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-
duanya (Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suryadi, 2001).

2.2 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

2.3 Manifestasi klinis


Gejala Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :
a. Demam > 1 minggu terutama pada malam hari
Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan
pada minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
b. Nyeri kepala
c. Malaise
d. Letargi
e. Lidah kotor

3
f. Bibir kering pecah-pecah (regaden)
g. Mual, muntah
h. Nyeri perut
i. Nyeri otot
j. Anoreksia
k. Hepatomegali, splenomegali
l. Konstipasi, diare
m. Penurunan kesadaran
n. Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
o. Epistaksis
p. Bradikardi
q. Mengigau (delirium)

2.4 Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan
oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas
humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel-
sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di
jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan
gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan

4
ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

2.5 Pathway

Kuman Salmonella typhi yang masuk


ke saluran gastrointestinal. 5
Lolos dari asam
lambung
Bakteri masuk usus halus

Pembuluh limfe Inflamasi

Peredaran darah (Bakteremia Masuk retikulo endothelial(RES) terutama


primer) hati dan limfa

Inflamasi pada hati dan limfa Masuk kealiran darah


(bakteremia sekunder)

Endotoksin
Hepatomegali Pembesaran limfa

Terjadi kerusakan sel


Nyeri tekan Nyeri Splenomegali
Akut Merangsang melepaskan
zat epirogen oleh leukosit
Penurunan
mobilitas usus
Mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus
Penurunan peristaltik
usus
Ketidakefektifan
termoregulasi

Konstipasi Peningkatan asam


lambung

Resiko kekurangan Anoreksia mual muntah


volume cairan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
2.6 Pemerikaan Diagnosis
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan

6
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan

7
2.7 Penatalaksanaan
bab 3Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
a. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
b. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas
2) Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim)
4) Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5) Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali
sehari, selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
 Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

3.1 Discharge Planning


a. Hindari tempat yang tidak sehat

8
b. Hindari daerah endemis demam tifoid
c. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih
d. Makanlah makanan yang bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan
beberapa menit dan secara merata
e. Istirahat yang cukup dan lakukan olahraga yang teratur
f. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping
g. Ketahuilah gejala-gejala kekambuhan penyakit dan yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
h. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

BAB 4
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam typhoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

9
3. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam typhoid dan penyakit lainnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita demam typhoid, hipertensi, diabetes melitus.
6. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: gangguan pola tidur, misalnya: insomnia dini hari, kelemahan.
Perasaan “hiper” dan/ atau ansietas
7. Sirkulasi
Gejala: TD rendah/ bradikardi
8. Integritas Ego
Gejala: ketidakberdayaan/ putus asa
Tanda: ansietas, misalnya pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara
gemetar.
9. Eliminasi
Gejala: nyeri abdomen dan distres
Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi
10. Makanan/ cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan contoh
makanan pedas, Penurunan berat badan
Tanda: membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, berat jenis urine
meningkat.
11. Neurosensori
Gejala: rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, kelemahan, status mental: tingkat
kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/ bingung,
sampai pingsan dan koma.
12. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke
punggung terjadi 1-2 makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri
epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila
lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Faktor

10
pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat, reserpin,
antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
13. Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat/ sensitif, misalnya ASA
Tanda: peningkatan suhu.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan termogulasi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan
suhu tubuh
4. Nyeri akut b.d proses peradangan

4.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan: 1. Anjurkan anak untuk istirahat mutlak
termogulasi b.d Setelah dilakukan (bedrest total) sampai suhu tubuh
fluktuasi suhu tindakan turun dan teruskan dua minggu lagi
lingkungan, proses keperawatan 3x 24 untuk mencegah komplikasi
penyakit jam suhu tubuh 2. Atur ruangan agar cukup ventilasi, agar
anak kembali terjadi pergantian uddara
3. Berikan kompres dingin dengan air
normal.
Kriteria Hasil : kran
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum
1. Suhu: 360C-
(sirup,teh manis atau apa yang
36,90C
disukai),untuk mengganti cairan dan
2. Tidak ada
elektrolit akibat demam
kejang
5. Berikan pakaian tipis untuk membantu
3. Tidak
menyerap keringat
ada perubahan 6. Pantau suhu tubuh agar suhu selalu
warna kulit terpantau
7. Kolaborasi dengan medis untuk

11
pemberian obat penurun panas ,agar

suhu tetap dalam batas normal


2. Ketidakseimbangan Tujuan: 1. Berikan makanan yang mengandung
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan cukup cairan, rendah serat, tinggi
kebutuhan tubuh b.d tindakan protein dan tidak menimbulkan gas:
intake yang tidak keperawatan 3x 24 untuk memudahkan penyerapan dan
adekuat jam nutrisi anak
mencegah perlukaan usus
dapat terpenuhi. 2. Jika keasadaran masih baik, berikan
Kriteria Hasil : makanan lunak dengan lauk pauk yang
1. Anak dapat di cincang (hati dan daging),dan
mengonsumsi sayuran labu siam atau wortel yang
nutrisi yang dimasak lunak sekali . boleh juga
adekuat diberikan 2x1 gelas atau lebih, jika
2. Anak
makanan tidak habis berikan susu
menunjukkan
extra.
penambahan 3. Berikan makanan cair per sonde jika
berat badan kesadaranya sudah menurun dan
3. Peningkatan
berikan kalosri sesuai dengan
nafsu makan
kebutuhanya .pemberianya diatur 3
jam termasuk maknan extra seperti
sari buah atau bubur kacang hijau yang
di haluskan. jika kesadaranya membaik
,makanan dialihkan secara bertahap
dari cair ke lunak
4. Pasang infus cairan glukosa dan NaCl
jika kondisi pasien payah
(mmemburuk),seperti menderita
delirium. Jika keadaan sudah tenang
berikan makanan personde,biasanya
merupakan setegah dari jumlah
kalori ,sementara setengahnya lagi per
infus secara bertahap dengan melihat
kemajuan pasien, bentuk makanan
12
beralih ke makanan biasa , untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi cairan
dan elektrolit
5. Pantau intake dan output untuk
memantau kemasukan dan keluaran
3 Resiko kekurangan Tujuan: 1. Pantau tanda-tanda dehidrasi seperti
volume cairan b.d Setelah dilakukan mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
intake yang tidak tindakan elastis dan peningkatan suhu tubuh.

adekuat dan keperawatan 3x 24 2. Pantau intake dan output cairan dalam


jam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu
peningkatan suhu
ketidakseimbangan dan jam yang sama.
tubuh
cairan tidak terjadi. 3. Catat laporan atau hal-hal seperti mual,
Kriteria Hasil : muntah, nyeri dan distorsi lambung.

1.Membran 4. Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian cairan tambahan.
mukosa bibir

lembab

2.Tanda-tanda vital

(TD, S, N, dan RR)

dalam batas

normal.

3.Tanda-tanda

dehidrasi tidak ada.


4. Nyeri akut b.d Tujuan: 1. Gunakan teknik komunikasi
proses peradangan Setelah dilakukan terapeutik untuk mengetahui
tindakan pengalaman nyeri anak
keperawatan 3x 24 2. Mengatur posisi anak yang nyaman
jam nyeri pasien 3. Berikan tindakan nyaman seperti
dapat pijatan punggung, perubahan posisi,
berkurang/hilang. teknik relaksasi/distraksi
Kriteria Hasil : 4. Beri kompres hangat pada daerah
2. Mampu tubuh yang nyeri

13
mengontrol 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
nyeri (tahu pemberian obat analgesic
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri)
3. Melaporkan
nyeri berkurang
4. Mampu
mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi, dan
tanda nyeri)

6.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan dan

gangguan kesadaran. Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai

demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran

dari limpa atau hati.

14
5.2 Saran
Kami sebagai penulis mengharapkan agar kita dapat mengetahui apa itu penyakit
typus abdominalis dan cara pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Samsuridjal, D., & Heru, S. (2003). Imunisasi Dewasa. Jakarta: FKUI.

15
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.
Jakarta: Salemba Medika.

Soegijianto, S. (2005). Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Suryadi. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Agung Setia.

16

Anda mungkin juga menyukai