Anda di halaman 1dari 15

By: MUH FERNALDY ANGGHADA N.

R (A31116521)
MUH. ASRI ASHAR (A31116529)
ABU FAUZI RIZAL (A31114312)

PERPAJAKAN A
AKUNTANSI/FEB-UH

BAB II
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :


Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak.

2.1 Pendahuluan
Dalam rangka lebih memberikan keadilan dibidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak
negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban
Wajib Pajak.

2.2 Kewajiban Wajib Pajak


1) Pasal 2 ayat 1
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2) Pasal 2 ayat 2
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
3) Pasal 2 ayat 4a
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seusai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun
sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
4) Pasal 3 ayat 1
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
5) Pasal 10 ayat 1
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6) Pasal 25 ayat 3a
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib
melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib
Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
7) Pasal 35A ayat 1
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

2.3 Hak-Hak Wajib Pajak


1) Pasal 3 ayat 3a
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu)
Surat Pemberitahuan Masa.
2) Pasal 3 ayat 4
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan
dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada
Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
3) Pasal 8 ayat 1
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
4) Pasal 8 ayat 6
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan,
dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak
sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang
berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah
menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5) Pasal 26A ayat 2
Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara
lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
6) Pasal 29A
Terhadap Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan
efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan
dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian yang :
a. Surat Pemberitahuan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B; atau
b. terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko dapat dilakukan pemeriksaan
melalui Pemeriksaan Kantor.
7) Pasal 37A ayat 2
Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini
diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk
Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan
pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan
yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
8) Pasal 2 ayat 6
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau
ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib
Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9) Pasal 37A ayat 1
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar
menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

10) Pasal 17B ayat 4


Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan,
tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi
diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
11) Pasal 17D ayat 2
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu; atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu.
12) Pasal 17E
Orang pribadi yang bukan subjek dalam negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena
Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13) Pasal 17C ayat 2 ( senada dengan pasal 17D ayat 2 )
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : tepat waktu dalam
menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak; Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

2.4 Soal Latihan


1) Jelaskan kewajiban wajib pajak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan.

2) Jelaskan hak-hak wajib pajak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan.
JAWABAN
1) Sebagai warganegara yang baik, sudah tentu merekalah yang teramsuk kedalam
golongan masyarakat yang taan dan patuh memenuhi kewajibannya sebagai wajib
pajak, baik dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, karena kesadarnnya tealah
memenuhi syarat sebagai wajib pajak. kemudian, kewajiban selanjutnya adalah
melakukan pembayaran, pemotongan, dan pelaporan pajak yang diberlakuakan
dengan sistem self-assessment (mengihtung, melaporkan, dan melakukan pemotongan
tarif pajak dengan sendiri termasuk di dalamnya, melkaukan pencatatan sendiri dan
pembukuan untuk badan usaha, dan membayar serta menyetor sendiri pajak yang
terutang).
2) Hak-Hak Wajib Pajak Menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
a) Hak atas kelebihan pembayaran pajak. Hak ini berarti bahwa jika pembayaran
pajak yang dibayar/dipotong/dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang,
WP memiliki hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap.
b) Hak kerahasiaan bagi wajib pajak. Dalam hal ini, WP memiliki hak untuk
mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala informasi yang telah disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Namun demikian, dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam
rangka kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti
tertulis dari atau tentang WP dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c) Dalam hal atau kondisi tertentu, WP dapat mengajukan permohonan
pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Keempat, dengan alasan
tertentu, WP dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
baik Pajak Penghasilan (PPh) Badan maupun PPh Orang Pribadi. Kelima, dengan
alasan tertentu, WP dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
25.
d) Dalam kondisi tertentu, misalnya objek pajak terkena bencana alam, WP dapat
mengajukan permohonan pengurangan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
terutang. Hak pengurangan PBB ini juga berlaku bagi WP yang merupakan
anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
Ketujuh, WP dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/pemungutan PPh.
e) hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal ini, WP
yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai WP Patuh dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, dalam jangka waktu
paling lambat 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan 3 bulan untuk
PPh sejak tanggal permohonan.
f) hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah. Terakhir, hak untuk
memperoleh insentif perpajakan di bidang PPN. Barang Kena Pajak tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal
Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang
penyerahannya di dalam daerah pabean oleh WP tertentu. Selain itu, perusahaan
yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti kawasan berikat, berhak
mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan
bahan baku.

PERATURAN-PERATURAN YANG DIGUNAKAN DALAM PERPAJAKAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009.

Referensi Tambahan:

Waluyo, 2010. Perpajakan Indnesia: buku 2 edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009. Standar Akuntansi Keuangan: per 1 Juli 2009. Salemba Empat.
Jakarta.

Catatan Tambahan:

Perlu diketahui bahwa KUP sendiri, telah mengalami 4 kali revisi, pertama pada tahun 1984,
kedua pada tahun 2000 , ketiga tahun 2007, dan yang terakhir di tahun 2009 lalu. Yang perlu
disayangkan, di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam persoalan yang menyebabkan terjadinnya
ketimpangan dalam pembayaran pajak, yakni seperti rendahnya tax ratio, rendahnya ketaatan wajib
pajak, serta lemahnya pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia, merupakan masalah-masalah
serius, yang seharusnya ditangani dan selalu di lakukan perbaikan,karena jika tidak pertumbuhan
pembangunan menjadi terhambat, dan bisa jadi Indonesia sebagai negara berkembang akan tetap
berjalan di tempat.

TAMBAHAN

E-BILLING
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem
Penerimaan Negara Secara Elektronik.

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran


Pajak Secara Elektronik.
E-SPT
A. PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR 6/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009 TENTANG TATA
CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM BENTUK ELEKTRONIK

Per 6/PJ/2009 ini mengatur kaidah umum dalam penggunaan e-SPT, ini memiliki 7 pasal
sebagai berikut
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan
Pajak Madya termasuk Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.
2. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP sebagaimana dimaksud
pada angka 1.
3. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, dan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
4. e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh
Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
5. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa
Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
6. Penyampaian SPT dalam bentuk elektronik yang selanjutnya disebut
penyampaian e-SPT adalah Penyampaian SPT ke KPP dalam bentuk media elektronik.

Pasal 2

(1) Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT).

(2) Saat dimulainya penyampaian e-SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. Bagi Wajib Pajak yang telah ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak yang berlaku sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
ditetapkan, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009.
2. Bagi Wajib Pajak yang ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak yang berlaku setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, terhitung sejak awal bulan keenam setelah bulan Wajib Pajak ditetapkan.

(3) Wajib Pajak yang dalam menyampaikan SPT:

1. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
atau
2. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetapi
tidak melampirkan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dianggap tidak menyampaikan SPT dan dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(4) Wajib Pajak dapat menyampaikan e-SPT sebelum tanggal yang ditentukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dikehendaki oleh Wajib Pajak.

Pasal 3

(1) Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat dilakukan:

1. secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti


pengiriman surat dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh
dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah
ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen
lain yang wajib dilampirkan; atau
2. melalui e-Filing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Penyampaian e-SPT dilaksanakan dengan prosedur sebagaimana ditetapkan dalam


Lampiran yang tak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4

(1) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT), wajib
disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).

(2) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy), dapat
disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk bentuk kertas (hardcopy).

Pasal 5

Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) sebelum
berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tetap menyampaikan SPT dalam bentuk
elektronik.

Pasal 6

Tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk digital atau elektronik yang tidak
sesuai dengan ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

B. PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER-16/PJ/2012 TENTANG PENYAMPAIAN


SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN DALAM BENTUK
ELEKTRONIK UNTUK TAHUN PAJAK 2011 BAGI WAJIB PAJAK BADAN

Per yang terdiri dari 3 pasal ini mengatur khusus mengenai e-SPT Tahunan

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut SPT


Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak bagi Wajib
Pajak Badan;
2. e-SPT Tahunan adalah data SPT Tahunan Wajib Pajak dalam bentuk elektronik
yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT Tahunan yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
3. Aplikasi e-SPT Tahunan adalah aplikasi dari Direktorat Jenderal Pajak yang
dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk membuat e-SPT Tahunan;
4. e-SPT Tahunan PPh Tahun 2009 Badan adalah e-SPT yang digunakan untuk
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan bentuk sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ./2009 tentang Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk
Pengisiannya;
5. e-SPT Tahunan PPh tahun 2011 Badan adalah e-SPT yang digunakan untuk
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan bentuk sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ./2010 tentang Bentuk
Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya;
Pasal 2
1. Sejak ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Wajib Pajak Badan
yang akan menyampaikan e-SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 harus menggunakan
aplikasi e-SPT Tahunan PPh Tahun 2011 Badan;
2. Wajib Pajak Badan yang telah menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2011
dengan menggunakan aplikasi e-SPT Tahunan PPh Tahun 2009 Badan dianggap telah
menyampaikan SPT Tahunan dalam hal penyampaiannya dilakukan sebelum
ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 3

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

C. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 44/PJ/2010 TENTANG


BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

Per 44/PJ/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang terdiri dari 3 pasal ini mengatur khusus mengenai
e-SPT PPN 1111
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:

1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
2. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya
disebut dengan KP2KP adalah Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan yang berada dalam wilayah KPP.
3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
4. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya.
5. e-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
6. Data elektronik adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT.
7. Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat
digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya, antara
lain flash disk dan Compact Disc (CD).
8. Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yang selanjutnya disebut
ASP adalah perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT Masa PPN secara
elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
9. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang
real time melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau ASP.
10. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian SPT Masa PPN dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian
tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
11. Pengujian data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT Masa PPN dan Lampiran SPT Masa
PPN.

Pasal 2

(1) SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111, terdiri dari :

a. Induk SPT Masa PPN 1111- Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan

b. Lampiran SPT Masa PPN 1111:

1. Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);


2. Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau
JKP (D.1.2.32.08);
3. Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri
dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
4. Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor
BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean
(D.1.2.32.10);
5. Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan
BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan
6. Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau
yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12),

Sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2) SPT Masa PPN 1111 wajib diisi oleh setiap PKP selain PKP yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.

(3) Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN 1111
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 3

(1) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:

a. formulir kertas (hard copy); atau

b. data elektronik, yang disampaikan:

1. dalam media elektronik; atau


2. melalui e-Filing.

(2) SPT Masa PPN 1111 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk
data elektronik dapat digunakan oleh PKP yang:

1. melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena


Pajak/BKP Tidak Berwujud;
2. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan
diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda
tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan;
3. melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean;
4. menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota
Retur/Nota Pembatalan; atau
5. menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas
dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan
JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas, dengan
jumlah tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.

(3) SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik wajib digunakan oleh PKP yang:
1. melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena
Pajak/BKP Tidak Berwujud;
2. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan
diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda
tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan;
3. melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean;
4. menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota
Retur/Nota Pembatalan; atau
5. menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas
dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan
JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas; dengan
jumlah lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.

(4) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPN 1111
sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak
boleh diubah.

(5) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk data elektronik dengan media
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, PKP harus menggunakan
aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN
1111 tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

Pasal 4

PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik, tidak
diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas
(hard copy).

Pasal 5

(1) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal SPT Masa PPN 1111
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak disampaikan dalam bentuk data elektronik.

(2) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal PKP yang dalam
pelaporan kewajibannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
tetap menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

(3) PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 6

(1) SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara:

a. manual, yaitu:

1. disampaikan langsung ke KPP atau KP2KP; atau


2. disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan
bukti pengiriman surat, ke KPP atau KP2KP, atau

b. elektronik, yaitu melalui e-Filing yang tata cara penyampaiannya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(2) SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan oleh PKP dengan cara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk formulir kertas
(hard copy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan SPT Masa PPN 1111
yang berbentuk data elektronik yang disampaikan dalam media elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1.

Pasal 7

(1) Penelitian terhadap SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dengan cara manual dan dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) dilakukan oleh KPP atau KP2KP setiap kali pada saat SPT
Masa PPN 1111 diterima.

(2) Penelitian dan pengujian data terhadap SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dengan cara
manual dan dalam bentuk data elektronik yang disampaikan dalam media elektronik dilakukan
oleh KPP setiap kali pada saat SPT Masa PPN 1111 diterima.

Pasal 8

(1) SPT Masa PPN 1111 tidak perlu dilampiri dengan Lampiran SPT Masa PPN 1111 dalam hal
tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT Masa PPN 1111 tersebut.

(2) SPT Masa PPN 1111 tidak perlu dilampiri dengan :

1. Formulir 1111 A1 dalam hal tidak ada Pemberitahuan Ekspor Barang,


Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/BKP Tidak Berwujud yang wajib dilaporkan
dalam Formulir 1111 A1;
2. Formulir 1111 A2 dalam hal PKP tidak menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur
Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dan/atau tidak menerima Nota Retur/Nota
Pembatalan yang wajib dilaporkan dalam Formulir 1111 A2;
3. Formulir 1111 B1 dalam hal tidak ada Pemberitahuan Impor Barang atas impor
BKP dan/atau SSP atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah
Pabean yang wajib dilaporkan dalam Formulir 1111 B1;
4. Formulir 1111 B2 dalam hal PKP tidak menerima Faktur Pajak dan/atau tidak
menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan yang wajib dilaporkan dalam Formulir 1111
B2; atau
5. Formulir 1111 B3 dalam hal PKP tidak menerima Faktur Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas dan/atau menerbitkan Nota
Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan JKP yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas yang wajib dilaporkan dalam
Formulir 1111 B3, dalam suatu Masa Pajak.

(3) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang disampaikan
oleh PKP, dianggap lengkap.
Pasal 9

Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak Januari 2011
dan sesudahnya, untuk:

1. SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dalam bentuk data elektronik, SPT
Masa PPN Pembetulan dilampiri dengan Lampiran SPT;
2. SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard
copy), SPT Masa PPN Pembetulan cukup dilampiri dengan Lampiran SPT yang
dibetulkan.

Pasal 10

(1) Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau aplikasi e-SPT
dapat diperoleh dengan cara:

1. diambil di KPP atau KP2KP;


2. digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP;
3. diunduh di laman Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat
http://www.pajak.go.id, selanjutnya dapat dimanfaatkan/digandakan; atau
4. disediakan oleh ASP yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak

(2) Penggandaan formulir SPT Masa PPN 1111 harus mempunyai formal dan ukuran yang sama
dengan formulir yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 11

(1) Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak sebelum Masa
Pajak Januari 2011, pembetulan dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPN yang
sama dengan formulir SPT Masa PPN yang dibetulkan.

(2) Pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2011
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan PKP sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Pasal 12

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku :

1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi,


dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak PER-14/PJ/2010 tetap berlaku, sepanjang digunakan untuk pelaporan
SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2007 sampai dengan Masa Pajak Desember 2010;
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2008 tentang Bentuk, Isi,
dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN) dalam bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) bagi Pengusaha Kena Pajak
yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak dalam rangka Pengolahan Data dan
Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2010 tetap berlaku,
sepanjang digunakan untuk pelaporan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2008 sampai
dengan Masa Pajak Desember 2010; dan
3. ketentuan lain yang mengatur tentang SPT sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan diberlakukan
untuk pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai