Bab 2 - Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak
Bab 2 - Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak
R (A31116521)
MUH. ASRI ASHAR (A31116529)
ABU FAUZI RIZAL (A31114312)
PERPAJAKAN A
AKUNTANSI/FEB-UH
BAB II
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
2.1 Pendahuluan
Dalam rangka lebih memberikan keadilan dibidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak
negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban
Wajib Pajak.
2) Jelaskan hak-hak wajib pajak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan.
JAWABAN
1) Sebagai warganegara yang baik, sudah tentu merekalah yang teramsuk kedalam
golongan masyarakat yang taan dan patuh memenuhi kewajibannya sebagai wajib
pajak, baik dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, karena kesadarnnya tealah
memenuhi syarat sebagai wajib pajak. kemudian, kewajiban selanjutnya adalah
melakukan pembayaran, pemotongan, dan pelaporan pajak yang diberlakuakan
dengan sistem self-assessment (mengihtung, melaporkan, dan melakukan pemotongan
tarif pajak dengan sendiri termasuk di dalamnya, melkaukan pencatatan sendiri dan
pembukuan untuk badan usaha, dan membayar serta menyetor sendiri pajak yang
terutang).
2) Hak-Hak Wajib Pajak Menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
a) Hak atas kelebihan pembayaran pajak. Hak ini berarti bahwa jika pembayaran
pajak yang dibayar/dipotong/dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang,
WP memiliki hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap.
b) Hak kerahasiaan bagi wajib pajak. Dalam hal ini, WP memiliki hak untuk
mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala informasi yang telah disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Namun demikian, dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam
rangka kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti
tertulis dari atau tentang WP dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c) Dalam hal atau kondisi tertentu, WP dapat mengajukan permohonan
pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Keempat, dengan alasan
tertentu, WP dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
baik Pajak Penghasilan (PPh) Badan maupun PPh Orang Pribadi. Kelima, dengan
alasan tertentu, WP dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
25.
d) Dalam kondisi tertentu, misalnya objek pajak terkena bencana alam, WP dapat
mengajukan permohonan pengurangan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
terutang. Hak pengurangan PBB ini juga berlaku bagi WP yang merupakan
anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
Ketujuh, WP dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/pemungutan PPh.
e) hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal ini, WP
yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai WP Patuh dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, dalam jangka waktu
paling lambat 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan 3 bulan untuk
PPh sejak tanggal permohonan.
f) hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah. Terakhir, hak untuk
memperoleh insentif perpajakan di bidang PPN. Barang Kena Pajak tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal
Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang
penyerahannya di dalam daerah pabean oleh WP tertentu. Selain itu, perusahaan
yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti kawasan berikat, berhak
mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan
bahan baku.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009.
Referensi Tambahan:
Waluyo, 2010. Perpajakan Indnesia: buku 2 edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2009. Standar Akuntansi Keuangan: per 1 Juli 2009. Salemba Empat.
Jakarta.
Catatan Tambahan:
Perlu diketahui bahwa KUP sendiri, telah mengalami 4 kali revisi, pertama pada tahun 1984,
kedua pada tahun 2000 , ketiga tahun 2007, dan yang terakhir di tahun 2009 lalu. Yang perlu
disayangkan, di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam persoalan yang menyebabkan terjadinnya
ketimpangan dalam pembayaran pajak, yakni seperti rendahnya tax ratio, rendahnya ketaatan wajib
pajak, serta lemahnya pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia, merupakan masalah-masalah
serius, yang seharusnya ditangani dan selalu di lakukan perbaikan,karena jika tidak pertumbuhan
pembangunan menjadi terhambat, dan bisa jadi Indonesia sebagai negara berkembang akan tetap
berjalan di tempat.
TAMBAHAN
E-BILLING
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem
Penerimaan Negara Secara Elektronik.
Per 6/PJ/2009 ini mengatur kaidah umum dalam penggunaan e-SPT, ini memiliki 7 pasal
sebagai berikut
Pasal 1
Pasal 2
(1) Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT).
(2) Saat dimulainya penyampaian e-SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak yang telah ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak yang berlaku sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
ditetapkan, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009.
2. Bagi Wajib Pajak yang ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak yang berlaku setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, terhitung sejak awal bulan keenam setelah bulan Wajib Pajak ditetapkan.
1. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
atau
2. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetapi
tidak melampirkan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dianggap tidak menyampaikan SPT dan dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(4) Wajib Pajak dapat menyampaikan e-SPT sebelum tanggal yang ditentukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dikehendaki oleh Wajib Pajak.
Pasal 3
(1) Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat dilakukan:
Pasal 4
(1) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT), wajib
disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).
(2) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy), dapat
disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk bentuk kertas (hardcopy).
Pasal 5
Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) sebelum
berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tetap menyampaikan SPT dalam bentuk
elektronik.
Pasal 6
Tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk digital atau elektronik yang tidak
sesuai dengan ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Per yang terdiri dari 3 pasal ini mengatur khusus mengenai e-SPT Tahunan
Pasal 1
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Per 44/PJ/2010 tanggal 6 Oktober 2010 yang terdiri dari 3 pasal ini mengatur khusus mengenai
e-SPT PPN 1111
Pasal 1
1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
2. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya
disebut dengan KP2KP adalah Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan yang berada dalam wilayah KPP.
3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
4. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya.
5. e-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
6. Data elektronik adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT.
7. Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat
digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya, antara
lain flash disk dan Compact Disc (CD).
8. Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yang selanjutnya disebut
ASP adalah perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT Masa PPN secara
elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
9. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang
real time melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau ASP.
10. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kelengkapan pengisian SPT Masa PPN dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian
tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
11. Pengujian data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT Masa PPN dan Lampiran SPT Masa
PPN.
Pasal 2
(1) SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111, terdiri dari :
Sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) SPT Masa PPN 1111 wajib diisi oleh setiap PKP selain PKP yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
(3) Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN 1111
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 3
(1) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:
(2) SPT Masa PPN 1111 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk
data elektronik dapat digunakan oleh PKP yang:
(3) SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik wajib digunakan oleh PKP yang:
1. melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena
Pajak/BKP Tidak Berwujud;
2. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan
diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda
tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan;
3. melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean;
4. menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota
Retur/Nota Pembatalan; atau
5. menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas
dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan
JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas; dengan
jumlah lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.
(4) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPN 1111
sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak
boleh diubah.
(5) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk data elektronik dengan media
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, PKP harus menggunakan
aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN
1111 tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
Pasal 4
PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik, tidak
diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas
(hard copy).
Pasal 5
(1) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal SPT Masa PPN 1111
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak disampaikan dalam bentuk data elektronik.
(2) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam hal PKP yang dalam
pelaporan kewajibannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
tetap menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
(3) PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 6
(1) SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara:
a. manual, yaitu:
b. elektronik, yaitu melalui e-Filing yang tata cara penyampaiannya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan oleh PKP dengan cara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk formulir kertas
(hard copy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan SPT Masa PPN 1111
yang berbentuk data elektronik yang disampaikan dalam media elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1.
Pasal 7
(1) Penelitian terhadap SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dengan cara manual dan dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) dilakukan oleh KPP atau KP2KP setiap kali pada saat SPT
Masa PPN 1111 diterima.
(2) Penelitian dan pengujian data terhadap SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dengan cara
manual dan dalam bentuk data elektronik yang disampaikan dalam media elektronik dilakukan
oleh KPP setiap kali pada saat SPT Masa PPN 1111 diterima.
Pasal 8
(1) SPT Masa PPN 1111 tidak perlu dilampiri dengan Lampiran SPT Masa PPN 1111 dalam hal
tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT Masa PPN 1111 tersebut.
(3) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang disampaikan
oleh PKP, dianggap lengkap.
Pasal 9
Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak Januari 2011
dan sesudahnya, untuk:
1. SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dalam bentuk data elektronik, SPT
Masa PPN Pembetulan dilampiri dengan Lampiran SPT;
2. SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard
copy), SPT Masa PPN Pembetulan cukup dilampiri dengan Lampiran SPT yang
dibetulkan.
Pasal 10
(1) Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau aplikasi e-SPT
dapat diperoleh dengan cara:
(2) Penggandaan formulir SPT Masa PPN 1111 harus mempunyai formal dan ukuran yang sama
dengan formulir yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 11
(1) Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak sebelum Masa
Pajak Januari 2011, pembetulan dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPN yang
sama dengan formulir SPT Masa PPN yang dibetulkan.
(2) Pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2011
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan PKP sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pasal 12
Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan diberlakukan
untuk pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.