Anda di halaman 1dari 31

Calendar Store Subscribe

HOME > READ > NEWS >

Apakah konsep utopia


bagi desainer? Sekelumit
London Design Biennale
2016.

Pada 17- 25 September lalu berlangsung London Design Festival. Perayaan


tahunan ini meliputi seluruh Kota London dan menyertakan rumah
desain, biro arsitek, konsultan, museum, galeri dan sekolah/ universitas
yang bergerak dan berkarya dalam kancah desain.  Festival ini mengalami
penambahan program berupa London Design Biennale untuk tahun 2016.
London Design Biennale yang diselenggarakan 7-27 September
mengundang 37 negara dari 6 benua dengan sponsor utama Jaguar dan
diselenggarakan di Somerset House. Para kontingen mencoba menjawab
permasalahan kelangsungan hidup/sustainabilitas, migrasi, polusi,
energi, perkotaan/kawasan urban dan keadilan sosial. Perbedaan
keinginan dan pandangan mengenai jawaban yang bersifat utopis adalah
daya tarik utama pameran ini. Setiap Negara melibatkan arsitek,
perencana kota, desainer interior, desainer gra s, desainer produk, dan
seniman yang bekerja sama untuk mengetengahkan gagasan utopia
mereka dalam satu kesatuan karya. Mereka mengeksplorasi dan meninjau
batas–batas yang dapat dijangkau desain dan imajinasi. Sebagian besar
kontingen mengajak pengunjung untuk berinteraksi dalam berbagai cara
dalam instalasi yang mereka bangun.
Tema “Utopia” diusung untuk memperingati 500 tahun novel klasik
Thomas More dengan judul tersebut. Dalam Design Biennale ini,
pengunjung dapat meninjau penafsiran “kesempurnaan” seperti Kota
Utopia yang sempurna menurut More.  Meskipun Utopia adalah sebuah
etnogra imajiner dari More, selama 5 abad konsep ini masih dapat
menjadi inspirasi. Menurut Dr. Christopher Turner, sebagai ketua
penyelenggara London Design Biennale,  konsep utopis selalu muncul
dalam setiap era arsitektur, desain dan bentukan lingkungan manusia.
Mulai dari kota-kota ideal Era Renaisans, “City of Tomorrow” dari Le
Corbusier, Bauhaus, “Brasilia” oleh Oscar Niemeyer, Pemikiran Total
Design dari Arup, hingga Zaha Hadid. Desain dipandang sebagai alat
penting untuk yang mampu untuk mengubah realitas politik dan kualitas
hidup. Sementara arsitektur diinterpretasi sebagai kekuatan yang mampu
menciptakan harmoni, dengan kemampuan membentuk tak hanya ruang,
juga sikap dan kepercayaan.

London Design Biennale mengundang agar masing-masing negara


menginterogasi sejarah dari ide utopis sesuai dengan isu-isu
fundamental yang dihadapi kemanusiaan dan memberikan solusi
menggunakan desain dan teknologi.
Alternatif masa depan, provokasi untuk perbedaan nyata, katalis sejarah
kelam dikomunikasikan kepada masyarakat melalui instalasi yang tercipta.
Cara pandang mengenai ide utopis amat beragam dari masing-masing
negara peserta. Tidak semua mengetengahkan solusi dari permasalahan
yang mereka hadapi, beberapa meninjau kegagalan ide utopis modern.

Permasalahan kelangsungan komunitas diketengahkan oleh Swiss dengan


sikap netral negara tesebut yang sudah menjelma menjadi identitas
kultural. Persatuan Emirat Arab mengetengahkan desain Al Falaj sebagai
sistem irigasi yang terintegrasi dengan tata kota sehingga menciptakan
oase. Jepang mengajak pengunjung untuk melihat benda sehari-hari dari
perspektif yang berbeda  dan melihat hubungan antar benda dengan
konsep mitate (melihat suatu benda seakan-akan benda tersebut adalah hal
lain).  Jerman memilih penjelasan utopia sebagai “tempat lain” (elsewhere)
karena tidak dapat dide nisikan dan ‘kesempurnaan’ selalu berubah–
kutipan dari John Malkovich digunakan sebagai penjelasan ide ini.
Kontingen Austria yang diwakili oleh mischer’traxler Studio melihat utopia
sebagai sistem yang saling terhubung dan harus tetap seimbang. Instalasi
mereka berupa mobile dengan lampu LED yang terbungkus kertas yang
amat peka terhadap sentuhan, bahkan nafas pengunjung. Para pengunjung
dapat mematikan lampu dengan sentuhan, sehingga ketika lampu-lampu
tersebut tidak seimbang, beberapa dapat mati bersama. Israel
menitikberatkan pada desain untuk manusia, dengan speaker/pengeras
suara untuk kaum tuna rungu dan sistem distribusi P3K bagi daerah
bencana. “Louder” adalah pengeras suara yang menerjemahkan suara
menjadi tekstur visual dan getaran. “Air-drop” adalah parasut berbentuk
biji Pohon Sycamore yang dapat membawa paket seberat 3 kg, sehingga
aman untuk daerah bencana.
Maket di booth Persatuan Emirat Arab, sistem irigrasi terintegrasi
Instalasi negara Jepang, mengajak pengunjung memaknai benda keseharian
Booth Jerman yang tidak dapat mende nisikan Utopia
Instalasi Negara Austria, Utopia sebagai sistem yang saling terhubung. Mobile ini sangat sensitif terhadap sentuhan.
Israel menampilkan “Louder” yaitu pengeras suara yang dapat menerjemahkan suara menjadi tekstur visual dan
getaran.
Israel – sistem distribusi P3K

Konsep kota atau komunitas yang “sempurna” dengan jejak karbon


seminim mungkin diusung oleh China dengan Shenzhen gedung-gedung
yang dirancang dengan ekosistem pendukung di dalamnya. Albania
memilih untuk memaparkan instalasi luar ruang berupa susunan kolom
dan bangku baja tahan karat (stainless steel) yang merangsang pengunjung
untuk melakukan re eksi dan solidaritas. Para pengunjung dengan
gembira mengambil swafoto berkat pantulan permukaan instalasi ini.
 Instalasi karya Helidon Xhixha ini juga membentuk suara yang beragam
ketika manusia bangun dari bangku-bangku tersebut. Sementara Tunisia
mengetengahkan ide melihat ke sejarah untuk meramal masa depan.
 Chacha Atallah dan Haytem Zakaria dipilih sebagai wakil dari Tunisia,
mereka membangun sebuah lorong waktu yang terbuat dari bentangan
benang.
Albania, dengan instalasi luar ruang yang mengajak pengunjung bere eksi

Permasalahan migrasi dan akar budaya diketengahkan oleh kontingen


Yunani dengan menggunakan marmer sebagai metafora untuk pola sosial
dan kultural yang bergerak sesuai perpindahan manusia. Menurut
on*entropy, utopia adalah perasaan tersesat, bermimpi dan berinovasi.
Sementara pengungsi Siria adalah masalah migrasi yang diangkat oleh
Perancis dengan lm mengenai mereka dan permen sebagai metafora.
Turki yang sedang mengalami krisis pengungsi membangun mesin
keinginan (wish machine) menggunakan teknologi kuno lorong angin
pengirim pesan. Pengunjung dapat menuliskan keinginan mereka,
memasukkan dalam silinder plastik kemudian memasukkan ke dalam
lorong udara untuk melihatnya meluncur berkeliling.
Yunani memilih instalasi dengan bahan marmer sebagai metafora pergerakan manusia
Turki dengan Wish Machine-nya

Selain Albania, Inggris memilih  instalasi luar ruang berupa penunjuk arah
angin raksasa sebagai sumber energi terbarukan. Australia mengubah
keburukan polusi plastik di laut menjadi sebuah meja yang terbuat dari
 komposisi fragmen plastik.  Swedia memilih mengetengahkan
kebersamaan yang diperkuatkan oleh kekuatan kolaborasi industri dan
kriya.
Inggris, penunjuk arah angin raksasa

Australia, meja terkomposisi dari sampah plastik


Swedia fokus pada kekuatan kolaborasi antar industri kreatif

Indonesia termasuk di antara Rusia, Chile dan Belanda yang menggunakan


artefak sejarah utopis masing-masing negara. Rusia, sebagai pemenang
favorit pengunjung London Design Biennale, menampilkan arsip hasil
teknologi selama perang dingin. Pengunjung dapat melihat foto-foto
peralatan dan persenjataan yang diproduksi oleh Rusia saat itu. Belanda
yang diwakilkan oleh Studio Makkink & Bey membangun diorama
monokrom yang menampilkan lingkungan utopis sebagai koleksi seorang
desainer/kurator. Chile menampilkan kilas balik awal 1970-an saat negara
tersebut merombak diri. Proyek Cybersyn direka kembali oleh FabLab yang
merupakan serial kreasi teknologi, industri, gra s dan desain komunikasi.
Instalasi yang mereka bangun berupa pusat kendali hasil pemikiran
Sta ord Beer yang menunjukkan kemajuan teknologi Chile saat itu.
Rusia dan arsip teknologi perang dingin
Belanda dengan instalasi diorama monokrom
Chile berkilas balik ke era 1970an ketika negara tersebut berbenah diri
Indonesia dan “Freedome” terinspirasi dari Bandung Charter yang dicetus saat Konferensi Asia Afrika
Salah satu instalasi Indonesia yang terdiri atas kumparan benang dari kulit kelapa berdasarkan mandala Borobudur

Indonesia mengetengahkan “Freedome.” Bekraf memilih tim yang terdiri


dari Adi Purnomo, Irwan Ahmett dan Bagus Pandega, dengan kurator:
Danny Wicaksono, Diana Nazir, Ha s Rancajale, dan Hermawan Tanzil.
Mengambil insiprasi dari Bandung Charter yang dicetus saat Konferensi
Asia Afrika (KAA) tahun 1955, ideologi utopis dari konferensi ini berupa 29
negara Asia dan Afrika yang menyetujui kerjasama dan perdamaian dunia.
Instalasi pertama berupa kumparan benang dari kulit kelapa yang berisi
lampu.  Kumparan-kumparan ini disusun menurut mandala Candi
Bodobudur. Pada puncak instalasi diletakkan mangkuk yang mengapung di
udara. Intensi dari instalasi ini adalah satelit terbuka sebagai lambang dari
prinsip-prinsip Bandung Charter: kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan,
dan perdamaian. Instalasi kedua adalah interpretasi arsip dari KAA, dengan
desain ulang dan imajinasi jika semangat KAA dijalankan hingga saat ini.

Perbedaan pemecahan masalah dari setiap negara dalam instalasi mereka


tergantung dari cara pandang dan latar belakang budaya masing-masing.
Imajinasi mereka dalam membangun solusi yang tampak dalam instalasi
ini memberikan harapan pada publik akan pemecahan masalah melalui
desain, arsitektur, sains dan teknologi.

FACEBOOK TWITTER EMAIL


PUBLISHED

Tue, 18 October 2016

AUTHOR

Berti Alia Bahaduri

TAGS

biennale, design biennale, instalation, international,


News, News & Event, utopia

ADVERTISEMENT

Featured
NEWS

ASPaC AWARDS 2018: Asia Student


Package Design Competition

NEWS

Reka Rupa Rasa: Ilustration Festival

PERSPECTIVE
Meruangkan Kosong

ADVERTISEMENT

QUOTED

Ketik, pilih font, dan presentasikan sebagai ‘desain’… nggak salah tuh!?

BAMBANG WIDODO

Subscribe

Receive our regular newsletter via email


READ IN DEPTH INSPIRATION DGI ARCHIVE
News Lecture Case Study Academic Writing
Perspective Critique Digest Artifact
Observation History Interview
Journal Review
Print
Local Partner

DIRECTORY CALENDAR ABOUT INFORMATION


Organization Award & Competition Pro le Advertising
School Exhibition Program Colaborate
Studio Lecture & Workshop DGI Press PressFAQ
People Market Reach Us
Award Talkshow

LEGAL ONLINE EXHIBITION


Privacy Policy About
Term of Use

Anda mungkin juga menyukai