Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Jhonson, kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional,
psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku
dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional. Kesehatan
jiwa juga dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera yang dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, asan, pencapaian, optimisme, dan harapan. Sedangkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan itu sendiri sebagai sehat fisik, mental
dan sosial bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Jadi Seseorang
dapat dianggap sehat jiwa jika mereka mampu bersikap positif terhadap diri sendiri,
memiliki kestabilan emosi, memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa bahagia
dan puas (Dalam Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Penyebab gangguan jiwa
yang banyak diderita terjadi karena frustasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan, organik dan ekonomi. Namun jika dilihat
dari persentase, penyebab tertinggi yaitu karena frustasi. Di Indonesia sendiri berdasarkan
(Rikesda tahun 2007) bahwa prevelansi gangguan jiwa berat sebesar 4,6 permil, artinya
ada empat sampai lima penduduk dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan
jiwa berat. Angka gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 10% dari populasi
penduduknya.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing
model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi Modalitas adalah terapi dalam
keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat
pada pasien dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi dan kelompok sebagai target asuhan. Terapi Aktivitas
Kelompok dilakukan untuk meningkatkan kematangan emosional dan psikologis pada
pasien yang mengidap gangguan jiwa pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi
dinamika dimana setiap anggota kelompok saling bertukar informasi dan berdiskusi
tentang pengalaman serta membuat kesepakatan untuk mengatasi masalah anggota
kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok memberikan hasil yang lebih besar terhadap
perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku
maladaptif. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompok memberikan modalitas terapeutik yang
lebih besar dari pada hubungan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien
(Direja, 2011).
Sedangkan terapi keluarga merupakan suatu psikoterapi modalitas dengan fokus
pada penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam pelaksanaannya terapis
membantu keluarga dalam mengidentifikasi dan memperbaiki keadaan yang maladaptif,
kontrol diri pada anggota yang kurang serta pola hubunganyang tidak konstruktif. Terapi
keluarga lebih menggunakan pendekatan terupeutik untuk melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan proses interpersonal (Prabowo, 2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasksut dengan pengertian TAK?
2. Apas saja tahapan perkembangan TAK?
3. Apa jenis TAK?
4. Bagaimana Peran Perawat dalam TAK?
5. Apa pengertian terapi Individual?
6. Apa tujuan terapi Individual?
7. Apa saja jenis-jenis dan karakteristik?
8. Apa saja macam – macam obat?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian TAK
2. Memahami ahapan perkembangan TAK
3. Memahami jenis TAK
4. Memahami Peran Perawat dalam TAK
5. Memahami terapi Individual
6. Memahami tujuan terapi individual
7. Memahami jenis-jenis dan karakteristik
8. Memahami macam – macam obat
BAB II
ISI
A. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
1. Pengertian TAK
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Penggunaan kelompok
dalam praktik kesehatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan atau terapi pemulihan kesehatan seseorang. Keuntungan yang dapat
diperoleh klien melalui terapi aktivitas kelompok meliputi dukungan, meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga
menggunakan uji realitas pada klien dengan gangguan orientasi rcalitas (Keliat 8C
Akemat, 2010).
Menurut Yosep (2007) jumlah minimum anggota terapi aktivitas kelompok
adalah 4 orang dan maksimum 10 orang. Kriteria anggota yang memcnuhi syarat
untuk mengikuti TAK adalah: sudah punya diagnosis yang jelas, tidak terlalu gelisah,
tidak agresif, waham tidak terlalu berat. Stuart (2016) menyebutkan delapan
komponen yang harus dipenuhi dalam pembentukzm kelompok terapi, antara lain:
a. Struktur
Komponen ini adalah hal yang mendasari kelompok, termasuk batasan kelompok,
komunikasi, dan proses pengambilan keputusan, serta hubungan otoritas;
menawarkan stabilitas dan membantu mengatur serta pola interaksi.
b. Ukuran
Ukuran yang disarnakan untuk sebuah kelompok yang berorientasi interpersonal
adalah 7-10 anggota. Komposisi jumlah anggota yang tepat akan memberikan
kesempatan pada anggota untuk menerima validasi kesepakatan bersama dan
mendengar sudut pandang yang berbeda.
c. Lamanya sesi
Lama sesi yang ideal adalah 20-40 menit untuk kelompok fungsi rendah dan 60-
120 menit untuk kelompok dengan fungsi yang tinggi.
d. Komunikasi
Tugas utama pemimpin kelompok adalah mengobservasi dan menganalisis pola
komunikasi dalam kelompok. Elemen komunikasi yang dapat diamati secara
verbal dan nonverbal meliputi:
1) Pengaturan tata ruang dan tempat duduk,
2) Tema umum yang diungkapkan dalam kelompok,
3) Seberapa sering dan kepada siapa anggota kelompok saling berkomunikasi,
4) Bagaimana anggota saling mendengarkan dalam kelompok,
5) Apa proses pemecahan masalah yang terjadi dalam kelompok, serta
6) Gerakan wajah dan tangan yang dapat menunjukkan konten emosional.
e. Peran
Ditentukan oleh perilaku dan tanggung jawab yang ditanggung anggota
kelompok. Menurut Benne dan Shears (dalam Stuart, 2016), seseorang dapat
memerankan tiga jenis peran dalam kelompok: peran pemeliharaan, peran tugas,
dan peran individu. Peran pemeliharaan melibatkan proscs dan fungsi kelompok.
Jenis peran ini dipecah lagi menjadi penyemangat, penyelaras, penyeimbang,
penjaga gawang, pcngikut, pcmbuat aturan, dan pernecah masalah dengan fungsi
masing-masing. Scmentara itu, peran tugas lcbih bcrhubungan dcngan
penyelesaian tugas kelompokk. Peran tugus dibagi mcnjadi pemimpin, penanya,
fasilitator, pembuat kesimpulan, pcnilai, dan penggagas. Berbeda dengan dua
pemn sebelumnya, peran individu tidak terkait dengun tugas atau pemeliharaan
kelompok; mereka dapat berfokus pada diri sendiri dan mengganggu kelompok.
Peran individu ini terbagi menjadi bcberapa, antara lain korban, menguasai,
perayu, bisau, berkeluh kesah, bolos atau terlambat, dan bermoral.
f. Kekuatan
Kemampuan anggota untuk msmpengaruhi kelompok secara keseluruhan dan
anggota lainnya secara individu. Kekuatan da_lam kelompok dapat diasumsikan
berdasarkan sejumlah faktor, termasuk jenis kelamin, usia, pengalaman
sebelumnya, lamanya waktu dalam kelompok, atau keinginan berbicara dalam
kelompok.
g. Norma
Norma adalah standar perilaku dalam kelompok yang mempengaruhi komunikas
perilaku, dikomunikasikan secara terbuka atau tersembunyi. Norma kelompok
dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan atau tugas kelompok, mengontrol
konHik interpersonal, menginterpretasi realitas sosial, serta mcmpererat
ketergantungan dalam kelompok.

h. Kohesi
Kohesi adalah kekuatan keinginan anggota kelompok untuk bekerja bersama
mencapai tujuan bersama. Faktorfaktor yang berkontribusi terhadap tingkat
kohesi antara lain kesepakatan anggota pada ‘tujuan kelompok, daya tarik
interpersonal antaranggota, sejauh mana kelompok memenuhi kebutuhan
individu, kesamaan antaranggota kelomPOk, serta kepuasan anggota dengan gaya
kepemim‘ pinan dalam kelompok.

2. Tahapan Perkembangan TAK


Menurut Stuart (2016), setiap kelompok berkembang sesuai dengan rangkaian tiga
tahapan antara pribadi, yaitu:
a. Keterlibatan: berada di dalam atau di luar kelompok,
b. Kontrol: menjadi anggota di level atas atau bawah, serta
c. Pengaruh: menjadi dekat atau jauh.
Selain tahapan pribadi, Perkembangan kelompok juga tidak bisa lepas dari fase-
fase perkernbangan kelompok itu sendiri. Stuart (2016) merumuskan empat fase
perkembangan kelompok sebagai berikut.

a. Fase Prakelompok
Hal pertama dan utama dalam pembentukan kelompok adalah menentukan tujuan
kelompok, baik tujuan primer maupun tujuan sekunder. Setelah menetapkan
tujuan, kelompok harus menunjuk pemimpin dan keahlian yang dimiliki.
Pemimpin akan bertanggung jawab mengurus izin administrasi an menemukan
ruang di mana kelompok dapat bertemu. Tanggung jawab lainnya yang harus
dilakukan pemimpin kelompok adalah memilih anggota. Pemimpin harus
memutuskan apakah keanggotaan kelompok akan tertutup atau terbuka sebelum
skrining anggota.
b. Fase Awal
Tahap awal mencakup pertemuan di mana anggota kelompok mulai menetap
bekerja. Fase ini ditandai dengan kecemasan yang diterima dalam kelompok,
pengaturan norma, dan melakukan berbagai peran.
c. Fase Kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim yang solid. Perasaan positif dan
negatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
kelompok lebih stabil dan realistis, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan
tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.

d. Fase Terminasi Ada dua jenis terminasi, yaitu penghentian kelompok secara
keseluruhan dan pemberhentian individu anggota kelompok.

3. Jenis TAK
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi Terapi aktivitas
kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi
dalam upaya memorivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku
maladaptif. Tujuan dari terapi aktivas kelompok jenis ini sebagai berikut.
1) Meningkatkan kemampuan orientasi realitas,
2) Meningkatkan kemamPuan memusatkan perhatian,
3) Meningkatkan kcmampuan intelektual,
4) Mengemukakan pendapat dan menerima Pendapat orang lain,
5) Mengcmukakan perasaanya.
Klien pada terapi aktivas kclompok stimulasi kognitif/ persepsi memiliki
beberapa karakteristik, antara lain merupakan penderita dengan gangguan
persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai, menarik diri dari realitas,
menginisiasi atau ide-ide negatif, serta memiliki kondisi fisik sehat, dapat
berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti kegiatan.

b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori


Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori penderita yang mengalami
kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi
penggunaan panca indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari
internal maupun eksternal. Tujuan terapi ini antara lain:
1) Meningkatkan kemampuan sensori,
2) Meningkatkan upaya memusatkan perhatian,
3) Meningkatkan kesegaran jasmani,
4) Mengekspresikan perasaan.

c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas


Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk
mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan
pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan
tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas
maupun secara didaktik. Tujuan terapi ini antara lain agar penderita mampu
mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi somatik) dan
stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar), penderita dapat
membedakan antara lamunan dan kenyataan, pembicaraan penderita sesuai
rcalita, penderita mampu mengenali diri sendiri, serta penderita mampu mengenal
orang lain, waktu dan tempat.

Karakterisrik klicn tcrapi jcnis ini antara lain:


1) Pcndcrita dcngan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham,
dan depresonalisasi) yang sudah dapat berintcraksi dengan orang lain,
2) Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tcmpat yang sudah dapat
berinteraksi dengan orang lain,
3) Penderita kooperatif,
4) Dapat berkomunikasi verbal dengan baik,
5) Kondisi Esik dalam keadaan sehat.

d. Tempi aktivitas kelompok sosialisasi


Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam
melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social. Sosialisasi
dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk:
1) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
2) Memberi tanggapan terhadap orang lain
3) Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
4) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum terapi ini adalah meningkatkan hubungan interpersonal
antaranggota kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi
tanggapan terhadap orang lain, mengckpresikan ide serta menerima stimulus
eksternal. Sementara, tujuan khususnya antara lain penderita mampu
menyebutkan identitasnya, menyebutkan identitas penderita lain, memberi
respons terhadap penderita lain, mcngikuti aturan main, scrta penderita mampu
mengemukakan pendapat dan perasaannya.
Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan
ruangan adalah salah satu karakteristik klien pada terapi ini. Selain itu,
karakteristik lainnya adalah penderita scring berada di tempat tidur, menarik diri,
kontak sosial kurang, Pcnderita dengan harga diri rendah, penderita gelisah,
curiga, mkut dan cemas. Klien juga tidak memiliki inisiatif memulai
pembicaraan, menjawab seperlunya dengan jawaban sesuai pertanyaan, sudah
dapat menerima trust, mau berinteraksi, dan sehat secara fisik.

4. Manfaat TAK
Menurut Yosep (2007) secara umum terapi aktivitas kelompok bermanfaat
untuk meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. Selain itu, terapi ini juga
dapat membentuk sosialisasi, mcningkatkan kesadaran tentang hubungan antara
reaksi cmosional diri sendiri dengan perilaku defensif (bertahan tcrhadap stres) dan
adaptasi, serta membangkitkan motivasi bagi kemajuan fimgsi-fungsi psikologis,
seperti kognitif dan afektif.
Selain manfaat secara umum, terapi aktivitas kelompok juga memiliki manfaat
khusus, antara lain meningkatkan identitas diri, menyalurkan emosi secara
konstruktif, meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-
hari, meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri,
kemampuan empati, serta mcningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya.

5. Peran Perawat Dalam Tak


Sebelum, selama, dan sampai akhir tcrapi aktivitas kelompok perawat jiwa
profesional memiliki peran penting yang harus dijalankan. Menurut Stuart (2016),
perawat bertindak sebagai pemimpin kelompok. Dalam melaksanakan peran tersebut,
perawat hams dapat mempelajari kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu
yang bersamaan. Secara khusus, kemampuan yang hams dimiliki pcrawat untuk
menjalankan peran ini adalah sikap responsif dan aktif berempati, memiliki ketulusan,
serta kemampuan konfrontasi. Selain itu, tanggung jawab dan kualitas pcmimpin
kelompok dalam terapi dapat dilihat dari keterampilan komunikasi asertif, organisasi,
dan rasa humor.
Selain pendapat di atas, ada juga yang membagi pcran perawat jiwa professional
dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok kc dalam cnam peran, antara lain:
1. Mcmpersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus membuat proposal
untuk dijadikan panduan dalam pclaksanaan terapi aktivitas kelompok. Komponen
yang disusun meliputi: deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan
landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan
serta uraian tugas terapis.
2. Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisis dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi
dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamika kelompok,
menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan,
serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3. Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota
kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat
mengikuti jalannya kegiatan.
4. Tugas sebagai observer
Tugas ini meliputi mencatat serta mengamati respons penderita, mengamati jalannya
proses terapi aktivitas, dan menangani peserta/anggota kelompok yang drop out.
5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya subkelompok,
kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok, serta adanya anggota
kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jcnis
kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.
6. Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi keadaan
yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi proses
pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.

B. PSIKOTERAPI
1. Terapi Individual

Terapi individual juga dikenal sebagai psikoterapi, terapi bicara, atau


konseling adalah proses kolaborasi antara terapis dan klien yang bertujuan untuk
memfasilitasi perubahan dan meningkatkan kualitas hidup. Tcrapi ini dapat membantu
orang menghadapi hambatan yang mengganggu keschatan emosional dan mental, dan
juga dapat meningkatkan perasaan positif seperti rasa welas asih, harga diri, cinta,
kcberanian, dan kedamaian. Banyak orang merasa bahwa mereka menjalani
pcngobatan terapeutik untuk menjadi lebih sadar diri, dan mereka menjalani
psikoterapi sebagai sarana pertumbuhan diri dan aktualisasi diri.
Psikoterapi dapat mengobati kondisi kesehatan mental yang spesifik dan
terdiagnosis seperti kecemasan, depresi, atauADHD, selajn kekhawatiran sehari-hari,
seperti masalah hubungan, manajemcn stres, ambisi karir, atau masalah lain yang
dapat mcmpengaruhi kesejahteraan mental seseorang. Bila masalah spesifik atau
kondisi kesehatan mental mulai menyebabkan beragam masalah dan mengganggu
aktivitas normal seseorang, mungkin sudah waktunya untuk mencari terapi.
Kesedihan bisa terwujud dalam bentuk kepercayaan, perasaan, perilaku, dan sensasi
bermasalah dalam tubuh. Seorang terapis dapat memfasilitasi perubahan gaya hidup,
berfungsi sebagai telinga, membantu mengidentifikasi penyebab gejala yang
mendasarinya, dan memberikan strategi atau teknik khusus untuk mengubah pikiran,
perilaku, atau emosi yang tidak diinginkan. Mclalui terapi, orang mengumpulkan alat
untuk mengelola gejala, mengurangi stres, dan menghadapi tantangan.
Sejumlah spesialis dapat memberikan psikoterapi kepada klien, dan kualmkasi
untuk menjadi psikoterapis umumnya ditentukan oleh dewan perizinan negara. Dalam
kebanyakan kasus, terapis memiliki setidaknya gelar master, meskipun siswa dalam
proses mendapatkan gclar master dapat mclakukan terapi di bawah arahan seorang
supervisor.
Sccara umum, tujuan psikoterapi adalah untuk berbicara mengenai masalah
kesehatan mental dan membantu klien menyembuhkan, menumbuhkan, dan bergerak
mcnuju kehidupan yang lebih produktif dan sehat secara psikologis. Tcrapi yang baik
adalah yang berpusat pada klien, dan miuan spcsika terapi 1km ditcntukan olch pasicn
bcrsama mis. Scsi psikorerapi individu biasanya berlangsung mm 45 dan 60 mcnit.
Frckucnsi dan durasi terapi akan mtgat tergantung pado. kebutuhan, tujuan
pcngobatan, dan kcmaiuan pasien. Banyak masalah scgcra disclesaikan dengan tempi
jangka pcndek, dan masalah kronis atau kompleks lainnya memerlukan komitmen
jangka panjang sebelam pcrbaikan direalisasikan.
Pada akhirnya, kcinginan dan tckad individu untuk acmbuh mcmainkan peran
panting dalam keberhasilan psikotcrapi. Menemukan terapis yang tepat juga
merupakan komponcn penting terapi yang cfektif. Penelitian telah mcnunjukkan
bahwa hasil psikoterapi memiliki lebih sedikit risiko untuk kambuh pada kondisi
umum, seperti depresi dan kecemasan. Selain itu, ditemukan bahwa efek positif terapi
bertahan lama setalah perawatan selesai. Faktanya, banyak klien melaporkan kondisi
membaik jauh setelah terapi berakhir. Secara umum, psikoterapi seringkali lebih
efektif daripada obat psikotropika atau perawatan medis, yang dapat menyebabkan
efek samping berbahaya. Selain itu, banyak modalitas terapeutik berbasis bukti
(berdasarkan studi penelitian dan pengamatan klinis) dan telah dianalisis untuk
efektivitas.
Ada berbagai jenis terapi dan pendekatan psikologis untuk memahami dan
membantu, dan terapis dapat menggunakan pendekatan pengobatan tunggal, atau
menggabungkan beberapa. Pendekatan perawatan ini discbut modalitas, dan contoh
modalitas psikoterapi tcrmasuk humanistik, perilaku kognitif, fokus emosional,
fcminis, dan psikoanalitik.
a. Terapi Perilaku

Terapi perilaku adalah istilah umum untuk jenis terapi untuk mengobati gangguan
kesehatan mental. Bentuk térapi ini berusaha untuk mengidentifikasi dan
membantu mengubah perilaku yang berpotensi merusak diri sendiri atau tidak
sehat. Terapi ini didasarkan pada gagasan bahwa semua perilaku dipelajari dan
bahwa perilaku tidak schat dapat diubah. Fokus pengobatan sering pada masalah
saat ini dan bagaimana cara mengubahnya.Ada sejumlah jenis terapi perilaku yang
berbeda:
1) Terapi perilaku kognitif
Sementara itu, terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral tkempy/CBT)
adalah bentuk perawatan perilakujangka pendek dan terfokus pada masalah
yang membantu orang melihat hubungan antara keyakinan, pikiran, dan
perasaan, dan pola perilaku serta tindakan selanjutnya. Melalui CBT, orang-
orang mengetahui bahwa persepsi mereka secara langsung mempengaruhi
tanggapan mereka terhadap situasi tcrtentu. Dengan kata lain, proses berpikir
seseorang menginformasikan perilaku dan tindakannya. Terapi perilaku
kognitif bukanlah teknik pcngobatan yang berbeda; sebaliknya, ini adalah
istilah umum yang mengacu pada sekelompok terapi yang memiliki kesamaan
dalam metodologi terapeutik. Kelompok ini mencakup terapi perilaku emotif
rasional, terapi kognitif, dan terapi perilaku dialektik, misalnya.
Terapi perilaku kognitif didasarkan pada keyakinan bahwa persepsi
seseorang tentang kejadian bukan kejadian itu sendiri yang menentukan
bagaimana perasaan dan tindakannya. Misalnya, jika seseorang dengan
kecemasan sangat percaya bahwa “semuanya akan berubah dengan buruk hari
ini” maka pikiran ncgatif ini dapat mempengaruhi dia untuk hanya berfokus
pada hal-hal negatif yang dirasakan yang mungkin terjadi saat menghalangi
atau sama sekali menghindari pemikiran atau tindakan yang mungkin
menyangkal sistem kepercayaan ncgatif itu. Setelah itu, ketika tidak ada yang
berjalan baik pada siang hari, orang tersebut mungkjn merasa lcbih cemas
daripada scbclumnya, sistem kcpcrcayaan ncgatif dapat diperkuat, dan orang
tcrsebut berisiko terjebak dalam lingkaran negatif dan kontinu yang negatif
dan kecemasan.
Gerak tubuh seseorang saat berbicara dengan terapis perilaku kognitif
percaya bahwa dengan menycsuaikan pikiran kita, kita dapat secara langsung
mcmpengaruhi emosi dan perilaku kita. Proses penycsuaian ini disebut
restrukturisasi kognitif. Aaron T. Beck, psikiater yang secara luas dianggap
sebagai bapak terapi kognitif, percaya bahwa pola berpikir seseorang dapat
terbentuk pada masa kanak-kanak dan bahwa kesalahan kognitif tertentu dapat
menyebabkan asumsi deprcsi atau disfungsional.
Kesalahan kognitif yang umum dan asumsi disfungsional yang terkait
meliputi:
a) Referensi diri: Setiap orang selalu memfokuskan perhatiannya pada saya,
terutama saat saya gagal.

b) Abstraksi selcktif: Hanya masalah saya yang panting. Saya diukur dari
kegagalan saya.
c) Overgenem/z'zz'ng: Jika ada sesuatu yang benar dalam satu setting, itu
benar‘ di setiap setting.

d) Tanggung jawab yang berlebihan: Saya bertanggung jawab atas setiap


kegagalan dan setiap ha! buruk yang terjadi.

e) Dic/yotomous thinking: Melihat dunia secara ekstrem, hitam atau putih,


tidak ada apaapanya.

Proses perilaku kognitif didasarkan pada model pendidikan di mana


orang-orang dalam terapi dibantu untuk melupakan reaksi negatif dan
mempelajari reaksi emosional dan perilaku baru yang positif terhadap situasi
yang mcnantang. Dcngan meruntuhkan masalah yang luar biasa menjadi
bagian-bagian kecil yang dapat dikendalikan, dan kemudian menetapkan dan
mencapai tujuan jangka pendek, terapis secara bertahap menyesuaikan cara
orang dalam perawatan berpikir, merasakan, dan bereaksi dalam situasi yang
menantang. Mengubah sikap dan perilaku dapat membantu orang belajar
mengatasi masalah spesin secara positif dan produktif.
Terapi perilaku melibatkan lebih dari sekadar duduk dan berbicara
tentang apa pun yang ada dalam pikiran. Pendekatan terstruktur ini
memastikan bahwa terapis dan individu dalam pcrawatan difokuskan pada
tujuan setiap sesi, memastikan bahwa waktu yang dihabiskan dalam terapi
produktif. Orang yang mendapat terapi mendapat manfaat dari hubungan
kolaboratif di mana dia dapat mengungkapkan masalah pribadi tanpa rasa
takut akan penilaian dan dibantu untuk memahami masalah yang ada tanpa
diberi tahu pilihan mana yang harus dia buat.
Teknik CBT menggabungkan banyak alat terapcutik yang berbeda
untuk membantu orang dalam terapi mengevaluasi pola dan kcadaan
emosional mercka. Terapis CBT dapat menggunakan teknik umum seperti
jurnal, relaksasi, dan Latihan sosial, fisik, dan pemikiran untuk membuat
sescorang menyadari pola emosional dan tingkah lakunya.
Untuk memperkuat terapi ini, pckerjaan rumah (seperti latihan praktis,
membaca, atau menulis tugas) diselesaikan oleh individu dalam perawatan, di
luar waktu terapi yang dijadwalkan. Pekerjaan rumah adalah aspek penting
dari banyak rencana pcrawatan CBT dan menantang individu yang tcrkcna
dampak untuk terus bckerja secara mandiri, bahkan setclah tcrapi bcrakhir.
Kebanyakan orang yang menerima tcrapi pcrilaku kognitif biasanya
melakukannya ratarata 16 scsi, yang masing-masing berlangsung sckitar satu
jam. Orang-orang dalam perawatan belajar ketcrampilan mcngatasi baru untuk
mcnangani masalah mereka dengan lebih baik, mcngembangkan lebih banyak
kepercayaan dan pcrilaku positif, dan bahkan mungkin dapat mengatasi
masalah kehidupan lama. CBT bukan jalan cepat untuk masalah kesehatan
perilaku dan mental. Terapis perlu menunjukkan keahlian yang cukup besar
dalam pendekatan ini, dan klien akan sangat diuntungkan saat mereka bekerja
sama sepenuhnya dengan program perawatan. Dengan demikian, orang
dengan kebutuhan kesehatan mental yang kompleks, seperti yang berasal dari
trauma berat, mungkin tidak dapat segera mendapatkan manfaat dari teknik
terapi perilaku kognitif. Dalam beberapa kasus, masalah emosional perlu
ditangani sebelum kerja kognitif dapat dimulai.
Orang yang mengalami perasaan tidak scnang yang tidak jelas, tanpa
gejala atau masalah yang jelas, mungkin juga memiliki keberhasilan terapi
kognitif yang terbatas. Selain itu, scmentara individu dengan masalah
kesehatan jangka panjang seperti sindrom iritasi usus besar atau sindrom
kclelahan kronis dapat menggunakan CBT untuk mengatasi kondisi mereka
dengan lebih baik, gejala Iisik dari kondisi ini tidak dapat disembuhkan
dengan CBT. Akhimya, CBT dapat mcmbantu seseorang dalam perawatan
mengcmbangkan pola dan perilaku berpikjr yang lebih positif, namun tanpa
pendekatan terapi yang lebih tradisional, dia mungkin belum tentu
mendapatkan wawasan lebih dalam tentang dasar psikologis dan emosional
dari tingkah lakunya.
2) Sistem desensitisasi

Sistem desensitisasi sangat bergantung pada pengkondisian klasik. Ini sering


digunakan untuk mengobati fobia. Klien diajari untuk mengganti respons
ketakutan terhadap fobia dengan respons relaksasi. Klien pertama kali
diajarkan teknik relaksasi dan pernapasan. Setelah menguasai, terapis akan
perlahan mengekspos ketakutan klien dalam dosis tinggi sementara mereka
berlatih teknik ini.

3) Terapi aversi

Terapi aversi sering digunakan untuk mengatasi masalah seperti


penyalahgunaan narkoba dan alkoholisme. Terapis bekerja dengan mengajari
orang untuk mengasosiasikan stimulus yang diinginkan namun tidak sehat,
dengan stimulus yang sangat tidak menyenangkan. Stimulus yang tidak
menyenangkan bisa jadi sesuatu yang menyebabkan ketidaknyamanan.
Misalnya, seorang terapis mungkin mengajari klien untuk mengasosiasikan
alkohol dengan ingatan yang tidak menyenangkan.

C. TERAPI BIOLOGIS
9. Pengertian
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model
konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan
pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.
Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala
dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan
biokimiawi tertentu. Terapi ini memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuan
obat-obatan yang berfungsi sebagai anti depresi.

10. Tujuan
Terapi biologi atau somatic diberikan dengan tujuan mengubah perilaku mal
adaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalma bentuk
perlakuan fisik.

11. Jenis-Jenis dan Karakteristik


a. Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau muncul
untuk membatasi mobilitas fisik pasien, dilakukan pada kondisi khusus,
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat
diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan
(Widyodiningrat. R, 2009).
Jenis-jenis restrain :
 Camisole (jaket pengekang)
 Manset/ tali untuk pergelangan tangan dan kaki
 Kursi geriatric
 Sprei/ selimut basah
Tujuan dan Prinsip-prinsip Restraint
 Melindungi pasien dari cedera fisik
 Memberikan lingkungan yang aman
 Strategi untuk menurunkan agresifitas

Indikasi
 Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya
 Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi obat obatan
 Klien yang mengalami gangguan kesadaran
 Klien yang membutuhkan bantunan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
 Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien
untuk istirahat, makan dan minum.

b. Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi yang mengurung klien dalam ruangan khusus.
Klien tidak dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas. Bentuk siklus
dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan
dalam ruangan yang terkunci dengan Kasur tanpa sprei, tergantung dari
tingkat kegawatan klien.

Indikasi, yaitu dengan perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri,


orang lain dan lingkungann.

Kontraindikasi
 Resiko tinggi bunuh diri
 Klien dengan gangguan social
 Kebutuhan untuk observasi masalah medis
 Hukuman

c. ECT (Electro Convulsif Therapy)


ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini
adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang
grandmall.

Indikasi
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang
dirokemendasikan. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada
psikosa manik depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan
gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan
saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun jika tidak ada
perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar
manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak
berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai
perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih
lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi
2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6
terapi.

Kontraindikasi
 Peningkatan tekanan intra kranial
 Keguguran pada kehamilan.
 Gangguan system muskuloskaletal, osteoartisis berat, osteoporosis,
fraktur Karena kejang grandmall.
 Gangguan kardiovaskuler, infrak miokardium, agina, hipertensi, aritmia
dan aneu risma
 Gangguan system pernafasan, asma bronkial
 Keadaan lemah

12. Macam – macam obat


a. Obat – obatan anti psikotik
Pada dasarnya merupakan penyekat reseptor dopamin digunakan untuk
mengatasi gangguan yang melibatkan proses pikir. Oleh karena efek
merugikan neurologis yang di timbulkannya, semua obat ini juga disebut
sebagai agen neuroleptik. Dahulu, obat – obatan ini juga dikenal sebagai
penenang mayor akan tetapi nama nama tersebut tidak lagi di gunkan karena
kerja utama obat ini bukan sedasi. Tetapi perubahan pada stimulasi dan respon
neuron. Contoh obat:
NO AGEN VARIAN KLASIFIKASI
1 ENOTIAZIN Klorpromazin  Antipsikotik
 Antiemetik
 Neuroleptik
 Fenotiazin
Tioridazin (Mellaril_  Antipsikotik
 Neuroleptik
 Fenotiazin
2 Butirofenon Haloperidol (Haldol)  Antipsikotik
 Neuroleptik
 Butirofenon
Pimozid (Orap)  Antipsikotik
 Neuroleptik
 Difenibutilpiperidin

b. Obat – obatan anti depresan


Merupakan gangguan efektif yang biasas terjadi pada banyak orang setiap
tahunnya. Pada keadaan depresi, rasa sedihnya menjadi lebih berat dan
berlangsung lebih lama daripada peristiwa yang memicu perasaan tersebut dan
suasan ahati pada orang yang depresi menjadi ekstrem. Pada keadaan depresi,
peristiwa atau stresor penyebab depresi bahkan mungkin tidak dapat ditelusuri
(contoh, tidak ada nya penyebab penyakit eksternal). Pasien yang mengalami
depresi kemungkinan memiliki sedikit energi, mengalami gangguan tidur,
mengalami nafsu makan, penurunan libido dan ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas harian. Kadang kala mereka juga menggambarkan perasaan sedih, putus
asa, tidak berdaya dan disorganisasi yang berlebih.
Depresi merupakan juga gangguan aktual yang mampu mempengaruhi
kehidupan keluarga seseorang, pekerjaan, dan interaksi sosialnya. Apabila
keadaan ini tidak dapat ditangani dapat menyebabkan masalah fisik yang multiple
seingaa menimbulkan depresi lebih lanjut atau pada kasus yang ekstrem bahkan
tindakan bunuh diri.
Tabel macam-macam obat antidepresan
No Agens klasifikasi Kategori
kehamilan
1 Imipramin (tofranil)  Antidepresan trisiklik C
2 Doksepin (sinequen)  Antidepresan trisiklik C
3 Maprotilin (ludiomil)  Antidepresan tetratrisiklik B

c. Obat – obatan anti ansietas


Anti ansietas adalah golongan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan
kesehatan mental, seperti serangan panik atau gangguan kecemasan.

Tabel macam-macam obat antiansietas


No Agens Klasifikasi Kategori
kehamilan
1 alprazolam  Antiansietas D
 Benzodiazepin
 Relaksan otot skelet
 Antikonvulsan
2 buspiron  agens antiansietas B
 azaspirodekanedion
3 klordiazepoksid  agens antiansietas D
 benzodiazepin
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut: Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Jenis jenis TAK yang dimaksud: Terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif, Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok
orientasi realitas dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
Terapi individual juga dikenal sebagai psikoterapi, terapi bicara, atau konseling
adalah proses kolaborasi antara terapis dan klien yang bertujuan untuk memfasilitasi
perubahan dan meningkatkan kualitas hidup. Kemudian terapi biologis atau terapi
somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai
penyakit.Terapi ini memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuan obat-obatan
yang berfungsi sebagai anti depresi.

B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam makalah ini sebagai berikut:
Sebagai seorang mahasiswa perawat dan perawat dapat memahami dengan benar
dalam terapi aktivitas & psikoterapi dan terapi biologis keperawatan dan dapat
menerapkan pada pasien jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo., 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuha Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Prabowo, Eko.(2014). Konsep Dan Apliikasi : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Videbeck.S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai