PENNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Jhonson, kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional,
psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku
dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional. Kesehatan
jiwa juga dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera yang dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, asan, pencapaian, optimisme, dan harapan. Sedangkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan itu sendiri sebagai sehat fisik, mental
dan sosial bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Jadi Seseorang
dapat dianggap sehat jiwa jika mereka mampu bersikap positif terhadap diri sendiri,
memiliki kestabilan emosi, memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa bahagia
dan puas (Dalam Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Penyebab gangguan jiwa
yang banyak diderita terjadi karena frustasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan, organik dan ekonomi. Namun jika dilihat
dari persentase, penyebab tertinggi yaitu karena frustasi. Di Indonesia sendiri berdasarkan
(Rikesda tahun 2007) bahwa prevelansi gangguan jiwa berat sebesar 4,6 permil, artinya
ada empat sampai lima penduduk dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan
jiwa berat. Angka gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 10% dari populasi
penduduknya.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing
model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi Modalitas adalah terapi dalam
keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat
pada pasien dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi dan kelompok sebagai target asuhan. Terapi Aktivitas
Kelompok dilakukan untuk meningkatkan kematangan emosional dan psikologis pada
pasien yang mengidap gangguan jiwa pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi
dinamika dimana setiap anggota kelompok saling bertukar informasi dan berdiskusi
tentang pengalaman serta membuat kesepakatan untuk mengatasi masalah anggota
kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok memberikan hasil yang lebih besar terhadap
perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku
maladaptif. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompok memberikan modalitas terapeutik yang
lebih besar dari pada hubungan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien
(Direja, 2011).
Sedangkan terapi keluarga merupakan suatu psikoterapi modalitas dengan fokus
pada penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam pelaksanaannya terapis
membantu keluarga dalam mengidentifikasi dan memperbaiki keadaan yang maladaptif,
kontrol diri pada anggota yang kurang serta pola hubunganyang tidak konstruktif. Terapi
keluarga lebih menggunakan pendekatan terupeutik untuk melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan proses interpersonal (Prabowo, 2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasksut dengan pengertian TAK?
2. Apas saja tahapan perkembangan TAK?
3. Apa jenis TAK?
4. Bagaimana Peran Perawat dalam TAK?
5. Apa pengertian terapi Individual?
6. Apa tujuan terapi Individual?
7. Apa saja jenis-jenis dan karakteristik?
8. Apa saja macam – macam obat?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian TAK
2. Memahami ahapan perkembangan TAK
3. Memahami jenis TAK
4. Memahami Peran Perawat dalam TAK
5. Memahami terapi Individual
6. Memahami tujuan terapi individual
7. Memahami jenis-jenis dan karakteristik
8. Memahami macam – macam obat
BAB II
ISI
A. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
1. Pengertian TAK
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Penggunaan kelompok
dalam praktik kesehatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan atau terapi pemulihan kesehatan seseorang. Keuntungan yang dapat
diperoleh klien melalui terapi aktivitas kelompok meliputi dukungan, meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga
menggunakan uji realitas pada klien dengan gangguan orientasi rcalitas (Keliat 8C
Akemat, 2010).
Menurut Yosep (2007) jumlah minimum anggota terapi aktivitas kelompok
adalah 4 orang dan maksimum 10 orang. Kriteria anggota yang memcnuhi syarat
untuk mengikuti TAK adalah: sudah punya diagnosis yang jelas, tidak terlalu gelisah,
tidak agresif, waham tidak terlalu berat. Stuart (2016) menyebutkan delapan
komponen yang harus dipenuhi dalam pembentukzm kelompok terapi, antara lain:
a. Struktur
Komponen ini adalah hal yang mendasari kelompok, termasuk batasan kelompok,
komunikasi, dan proses pengambilan keputusan, serta hubungan otoritas;
menawarkan stabilitas dan membantu mengatur serta pola interaksi.
b. Ukuran
Ukuran yang disarnakan untuk sebuah kelompok yang berorientasi interpersonal
adalah 7-10 anggota. Komposisi jumlah anggota yang tepat akan memberikan
kesempatan pada anggota untuk menerima validasi kesepakatan bersama dan
mendengar sudut pandang yang berbeda.
c. Lamanya sesi
Lama sesi yang ideal adalah 20-40 menit untuk kelompok fungsi rendah dan 60-
120 menit untuk kelompok dengan fungsi yang tinggi.
d. Komunikasi
Tugas utama pemimpin kelompok adalah mengobservasi dan menganalisis pola
komunikasi dalam kelompok. Elemen komunikasi yang dapat diamati secara
verbal dan nonverbal meliputi:
1) Pengaturan tata ruang dan tempat duduk,
2) Tema umum yang diungkapkan dalam kelompok,
3) Seberapa sering dan kepada siapa anggota kelompok saling berkomunikasi,
4) Bagaimana anggota saling mendengarkan dalam kelompok,
5) Apa proses pemecahan masalah yang terjadi dalam kelompok, serta
6) Gerakan wajah dan tangan yang dapat menunjukkan konten emosional.
e. Peran
Ditentukan oleh perilaku dan tanggung jawab yang ditanggung anggota
kelompok. Menurut Benne dan Shears (dalam Stuart, 2016), seseorang dapat
memerankan tiga jenis peran dalam kelompok: peran pemeliharaan, peran tugas,
dan peran individu. Peran pemeliharaan melibatkan proscs dan fungsi kelompok.
Jenis peran ini dipecah lagi menjadi penyemangat, penyelaras, penyeimbang,
penjaga gawang, pcngikut, pcmbuat aturan, dan pernecah masalah dengan fungsi
masing-masing. Scmentara itu, peran tugas lcbih bcrhubungan dcngan
penyelesaian tugas kelompokk. Peran tugus dibagi mcnjadi pemimpin, penanya,
fasilitator, pembuat kesimpulan, pcnilai, dan penggagas. Berbeda dengan dua
pemn sebelumnya, peran individu tidak terkait dengun tugas atau pemeliharaan
kelompok; mereka dapat berfokus pada diri sendiri dan mengganggu kelompok.
Peran individu ini terbagi menjadi bcberapa, antara lain korban, menguasai,
perayu, bisau, berkeluh kesah, bolos atau terlambat, dan bermoral.
f. Kekuatan
Kemampuan anggota untuk msmpengaruhi kelompok secara keseluruhan dan
anggota lainnya secara individu. Kekuatan da_lam kelompok dapat diasumsikan
berdasarkan sejumlah faktor, termasuk jenis kelamin, usia, pengalaman
sebelumnya, lamanya waktu dalam kelompok, atau keinginan berbicara dalam
kelompok.
g. Norma
Norma adalah standar perilaku dalam kelompok yang mempengaruhi komunikas
perilaku, dikomunikasikan secara terbuka atau tersembunyi. Norma kelompok
dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan atau tugas kelompok, mengontrol
konHik interpersonal, menginterpretasi realitas sosial, serta mcmpererat
ketergantungan dalam kelompok.
h. Kohesi
Kohesi adalah kekuatan keinginan anggota kelompok untuk bekerja bersama
mencapai tujuan bersama. Faktorfaktor yang berkontribusi terhadap tingkat
kohesi antara lain kesepakatan anggota pada ‘tujuan kelompok, daya tarik
interpersonal antaranggota, sejauh mana kelompok memenuhi kebutuhan
individu, kesamaan antaranggota kelomPOk, serta kepuasan anggota dengan gaya
kepemim‘ pinan dalam kelompok.
a. Fase Prakelompok
Hal pertama dan utama dalam pembentukan kelompok adalah menentukan tujuan
kelompok, baik tujuan primer maupun tujuan sekunder. Setelah menetapkan
tujuan, kelompok harus menunjuk pemimpin dan keahlian yang dimiliki.
Pemimpin akan bertanggung jawab mengurus izin administrasi an menemukan
ruang di mana kelompok dapat bertemu. Tanggung jawab lainnya yang harus
dilakukan pemimpin kelompok adalah memilih anggota. Pemimpin harus
memutuskan apakah keanggotaan kelompok akan tertutup atau terbuka sebelum
skrining anggota.
b. Fase Awal
Tahap awal mencakup pertemuan di mana anggota kelompok mulai menetap
bekerja. Fase ini ditandai dengan kecemasan yang diterima dalam kelompok,
pengaturan norma, dan melakukan berbagai peran.
c. Fase Kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim yang solid. Perasaan positif dan
negatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
kelompok lebih stabil dan realistis, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan
tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
d. Fase Terminasi Ada dua jenis terminasi, yaitu penghentian kelompok secara
keseluruhan dan pemberhentian individu anggota kelompok.
3. Jenis TAK
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi Terapi aktivitas
kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi
dalam upaya memorivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku
maladaptif. Tujuan dari terapi aktivas kelompok jenis ini sebagai berikut.
1) Meningkatkan kemampuan orientasi realitas,
2) Meningkatkan kemamPuan memusatkan perhatian,
3) Meningkatkan kcmampuan intelektual,
4) Mengemukakan pendapat dan menerima Pendapat orang lain,
5) Mengcmukakan perasaanya.
Klien pada terapi aktivas kclompok stimulasi kognitif/ persepsi memiliki
beberapa karakteristik, antara lain merupakan penderita dengan gangguan
persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai, menarik diri dari realitas,
menginisiasi atau ide-ide negatif, serta memiliki kondisi fisik sehat, dapat
berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti kegiatan.
4. Manfaat TAK
Menurut Yosep (2007) secara umum terapi aktivitas kelompok bermanfaat
untuk meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain. Selain itu, terapi ini juga
dapat membentuk sosialisasi, mcningkatkan kesadaran tentang hubungan antara
reaksi cmosional diri sendiri dengan perilaku defensif (bertahan tcrhadap stres) dan
adaptasi, serta membangkitkan motivasi bagi kemajuan fimgsi-fungsi psikologis,
seperti kognitif dan afektif.
Selain manfaat secara umum, terapi aktivitas kelompok juga memiliki manfaat
khusus, antara lain meningkatkan identitas diri, menyalurkan emosi secara
konstruktif, meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-
hari, meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri,
kemampuan empati, serta mcningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya.
B. PSIKOTERAPI
1. Terapi Individual
Terapi perilaku adalah istilah umum untuk jenis terapi untuk mengobati gangguan
kesehatan mental. Bentuk térapi ini berusaha untuk mengidentifikasi dan
membantu mengubah perilaku yang berpotensi merusak diri sendiri atau tidak
sehat. Terapi ini didasarkan pada gagasan bahwa semua perilaku dipelajari dan
bahwa perilaku tidak schat dapat diubah. Fokus pengobatan sering pada masalah
saat ini dan bagaimana cara mengubahnya.Ada sejumlah jenis terapi perilaku yang
berbeda:
1) Terapi perilaku kognitif
Sementara itu, terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral tkempy/CBT)
adalah bentuk perawatan perilakujangka pendek dan terfokus pada masalah
yang membantu orang melihat hubungan antara keyakinan, pikiran, dan
perasaan, dan pola perilaku serta tindakan selanjutnya. Melalui CBT, orang-
orang mengetahui bahwa persepsi mereka secara langsung mempengaruhi
tanggapan mereka terhadap situasi tcrtentu. Dengan kata lain, proses berpikir
seseorang menginformasikan perilaku dan tindakannya. Terapi perilaku
kognitif bukanlah teknik pcngobatan yang berbeda; sebaliknya, ini adalah
istilah umum yang mengacu pada sekelompok terapi yang memiliki kesamaan
dalam metodologi terapeutik. Kelompok ini mencakup terapi perilaku emotif
rasional, terapi kognitif, dan terapi perilaku dialektik, misalnya.
Terapi perilaku kognitif didasarkan pada keyakinan bahwa persepsi
seseorang tentang kejadian bukan kejadian itu sendiri yang menentukan
bagaimana perasaan dan tindakannya. Misalnya, jika seseorang dengan
kecemasan sangat percaya bahwa “semuanya akan berubah dengan buruk hari
ini” maka pikiran ncgatif ini dapat mempengaruhi dia untuk hanya berfokus
pada hal-hal negatif yang dirasakan yang mungkin terjadi saat menghalangi
atau sama sekali menghindari pemikiran atau tindakan yang mungkin
menyangkal sistem kepercayaan ncgatif itu. Setelah itu, ketika tidak ada yang
berjalan baik pada siang hari, orang tersebut mungkjn merasa lcbih cemas
daripada scbclumnya, sistem kcpcrcayaan ncgatif dapat diperkuat, dan orang
tcrsebut berisiko terjebak dalam lingkaran negatif dan kontinu yang negatif
dan kecemasan.
Gerak tubuh seseorang saat berbicara dengan terapis perilaku kognitif
percaya bahwa dengan menycsuaikan pikiran kita, kita dapat secara langsung
mcmpengaruhi emosi dan perilaku kita. Proses penycsuaian ini disebut
restrukturisasi kognitif. Aaron T. Beck, psikiater yang secara luas dianggap
sebagai bapak terapi kognitif, percaya bahwa pola berpikir seseorang dapat
terbentuk pada masa kanak-kanak dan bahwa kesalahan kognitif tertentu dapat
menyebabkan asumsi deprcsi atau disfungsional.
Kesalahan kognitif yang umum dan asumsi disfungsional yang terkait
meliputi:
a) Referensi diri: Setiap orang selalu memfokuskan perhatiannya pada saya,
terutama saat saya gagal.
b) Abstraksi selcktif: Hanya masalah saya yang panting. Saya diukur dari
kegagalan saya.
c) Overgenem/z'zz'ng: Jika ada sesuatu yang benar dalam satu setting, itu
benar‘ di setiap setting.
3) Terapi aversi
C. TERAPI BIOLOGIS
9. Pengertian
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model
konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan
pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.
Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala
dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan
biokimiawi tertentu. Terapi ini memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuan
obat-obatan yang berfungsi sebagai anti depresi.
10. Tujuan
Terapi biologi atau somatic diberikan dengan tujuan mengubah perilaku mal
adaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalma bentuk
perlakuan fisik.
Indikasi
Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya
Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi obat obatan
Klien yang mengalami gangguan kesadaran
Klien yang membutuhkan bantunan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien
untuk istirahat, makan dan minum.
b. Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi yang mengurung klien dalam ruangan khusus.
Klien tidak dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas. Bentuk siklus
dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan
dalam ruangan yang terkunci dengan Kasur tanpa sprei, tergantung dari
tingkat kegawatan klien.
Kontraindikasi
Resiko tinggi bunuh diri
Klien dengan gangguan social
Kebutuhan untuk observasi masalah medis
Hukuman
Indikasi
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang
dirokemendasikan. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada
psikosa manik depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan
gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan
saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun jika tidak ada
perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar
manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak
berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai
perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih
lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi
2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6
terapi.
Kontraindikasi
Peningkatan tekanan intra kranial
Keguguran pada kehamilan.
Gangguan system muskuloskaletal, osteoartisis berat, osteoporosis,
fraktur Karena kejang grandmall.
Gangguan kardiovaskuler, infrak miokardium, agina, hipertensi, aritmia
dan aneu risma
Gangguan system pernafasan, asma bronkial
Keadaan lemah
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam makalah ini sebagai berikut:
Sebagai seorang mahasiswa perawat dan perawat dapat memahami dengan benar
dalam terapi aktivitas & psikoterapi dan terapi biologis keperawatan dan dapat
menerapkan pada pasien jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Sutejo., 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuha Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Prabowo, Eko.(2014). Konsep Dan Apliikasi : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Videbeck.S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC