Anda di halaman 1dari 13

Yogyakarta, 21 Januari 2019.

Kepada Yang Terhotmat :

1. Ketua IDI Cabang se DIY


2. Ketua PDPS se DIY
3. Segenap dokter peserta Musyawarah Kerja IDI Wilayah DIY 2019,

Dengan hormat,

Bersama dengan ini, kami menyampaikan terimakasih atas peran serta aktif
segenap dokter, dalam Rapat Kerja (Rakerwil) IDI Wilayah DIY dan
Penggalangan Komitmen segenap dokter di seluruh DIY. Acara kebersamaan kita
telah terselenggara dengan baik di Hotel Atria dan Sungai Elo Magelang Jawa
Tengah, pada hari Sabtu dan Minggu, 19 dan 20 Januari 2019.

Ucapan terimakasih, notula rapat komisi, dan materi kebersamaan kita dapat
diunduh pada link berikut :

https://drive.google.com/drive/folders/1JC4CBCd9DIcb4wRVtzQbSyhtVVt6WFeq
?ogsrc=32

Sampai bertemu dalam acara berikutnya.

Pengurus IDI Wilayah DIY

Ketua,
Dr. Choirul Anwar, MKes
(NPA IDI : 1404.25707)

Sekretaris,
DR. Dr. Fx. Wikan Indrarto, SpA
(NPA IDI : 1401.32378)
DAFTAR PESERTA RAKERWIL IDI WILAYAH DIY
Hotel Atria Magelang
Sabtu dan Minggu, 19 dan 20 Januari 2019

1. Dr. Rino Rusdiono, MSc, Sp.Rad, IDI Cabang Sleman (RINO)


2. Dr. Dian Novita Hermawati, IDI Cabang Sleman (DIAN)
3. Dr. Betty Juliastuti Soeharsono, MSc., SpAn, IDI Cabang Sleman (BETTY)
4. DR. Dr. Ita Fauzia Hanoum, MCE, IDI Cabang Sleman (ITA)
5. Dr. Dwi Aryani, MSc, SpPK, IDI Cabang Sleman (ARIN)
6. Dr. Eko Darmawan, MSc, SpPD, IDI Cabang Gunung Kidul (EKO)
7. Dr. Damayanti Mustikarini, MPH, IDI Cabang Gunung Kidul(DAMA)
8. Dr. Dewi Irawaty, MKes, IDI Cabang Gunung Kidul (DEWI)
9. Dr. Kuncoro, MKes, IDI Cabang Gunung Kidul (KUNCORO)
10. Dr. Jolanda Barahama, IDI Cabang Gunung Kidul (JOLA)
11. Dr. Heni Suryadi, IDI Cabang Kulon Progo (HENI)
12. Dr. Nuryasin Kurniawan, SpB, IDI Cabang Kulon Progo (YASIN)
13. Dr. Chusnun Hendrarto, IDI Cabang Kulon Progo (CHUSNUN)
14. Dr. Sandrawati Said, MKes, IDI Cabang Kulon Progo (SANDRA)
15. Dr. Ika Handayani, IDI Cabang Kulon Progo (IKA)
16. DR. Dr. Any Ashari, SpOG (KFer), IDI Cabang Bantul (AZHARI)
17. Dr. Budi Nur Rokhmah, IDI Cabang Bantul (BUDI)
18. Dr. Atthobari, MPH, IDI Cabang Bantul (ATTHO)
19. Dr. Erni Rochmawati, IDI Cabang Bantul (ERNI)
20. Dr. Wahyu Pamungkasih, Msc, IDI Cabang Bantul (WAHYU)
21. Dr. Tri Wijaya, IDI Cabang Bantul (TW)
22. Dr. Junaidi, SpB, PDSP PABI (JUNAIDI)
23. Dr. Bagus Adi Pramono, SpJP, PDSP PERKI (BAGUS)
24. Dr. Munawar Gani, SpP, PDSP PDPI (GANI)
25. Dr. Devi Artami Susetiati, MSc, SpKK, PDSP PERDOSKI (DEVI)
26. Dr. Rosmelia, MKes, SpKK, PDSP PERDOSKI (LIA)
27. Dr. Abdul Latif, IDI Cabang Kota Yogyakarta (LATIF)
28. Dr. Dias Irawan Prasetyo, IDI Cabang Kota Yogyakarta (DIAS)
29. Dr. Eva Russein, IDI Cabang Kota Yogyakarta (EVA)
30. Dr. Tri Hendri Citra Kirana, IDI Cabang Kota Yogyakarta (CITRA)
31. Dr. Dina Kartika, IDI Cabang Kota Yogyakarta (DINA)
32. Dr. Merari Panti Astuti, SpRad, IDI Cabang Kota Yogyakarta (MERARI)
33. Letkol CKM Dr. Virni Sagita, MARS, IDI Cabang Kota Yogyakarta (SAGITA)
34. Dr. Purwoadi Sujatno, MPH, SpPD, IDI Cabang Kota Yogyakarta (ADI)
35. Dr. Yos Benito Arman, IDI Cabang Kota Yogyakarta (YOS)
36. Dr. Tri Kusumo Bawono, SE, IDI Cabang Kota Yogyakarta (TKB)
37. Dr. Choirul Anwar, MKes, IDI Wilayah DIY (CHOI)
38. Dr. Lucia Sri Rejeki, MPH, IDI Wilayah DIY (LUSI)
39. Dr. Veronika Evita Setyaningrum, MPH, IDI Wilayah DIY(EVITA)
40. Dr. Desi Arijadi, IDI Wilayah DIY (DESI)
41. Dr. Rina Nuryati, MPH, IDI Wilayah DIY (RINA KP)
42. Dr. Riska Novriana, IDI Wilayah DIY (RINA KOTA)
43. Dr. Diah Prasetyorini, MSc, IDI Wilayah DIY (DIAH)
44. Dr. I.B. GD Surya Putra Pidada, SpF.M(K), IDI Wilayah DIY(SURYA)
45. Dr. Megantara Supriyadi, SpP, IDI Wilayah DIY (TOTOK)
46. Dr. Bambang Soeryono, MKes, Sp.AnKIC, IDI Wilayah DIY (BAMBANG)
47. Dr. Joko Murdiyanto, SpAn, MPH, IDI Wilayah DIY (JOKO)
48. DR. Dr. Fx. Wikan Indrarto, SpA, IDI Wilayah DIY (WIKAN)
49. Dr. Sitti Aisiyah Sahidu, SU, IDI Wilayah DIY (AIS)
50. Dr. Sunarto, MSc, IDI Wilayah DIY (SUNARTO)
51. Dr. Dewi Sriyanti Roslim, IDI Cabang Kota Yogyakarta (DEWI)
52. Dr. Siti Kusdinariyalun H, IDI Cabang Kota Yogyakarta (DINAR)
53. Dr. M. Nurhadi Rahman Sp.OG, PDSP POGI (ADI)
54. Dr. Agung Widianto, SpB-KBD, PDSP IKABI (AGUNG)
55. Dr. T. Herjuna Hadiyanta, MSc, IDI Cabang Gunung Kidul (ROMO)
56. mbak Ela Sekretariat (ELA)
57. bu Endang Sekretariat (ENDANG)

sekian
Notula Rapat Komisi A pada Rakerwil IDI Wilayah DIY 2019

KOMISI A (ORGANISASI) :

1. Dr. Choirul Anwar, M.Kes


2. DR. Dr. Fx. Wikan Indrarto, SpA
3. Dr. Rina Nuryati, MPH
4. Dr. Abdul Latif
5. Dr. Merari Panti Astuti, SpRad
6. Dr. Budi Nur Rokhmah
7. Dr. Heni Suryadi
8. Dr. Nuryasin Kurniawan, SpB
9. Dr. Sandrawati Said, M.Kes
10. Dr. Eko Darmawan, MSc, SpPD
11. Dr. Devi Artami Susetiati, M.Sc, Sp. KK
12. Dr. Rino Rusdiono, MSc, SpRad
13. Dr. Dwi Aryani, MSc, Sp.PK

Komisi A membahas tentang Organisasi IDI, khususnya pemilihan Ketua IDI


Wilayah DIY periode 2019-2022 dan mempersiapkan Musyawarah Wilayah
(Muswil) IDI Wilayah DIY sesuai ortala IDI dalam hal ini mencakup :

1. Penentuan jumlah utusan masing-masing IDI cabang sesuai jumlah dokter


anggota. IDI Cabang Kota 5 orang, Bantul 4 orang, Kulon Progo 3 orang, GK
3 orang dan Sleman 7 orang. Jumah utusan tersebut akan diklarifikasi dan
verifikasi ulang oleh sekretariat IDI Cabang masing-masing, berdasarkan
besarnya iuran anggota yang disetorkan ke kas Pengurus IDI Wilayah DIY
dengan batas akhir 31 Januari 2019.

2. Merumuskan persyaratan, tata tertib dan pembentukan tim seleksi pemilihan


Ketua IDI Wilayah.

3. Persyaratan calon Ketua IDI Wilayah DIY :


a. Memiliki KTA IDI yang masih berlaku.
b. Pernah menjadi pengurus IDI (cabang ataupun wilayah).
c. Tidak sedang bermasalah dalam aspek etika, disiplin, dan hukum.
d. Diusulkan secara tertulis oleh IDI Cabang dengan dilampiri pernyataan
kesediaan untuk dipilih dan visi misinya, dan setiap IDI Cabang hanya
berhak mengusulkan 1 orang calon. Usulan paling lambat 28 Februari
2019. Muswil IDI Wilayah DIY akan diselenggarakan hari Minggu bulan
Maret 2019.

4. Tata tertib pemilihan Ketua IDI Wilayah :


a. Penentuan presidium oleh pengurus IDI Wilayah DIY, yang terdiri dari
5 (lima) orang dari dan oleh utusan masing-masing IDI Cabang.
Susunan presidium yang akan memimpin sidang dipilih dan ditentukan
oleh anggota presidium.
b. Sidang pleno dipimpin oleh ketua presidium saat tercapai kuorum.
c. Pemaparan visi misi para calon Ketua IDI Wilayah.
d. Pemilihan Ketua IDI Wilayah dilakukan sejauh mungkin dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Apabila tidak dicapai kesepakatan,
dilanjutkan dengan pemungutan suara sampai diperoleh calon dengan
suara terbanyak.
e. Pengesahan hasil pemilihan oleh presidium.
f. Sambutan Ketua IDI Wilayah DIY yang baru terpilih.

5. Susunan pengurus lengkap IDI Wilayah DIY, meliputi pengurus harian,


BHP2A (termasuk tim mediator) dan P2KB, disusun oleh Ketua terpilih
selambat-lambatnya dalam 14 hari kerja.

6. Ketua MKEK Wilayah dipilih oleh utusan IDI Cabang pada sidang khusus.

7. Ketua MPPK Wilayah dipilih oleh PDSP, PDPP dan PDSM pada sidang khusus.

Komisi A juga membahas tentang evaluasi pengurus IDI Wilayah DIY periode
2016-2019 :

1. sudah berjalan baik dalam melibatkan IDI Cabang dan memiliki kantor
sekretariat sendiri, yang diharapkan dapat menular ke IDI Cabang yang
belum memiliki kantor sekretariat yang menetap.
2. Meskipun demikian, sebaiknya komunikasi dengan IDI Cabang ditingkatkan
dan program kerjanya dikoordinasikan, agar fungsi koordinasi dan tidak
merasa superior dibandingkan IDI Cabang menjadi lebih nyata, termasuk
dalam hal iuran.
3. Sebaiknya ada kegiatan atau program kerja pengurus IDI di tingkat propinsi,
kabupaten atau kota.
4. Keadilan perhatian oleh pengurus IDI Wilayah terhadap semua IDI Cabang
perlu ditingkatkan.
5. Kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh Tim P2KB IDI Wilayah
sebaiknya diadakan.
6. Tugas pembinaan dokter anggota oleh pengurus IDI Wilayah ke IDI Cabang
perlu diperbaiki, dan meneruskan program kerja.
7. Administrasi dan notulensi IDI Wilayah DIY sudah baik, termasuk untuk IDI
Cabang.
8. Kunjungan pengurus IDI Wilayah ke IDI Cabang perlu ditingkatkan, agar
permasalahan nyata di tngkat cabang dapat dicarikan solusinya.

sekian
Notula Rapat Komisi B pada Rakerwil IDI Wilayah DIY 2019

KOMISI B (P2KB)

1. Dr. Desi Arijadi


2. Dr. Riska Novriana
3. Dr. Dias Irawan Prasetyo
4. Dr. Yos Benito Arman
5. Dr. Erni Rochmawati
6. Dr. Chusnun Hendarto
7. Dr. Damayanti Mustikarini, MPH
8. Dr. Dina Kartika
9. Dr. Dian Novita Hermawati

Materi :

1. Pembahasan mengenai SKP pendamping dokter internsip, TKHD dan TKHI


sesuai dengan buku panduan verifikasi kegiatan P2KB 2017.
Pendampingan dokter internship masuk dalam ranah pengembangan ilmu
dengan bobot 1 SKP per minggu, di UGD 16 SKP, poliklinik 16 SKP dan
puskesmas 16 SKP.

2. Untuk dokter dalam TKHI/TKHD, pelatihan atau pembekalan sesuai


akreditasi IDI. Dalam hal ini pelayanan masuk ranah professional, dengan
ketentuan pelayanan kepada 25 pasien berbobot 1 SKP per bulan dan
lebih dari 25 pasien berbobot 2 SKP per bulan, karena 2 bulan dianggap
berbobot 4 SKP. Selain itu, PPIH berbobot 6 SKP, penyuluhan 1 SKP setiap
kegiatan, dan penapisan TKHD kurang dari 50 orang berbobot 1 SKP.

3. Bagi RS atau instansi yang mengadakan kegiatan harus melampirkan


lokasi tempat kegiatan disertai ketua atau penanggungjawab kegiatan.
Contoh kegiatan di masjid atau gereja dan tempat lainnya, termasuk P3K
yang diminta oleh masyarakat, semuanya dalam ranah pengabdian.
Selain itu, untuk keperluan dokumen telusur sertifikat, surat keterangan
dari panitia penyelenggara acara harus disertai dengan tandatangan
panitia penyelenggara, atau surat keterangan dari RT RW setempat, atau
daftar presensi peserta yang disertai dengan keterangan tema
penyuluhannya. Penyuluhan kesehatan oleh dokter harus diselenggarakan
di luar intansi kerjanya, karena aspek sosialnya yang lebih ditonjolkan.
(Halaman 20 sd 21)

4. Untuk kegiatan P3K yang dilakukan dalam instansinya sendiri, dimasukan


dalam ranah profesional, sedangkan apabila dilakukan di luar intansinya
dapat dimasukkan dalam ranah pengabdian masyarakat. Untuk keperluan
telusur, diperlukan bukti surat tugas atau daftar pasien yang dilayani,
dengan dilegalisasi oleh pimpinan kegiatan secara langsung.

5. Sebagai anggota IDI yang aktif berbobot 1 SKP per tahun dengan bukti
pembayaran iuran anggota, dan masuk dalam ranah pengabdian
masyarakat. Sedangkan menjadi pengurus IDI, bobot SKP sesuai tabel.
6. Permasalah SKP yang komposisinya belum sesuai ketentuan, diharapkan
untuk disesuaikan.

7. Pengurusan STR wajib dilakukan minimal 6 bulan sebelum masa berlaku


STR habis.

8. Ranah profesional perlu ditekankan bahwa tidak hanya berupa


pemeriksaan pasien tetapi juga kegiatan tinjauan kasus, sesuai juknis hal
18 dan 19.

9. Menjadi ketua instansi berbobot 10 SKP setahun dengan bukti SK dari


pimpinan.

10. Jika ranah profesional jumlahnya nol atau kurang, harus tetap dilengkapi
dengan pemeriksaan pasien, misalnya dalam rangka Penyuluhan
kesehatan.

11. Pengurus IDI Cabang sebaiknya mengadakan kegiatan bakti sosial,


disesuaikan dengan event kesehatan, untuk memperbanyak kesempatan
bagi dokter anggota melakukan kegiatan pengabdian masyarakat. Untuk
itu diperlukan minimal SK kegiatan.

12. Kegiatan dalam rangka HKN (12 November) sebaiknya diselenggarakan


oleh semua IDI cabang, sedangkan pada Hari Bakti Dokter (20 Mei)
sebaiknya diselenggarakan oleh pengurus IDI Wilayah, misalnya pada
acara car free day. Pembagian ini ditujukan untuk terbentuknya
koordinasi yang lebih baik.

sekian
Notula Rapat Komisi C pada Rakerwil IDI Wilayah DIY 2019

KOMISI C (JKN)

1. Dr. V. Evita Setianingrum, MPH


2. Dr. Megantara Supriyadi, Sp.P
3. Dr. Dewi Sriyanti Roslim
4. Dr. Siti Kusdinariyalun H
5. Dr. Attobari, MPH
6. Dr. Wahyu Pamungkasih, M.Sc
7. Dr. Ika Handayani
8. Dr. Dewi Irawaty, Mkes
9. Dr. Junaidi, SpB
10. Dr. Bagus Adi Pramono, SpJP
11. Dr. Munawar Gani Sp.P
12. Dr. Sudarmanta, Sp. Rad(K)

Temuan Kasus di FKTP :

1. Redistribusi Peserta di FKTP


2. ‘Contack rate’ bukan ‘visit rate’ yang tidak masuk akal,
3. Klaim atas pelayanan pasien non kapitasi di FKTP 24 jam untuk kasus
‘emergency’ dapat diajukan.
4. Klaim kasus pra rujukan justru tidak dapat diajukan.
5. Besaran kapitasi di Puskesmas dan Klinik swasta

Temuan Kasus di FKRTL :

1. Kasus SC (sectio caesarie) yang akan dilakukan audit di beberapa RS di


DIY, yaitu RSUP Sarjito, RSUD Wates, RSUD Wonosari, RS Panti Rapih, RS
PKU Gamping, RS Mitra Paramedika dan RS Graha Medika
2. Audit kasus penyakit Jantung terkait PCI, terutama indikasi PCI
(Percutaneous Coronary Intervention).
3. Audit layanan Fisioterapi
4. Fraud oleh pasien yang mengadu domba dokter di FKTP dan FKRTL
5. Mapping RS terkait kuota.
6. Dokter praktek di poliklinik sampai pagi hari
7. Sistem HAFIS dari BPJS tidak sesuai dengan kenyataan di RS

Permasalahan JKN di FKTL

1. Tarif INA CBGS yang hampir tidak ada kenaikan semenjak program JKN
berjalan selama 5 tahun.
2. Penundaan pencaiaran klaim JKN yang disebabkan oleh kondisi keuangan
BPJS Kesehatan, pada hal jumlah pendapatan RS dari pencairan klaim
sebenarnya masih lebih kecil dari jumlah pengeluaran RS, menyebabkan RS
kesulitan menjaga kesinambungan pelayanan yang berkualitas, sehingga
berpotensi mengancam keselamatan pasien.
3. Sisitem rujukan berjenjang yang berdasarkan kelas Faskes dan bukan
berdasarkan kompetensi menyebabkan penumpukan pasien di RS tipe C dan
D
4. Rumah sakit berkontribusi dalam perhitungan tarif INA CBGS
5. Rumah Sakit menghitung Unit Cost sebagia dasar penyusunan Tarif
6. Penerapan Hospital Facilities Information System (HFIS) dan
Implementasi rujukan berjenjang secara online
7. Permenkes Klasifikasi RS
8. Kendali Biaya dan Kendali Mutu, sesuai dengan program JKN Perpres 82
Tahun 2018, dilaksanakan dengan :
A. Penilaian Teknologi Kesehatan, Pertimbangan Klinis, Perhitungan
Standar Tarif, Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaran Pelayanan
Jaminan Kesehatan, Pertimbangan Klinis, Panduan Praktik Klinis (PPK)
dan Clinical Pathway (CP).

B. Patient centered care, Patient safety, Paket INA CBGs (effisiensi


layanan), namun kurang memperhatikan aspek patient safety?
Contoh : pasang ring hanya boleh satu ring setiap kali tindakan?

C. Paket INA CBGs memaksa rumah sakit melakukan efisiensi biaya


layanan (kendali biaya) di semua aspek operasional layanan rumah
sakit, yang tentu saja hal ini merupakan hal yang positif, dan sekaligus
kendali mutu, namun kadang kurang memperhatikan aspek mutu
layanan, walau tidak di semua aspek layanan.

9. Permasalahan Perdirjampelkes No 4 (rujukan berjenjang) :


A. Pasien terkonsentrasi di RS kelas C dan D
B. RS Kelas B dan A, menunggu rujukan dari RS C dan D, ataupun
rujukan untuk kasus emergency atau kasus yang menjadi
kompetensinya (penurunan volume pasien)
C. Kuota RS C dan D cukup besar
D. Adanya wacana perubahan permenkes 56/ 2014 menjadi Permenkes
45/2018
E. Dokter subspesialis yang sudah ada di RS Kelas C tidak dapat
memberikan layanan kepasien
F. Kegalauan dokter subspesialis di RS Kelas C pindah ke RS Kelas B
yang jumlahnya lebihsedikit? daya tampung RS Kelas B untuk dokter
sub spesialis?

10. Untuk 2 diagnosa yang berkaitan maka kebutuhan layanan klinik


tambahan yang terkait seharusnya dapat melalui rujukan internal RS,
namun saat ini aplikasi tidak mengakomodir untuk rujukan internal.
Pasien yang menerima layanan dari klinik yang berbeda dengan dokter
yang berbeda, pd V-klaim yang muncul hanya dokter pada klinik
kunjungan pertama dengan diagnosa utama. Seharusnya nama seluruh
dokter di klinik yang memberikan pelayanan dapat muncul di aplikasi.
11. Rujukan dari FKTP ke FKRTL Tersier seharusnya tidak dibatasi pada 9
(sembilan) diagnosa, misalkan : pada kasus pasien lama diluar 9 diagnosa
yang harus melakukan kontrol rutin dan yang telah dilakukan tindakan
pada FKRTL tersier (pasca operasi) ha lini merugikan pasien oleh karena
FKRTL Sekunder tidak mengetahui riwayat penyakit dan terapi yang telah
diberikan oleh FKRTL Tersier
12. Rumah Sakit kelas B Pendidikan Kesulitan Mendapat pasien untuk
Mahasiswa Kedokteran
13. Pasien banyak yang komplain tidak dapat memilih RS sesuai kebutuhan
(baik kebutuhan indikasi medis dan jarak terdekat dari domisisli)
14. Pasien yang sudah lama di RS Tipe B (rekam medis di RS Tipe B) harus ke
RS tipe C/D artinya pasien harus melakukan pemeriksaan dari awal
kembali.
15. Aplikasi HFIS sering error dan update data HFIS sulit dan untuk approved
dari pihak BPJS perlu waktu lama.
16. IDI akan diminta masukan, dokter memeriksa 1 pasien butuh waktu
berapa menit, dan adakah usulan batas 1 dokter praktek sehari misal 8,
10, 12, atau 16 jam, tergantung jumlahpasien ?
17. IDI dan perhimpunan profesi di bawahnya akan dimintai masukan tentang
Kasus kasus yang dapat langsung dirujuk ke FKTRL tertier tanpa lewat
sekunder, misal stroke dengan perdarahan, kanker, hemofilia

sekian
Notula Rapat Komisi D pada Rakerwil IDI Wilayah DIY 2019

KOMISI D (LEGAL ETIK)

1. Dr. Joko Murdiyanto, Sp.An, MPH


2. Dr. I.B.GD Surya Putra Pidada, SpF,M)K)
3. Letkol CKM dr. Virni Sagita, MARS
4. Dr. Purwoadi Sujatno, MPH, SpPD
5. DR. Dr. Any Ashari, SpOG (K.Fer)
6. Dr. Kuncoro, M.Kes
7. Dr. Sunarto, MSc
8. Dr. M. Nurhadi Rahman Sp.OG
9. Dr. Agung Widianto, SpB-KBD.
10. Dr. T. Herjuna Hadiyanta, MSc
11. Dr. Rosmelia, M.Kes, Sp. KK
12. Dr Betty Jualiastuti Soeharsono, MSc, Sp.An

Terdiri dari BHP2A (aspek legal) dan MKEK ( aspek etik) yang mendapat tugas :
melaporkan, mengkaji dan mengevaluasi perkembangan pelaksanaan Etik,
Disiplin dan Hukum profesi kedokteran

Masalah yang ditemukan :

1. Tidak disiplin dan komunikasi tidak efektif, sehingga perlu pengaturan disiplin
2. Menjaga kehormatan profesi diwujudkan dengan dilarang melanggar disiplin
aturan Konsil Kedokteran Indonesia, mengusulkan ke RS agar ada MOU yang
jelas terkait besaran Jasa Pelayanan dokter
3. BHP2A konsultasi dan memberi masukan ke Reskrimsus Polda DIY, terkait
bahwa untuk dokter lex spesialis bukan ranah pidana. Dokter mempunyai
payung hukum sendiri.
4. Semakin cepat dilakukan proses mediasi semakin cepat masalah akan
diredam.
5. Dalam event kegiatan IDI wajib menyatakan lafal sumpah dokter
6. Contoh kasus dalam aspek Etika, pasien dari keluarga dokter ditarik biaya
oleh dokter lain apakah hal ini melanggar etika apa tidak?
7. Dokter diperlakukan sewenang-wenang oleh pemilik klinik tempatnya
bekerja, apakah hal ini juga termasuk dalam pelanggaran etik apa tidak?
8. Untuk itu, sebaiknya sejak awal MOU harus jelas dan mengusulkan Pedoman
MOU ke pemilik RS atau klinik dan tdk memberikan rekomendasi bagi yg
sewenang2

Masalah dalam ranah MKEK :


1. Kasus dr. B yg melapor ke RS P ke MKDKI
2. Kasus Klinik G yang diduga sewenang-wenang kepada dokter
3. Terkait kerjasama dengan BPJS, bagaimana sikap IDI?
4. Pada kasus ibu dengan riwayat SC, kemudian proses SC yang berikut
memiliki resiko terjadi plasenta cretia yang juga dapat berisiko terjadinya
kematian ibu, bagaiamana menyikapi hal ini dari etik dan legal?

Beberapa usulan :
1. Sosialisasi aspek etik, displin dan legal yang lebih intensif, sistematis dan
luas cakupannnya, sampai semua IDI cabang se DIY.
2. Sosialisasi aspek etik, disiplin dan legal bagi para calon dokter. Untuk saat
ini yang sudah terlaksana baru di FK UGM, ke depan diharapkan dapat
dilakukan pada semua FK di DIY.
3. Pada setiap pertemuan ilmiah profesi atau IDI, sebaiknya ditampilkan
‘keynote address’ tentang etika, disiplin dan hukum kedokteran
4. Kerjasama (MOU) dikuatkan dengan PERSI (terkait jasa pelayanan),
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
5. Mediator dari IDI masih minim, sehingga jumlahnya perlu ditingkatkan, dan
yang sudah ada perlu dibuatkan SK
6. Ada kegiatan sosialisasi dengan materi peran MKEK, agar menarik misalnya
ada kesaksian dari sejawat dokter yang pernah mengalami sendiri dipanggil
oleh kepolisian.
7. Dalam setiap kegiatan IDI, sebaiknya ada acara wajib melafalkan sumpah
dokter
8. Kasus-kasus yang berhadapan dengan etik, disiplin dan hukum harus
disampaikan dan dilaporkan dalam waktu singkat, sehingga pengurus BHP2A
dan MKEK dapat juga menangani dengan cepat. Untuk itu, diperlukan suatu
sistem informasi antara pengurus IDI cabang dan wilayah. Selain itu, system
informasi tersebut juga bermanfaat untuk mendeteksi dan memonitor
pelanggaran etik, disiplin dan hukum kedokteran.

Sekian
Notulen Rapat Komisi E pada Rakerwil IDI Wilayah DIY

KOMISI E (SEKRETARIAT)

1. Dr. Lucia Sri Rejeki, MPH


2. Dr. Dyah Prasetyorini, MSc
3. Dr. Bambang Soeryono, M.Kes, Sp An KIC
4. Dr. Tri Hendri Citra Kirana
5. Dr. Tri Kusumo Bawono, SE
6. Dr. Tri Wijaya
7. Dr. Jolanda Barahama
8. Dr. Aisyah Sahidu, SU
9. Dr. Eva Russiene
10. Dr Ita Fauzia Hanoum MCE

Pembahasan :

1. Pengalihan kepemilikan Gedung Sekretariat IDI Wilayah DIY saat ini


sedang dalam pengurusan di notaris, untuk menjadi atas nama Yayasan
IDI DIY. Dengan perubahan kepemilikan maka menjadi hak guna, bukan
hak milik. Proses pengurusan kurang lebih 3-6 bulan.
2. Usulan pemanfaatan gedung :
 Kantor sekretariat IDI Cabang atau PDSP dengan memberikan
kontribusi ke kas pengurus IDI Wilayah DIY
 Pusat IT, dengan melanjutkan program yang telah dirintis sebelumnya,
melalui GamaTechno (oleh dr Sudadi)
 Dimanfaatkan untuk Klinik IDI
 Tempat kegiatan baksos, sehingga dapat dimanfaatkan anggota untuk
menambah jumlah SKP
 Tempat workshop etika, sebagai syarat untuk mendapatkan STR
 Perpustakaan, dengan memanfaatkan buku dan dokumen lama, serta
e-IDI
3. Pemeliharaan Gedung
 Dengan menggunakan jasa pihak ke-3 untuk kebersihan gedung
secara rutin.
 Pemeliharaan jika ada kerusakan
4. Penambahan Sarana dan Prasarana Gedung
 Lemari untuk mendukung perpustakaan IDI
 AC untuk lantai 2
5. Lain-lain
 Areal parkir yang kurang memadai.
 Akan dicoba untuk bersurat ke DINSOS, guna peminjaman lahan parkir
 Menundang RT-RW setempat untuk permohonan ijin jika ada kegiatan
yang mungkin mengganggu wilayah sekitar.

sekian

Anda mungkin juga menyukai