Anda di halaman 1dari 12

TRANSAKSI SEWA GUNA USAHA

A. Sewa Guna Usaha Dalam Perspektif Akuntansi


Sewa guna usaha dalam perspektif akuntansi di Indonesia diatur melalui
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 30 tentang Akuntansi
Sewa Guna Usaha. Menurut PSAK Nomor 30 (Revisi 2007), kriteria
pengelompokan suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai
capital lease bagi penyewa guna usaha atau finance lease bagi perusahaan sewa
guna usaha apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini:
1. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang
disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang
modal yang disewagunausaha serta bunganya, sebagai keuntungan
perusahaan sewa guna usaha (full payout lease).
3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Apabila salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa
guna usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating
lease).
1. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
a. Finance Lease
1) Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus
diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha.
Jumiah penanaman neto tersebut terdiri dari jumlah piutang sewa guna
usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh
perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha
dikurangi dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui
(unearned lease income), dan simpanan jaminan (security deposit).
2) Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga
opsi) dengan harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan
diperlakukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui
(unearned lease income).
3) Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan
secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu
tingkat pengembalian berkala (periodic rate of retum) atas penanaman
neto perusahaan sewa guna usaha.
4) Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada
penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha,
maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa
guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat
sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
5) Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa
Guna Usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode
berjalan.
b. Operating Lease
1) Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan
dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
2) Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan
yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai
pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat
berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha,
meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam
jumlah yang tidak sama setiap periode.
3) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam
jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4) Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara
nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan
atau kerugian tahun berjalan.

2. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewagunausaha (Lessee)


a. Capital Lease

2
1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva
tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa
(harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir
masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap
pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai
angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa
kewajiban penyewa guna usaha.
2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari
pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan
oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku
pada awal masa sewa guna usaha.
3) Aktiva yang disewagunausaha harus diamortisasi dalam jumlah yang
wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4) Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum berakhirnya masa
sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan
dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun
berjalan.
5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar
dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis
usaha penyewa guna usaha.
6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and
leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa
guna usaha. Selisih antara harga jual dan nila i buku aktiva yang dijual
harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback

3
merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa
apabila leaseback merupakan operating lease.

b. Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)


Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya
sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa
sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam
jumlah yang tidak sama setiap periode.
3. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh
Perusahaan Sewa Guna Usaha
a. Finance Lease
1) Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuiditasnya, kewajiban
dilaporkan berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa
mengelompokkan ke dalam unsur lancar dan tidak lancar (unclassified
balance sheet).
2) Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus
dilaporkan dalam neraca dengan rincian sebagai berikut:
Piutang Sewa Guna Usaha Rp xxxxx
Nilai Sisa Yang Terjamin - xxxxx
Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang Belum Diakui- (xxxxx)
Simpanan Jaminan - (xxxxx)
Penanaman Netto Sewa Guna Usaha Rp xxxxx
Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha yang Diragukan (xxxxx)
Jumlah Penanaman Neto Rp xxxxx
3) Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh
pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok
biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan
sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan.
4) Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa
guna usaha sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh

4
masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan
penyertaannya.
5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
 Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan
transaksi sewa guna usaha.
 Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua)
tahun berikutnya.
 Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban
perusahaan sewa guna usaha kepada penyewa guna usaha.
 Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
 Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
b. Operating Lease
1) Barang modal yang disewagunausahakan dilaporkan berdasarkan
harga perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya.
2) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari
aktiva tetap yang tidak disewagunausahakan.
3) Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga
seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari
kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus
dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan.
4) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara
terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan.
5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
 Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan
dengan transaksi sewa guna usaha.
 Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2
(dua) tahun berikutnya.
 Sifat dari simpanan jaminan (jika ada)

5
 Aktiva yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada
pihak ketiga.
 Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
4. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi sewa Guna Usaha oleh
Penyewagunausaha
a. Capital Lease
1) Aktiva yang disewagunausaha dilaporkan sebagai bagian aktiva
tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang
bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
2) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
 Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar
paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
 Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan
dalam tahun berjalan.
 Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa
guna usaha.
 Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta
amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
 Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian
sewa guna usaha (major covenants).
b. Operating Lease
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang
dibebankan sebagai biaya sewa.
2) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling
tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
3) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna
usaha.
4) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya

6
sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
5) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa
guna usaha (major covenants).

B. Sewa Guna Usaha Dalam Perspektif Pajak


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991
tanggal 22 Maret 1991 ditetapkan bahwa kegiatan sewa guna usaha dapat
dilakukan dengan cara:
1. Dengan hak opsi (finance lease)
2. Tanpa hak opsi (operating lease)
Berdasarkan Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1169/KMK.01/1991 bahwa masa sewa guna usaha dengan hak opsi sekurang-
kurangnya adalah sebagai berikut:
1. 2 tahun untuk barang modal golongan I
2. 3 tahun untuk barang modal golongan II
3. 7 tahun untuk barang modal golongan bangunan

1. Perlakuan Pajak PPh dan PPN Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi
Sewa guna usaha tanpa hak opsi merupakan sewa menyewa yang
terutang PPN, kecuali lessor merupakan pengusaha kecil yang belum atau
tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Kegiatan sewa guna usaha
dikelompokkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama tidak dapat memenuhi harga perolehan barang modal yang
disewakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.
b. Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
Perlakuan bagi lessor:
a. Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
merupakan objek PPh.

7
b. Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewakan
dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan disewakan.
Khusus terhadap barang modal berupa tanah tidak diperbolehkan untuk
disusutkan.
c. Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang
ragu-ragu.
d. Lessor apabila sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib
memungut PPN sebesar 10% dari jumlah tagihan.
Perlakuan bagi lessee:
a. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewa.
b. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
c. Atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee
wajib dipotong PPh Pasal 23.
d. Perusahaan sewa guna usaha yang semata-mata bergerak di bidang usaha
sewa guna usaha tanpa hak opsi maka penghitungan PPh Pasal 25
mengikuti ketentuan umum yang berlaku.
Contoh Kasus
PT. Mercu telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, menyewakan
mobil kepada PT. Buana dengan informasi tagihan sebagai berikut:
Sewa mobil Rp 1.000.000
PPN 100.000
Jumlah tagihan 1.100.000
PT. Buana memotong PPh 23 – 2% 20.000
Jumlah pembayaran 1.080.000
Jurnal PT. Mercu (lessor)
Kas 1.080.000
PPh Dibayar Dimuka 20.000
PPN Keluaran 100.000
Pendapatan Sewa 1.000.000

8
Jurnal PT. Buana (lessee)
Biaya sewa 1.000.000
PPN Masukan 100.000
Hutang PPh 23 20.000
Kas 1.080.000
Apabila lessee berstatus Non-PKP, maka PPN Masukan dijadikan sebagai
biaya dengan jurnal sebagai berikut:
Biaya sewa 1.100.000
Hutang PPh 23 20.000
Kas 1.080.000

2. Perlakuan Pajak PPh dan PPN Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
Didalam laporan keuangan lessee transaksi capital lease (sewa guna
usaha dengan hak opsi) menyebabkan kepemilikan aset dari leasing harus
dilaporkan di dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca). Diiringi dengan
penyajian nilai utang leasing di sisi kewajiban. Ketentuan ini membawa
konsekuensi penyajian Beban Penyusutan - Aset Leasing pada Laporan
Rugi/Laba dan Akumulasi Penyusutan - Aset Leasing didalam Neraca.
Namun, poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa pembebanan
Beban Penyusutan - Aset Leasing selama masa sewa hanya diperkenankan
untuk kepentingan komersial. Dalam rangka menghitung PPh Badan, Beban
Penyusutan - Aset Leasing selama masa sewa tidak diperkenankan dijadikan
sebagai pengurang penghasilan bruto, pembebanan diperkenankan ketika
masa sewa telah habis dan Aset Leasing telah menjadi milik lessee dengan
dasar penyusutan adalah nilai residu. Hal ini sebagaimana telah diatur di
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-1169/KMK.01/1991 dan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ.47/1994 termasuk pula
dalam hal ini Beban Bunga yang muncul sehubungan dengan transaksi capital
lease. Selain itu, terkait adanya transaksi capital lease ini maka lessee tidak
boleh bertindak sebagai pihak pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga
nilai sewa yang dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih tanpa

9
dipotong PPh Pasal 23. Berikut disajikan ilustrasi capital lease sebagai
penjelasan.
Bagi lessor, di dalam laporan keuangan transaksi capital lease terlihat
dengan adanya akun Pendapatan Sewa dan Pendapatan Bunga. Sama halnya
seperti pada sudut pandang lessee, pada Capital Lease, lessor juga masih
wajib mencantumkan leased asset sesuai dengan nilai yang telah disusutkan
secara proporsional menurut besaran depresiasi. Hal ini dikarenakan lessor
wajib setiap tahun menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset
tersebut. Sehingga di dalam Laporan Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar
antara pendapatan yang diperoleh dengan beban penyusutan yang
ditimbulkan (matching concept). Disaat yang sama, lessor wajib menanggung
beban pemeliharaan leased asset sehingga beban tersebut wajib dibiayakan di
dalam Laporan Rugi/Laba yang meliputi: biaya penilai (appraisal fee), biaya
perantara (finders fee), dan biaya suku cadang. Apabila dilakukan analisis,
maka terdapat dua pembebanan biaya penyusutan aset pada Capital Lease
yakni oleh lessor dan lessee. Dari sisi perpajakan hal ini menyebabkan
terkoreksinya (negatif) potensi PPh akhir tahun (PPh Pasal 25/29) yang harus
ditanggung keduanya. Sehingga ketentuan perpajakan hanya
memperkenankan pembebanan biaya penyusutan oleh lessor dan adapun
lessee hanya diperkenankan melakukan hal tersebut jika hak opsi
dimanfaatkan dan aset beralih kepemilikan dengan dasar penyusutan sebesar
nilai sisanya.
Contoh Kasus:
Entitas melakukan leasing 1 Januari 2010. Masa Manfaat aset 5 tahun, aset
didepresiasi 5 tahun dengan metode garis lurus. Sewa merupakan bentuk
kontrak yang dapat dibatalkan dengan jangka waktu 5 tahun. Kontrak tahunan
yang dibayarkan 2.505 setiap akhir tahun. Bunga 8 % per tahun.
Penyelesaian:

10
Uraian Akuntansi Koreksi Fiskal
01/01/2010 Melakukan Leasing
Aset Leasing 10.000
Utang Leasing 10.000
31/12/2010 Bayar Angsuran I dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.705
Beban Bunga 800 1.705 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2011 Bayar Angsuran II dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.841
Beban Bunga 664 1.841 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2012 Bayar Angsuran III dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.988
Beban Bunga 517 1.988 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2013 Bayar Angsuran IV dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 2.147
Beban Bunga 358 2.147 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2014 Bayar Angsuran V dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 2.319
Beban Bunga 186 2.319 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000

11
Daftar Referensi

1. PSAK Nomor 30 (Revisi 2007) tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha;


2. Pasal 4 jo. Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1441b/KMK.04/1989 tanggal 29
Desember 1989;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27
November 1991;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.04/1994 tanggal 27 Juni
1994;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 tanggal 22
Maret 1994.

12

Anda mungkin juga menyukai