2
1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva
tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa
(harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir
masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap
pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai
angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa
kewajiban penyewa guna usaha.
2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari
pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan
oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku
pada awal masa sewa guna usaha.
3) Aktiva yang disewagunausaha harus diamortisasi dalam jumlah yang
wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4) Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum berakhirnya masa
sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan
dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun
berjalan.
5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar
dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis
usaha penyewa guna usaha.
6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and
leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa
guna usaha. Selisih antara harga jual dan nila i buku aktiva yang dijual
harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback
3
merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa
apabila leaseback merupakan operating lease.
4
masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan
penyertaannya.
5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan
transaksi sewa guna usaha.
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua)
tahun berikutnya.
Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban
perusahaan sewa guna usaha kepada penyewa guna usaha.
Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
b. Operating Lease
1) Barang modal yang disewagunausahakan dilaporkan berdasarkan
harga perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya.
2) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari
aktiva tetap yang tidak disewagunausahakan.
3) Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga
seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari
kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus
dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan.
4) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara
terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan.
5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan
dengan transaksi sewa guna usaha.
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2
(dua) tahun berikutnya.
Sifat dari simpanan jaminan (jika ada)
5
Aktiva yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada
pihak ketiga.
Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
4. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi sewa Guna Usaha oleh
Penyewagunausaha
a. Capital Lease
1) Aktiva yang disewagunausaha dilaporkan sebagai bagian aktiva
tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang
bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
2) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar
paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan
dalam tahun berjalan.
Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa
guna usaha.
Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta
amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian
sewa guna usaha (major covenants).
b. Operating Lease
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas
laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang
dibebankan sebagai biaya sewa.
2) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling
tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
3) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna
usaha.
4) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya
6
sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
5) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa
guna usaha (major covenants).
1. Perlakuan Pajak PPh dan PPN Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi
Sewa guna usaha tanpa hak opsi merupakan sewa menyewa yang
terutang PPN, kecuali lessor merupakan pengusaha kecil yang belum atau
tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Kegiatan sewa guna usaha
dikelompokkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama tidak dapat memenuhi harga perolehan barang modal yang
disewakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.
b. Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
Perlakuan bagi lessor:
a. Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
merupakan objek PPh.
7
b. Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewakan
dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan disewakan.
Khusus terhadap barang modal berupa tanah tidak diperbolehkan untuk
disusutkan.
c. Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang
ragu-ragu.
d. Lessor apabila sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib
memungut PPN sebesar 10% dari jumlah tagihan.
Perlakuan bagi lessee:
a. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewa.
b. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
c. Atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee
wajib dipotong PPh Pasal 23.
d. Perusahaan sewa guna usaha yang semata-mata bergerak di bidang usaha
sewa guna usaha tanpa hak opsi maka penghitungan PPh Pasal 25
mengikuti ketentuan umum yang berlaku.
Contoh Kasus
PT. Mercu telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, menyewakan
mobil kepada PT. Buana dengan informasi tagihan sebagai berikut:
Sewa mobil Rp 1.000.000
PPN 100.000
Jumlah tagihan 1.100.000
PT. Buana memotong PPh 23 – 2% 20.000
Jumlah pembayaran 1.080.000
Jurnal PT. Mercu (lessor)
Kas 1.080.000
PPh Dibayar Dimuka 20.000
PPN Keluaran 100.000
Pendapatan Sewa 1.000.000
8
Jurnal PT. Buana (lessee)
Biaya sewa 1.000.000
PPN Masukan 100.000
Hutang PPh 23 20.000
Kas 1.080.000
Apabila lessee berstatus Non-PKP, maka PPN Masukan dijadikan sebagai
biaya dengan jurnal sebagai berikut:
Biaya sewa 1.100.000
Hutang PPh 23 20.000
Kas 1.080.000
2. Perlakuan Pajak PPh dan PPN Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
Didalam laporan keuangan lessee transaksi capital lease (sewa guna
usaha dengan hak opsi) menyebabkan kepemilikan aset dari leasing harus
dilaporkan di dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca). Diiringi dengan
penyajian nilai utang leasing di sisi kewajiban. Ketentuan ini membawa
konsekuensi penyajian Beban Penyusutan - Aset Leasing pada Laporan
Rugi/Laba dan Akumulasi Penyusutan - Aset Leasing didalam Neraca.
Namun, poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa pembebanan
Beban Penyusutan - Aset Leasing selama masa sewa hanya diperkenankan
untuk kepentingan komersial. Dalam rangka menghitung PPh Badan, Beban
Penyusutan - Aset Leasing selama masa sewa tidak diperkenankan dijadikan
sebagai pengurang penghasilan bruto, pembebanan diperkenankan ketika
masa sewa telah habis dan Aset Leasing telah menjadi milik lessee dengan
dasar penyusutan adalah nilai residu. Hal ini sebagaimana telah diatur di
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-1169/KMK.01/1991 dan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ.47/1994 termasuk pula
dalam hal ini Beban Bunga yang muncul sehubungan dengan transaksi capital
lease. Selain itu, terkait adanya transaksi capital lease ini maka lessee tidak
boleh bertindak sebagai pihak pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga
nilai sewa yang dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih tanpa
9
dipotong PPh Pasal 23. Berikut disajikan ilustrasi capital lease sebagai
penjelasan.
Bagi lessor, di dalam laporan keuangan transaksi capital lease terlihat
dengan adanya akun Pendapatan Sewa dan Pendapatan Bunga. Sama halnya
seperti pada sudut pandang lessee, pada Capital Lease, lessor juga masih
wajib mencantumkan leased asset sesuai dengan nilai yang telah disusutkan
secara proporsional menurut besaran depresiasi. Hal ini dikarenakan lessor
wajib setiap tahun menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset
tersebut. Sehingga di dalam Laporan Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar
antara pendapatan yang diperoleh dengan beban penyusutan yang
ditimbulkan (matching concept). Disaat yang sama, lessor wajib menanggung
beban pemeliharaan leased asset sehingga beban tersebut wajib dibiayakan di
dalam Laporan Rugi/Laba yang meliputi: biaya penilai (appraisal fee), biaya
perantara (finders fee), dan biaya suku cadang. Apabila dilakukan analisis,
maka terdapat dua pembebanan biaya penyusutan aset pada Capital Lease
yakni oleh lessor dan lessee. Dari sisi perpajakan hal ini menyebabkan
terkoreksinya (negatif) potensi PPh akhir tahun (PPh Pasal 25/29) yang harus
ditanggung keduanya. Sehingga ketentuan perpajakan hanya
memperkenankan pembebanan biaya penyusutan oleh lessor dan adapun
lessee hanya diperkenankan melakukan hal tersebut jika hak opsi
dimanfaatkan dan aset beralih kepemilikan dengan dasar penyusutan sebesar
nilai sisanya.
Contoh Kasus:
Entitas melakukan leasing 1 Januari 2010. Masa Manfaat aset 5 tahun, aset
didepresiasi 5 tahun dengan metode garis lurus. Sewa merupakan bentuk
kontrak yang dapat dibatalkan dengan jangka waktu 5 tahun. Kontrak tahunan
yang dibayarkan 2.505 setiap akhir tahun. Bunga 8 % per tahun.
Penyelesaian:
10
Uraian Akuntansi Koreksi Fiskal
01/01/2010 Melakukan Leasing
Aset Leasing 10.000
Utang Leasing 10.000
31/12/2010 Bayar Angsuran I dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.705
Beban Bunga 800 1.705 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2011 Bayar Angsuran II dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.841
Beban Bunga 664 1.841 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2012 Bayar Angsuran III dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 1.988
Beban Bunga 517 1.988 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2013 Bayar Angsuran IV dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 2.147
Beban Bunga 358 2.147 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
31/12/2014 Bayar Angsuran V dan Mencatat Penyusutan
Utang Leasing 2.319
Beban Bunga 186 2.319 2.505
Kas 2.505
Beban Penyusutan 2.000 (2.000) -
Akumulasi Penyusutan 2.000
11
Daftar Referensi
12