1. Masyarakat;
2. Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman;
4. Pemerintah.
Entitas Akuntansi Dan Pelaporan
1. Pemerintah pusat;
2. Pemerintah daerah;
3. Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintahpusat;
4. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasilainnya, jika
menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib
menyajikan laporan keuangan.
Peranan Pelaporan Keuangan
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaankebijakan
yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara periodik.
2. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatuentitas
pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan
dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan
masyarakat.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakatberdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan
sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-
undangan.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaansumber daya
ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
1. Relevan;
2. Andal;
3. Dapat dibandingkan;
4. Dapat dipahami.
Prinsip Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
1. Basis akuntansi;
2. Prinsip nilai historis;
3. Prinsip realisasi;
4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
5. Prinsip periodisitas;
6. Prinsip konsistensi;
7. Prinsip pengungkapan lengkap; dan
8. Prinsip penyajian wajar.
B. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT
Definisi :
Komponen LKPP
Saat ini laporan keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan penerapan akuntansi basis
kas menuju akrual. Pada tahun 2015 penerapan basis akrual akan diberlakukan di Indonesia
sehingga laporan keuangan yang diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan adalah yang
berbasis akrual. Komponen laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih
2. Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi
pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Catatan Atas Laporan Keuangan
Laporan keuangan pemerintah daerah itu sendiri adalah gambaran mengenai kondisi
dan kinerja keuangan entitas tersebut. Salah satu pengguna laporan keuangan pemerintah
daerah adalah pemerintah pusat. Pemerintah pusat berkepentingan dengan laporan keuangan
pemerintah daerah karena pemerintah pusat telah menyerahkan sumber daya keuangan
kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Komponen LKPD :
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas akuntansi yang dijalankan oleh fungsi
akuntansi di SKPKD, yang mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD dalam
kapasitas sebagai pemda. Sistem akuntansi PPKD ini meliputi:
6. Akuntansi Selain Kas PPKD Prosedur akuntansi selain kas pada PKPD meliputi:
a. Koreksi kesalahan pencatatan
b. Pengakuan aset, utang, dan ekuitas
c. Jurnal terkait transaksi yang bersifat accrual dan prepayment
Dalam hal Sistem Akuntansi, Sistem Akuntansi Pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
(SAPD). SAPP adalah serangkaian prosedur manual ataupun terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan
operasi keuangan Pemerintah Pusat. SAPD pun mempunyai pengertian yang sama dengan
SAPP, namun apabila di SAPP mengurus operasi keuangan Pemerintah Pusat, maka SAPD
mengurus operasi Pemerintah Daerah. Lebih lanjut lagi, akan dibahas secara lebih jauh
mengenai perbedaan antara SAPP dan SAPD dilihat dari segi peraturan yang mengaturnya,
konstruksi sistem akuntansinya, dan entitas akuntansinya.
Dari segi peraturan yang mengaturnya, pada dasarnya peraturan yang mengatur
mengenai SAPP dan SAPD, mengacu pada PP 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi
Pemerintahan, karena dari standar itu lahirlah sistem. Untuk SAPP sendiri, secara detail
dijelaskan didalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu PMK 59 Tahun 2005 yang
kemudian direvisi menjadi PMK 171 Tahun 2007. Sedangkan mengenai SAPD, tertuang di
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), yaitu Permendagri 13 Tahun 2006.
Dalam peraturan yang mengatur mengenai SAPP dan SAPD ini sebenarnya terdapat suatu
pertanyaan “lucu” yang muncul. Mengapa peraturan mengenai SAPD dibuat oleh Mendagri,
bukannya Menkeu yang seharusnya mengatur masalah sistem akuntansi? Jawabannya adalah
semua itu karena Undang-Undang yang mengaturnya. Dalam UU 17 Tahun 2003 mengenai
pengelolaan Keuangan Negara, dikatakan bahwa pengelolaan Keuangan Negara juga
mengatur mengenai penerimaan dan pengeluaran daerah, dengan kata lain seharusnya SAPP
dan SAPD keduanya mengacu pada UU 17 Tahun 2003 tersebut, sehingga penjelasan detail
mengenai SAPP dan SAPD dituangkan dalam PMK. Namun, kenyataannya hanya SAPP lah
yang tertuang ke dalam PMK, dan justru SAPD tertuang dalam Permendagri. Hal ini
dikarenakan oleh munculnya UU 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah, sehingga
kuasa mengenai SAPD jatuh ke tangan Permendagri. Itulah mengapa SAPD yang merupakan
sistem akuntansi diatur dalam Permendagri.
Dari segi konstruksi sistem akuntansi, pada SAPP terdapat Sistem Akuntansi
Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sedangkan pada
SAPD terdapat Sistem Akuntansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (SA-PPKD) yang
dapat dianggap seperti SA-BUN dalam pemerintah pusat, dan Sistem Akuntansi Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SA-SKPD) yang setara dengan SAI dalam pemerintah pusat.
Dari segi entitas akuntansi, dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, Presiden
berperan sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara (PKN), lalu Bendahara
Umum Negara (BUN) dipegang oleh Menteri Keuangan, dan Menteri K/L lainnya bertindak
sebagai pengguna anggaran. Sedangkan dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah,
pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) adalah kepala daerah, lalu
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah
(BUD), dan pengguna anggarannya adalah Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD).
Diatas merupakan beberapa hal yang dapat diperbandingkan antara Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Bila ditelaah
lebih lanjut mengenai PMK 171 Tahun 2007 tentang SAPP dan Permendagri 13 Tahun 2006
tentang SAPD, mungkin saja masih dapat lagi ditemukan perbedaan-perbedaan antara SAPP
dan SAPD yang lainnya selain dari segi peraturan yang mengaturnya, konstruksi sistem
akuntansinya, ataupun dari segi entitas akuntansinya.
Daftar Pustaka
Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran adalah kemampuan Pemda untuk memenuhi kewajiban operasionalnya
(Ritonga, 2014). Indikator kemampuan ini ditentukan berdasar rasio sebagai berikut:
Rasio A = (Total Pendapatan – Pendapatan DAK) / (Total Belanja – Belanja Modal)
Rasio B = (Total Pendapatan – Pendapatan DAK) / Belanja Operasional
Rasio C = (Total Pendapatan – Pendapatan DAK) / Belanja Pegawai
Rasio D = Total Pendapatan / Total Belanja
Pengurangan pendapatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari total pendapatan disebabkan karena
pendapatan DAK bukan merupakan pendapatan yang bersifat rutin dan berada diluar kendali Pemda.
Pada Rasio A, Belanja Modal dikurangkan dari Total Belanja karena Belanja Modal bukan merupakan
bagian dari kegiatan operasional. Sedangkan pada Rasio C, penempatan Belanja Pegawai sebagai
penyebut karena Belanja Pegawai memiliki porsi terbesar dalam postur Belanja Operasional Pemda.
Semakin tinggi nilai rasio-rasio tersebut menunjukkan semakin banyak pendapatan Pemda yang
tersedia untuk membiayai belanja operasionalnya.
Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan adalah kemampuan Pemda untuk mengeksekusi hak-hak keuangannya
secara efektif dan efisien (Ritonga, 2014). Indikator tingkat kemandirian ditentukan berdasar rasio
sebagai berikut:
Rasio A = Total PAD / Total Pendapatan
Rasio B = Total PAD / Total Belanja
PAD merupakan variabel yang penting dalam pembiayaan daerah. Pemda dengan perolehan PAD
yang tinggi akan mampu mendukung kapasitas pembangunan sehingga mampu meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar rasio PAD terhadap pendapatan dana atau belanja
menunjukkan bahwa semakin kecil ketergantungan Pemda terhadap sumber pendanaan
pusat/provinsi.
Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan adalah kemampuan Pemda untuk mengatasi kejadian yang tak terduga di
masa yang akan datang (Ritonga, 2014). Indikator kemampuan ini ditentukan berdasar rasio sebagai
berikut:
Rasio A = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / (Pembayaran Pokok Pinjaman + Belanja
Bunga)
Rasio B = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / Jumlah Kewajiban
Rasio C = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / Kewajiban Jangka Panjang
Rasio D = (Total Pendapatan – DAK) / Jumlah Kewajiban
Semakin tinggi nilai keempat rasio diatas menunjukkan semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi peristiwa luar biasa, yang dapat berasal dari internal atau
eksternal organisasi pemerintah daerah (Ritonga, 2014).
Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kewajiban
publik dan memeliharanya pada tingkatan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat (Wang
et al, 2007 dalam Ritonga, 2014). Formulasi untuk rasio-rasio dimensi ini sebagai berikut:
Rasio A = Total Ekuitas / Jumlah Penduduk
Rasio B = Total Aset / Jumlah Penduduk
Rasio C = Total Aset Tetap / Jumlah Penduduk
Rasio D = Total Belanja (harga konstan) / Jumlah Penduduk
Rasio E = Total Belanja Publik / Jumlah Penduduk
Rasio F = Total Belanja Modal (harga konstan) / Jumlah Penduduk
Kemampuan pelayanan ini tergantung pada jumlah penduduk dan perkembangan tingkat inflasi
pada masing-masing daerah.
Pelaporan keuangan menjadi suatu keharusan bagi Pemda untuk mengevaluasi kinerja
pembangunan dari sisi fiskal yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Dengan komitmen tersebut
maka fungsi perencanaan dan pendanaan di masing-masing Pemda dapat secara efektif dan efisien
dilaksanakan. Hal tersebut akan mendorong terciptanya pembangunan daerah yang berkualitas
secara berkesinambungan menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera sesuai dengan tujuan
makro pembangunan nasional.
4. Dapat dipahami.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahamioleh pengguna dan
dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para
pengguna.Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas
kegiatan dan lingkungan operasientitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk
mempelajari informasiyang dimaksud.
Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuanganpemerintah adalah basis
akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas.Dalam hal
peraturan perundangan mewajibkan disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka
entitas wajib menyajikan laporan demikian.Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan
diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum
diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui
pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi
walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas
pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada
LO.
Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas,maka LRA disusun
berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada
saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta
belanja, transfer dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening
KasUmum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan
berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis akrual.Basis akrual untuk
Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya
transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan
pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Nilai Historis (Historical Cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayaratau sebesar nilai
wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban di masa yangakan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lainkarena lebih obyektif dan
dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset
atau kewajiban terkait.
Realisasi (Realization)
Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telahdiotorisasikan melalui
anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akandigunakan untuk membayar utang dan
belanja dalam periode tersebut. Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib
disusun, maka pendapatan atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran
dan telah menambah atau mengurangi kas.Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-
cost againstrevenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan
sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial.
Periodisitas (Periodicity)
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perludibagi menjadi
periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang
dimilikinya dapat ditentukan.Periode utama yang digunakan adalah tahunan.Namun, periode
bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.
Konsistensi (Consistency)
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke
periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa
tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.
Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru
diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama.Pengaruh
atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporanmengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset,
kewajiban, dan ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki olehpemerintah sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaatekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baikoleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuanuang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untukpenyediaan
jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yangdipelihara karena alasan sejarah
dan budaya.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yangpenyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomipemerintah.
c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antaraaset dan kewajiban
pemerintah.
Aset
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalahpotensi aset tersebut
untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan
operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah.
Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar.Suatu aset diklasifikasikan sebagai
aset lancar jika diharapkan segera untuk dapatdirealisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.Aset yang tidak dapat
dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.Aset lancar
meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan.Aset nonlancar
mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset tak berwujud yang digunakan baik
langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat
umum.
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana
cadangan, dan aset lainnya. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan
dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu
lebih dari satu periode akuntansi.Investasi jangka panjang meliputi investasi nonpermanen
dan permanen. Investasi nonpermanen antara laininvestasi dalam Surat Utang Negara,
penyertaan modal dalam proyek pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi
permanen antara lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. Aset
tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan,
aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan.Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan
sebagai aset lainnya.Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja
sama(kemitraan).
Kewajiban
Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintahmempunyai kewajiban
masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di
masa yang akan datang. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban
muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat,
lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban
pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau
dengan pemberi jasa lainnya.Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.Kewajiban
dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.Kewajiban
jangka pendek merupakan kelompok kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari
dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.Kewajiban jangka panjang adalah kelompok
kewajiban yang penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
pelaporan.
Ekuitas
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisihantara aset dan
kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir
ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.
4. Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomiyang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.Unsur yang dicakup secara
langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-
pos luar biasa. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
b. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilaikekayaan bersih.
c. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/olehsuatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk danaperimbangan dan dana bagi hasil.
d. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yangterjadi karena
kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau
rutin terjadi, dan berada di luar kendali ataupengaruh entitas bersangkutan.
Komponen LKPP :
Saat ini laporan keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan penerapan akuntansi
basis kas menuju akrual. Pada tahun 2015 penerapan basis akrual akan diberlakukan di
Indonesia sehingga laporan keuangan yang diberi opini oleh Badan Pemeriksa
Keuangan adalah yang berbasis akrual. Komponen laporan keuangan pemerintah berbasis
akrual terdiri dari:
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan
yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam suatu periode tertentu.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan hanya disajikan
oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan
konsolidasi.
2. Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi
pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Neraca
Neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional
Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
LO menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas
pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional
dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Komponen LKPD :
Komponen dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut :
1. Laporan Realisasi APBD (LRA)
2. Neraca
3. Laporan Arus Kas (LAK)
4. Catatan Atas Laporan Keuangan (komite standar akuntasi pemerintah pusat dan daerah).
5. Selain empat bentuk unsur laporan keuangan yang dikemukakan di atas, masing-masing
daerah diharuskan menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah, yaitu
laporan keuangan badan usaha milik daerah dan data yang berkaitan dengan kebutuhan dan
potensi ekonomi daerah.
Pengguna LKPD :
1. Pemerintahan daerah (internal)
2. Pemerintahan daerah (eksternal) seperti:
DPRD
Badan pengawas keuangan
Investor, kreditur, dan donator
Analis ekonomi dan pemerhati pemda
Pemerintahan provinsi
Pemerintah pusat
Masyarakat
SA-PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan menghasilkan laporan
keuangan PPKD yang terdiri dari LRA PPKD, Neraca PPKD, dan CaLK PPKD.
SA-Konsolidator sebagai wakil pemda (entitas pelaporan) yang akan mencatat transaksi
resiprokal antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan melakukan proses konsolidasi lapkeu
(lapkeu dari seluruh SKPD dan PPKD menjadi lapkeu pemda yang terdiri dari Laporan
Realisai APBD (LRA), Neraca Pemda, LAK, dan CaLK Pemda).
1. Neraca
2. Laporan Realisasi Anggaran
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas akuntansi yang dijalankan oleh fungsi akuntansi
di SKPKD, yang mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD dalam kapasitas
sebagai pemda. Sistem akuntansi PPKD ini meliputi:
1. Akuntansi Pendapatan PPKD
Akuntansi pendapatan PPKD adalah langkah-langkah teknis yang harus dilakukan dalam
perlakuan akuntansi untuk pendapatan pada level pemda seperti Dana Perimbangan.
Dokumen sumber untuk penjurnalannya adalah Laporan Posisi Kas Harian yang dibuat oleh
BUD. Dari Laporan Posisi Kas Harian tersebut, PPKD dapat mengidentifikasi penerimaan
kas yang berasal dari dana perimbangan.
2. Akuntansi Belanja PPKD
Akuntansi Belanja PPKD adalah langkah-langkah teknis yang harus dilakukan dalam
perlakuan akuntansi untuk belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
3. Akuntansi Pembiayaan PPKD
Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau
memanfaatkan surplus. Jika APBD mengalami defisit, pemerintah dapat menganggarkan
penerimaan- pembiayaan, di antaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran
(SiLPA) tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekaya-an
daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman
atau penerimaan piutang.
4. Akuntansi Aset PPKD
Prosedur akuntansi aset pada PPKD merupakan pencatatan atas pengakuan aset yang muncul
dari transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh pemda, misalnya peng- akuan atas Investasi
Jangka Panjang dan Dana Cadangan. PPKD akan mencatat transaksi perolehan maupun
pelepasan aset ini dalam jurnal umum berdasarkan bukti memorial. Bukti memorial dibuat
oleh PPKD sesuai dengan bukti transaksi yang ada
5. Akuntansi Utang PPKD
Seperti halnya aset, utang atau kewajiban pemda muncul sebagai akibat dari transaksi
pembiayaan yang dilakukan oleh pemda. Prosedur akuntansi utang PPKD merupakan
pencatatan atas pengakuan utang jangka panjang yang muncul dari transaksi penerimaan
pembiayaan serta pelunasan/pembayaran utang (pengeluaran pembiayaan).
6. Akuntansi Selain Kas PPKD Prosedur akuntansi selain kas pada PKPD meliputi:
a. Koreksi kesalahan pencatatan
Merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam membuat jurnal dan telah dipindahkan ke buku
besar
b. Pengakuan aset, utang, dan ekuitas
c. Jurnal terkait transaksi yang bersifat accrual dan prepayment
Merupakan jurnal yang dilakukan dikarenakan adanya transaksi yang sudah di- lakukan
PPKD namun pengeluaran kas belum dilakukan (accrual) atau terjadi transaksi pengeluaran
kas untuk belanja di masa yang akan datang (prepayment).
Diatas merupakan beberapa hal yang dapat diperbandingkan antara Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Bila ditelaah
lebih lanjut mengenai PMK 171 Tahun 2007 tentang SAPP dan Permendagri 13 Tahun 2006
tentang SAPD, mungkin saja masih dapat lagi ditemukan perbedaan-perbedaan antara SAPP
dan SAPD yang lainnya selain dari segi peraturan yang mengaturnya, konstruksi sistem
akuntansinya, ataupun dari segi entitas akuntansinya.