Anda di halaman 1dari 43

ST-Elevation Myocardial Infarction

(STEMI)

Oleh :
Lina Melawati (110100502)
Aishwarya A/P Kumal (130100435)
Riri Oktavani Banjarnahor (130100259)

Pembimbing : dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 13 Maret 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................ 18
BAB 4 FOLLOW UP ...................................................................................... 25
BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................ 32
BAB 6 KESIMPULAN ................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi.1 Sindrom Koroner Akut merupakan istilah operasional yang
mengacu pada kondisi iskemia miokard akut dan atau infark yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah koroner secara mendadak. Hal ini disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan tiba-tiba antara kebutuhan dan suplai oksigen ke
miokard, yang biasanya merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah koroner
yang membawa oksigen ke otot jantung karena penyempitan atau obstruksi arteri
yang disebabkan oleh plak aterosklerosis.2
The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa >780.000
orang di Amerika menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) setiap tahunnya,
dengan karakteristik penderita tersering pada median usia 68 tahun dan lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.2 Di Inggris,
dilaporkan bahwa pada tahun 2009 sebanyak 33.371 orang meninggal akibat
sindrom koroner akut, dimana jumlah ini adalah sebesar 6% dari seluruh kematian
di Eropa Barat.3
Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 menunjukkan bahwa penyakit jantung masih merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar. Prevalensi penderita penyakit jantung koroner,
termasuk di dalamnya sindrom koroner akut di Indonesia adalah sebesar 0,5-1,5%
dari seluruh penyakit tidak menular (berdasarkan diagnosis dokter dan gejala).
Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu jenis penyakit jantung terbanyak
yang dijumpai di Indonesia, yaitu sekitar 110.183 kasus. 4
Manifestasi dari sindrom koroner akut dapat berupa angina tak stabil
(Unstable Angina), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI), infark miokard akut dengan elevasi segmen
2

ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI) dan juga dapat menyebabkan kematian


jantung yang mendadak.5
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.6 Pada tahun 2006,
sekitar 1,4 juta masyarakat di Amerika yang didiagnosa dengan sindrom koroner
akut, 537.000 di antaranya menderita angina pectoris tidak stabil, dan 810.000
lainnya didiagnosa dengan NSTEMI maupun STEMI.5
STEMI merupakan spektrum yang paling berat dalam SKA, pada STEMI
terjadi infark miokard yang merupakan nekrosis ireversibel pada otot jantung
yang disebabkan iskemik berkepanjangan. Iskemik sendiri merupakan akibat dari
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhannya karena oklusi total dari
arteri koroner. Infark miokard akut tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
tindakan medis secepatnya.7
Karakteristik utama infark miokard dengan ST-elevasi adalah angina
tipikal akut dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pencegahan keterlambatan sangat
penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling berharga dalam infark
miokard akut adalah di fase sangat awal, dimana pasien mengalami nyeri hebat
dan kemungkinan mengalami henti jantung.1

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) serta melakukan
penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan
prognosis yang baik.
3

1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom Koroner Akut


2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS)
merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi
secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard berupa angina
tidak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI),maupun infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI).5
Saat ini, istilah Sindrom Koroner Akut digunakan untuk
menunjukkan fase akut dari penyakit jantung koroner berupa iskemia
miokard dengan atau tanpa nekrosis sel miokard akibat ruptur plak
aterosklerosis, trombosis, embolisasi, dan berbagai tingkat obstruksi
koroner yang mengganggu perfusi miokard.8

2.1.2. Epidemiologi Sindrom Koroner Akut


Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi
penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok
umur 65-74 tahun, yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok
umur >75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan
(0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak
bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter,
prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis
dokter dan gejala lebih tinggi di daerah pedesaan.4
5

2.1.3. Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut


Faktor resiko Sindrom Koroner Akut dapat dibedakan menjadi :

Faktor Resiko yang dapat Faktor Resiko yang tidak dapat


dimodifikasi dimodifikasi
a. Merokok a. Riwayat Keluarga
b. Dislipidemia b. Jenis Kelamin
c. Diabetes Mellitus c. Usia
d. Hipertensi d. Etnik
e. Diet tidak sehat
f. Obesitas
g. Stres psikososial
Tabel 2.1 Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut10

2.1.4 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma
pembuluh darah koroner yang robek atau pecah.Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrous yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white trombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner.Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).1
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
6

jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan


kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.1

2.1.5. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Klasifikasi sindrom koroner akut terdiri dari:
a. Angina Pektoris Tidak Stabil
Jika biomarker kardiak pasien tidak memenuhi kriteria miokard
infark tetapi memnuhi satu atau lebih kriteria di bawah :
i. Angina pada saat istirahat memanjang (biasanya > 20 menit)
ii. Onset angina baru dengan keparahan kelas 3 menurut Canadian
Cardiovascular Society (CCS)
iii. Angina yang bertambah parah (contohnya, angina menjadi lebih
sering, lebih parah, menetap untuk waktu yang lama)
b. Infark Miokard tanpa Elevasi Segmen ST (Non-ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / NSTEMI)
Adalah nekrosis miokard (dengan adanya biomarker kardiak
dalam darah; elevasi troponin I atau troponin T dan CK) tanpa elevasi
segmen ST akut. Perubahan pada EKG seperti adanya depresi segmen
ST, inversi gelombang T atau kedua-duanya mungkin terlihat.
c. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / STEMI)
7

Adalah nekrosis miokard dengan adanya perubahan EKG yang


menunjukkan elevasi segmen ST yang menetap dan sulit hilang dengan
pemberian nitroglycerine atau terdapat Left Bundle Branch Block (LBBB)
baru pada hasil EKG. Terdapat juga peningkatan biomarker jantung seperti
troponin I atau troponin T dan CK.10

Gambar 2.1 Klasifikasi SKA11

2.2. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI )


2.2.1. Definisi STEMI
STEMI adalah salah satu spektrum klinis dari sindrom koroner
akut dimana terjadi gangguan aliran darah koroner secara total ke miokard
akibat akibat ruptur plak athrematous yang ditandai dengan gejala iskemia
miokard dan berkaitan dengan elevasi segmen ST yang menetap pada
pemeriksaan EKG dan pelepasan biomarker karena adanya nekrosis di
miokardium.12
8

2.2.2. Diagnosa STEMI


a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala umum pasien dengan
iskemi. Sifat nyeri dada spesifik angina dapat berupa nyeri dada yang
tipikal seperti rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten atau persisten (lebih dari 20
menit). Keluhan sering disertai diaphoresis, mual atau muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, sinkop.13 Pada hampir setengah kasus, terdapat
faktor pencetus sebelum muncul nyeri dada angina, seperti aktivitas fisik
berat, stres emosi, udara dingin, atau penyakit medis lainnya. 14
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard,bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetesmellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi
atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP
(National Cholesterol Education Program).1

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat membantu dalam mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
- Umum : kecemasan, tidak bisa istirahat (gelisah), sesak, keringat
dingin, tekanan darah normal atau meningkat.
- Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ
9

- Jantung : takikardia, S1 lemah, timbulnya S4, terdapatnya S3, dapat


ditemukan murmur sistolik.
- Paru : rales atau mengi bila terdapat gagal jantung
- Ekstremitas : normal atau terdapat tanda penyakit vascular perifer. 1,14

c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat penting untuk pengenalan
STEMI, untuk membantu menentukan diagnosis dan prognosis. Pada
pasien yang sedang nyeri dada, gambaran 12 sadapan EKG menunjukkan:
i. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) sekurang-kurangnya pada
2 sadapan ekstremitas (aVL hingga lead III, termasuk aVR)
ii. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) pada sadapan perikordial
V4 hingga V6
iii. Elevasi segmen ST ≥ 2 mm (0,2 mV) pada sadapan perikordial
V1 hingga V3, atau
iv. Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru.15

Gambar 2.2 Perubahan EKG pada STEMI.11


10

Tabel 2.2 Lokasi Infark Miokard berdasarkan EKG16


Lokasi Infark Lokasi Elevasi Arteri Kororner
Miokard Akut Segmen ST
Anterior V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal
Anteroseptal V1,V2,V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal, cabang LAD-septal
Anterior I,aVL,V2-V6 Arteri koroner kiri – proksimal
ekstensif LAD
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5, Arteri koroner kiri cabang LAD-
V6 diagonal dan/cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF Arteri koroner kanan (paling
sering) cabang desenden posterior
dan/ cabang arteri koroner kiri
sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal dan/cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 Arteri koroner kiri cabang LAD-
septal
Posterior V7,V8,V9 Arteri koroner kanan/sirkumfleks
VentrikelKanan V3R-V4R Arteri koroner kanan bagian
proksimal

d. Biomarka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atautroponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard.Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
11

Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan


kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan
waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark
berulang) maupun infark periprosedural.1

Gambar 2.3 Biomarka Jantung11

2.2.3. Diagnosa Banding STEMI


Diagnosa banding STEMI adalah :11
No Kondisi Durasi Kualitas Lokasi
1. Perikarditis Hitungan jam Tajam Retrosternal atau
hingga hari, di apeks jantung,
bersifat episodik dapat menjalar ke
bahu kiri
2. Diseksi aorta Muncul Sensasi Dada anterior,
mendadak, nyeri dirobek dan kadang menjalar
sangat hebat diiris pisau ke punggung.
3. Emboli Muncul Pleuritik Kadang lateral
12

pulmonal mendadak, tergantung lokasi


beberapa menit emboli
hingga jam

2.2.4. Penatalaksanaan STEMI


a. Tindakan Umum dan Langkah Awal
Terapi awal pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA
atau SKA atas keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil
pemeriksaan EKG dan atau marka jantung adalah :
1. Tirah baring
2. Suplemen O2 harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O 2
arteri <95% atau mengalami distres respirasi. Suplemen O 2 dapat
diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 aspirin.
3. Nitrogliserin tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung, jika nyeri dada tidak hilang bisa diulang sampai 3
kali.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada pasien tanpa komplikasi.
5. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan maintanance
75 mg per hari.
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.1
13

Gambar 2.4. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA1

7. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) yang (terduga) baru.Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP
primer) diindikasikan apabilaterdapat bukti klinis maupun EKG adanya
iskemia yang sedang berlangsung,bahkan bila gejala telah ada lebih dari
12 jam yang lalu atau jika nyeri danperubahan EKG tampak tersendat. 1
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila
tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu
tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang ataulebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
14

selesai diberikan, jika memungkinkanpasien dapat dikirim ke pusat dengan


fasilitas IKP.1

Gambar 2.5. Langkah-langkah reperfusi pada pasien STEMI1

2.2.5. Komplikasi
Komplikasi STEMI dibagi dua yaitu :

a. Komplikasi Awal
Sering timbul dalam jangka waktu satu minggu, di antaranya:
i. Aritmia jantung
Aritmia adalah gangguan listirk irama jantung sehingga jantung
mungkin mendetak terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak
15

teratur.Dalam kebanyakan kasus, aritmia bersifat ringan dan


sementara. Namun, terdapat juga aritmia yang mengancam nyawa,
dimana aritmia terjadi 24 jam pertama setelah serangan miokard
infark dan aritmia ini merupakan penyebab utama kematian.
Aritmia yang terbentuk dalam STEMI adalah fibrilasi ventrikel,
takikardi ventrikel, ventrikel ektopik, irama idioventrikular yang
dipercepat, fibrilasi atrium, takikardi atrium, blok atrioventrikular
dan sinus bradikardi.
ii. Gagal jantung akut
Terjadi akibat disfugsi vertrikel kiri.
iii. Syok kardiogenik
Terjadi akibat kerusakan verntrikel kiri yang meluas.
iv. Perikarditis
Sering terjadi dua hingga tiga hari setelah serangan. Pasien akan
mengeluh nyeri dada yang berbeda dari sebelumnnya. Nyeri dada
itu cenderung lebih buruk atau kadang-kadang hanya dirasakan
pada saat inspirasi.
v. Emboli
Permukaan endocardium yang tampak kasar akibat infark otot
jantung akan memicu aggregasi platelet dan sering membentuk
thrombus. Trombus ini akan mengikut aliran darah dan
menghambat ateri lain sehingga menyebabkan strok atau iskemik
pada ekstremitas.

b. Komplikasi Mekanik
Disebabkan adanya ruptur atau robekan pada otot jantung yang infark.
i. Regurgitasi Mitral Kronik : Disebabkan ruptur musculus papilaris
ii. Tamponade jantung : Disebabkan ruptur ventrikel
iii. Gagal jantung kanan : Disebabkan ruptur septum interventrikel
16

c. Komplikasi Lanjut
Sering timbul satu minggu setelah serangan, di antaranya:
a. Sindroma Pasca Miokard Infark (Sindroma Dressler)
Sering timbul satu hingga tiga minggu setelah STEMI dan ditandai
dengan demam, pericarditis, pleuritis dan ini disebabkan oleh
pelepasan antigen dari miokarium setelah infark. Untuk
penatalaksanaannya, diberikan NSAIDs, aspirin atau kortikosteroid
dengan dosis tinggi.
b. Aneurisma Ventrikel Lambat
Pada kasus STEMI, aneurisma boleh terbentuk di dinding ventrikel
kiri karena luas otot jantung yang infark mungkin melebar dan
bergerak secara parado k selama systole. Aneurisma verntikel kiri
dapat diminimalkan dengan menggunakan ACE inhibitors dan
beta-blockers pada awal penanganan.
c. Gagal jantung kronik
Berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu setelah serangan
di mana oto jantung tidak dapat memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi permintaan tubuh.17

2.2.6 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis:13
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik

Tabel 2.3. Klasifikasi Killip18


Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal 40-50% 6
jantungkongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal 30-40% 17
paru
17

III Edema paru akut 10-15% 30-40


IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

2) TIMI risk score


Merupakan sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang
dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik

Tabel 2.4. TIMI Risk Score untuk STEMI19


Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Tabel 2.5 Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI11


Skor TIMI Risiko Risiko Kejadian Kedua
0–2 Rendah < 8,3 %
3–4 Menengah < 19,9 %
5-7 Tinggi ≤ 41%
18

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2017

No. RM : 00.70.12.68 Tanggal : 02/03/2017 Hari : Kamis


Nama Pasien : Jenis Kelamin :
Umur : 68 tahun
Pipin Siahaan Laki-laki
Alamat: Dsn VII Silau Maraja Agama :
Pekerjaan : Petani
Setia Kab. Asahan Kristen Protestan
Tlp : - Hp : -

ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
- Hal ini dialami os sejak ± 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
dirasakan seperti ditekan benda berat pada dada kiri dan menjalar ke
bagian punggung belakang. Nyeri dada dirasakan terus-menerus selama
>20 menit dan tidak mereda walaupun os beristirahat. Os mengakui nyeri
disertai keringat dingin, mual dan muntah tidak dijumpai.
- Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak pernah dialami os.
- Sesak napas tidak dijumpai.
- Riwayat hipertensi dijumpai dengan tekanan darah sistolik tertinggi 200
mmHg.
- Riwayat diabetes melitus tidak jelas, namun os mengaku pernah tinggi ± 3
bulan yang lalu
- Riwayat kolesterol tinggi disangkal.
19

- Riwayat merokok dijumpai sejak os berusia 22 tahun sebanyak 2 bungkus


per hari. Namun os mengaku sudah berhenti merokok sejak 12 tahun yang
lalu.
- Riwayat keluarga mengalami hal yang sama dengan os dijumpai. Os
mengatakan bahwa ibunya meninggal karena serangan jantung.
- Os merupakan pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah Kisaran.
Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien dinyatakan mengalami
serangan jantung dan diberikan obat di bawah lidah 1 kali, clopidogrel 4
tab, dan aspilet 2 tab.

Faktor Risiko PJK : laki-laki, usia>45 tahun, hipertensi,


merokok, riwayat keluarga
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
Riwayat Pemakaian Obat : ISDN 1 tab (SL), clopidogrel 4 tab,
aspilet 2 tab

Status Presens:
KU : Baik Kesadaran : CM
TD :110/70mmHg HR : 63 x/i, reguler
RR : 16 x/i Suhu :36, 3 0C
Sianosis : (-) Ortopnu : (-) Dispnu: (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O

Dinding toraks Batas Jantung


Inspeksi : Simetris fusiformis Atas: ICS II LMCS
Palpasi : SF kanan = kiri Kiri :1cm lateral LMCS ICS V
20

Perkusi : Sonor pada kedua Kanan : LPSD ICS IV


Lapangan paru Bawah : Diafragma

Auskultasi
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular
Murmur (-) Tipe : - Grade:-
Punctum maximum : - Radiasi : -
Paru : Suara Pernafasan :vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Ronki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba, kesan: normal,
Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat

Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (02/03/2017)

Interpretasi Rekaman EKG


Irama dasar : Sinus Rhythm QRS rate 62x/menit.
21

Gelombang P normal, durasi gelombang P 0,08 second, aksis normal.


Interval PR 0,16 second
Kompleks QRS bentuk normal, durasi 0,06 second.
ST elevasi disadapan II, III, AVF.
Gelombang T normal. LVH(-), VES(-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm, STEMI Inferior

Foto Toraks

Gambar 3.2. Foto Toraks

Interpretasi Foto Toraks AP


Kedua sinus costophrenikus lancip, kedua diafragma licin. Tidak tampak infiltrate
pada kedua lapangan paru. CTR 57,27%. Trakea di tengah. Tulang-tulang dan soft
tissue baik
Kesimpulan : Kardiomegali
22

Hasil Laboratorium (02.03.2017)


Darah Lengkap
Hb : 12,7 g/dL (13-18)
Eritrosit : 4,50 juta /μL (4,50-6,50)
Leukosit : 14,410 /μL (4000-11000)
Hematokrit : 37% (39-54)
Trombosit : 304 x 103/μL (150 000-450 000)
MCV : 83 fl (81-99)
MCH : 28.2pg (27-31)
MCHC : 34.0 g/dl (31-37)
Neutrofil : 64.50 % (50-70)
Limfosit : 19.50 % (20-40)
Monosit : 6.70 % (2-8)
Eosinofil : 8.70 % (1-3)
Basofil : 0.60 % (0-1)

Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah (Sewaktu) 151 mg/dl <200

Elektrolit
Natrium : 141 mEq/L (135-155)
Kalium : 4,0 mEq/L (3,6-5,5)
Clorida : 105 mEq/L (96-106)

Ginjal
BUN : 15 mg/dL (9-21)
Ureum : 32 mg/dL (19-44)
Kreatinin : 0.99 mg/dL (0,7-1,3)

Kimia Klinik
Troponin I : 20.60 ng/mL <0,1
23

Enzim Jantung
CK-MB : 363 U/L <= 24

Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien : 14,2 detik
Kontrol : 14,90 detik
INR : 0,95
APTT
Pasien : 27,0 detik
Kontrol : 35,0 detik
Waktu Trombin
Pasien :17.5 detik
Kontrol : 18,0 detik

Diagnosa kerja : STEMI inferior onset 15 jam KILLIP I TIMI 4/14


1. Fungsional : KILLIP I, TIMI Risk 4/14
2. Anatomi : Coronary Artery
3. Etiologi : Ruptur Plak Arteriosklerotik

Diferensial Diagnosis:
1. Perikarditis
2. Diseksi aorta
3. Emboli pulmonal

Pengobatan:
• Bed rest
• O2 2-4 L/i via nasal kanul
• IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro)
• ISDN 3x5 mg (SL)
24

• Aspilet 1x80 mg
• Clopidogrel 1x75 mg
• Inj Lovenox 0,6 cc/12 jam
• Simvastatin tab 1x40 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan :


- Cek lipid profile
- KGD puasa, KGD 2 jam PP, HbA1C
- Echocardiography
- Angiografi Koroner

Prognosis :
Dubia et bonam
25

BAB 4
FOLLOW UP

Table 4.1 Follow Up pasien Tanggal 03.03.2017


TGL S 0 A P
03/03/2017 Nyeri Abdomen : soepel - Post PCI 1 stent - Bedrest
dada (+) BU(+)N di RCA - O2 2-4 l/i
sudah Ekstermitas : akral - Post TPH (sens : - IUFD NaCl 09%
berkurang hangat 1,5 mV, output : 10 gr/i
Edema : (+) 350 A) - IVFD Milo2 +
- STEMI Inferior Pethiine 2cc/jam
onset 15 jam - Clopidogrel
Killip 1 TIMI 1x75 mg
RISK 4/14 - Aspilet 1x80mg
- CHF FC II ec - Simvastatin
CAD 1x40mg
- Laxadyn syr
1xct
- Albazam
1x10mg
- Inj Lavenox
0,6cc/12jam
CH1
- Inj Ranitidine
50mg/12jam

Table 4.2 Follow Up pasien Tanggal 04.03.2017


TGL S 0 A P
04/03/2017 Nyeri dada (-) Abdomen : - Post PCI 1 - Bed rest
Soepel BU(+)N stent di RCA - O2 2-4 l/i
Ekstermitas : - Post TPM 1 - IVFD Nacl
26

Akral hangat, (sens ; 1,5 Mv, 0,9% 10 gtt/i


oedem (-/-) Output : 3mV) - IVFD Milo2
- STEMI + Pethidine
Inferior onset 2cc/jam
15 jam Killip I - Clopidogrel
TIMI RISK 1x75mg
4/14) - Aspilet
- CHF fe II ec 1x80mg
CAD - Simvastatin
1x40mg
- Laxadyn syr
1xct
- Clobazam
1x10mg
- Inj lavenox
0,6cc/12jam
- Inj Ranitidine
50mg/12 jam

Table 4.3 Follow Up pasien Tanggal 05.03.2017


TGL S 0 A P
05/03/2017 Nyeri dada Sensorium : CM - Post PCI 1 - Bed rest
(+) sesak (-) TD stent di RCA - O2 2-4 l/i
sesekali :110/60mmHh - Post TPM 1 - IVFD Nacl
HR : 62x/m RR (sens ; 1,5 Mv, 0,9% 10 gtt/i
: 20 x/m T : 37oc Output : 3mV) - Inj Lavenox
- STEMI 0,6cc/12jam
Mata : Anemis Inferior onset - Inj Ranitidine
(-), ikterik (-/-) 15 jam Killip I 50mg/12jam
Leher : TVJ TIMI RISK - Tab Aspilet
27

R+2 cmH2O 4/14 1x80mg


Thoraks : - - CHF fe II ec - Tab
Jantung : S1, S2 CAD Clopidogrel
Reguler, 1x75mg
Murmur : (-) - Tab
gallop (-) Simvastatin
Pulmo : SP 1x40mg
Vesikuler, ST (- - Tab
/-) Ronki kasar Clobazam
(-) wheezing (-) 1x10mg
Abdomen :
soepel
hepar/lien tidak
teraba BU(+)N
Ekstremitas :
akral hangat,
edema (-/-)
pretibial

Table 4.4. Follow Up pasien Tanggal 06.03.2017


TGL S 0 A P
06/03/2017 Nyeri Sen : CM - STEMI - Bed rest
dada (-) TD :130/90 Inferior onset - O2 2-4 l/i
sesak (-) mmHG HR : 86 15 jam Killip I - IVFD Nacl
x/m RR: 20 x/m TIMI RISK 0,9% 10 gtt/i
Mata : Anemis (-/-) 4/14 - Inj Lavenox
Ikterik (-/-) - Post PCI 1 0,6cc/12jam
Car : S1, S2, stent di RCA - Aspilet
regular Murmur (-) - POST VT 2x80mg
28

gallop (-) CHF fe III ec - Brilinta


Pulmo : SP : CAD 2x90mg
Vesikuler ST : - - Inj Ranitidine
Abdomen : soepel 50mg/12jam
BU(+)N - Clobazam
Ekstremitas : Akral 1x10mg
hangat Edema - Laxadyn sry
Pretibia (-/-) 1xct
- Drip
Dobutamin
10mgkgBB/i
→6mcg/KgB
B/i
- Drip Levozl
0,3mg/KgBB/
i →
0,2mcg/KgBB
/i
- Inj
furosemide
20mg/8jam
- Inj
mitoklorprami
di 1
ampul/8jam
- Concor
2x1,25mg
- Drip
Amiodaron
540mg dalam
16 jam
29

Gambar EKG 4.1 Foto EKG ke-2 (03/03/17)

Interprestasi Rekaman EKG Ke-2

Irama dasar : Sinus Rhythm QRS rate 60x/menit.


Gelombang P normal, durasi gelombang P 0,08 second, aksis normal.
Interval PR 0,16 second
Kompleks QRS bentuk normal, durasi 0,08 second.
ST elevasi disadapan II, III, AVF.
Gelombang T normal. LVH(-), VES(-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm, STEMI Inferior
30

Gambar 3.3. Rekaman Foto EKG ke-3 (04/03/17)

Interprestasi rekaman EKG Ke-3

Irama dasar : Sinus Rhythm QRS rate 60x/menit.


Gelombang P normal, durasi gelombang P 0,12 second, aksis normal.
Interval PR 0,16 second
Kompleks QRS bentuk normal, durasi 0,06 second.
ST elevasi disadapan II, III, AVF.
T inverse di lead II, III, aVF, . LVH(-), VES(-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm, STEMI Inferior

Gambar 3.3. Rekaman Foto EKG ke-4 (05/03/17)


31

Interprestasi Rekaman EKG Ke-4

Irama dasar : Sinus Rhythm QRS rate 62x/menit.


Gelombang P normal, durasi gelombang P 0,08 second, aksis normal.
Interval PR 0,2 second
Kompleks QRS bentuk normal, durasi 0,08 second.
ST elevasi disadapan II, III, AVF.
T inverse di lead II, III, aVF. LVH(-), VES(-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm, STEMI Inferior

Gambar 3.3. Rekaman Foto EKG ke-5 (06/03/17)

Interprestasi Rekaman EKG Ke-5

Irama dasar : Sinus Rhythm QRS rate 74 x/menit.


Gelombang P normal, durasi gelombang P 0,10 second, aksis normal.
Interval PR 0,16 second
Kompleks QRS bentuk normal, Qwave di lead II, III, aVF, durasi 0,06 second.
ST elevasi disadapan II, III, AVF.
Gelombang T normal. LVH(-), VES(-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm, STEMI Inferior
32

BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Faktor Resiko SKA14 Pada kasus, didapatkan pasien memiliki
Yang tidak dapat dimodifikasi : faktor resiko PJK yaitu :
• Jenis kelamin • Laki-laki
Laki-laki > perempuan walaupun • Usia >45 tahun
setelah menopause, tingkat kematian • Riwayat keluarga
perempuan akibat penyakit jantung • Merokok
meningkat namun tidak sebanyak • Hipertensi
tingkat kematian pada laki-laki
• Usia
Resiko meningkat dengan
bertambahnya usia>45 tahun pada pria
dan >55 tahun pada wanita
• Riwayat Keluarga
Anak dengan orangtua dan saudara
kandung memiliki riwayat penyakit
jantung lebih beresiko untuk terkena
penyakit jantung

Yang dapat dimodifikasi :


• Merokok
Peran rokok dalam PJK antara lain
dapat menimbulkan aterosklerosis,
peningkatan trombogenesis dan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan
darah, pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen
33

jantung, dan penurunan kapasitas


pengangkutan oksigen.
• Alkohol
• Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan
peningkatan afterload secara tidak
langsung dan akan meningkatkan
beban kerja jantung. Kondisi seperti
ini akan memicu hipertrofi ventrikel
kiri yang pada akhirnya akan
meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
• Hiperkolesterolemia
Kolesterol berperan penting untuk
terjadinya PJK. Akumulasi kolesterol
dalam pembuluh darah akan
membentuk plak dan akan mengalami
aterosklerosis
• Stress
Manifestasi klinis :6
• Nyeri dada tipikal Pada kasus :
Nyeri dada persisten dirasakan >20 Dijumpai adanya keluhan nyeri dada
menit di daerah retrosternal. Nyeri dirasakan di dada sebelah kiri, bersifat
seperti tertimpa beban berat, ditekan, menjalar hingga ke punggung disertai
rasa terbakar, ditusuk dan nyeri keringat dingin. Nyeri dirasakan seperti
menjalar ke bahu, lengan, leher, tertekan benda berat. Mual dan muntah
sampai ke epigastrium. Nyeri tidak dijumpai. Nyeri dada berlangsung
dicetuskan oleh aktifitas fisik dan lebih dari 20 menit.
stress emosional
• Gejala penyerta
34

Diaphoresis (keringat dingin), mual


muntah, sulit bernafas, cemas, dan
lemas

Diagnosa :15 Pada kasus :


• Anamnesis • Berdasarkan anamnesis dijumpai
Keluhan nyeri dada tipikal, riwayat adanya nyeri tipikal disertai dengan
nyeri sebelumnya, faktor resiko PJK, gejala penyerta berupa keringat dingin.
serta riwayat keluarga dengan PJK. Pasien mempunyai faktor risiko yaitu
Perlu juga ditanyakan apa yang :usia >50 tahun, merokok, hipertensi, dan
dilakukan oleh pasien sebelum terjadi ada riwayat keluarga dengan keluhan
serangan yang sama.
• Pemeriksaan fisik • Berdasarkan EKG ditemukan
Sebagian besar pasien akan cemas kelainan berupa segmen ST elevasi di –
dan tidak bisa istirahat. Seringkali lead II, III dan aVF
disertai keringat dingin. Selain itu dari Kesan EKG :STEMI Inferior
pemeriksaan fisik dapat • Berdasarkan pemeriksaan enzim
mengidentifikasi komplikasi iskemia jantung didapatkan
(regurgitasi katup mitral akut, S3, - Troponin I : 20,60 ng/mL
ronki basah atau edema paru) dan juga - CKMB : 363 U/L.
dapat menyingkirkan diagnosa
banding
• EKG
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan
berdasarkan EKG yaitu adanya ST
elevasi  2mm, minimal pada 2
sadapan prekondrial yang
berdampingan atau  1mm pada 2
sadapan ekstremitas. Pada sadapan
V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik
35

beragam bergantung dari usia dan


jenis kelamin. Nilai ambang segmen
ST elevasi di V1-V3 pada pria usia ≥
40 tahun adalah ≥ 0.2mv sedangkan
pada pria usia < 40 tahun adalah ≥
0.25Mv. Pemeriksaan EKG 12
sadapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan
yang dicurigai STEMI dalam waktu
10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat.2
Gambaran EKG : normal,
nondiagnostik, LBBB, elevasi ST
segmen yang persisten ( 20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi
segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
Dari gelombang EKG pula kita dapat
menentukan lokasi infark.
• Peningkatan marka jantung6
Marka jantung yang biasanya
digunakan untuk diagnosis infark
miokard adalah CK-MB dan
Troponin-T. Peningkatan marka
jantung dua kali diatas nilai batas
normal menunjukkan adanya nekrosis
miokard.
CK-MB meningkat setelah 3 jam bila
ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali
36

normal dalam 2 hari.


Troponin-T meningkat setelah 2 jam
dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan masih dapat terdeteksi sampai
2 minggu bergantung luas nekrosis.
Penatalaksanaan16 Pada kasus diberikan :
• Tirah Baring • Bed rest
• O2 • O2 2-4 L/i via nasal kanul
• Terapi reperfusi • IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro)
• Nitrat • ISDN 3x5 mg (SL)
• Morfin • Aspilet 1x80 mg
• Aspirin • Clopidogrel 1x75 mg
• Clopidrogel • Inj Lovenox 0,6 cc/12 jam
• Antikoagulan • Simvastatin tab 1x40 mg
• Terapi regulasi lipid/Statin

Prognosis :
Terdapat beberapa sistem dalam Pada kasus, didapatkan
menentukan prognosis paska infark KILLIP I→mortalitas 6%
miokardium. Prognosis berdasarkan TIMI 4/14 →mortalitas 30 hari %
pada :
• Killip13
• TIMI risk score
37

Klasifikasi Killip13
Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung 40-50% 6
kongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST13


Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Skor risiko = 4 total poin (0-14)
38

BAB 6
KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan
Bapak PS, berusia 68 tahun, mengalami STEMI inferior onset 15 jam
Killip I TIMI risk 4/14 dan diberi pengobatan:
• Bed rest
• O2 2-4 L/i via nasal kanul
• IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro)
• ISDN 3x5 mg (SL)
• Aspilet 1x80 mg
• Clopidogrel 1x75 mg
• Inj Lovenox 0,6 cc/12 jam
• Simvastatin tab 1x40 mg
39

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Indonesia: Centra Communications;
2015.
2. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Ganiats TG, Holmes
DR, et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients
With Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes. AHA/ACC. Des
2014; 130: 344-426.
3. Charles River Associates. The Burden of Acute Coronary Syndromes in
the United Kingdom. CRALSP. Feb 2011; 4p.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar. Indonesia: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
5. Overbaugh KJ. Acute Coronary Syndrome. AJN. May 2009; 109(5).42-52.
6. World Health Organization, 2008 The Top Ten Causes of Death. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf
7. European Society of Cardiology. ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment
elevation. EHJ. 2012; 10(1093): 51 p.
8. Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes:
Pathophysiology, Diagnosis and Risk Stratification. Chapter 12.
ResearchGate. Des 2014; 333-61. Available from: :
https://www.researchgate.net/publication/265352198
9. Brunori EHFR, Lopes CK, Cavalcante AMRZ, Santos VB, Lopes JDL,
Barros ALBL. Association of Cardiovascular Risk Factors With The
Different Presentations of Acute Coronary Syndrome. Rev.Latino-Am.
Enfermagem. Jul-Aug 2014; 22(4):538-46.
10. Warnica JW. Overview of Acute Coronary Syndrome (ACS) (Unstable
Angina; Acute MI; Myocardial Infarction). Kenilworth, NJ, USA: Merck
& Co., Inc; Sept 2016 [cited 2017 March 10]. Available from :
http://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-
40

disorders/coronary-artery-disease/overview-of-acute-coronary-syndromes-
acs
11. Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease. 5th Ed. China: Wolters
Kluwer Health; 2011. p.161-89.
12. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, Lemos JA,
et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Managementof ST-Elevation
Myocardial Infarction.Journal of American College of Cardiology.
ACCF/AHA. Jan 2013;127. 64 p.
13. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care
Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut.
Indonesia: Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan; 2006.
14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.1630-
38.
15. Kosowsky JM, Yiadom MYAB. The Diagnosis and Treatment of STEMI
in the Emergency Department. EBMedicine. Jun 2009; 11(6). 15p.
16. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:EGC;
2009.
17. NSTEMI.ORG. Available from :http://nstemi.org/
18. Killip T, Kimball JT . Treatment of myocardial infarction in a coronary
care unit. A two year experience with 250 patients. Am J Cardiol. Oct
1967. 20(4):457-64.
19. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, Lemos
JA, et al. TIMI Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A
Convenient, Bedside, Clinical Score for Risk Assessment at Presentation.
AHA. Oct 2000. 102(17). 2031-37.

Anda mungkin juga menyukai