1. Mm Ca Serviks
1.1. Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim,
suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim,
letaknya antara rahim (uterus) dan vagina.
Faktor resiko
1) Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
Human Papilloma Virus (HPV) adalah sebuah
famili yang memiliki 150 lebih virus, beberapa diantaranya menyebabkan jenis pertumbuhan
yang disebut papillomas, yang lebih dikenal sebagai kutil. Jenis HPV yang menyebabkan
kutil muncul disekitar alat kelamin dan di sekitar anal. HPV dapat menginfeksi sel-sel pada
permukaan kulit, area yang melapisi alat kelamin, anus, mulut, dan tenggorokan. Sekitar dua
per tiga dari kejadian kanker serviks disebabkan oleh tipe HPV 16 dan HPV 18. Menurut
dokter bahwa seorang wanita sudah terinfeksi HPV sebelum mereka mengalami lesi kanker
serviks (ACS, 2014).
Human Papilloma Virus (HPV) dapat menyebar dari satu orang ke orang lain selama kontak
secara langsung dengan kulit. Salah satu cara penyebarannya adalah melalui hubungan
seksual, termasuk hubungan seks vagina, seks anal, dan bahkan seks oral. Meskipun HPV
dapat menyebar saat berhubungan seks termasuk hubungan seks vagina, seks anal, dan seks
oral, terjadinya penyebaran infeksi tidak harus melalui seks. Penyebaran HPV dari satu orang
ke orang lain yaitu dengan cara kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi HPV
(ACS, 2014).
Kemungkinan untuk penyebaran HPV juga bisa melalui toilet atau WC. Virus HPV pada
seseorang yang menderita kanker serviks yang menggunakan closet bisa jadi berpindah ke
closet. Disaat ada orang lain yang menduduki closet, maka virus tersebut bisa berpindah
kepada orang tersebut (Arum, 2015).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention [CDC] (2015) mengemukan bahwa
pencegahan untuk infeksi HPV adalah dengan vaksinasi HPV. Vaksin HPV penting untuk
melindungi tubuh terhadap kanker yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV)
Vaksin HPV direkomendasikan untuk anak laki-laki dan perempuan pada usia 11 atau 12
tahun sehingga mereka terlindungi sebelum terkena virus. Vaksin HPV juga menghasilkan
respon imun yang lebih kuat selama tahun-tahun praremaja. Selain anak-anak wanita muda
juga bisa mendapatkan vaksin HPV sampai usia 26 tahun, dan laki-laki muda bisa
mendapatkan vaksinasi sampai usia 21 tahun. Vaksin ini juga dianjurkan untuk setiap wanita
yang berhubungan seks dengan laki-laki sampai usia 26 tahun, dan untuk pria dengan
penurunan sistem kekebalan tubuh (termasuk HIV) sampai usia 26 tahun, jika mereka tidak
mendapatkan vaksin HPV ketika mereka masih muda. Vaksin HPV diberikan 3 kali, vaksin
kedua diberikan 1 atau 2 bulan setelah vaksin pertama kemudian vaksin ketiga diberikan 6
bulan setelah vaksin pertama.
3) Multi Partner Sex
Jumlah pasangan seksual >1 orang turut berkontribusi dalam
penyebaran kanker serviks. Semakin banyak jumlah pasangan seks, maka semakin
meningkat pula risiko terjadinya kanker serviks. Pada prinsipnya setiap pria memiliki protein
spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel
epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika
wanita itu melakukan hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma dengan
protein spesifik berbeda yang akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks
sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV. Risiko
terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih (Novel, 2010 cit Wahyuningsih & Mulyani 2014).
4)Berhubungan Seksual Pertama Kali Diusia ≤20 Tahun. Menurut penelitian Wahyuningsih
(2014) melaporkan bahwa berhubungan seksual pertama kali pada umur ≤20 tahun
mempunyai risiko 4,788 kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks
dibandingkan dengan responden yang berhubungan seksual pertama kali pada umur >20
tahun.
1.3. Epidemiologi
Kanker serviks menjadi penyebab utama mortalitas di seluruh dunia dan pada tahun
2030 diperkirakan terjadi kasus kanker baru sebanyak 20 hingga 26 juta jiwa dan 13 hingga 17
juta jiwa meninggal akibat Kanker serviks. Peningkatan angka kejadian kanker diperkirakan
sebesar 1% per tahun (Nofa, 2003).
Sementara di Asia tenggara, kanker serviks merupakan penyakit kanker pada wanita
kedua terbanyak diderita dan lebih dari setengah wanita Asia yang menderita lanker serviks
meninggal dunia. Ini sama dengan 40.000 ribu wanita yang didiagnosa menderita kanker
serviks dan sebanyak 22.000 penyebab kematian atau dengan kata lain setiap 4 menit, seorang
wanita di Asia tenggara meninggal karena kanker serviks (Ferlay J et al. 2002, dalam Rasjidi.
I, 2007)
Di Indonesia penyakit Kanker serviks saat ini menempati urutan pertama daftar kanker
dan saat ini ada sekitar 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya.
Sebanyak 41 kasus baru dan 20 kematian akibat Kanker serviks ditemukan setiap harinya.
Sedangkan menurut data darii yayasan kanker Indonesia, kanker serviks telah menyebabkan
8000 kematian di Indonesia setiap tahunnya yang diakibatkan karena lebih dari 70% kasus
yang datang ke rumah sakit, ditemukan dalam stadium lanjut. Insiden kanker serviks ini
meningkat sejak usia 25-34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada kelompok umur 45-54
tahun untuk seluruh Indonesia (Yatim F, 2005). Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Kanker serviks pada W anita Usia Subur
meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan dan deteksi dini terhadap kanker
serviks. Diharapkan dengan adanya studi kepustakaan ini dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat khususnya wanita usia subur tentang kanker serviks. Disamping
itu juga memberikan wawasan yang semakin luas bagi perawat untuk mensosialisasi persoalan
kanker serviks.
1
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus . Data ini
didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi
verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks
meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian
terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di
negara sedang berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke- 7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan
ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka
mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks
menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun
2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru
kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu
kasus kanker serviks.
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam
bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.
1.5. Patofisiologi
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosi akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun).
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah
menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih.
Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium
displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif.
Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh
adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi
maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang
diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive
berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi
invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7
tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 –
20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat,
diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA
ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh
faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).
Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan
pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6,
dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV
pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan
E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada
replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel
serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan
terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2.
Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat
mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah
hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu,
dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor
tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell
cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6
atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type
adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol
oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis molekuler
untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker
serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker
serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain,
terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat
dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya
terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita
KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan
kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau
darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah
tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin
sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa
regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus,
rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan
fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju
kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan
otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi
ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
Pada tahap awal, terjadinya Kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran
sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual. Perdarahan yang khas terjadi pada
penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan dapat menjalar ke
ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan
biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau d an terjadinya
iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri
makin progresif.
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal
dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel
kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut (Rasjidi. I, 2007). Dari pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa gejala awal kanker serviks tidak tampak, perlahan-lahan sejalan
dengan aktivitas hiperplasi sel maka tanda dan gejala akan meningkat dan pada akhirnya
wanita akan mengetahui kondisi ini pada stadium lanjut dengan leukorea patologis yang
keluar secara berlebihan dan berbau busuk serta kontak berdarah setelah berhubungan
seksual.
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan
pesalinan, perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus
pertama kali, penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV,
servisitis kronis, gaya hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi
rendah, juga keluhan perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang
menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya asimptomatik
kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.
b.Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang men
jadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilak
ukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemamp
uan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksan
aan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1) Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk a
kibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2) Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul ak
ibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar senggam
a.
3) Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4) Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5) Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6) Status pasien :
Ada atau tidaknya anemia.
Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa
benjolan, kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi ileu
sobstruktif.
Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.
. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo
o Prekanker: tidak ada kelainan porsio gambaran khas leukoplakia,erosi,ektropion atau
servisitis
o Tetapi tidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol
menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula
rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah
karena kerapuhan sel sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan
pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk
eksplorasi vagina.
d. Pemeriksaan Penunjang
Alur diagnosis ada 2
Screening : pemeriksaan sitologi,inspeksi visual,HPV DNA
Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi
sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan.1 Tindakan penunjang
diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal
SCREENING
Sasaran yang akan menjalani skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut
setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal
lainnya
perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya
Prosedur screening dengan inspeksi visual asam asetat memiliki banyak kelebihan,
yaitu sebagai berikut:
a. Inspeksi visual serviks dengan menggunakan asam asetat atau cairan Lugol untuk
mewarnai lesi prekanker sehingga lesi tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang,
sehingga identifikasi prekanker dapat dilakukan secara klinis.
b. Prosedur tersebut mengurangi kebutuhan adanya laboratorium dan transportasi
specimen, sehingga hanya membutuhkansedikit peralatan dan hasil tesnya dapat
diketahui secara cepat oleh pasien.
c. Hampir semua petugas pelayanan kesehatan (dokter, perawat dan bidan
professional) bisa melakukan prosedur ini secara efektif, dengan syarat telah
mendapatkan pelatihan dan supervise yang adekuat.
d. Sebagai uji screening, IVA menghasilkan hasil yang lebih akurat dalam
mengidentifikasi lesi prekanker dibandingkan sitologi serviks. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan IVA, dari wanita yang berisiko tinggi mengalami
karsinoma serviks, 45-79% dia antaranya teridentifikasi adanya lesi prekanker,
namun spesifitasnya lebih rendah dan terdapat risiko overtreatment. Sedangkan
tingkat sensitivitas pemeriksaaan sitologi sebesar 47-62%.
Namun sama seperti pemeriksaan sitologi, salah satu kekurangan pemeriksaan IVA
adalah bahwa hasilnya sangat bergantung pada tingkat akurasi dari interpretasi
individu. Oleh karena itu, pelatihan dan system pengontrolan kualitas merupakan hal
yang sangat penting.
IVA memiliki banyak kelebihan yang signifikan dibandingkan Pap smear
untuk kondisi dengan sarana dan prasarana terbatas,
terutama dari segi peningkatan jangkauan screening,
perbaikan dalam perawatan dan follow up, serta kualitas program secara umum.
Syarat mengikuti tes IVA adalah :
a) Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b) Tidak sedang datang bulan/haid
c) Tidak sedang hamil
d) 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan
menggunakan sebuah alat bernama colposcope.
Cara ini merupakan cara penilaian sel invito dengan pembesaran 200 kali karena
abnormalitas pada neoplasma yang terlihat dengan pembesaran umumnya terlihat pada inti
sel. Maka inti sel harus diwarnai terlebihdahulu dengan biru tolvidin 1%. Dalam 20-30
detik inti sel akanmengambil zat warna. Zat warna yang tersisa dibersihkan dengan
larutan garam fisiologik dan pemeriksaan dapat segera dimulai dengan menyentuhujung
alat ke serviks. Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang
ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan
cara seperti ini, kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat.
Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik
atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang
dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi
sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional.
Suatu uji HPV yang sederhana, akurat, cepat, terjangkau dan dapat diterima secara luas
akan berpotensi besar untuk mengurangi karsinoma serviks di negara-negara berkembang
dan akan lebih hemat biaya pada kondisi dengan sumber daya terbatas. Suatu asosiasi yang
dinamakan Program for Appropriate Technology in Health (PATH) telah meluncurkan
suatu proyek yang diberi nama Screening Techologies to Advance Rapid Testing for
Cervical Cancer Prevention Project (START Project), yang bertujuan untuk memajukan
strategi pencegahan karsinoma serviks di negara-negara dengan sumber daya terbatas,
dengan cara memfasilitasi pengembangan dan validasi format uji biokimia yang tepat,
terjangkau, dan efektif untuk mendeteksi CIN dan karsinoma serviks tahap awal dengan
deteksi HPV tipe onkogenik.
DIAGNOSIS DEFINITIF
1. Biopsi Serviks dan Kuretase
Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan
tentunya biopsy ini dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan
itu. Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks
untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik
untuk melakukan biopsi contoh jaringan dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan
dalam waktu yang tidak lama. Jika diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar
area serviks, tergantung pada temuan saat melakukan colposcopy.
Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan.
Selama kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan
pada saluran endoserviks, area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan
sedikit nyeri, tapi nyeri akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan
kuretase biasanya baru bisa dilihat paling tidak 2 minggu.
DD
1.8. Penatalaksanaan
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
1. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila
pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi
pilihan.
Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil
selembar jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan lintasan
kabel untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah , dan
mengambil sel dari mulut serviks
4. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan
kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
1.9. Komplikasi
a. Retensi Urin
Terjadi akibat rudapaksa pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intra pelvis,
hingga timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi uri saat histerektomi total
radikal.
b. Kista Limfatik Pelvis
Terjadi akibat pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainase limfe tidak lancar
sehingga dapat terbentuk kista limfatik retroperitoneal.
Penanganan untuk kanker serviks invasive biasanya membuat seseorang tidak hamil.
Pada beberapa wanita terutama wanita yang lebih muda dan yang belum memulai
keluarga- infertilitas merupakan efek samping yang paling tidak disukai dari
penatalaksanaan. Jika pasien mengkhawatirkan tentang kemampuannya untuk dapat
hamil, maka dokter perlu memberikan penjelasan tentang untung rugi dari
penatalaksanaan tersebut dengan jelas.
Untuk beberapa kelompok wanita dengan kanker serviks dini, operasi aman-dari
fertilitas merupakan pilihan yang tepat. Prosedur operasi ini yaitu hanya dengan
memindahkan serviks dan jaringan limfatik (radikal trachelectomy) dapat
mempertahankan uterus. Penelitian mengenai radical trachlectomy mengatakan bahwa
kanker serviks dapat ditangani dengan teknik ini, walaupun tidak semua wanita cocok
dan beberapa resiko tambahan pada operasi ini. Kehamilan mungkin dapat terjadi
namun terjadi peningkatan resiko yang bermakna terhadap insiden kelahiran premature
dan keguguran.
1.10.Pencegahan
Deteksi Dini:
Ada pun cara metode-metode dalam deteksi dini pada Kanker serviks antara lain yaitu: (1) Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini Kanker serviks, test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang
digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan Kanker serviks dan bagian Kanker
serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan leher
rahim, kemudian dilakukan biopsy pada lesi- lesi tersebut, (2) Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik
cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang
ada pada kanker serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi
akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni,
2007), (3) Inspeksi Visual Asam Asetat (IV A) tes merupakan alternatif skrining untuk kanker
serviks. T es sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana skrining
untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan
non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana,
permukaan leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada
permukaan Kanker serviks yang tidak normal (Elizabeth 2001). Elizabeth. (2001). Cegah
kanker pada wanita. Jakarta: EGC.
Pencegahan
Upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari faktor risiko seperti:
(1) Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi
menular seksual
(2) Menghindari merokok, kandungan nikotin dalam rokok pun dapat mengakibatkan Kanker
serviks
(3) Menghindari mencuci vagina dengan anti septik tidak dilakukan secara rutin, kecuali bila
ada indikasi infeksi yang membutuhkan pencucian dengan antiseptik. Obat tersebut dapat
membunuh kuman, termasuk kuman bacillus doderlain di vagina yang mempertahankan pH
vagina
(4) Jangan pernah menaburi talk pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan,
dikhawatirkan serbuk talk tersebut akan terserap masuk ke dalam vagina dan lama kelamaan
berkumpul kemudian mengendap menjadi benda asing yang bisa berubah menjadi sel kanker
(5) Diet rendah lemak. Diketahui bahwa timbulnya kanker berkaitan erat dengan pola makan,
lemak memproduksi hormon estrogen, dan endometrium yang sering bersinggungan dengan
hormon estrogen mudah berubah menjadi kanker
(6) Memenuhi kecukupan gizi tubuh terutama betakaroten, vitamin C, dan asam folat. Ketiga
zat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa kanker serviks. Oleh karena itu, rajinlah
mengkonsumsi wortel, buah-buahan yang mengandung vitamin C dan makanan hasil laut
(7) Hubungan seks terlalu dini, idealnya hubungan seks dilakukan setelah perempuan benar-
benar matang. Ukuran pematangan bukan hanya dilihat dari datangnya menstruasi, tetapi juga
bergantung pada pematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam
rongga tubuh. Sel-sel mukosa akan matang setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas, maka
hendaknya perempuan yang berumur di bawah 16 tahun tidak melakukan hubungan seks,
meskipun sudah menikah
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan
dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan
stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai
menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan
umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis
kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.
• Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
• Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%.
Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk
wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
• Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita
yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%.
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
• Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
• Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6. Stadium 5
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.
Islam mensyariatkan, jika seseorang tertimpa penyakit maka ia diperintahkan untuk berusaha
mengobatinya. Al-Qur`ân dan as-Sunnah telah menetapkan syariat tersebut. Dan pada
pelayanan dokter memang terdapat faedah, yaitu memelihara jiwa. Satu hal yang termasuk
ditekankan dalam syariat Islam
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan
kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.
"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).” [HR Bukhari dan Muslim
الرح َم ِن َعب ِد َعنَّ س ِعيد أ َ ِبي ب ِن َ سو َل أ َ َّن أَ ِبي ِه
َ ِ عن ال ُخد ِري َّ صلَّى
ُ ّللاِ َر َّ سلَّ َم َعلَي ِه
َ ُّللا ُ الر ُج ُل َين
َ ظ ُر َل قَا َل َو َّ الر ُج ِل َعو َر ِة إِلَى
َّ
َ َ َ
ال َمرأةِ َعو َرةِ إِلى ال َمرأة ُ َو َل
"Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain),
dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]
Jong WD, Syamsuhidayat R. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7th ED.