Anda di halaman 1dari 39

Case Report Session

STRUMA NODUSA NON-TOKSIK

Oleh

Firlando Riyanda 1740312251

Preseptor:
dr. Ismeldi Syarief, Sp.B-(K)Onk

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang berjudul

“Struma Nodusa Non-Toksik.” CRS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Ismeldi Syarief, Sp.B (K) Onk

selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yag

telah membantu dalam penulisan CRS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih memiliki banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga

CRS ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bukittinggi, 13 Mai 2018

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tiroid merupakan kelenjar endokrin terbesar dalam tubuh manusia yang

terletak di leher bagian depan, di bawah lapisan kulit dan otot. Kelenjar tiroid

berbentuk kupu-kupu dengan dua sayap yang merupakan lobus tiroid kiri dan kanan

di sekitar trakea. Fungsi tiroid aalah membuat hormon tiroid (tiroksin dan

triiodotironin) yang berperan meningkatkan aktivitas metabolisme pada hampir

semua jaringan tubuh1.

Pada kelenjar tiroid cukup sering ditemukan nodul tumor. Sekitar 4– 8%

nodul tiroid bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya tumor banyak

ditemukan pada wanita. Nodul tiroid pada orang dewasa umumnya adalah nodul jinak

dan hanya sekitar 5% yang ganas. Nodul tiroid yang ditemukan pada anak-anak dan

dewasa muda, insidensnya sekitar 1,5%2.

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap

yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu

berarti dan pada sebagian besar golongan masyarakat di daerah tertentu, keadaan ini

merupakan suatu hal yang biasa di jumpai. Nodul tiroid bisa merupakan suatu

neoplasma (5-10%), baik jinak atau ganas dan keadaan ini bergantung pada usia dan

ukuran tumor. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya

usia3.

Penegakan diagnosis dan menentukan rujukan yang tepat pada pada

pembengkakan kelenjar tiroid atau struma tiroid merupakan kemampuan yang harus

3
dimiliki seoarang dokter umum yang merupakan kompetensi 3A dalam Standar

Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012 sehingga penulis merasa akan

sangat berguna bila membahas Case Report Session mngenai Struma Nodusa Non-

Toksik, baik untuk keilmuan penulis maupun untuk diterapkan ke masyarakat agar

dapat mencegah, memprediksi dan mendiagnosis kasus struma nodusa non-toksisk

serta dapat memberikan pertolongan awal dan rujukan terhadap pasienstruma nodusa

non-toksisk.

1.1 Tujuan Penulisan


Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan

penulis tentang Struma Nodusa Non-Toksik serta pengaplikasiannya dalam

mendiagnosa dan menatalaksana kasus Struma Nodusa Non-Toksik.

1.2 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan tentang Struma Nodusa Non-Toksik yang nantinya dapat diterapkan

pada saat bekerja di pusat layanan kesehatan.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan mengacu pada berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Tiroid

2.1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

4
Tiroid berasal dari bahasa Yunani yaitu thyreos yang berarti pelindung dan

eidos yang berarti bentuk.4 Kelenjar tiroid terletak di leher bawah, yaitu setinggi

vertebrae servikal 5 hingga thorakal 1, anterior dari trakea, menutupi cincin trakea ke-

2 hingga ke-4, di antara kartilago krikoid dan takik suprasternal. Tiroid terdiri dari

dua lobus lateral dengan kutub superior dan inferior yang dihubungkan oleh isthmus.

Normalnya ia berukuran 12 hingga 15 mm, kaya vaskularisasi, berwarna cokelat

kemerah-merahan dan berkonsistensi lunak4,5. Kapsul fibrosa menggantungkan

kelenjar ini pada fasia pratrekea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti

dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar

tiroid. Empat kelenjar paratiroid yang memproduksi hormon paratiroid berlokasi di

bagian posterior dari tiap kutub tiroid. Saraf laringeal recurrent berjalan melewati

pinggir lateral kelenjar tiroid dan harus diidentifikasi saat operasi tiroid untuk

mencegah paralisis pita suara6.

Tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya

antara 100-300 mikrometer) yang dipernuhi oleh bahan sekretorik yang disebut

koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke

bagian folikel tersebut. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin

besar yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon

yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorpsi

kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.1

5
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar tiroid4

Gambar 2.2 PErdarahan Kelenjar Tiroid

6
Persarafan kelenjar tiroid diatur oleh sistem saraf otonom. Serabut

parasimpatis berasal dari nervus vagus, dan serabut simpatis berasal dari ganglion

superior, media dan inferior dari trunkus simpatis. Saraf-saraf kecil ini memasuki

kelenjar bersamaan dengan pembuluh darah. Regulasi saraf otonom dari sekresi

kelenjar tidak belum sepenuhnya dipahami, tetapi kebanyakan efek berasal dari

pembuluh-pembuluh darah.7

Gambar 2.3 Persarafan Leher7

Perdarahan arteri pada kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroid superior yang

merupakan cabang dari arteri karotis eksterna dan arteri tiroidea inferior cabang dari

arteri subklavia dan kadang-kadang dari ima tiroid dari arteri brakiosefalik. Arteri-

arteri ini mempunyai banyak anastomosis kolateral satu sama lain, secara ipselateral

dan kontralateral. Arteri tiroid ima merupakan pembuluh tunggal yang berasal dari

arkus aorta atau arteri inominata dan memasuki kelenjar tiroid dari batas inferior

isthmus5. Aliran ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gr kelenjar/menit, dalam keadaan

7
hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising

aliran darah atau bruit diujung bawah kelenjar.

2.1.2 Histologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Jaringan

tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkus oleh simpai jaringan

ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim10.

Gambar 2.4. Gambaran histologi dari kelenjar tiroid10.

Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung

suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel

sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di

kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau diantara folikel.

Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan

hormon ke dalam aliran darah10.

8
2.1.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang

kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium

nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat

ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat

tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan

disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan

dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian

mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu

globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat

albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid

Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi

dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang

dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran

hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular

yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium,

yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang8.

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.

Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon

tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus

9
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin

Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus1.

Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak

langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa

kategori yaitu :9

a) Efek pada laju metabolism

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara

keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan

pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.

b) Efek kalorigenik

Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.

c) Efek pada metabolisme perantara

Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat

dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik

bersifat multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian

karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat

menginduksi efek yang bertentangan.

d) Efek simpatomimetik

Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin

(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf

simpatis dan hormon dari medula adrenal.

e) Efek pada sistem kardiovaskuler

10
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatanbkontraksi

jantung sehingga curah jantung meningkat.

f) Efek pada pertumbuhan

Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi

juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein

struktural baru dan pertumbuhan rangka.

g) Efek pada sistem saraf

Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf

terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas

normal SSP pada orang dewasa.

2.1.4 Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan

kira-kira 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida, atau kira-kira

1mg/minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium, garam dapur diiodisasi dengan

kira-kira 1 bagian natrium iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.1

Iodida yang ditelan per oral akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam darah

dengan cara yang sama seperti klorida. Normalnya sebagian besar iodida tersebut

akan segera diekskresikan oleh ginjal, tetapi hanya setelah seperlima bagiannya

secara selektif dipindahkan dari sirkulasi ke dalam kelenjar tiroid dan digunakan

untuk sintesis hormon tiroid.1 Membran sel tiroid mempunyai kemampuan spesifik

untuk memompakan iodida secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut

penjeratan iodida (iodide trapping). Pada kelenjar tiroid yang normal, pompa iodida

11
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali dari konsentrasinya di dalam darah. Bila

kelenjar tiroid menjadi sangat aktif, maka rasio konsentrasi tadi dapat meningkat

menjadi 250 kali dari nilai normal. Kecepatan penjeratan iodida oleh tiroid

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang paling penting adalah konsentrasi TSH

dimana TSH merangsang sedangkan hipofisektomi menghilangkan aktivitas pompa

iodida di sel tiroid.1

Gambar 2.5. Regulasi hormon tiroid

Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, yang

merupakan substrat utama yang dikombinasikan iodida untuk membentuk hormon

tiroid. Jadi, hormon tiroid dibentuk dalam tiroglobulin dan tetap menjadi bagian dari

tiroglobulin sebagai hormon yang disimpan dalam koloid folikel.1

2.2 Struma
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi

12
Struma atau biasa disebut goiter merupakan pembengkakan abnormal dari

kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi secara menyeluruh dan halus

yang disebut struma difusa atau ia dapat menjadi besar oleh karena pertumbuhan satu

atau lebih benjolan (nodul) di dalam kelenjar tersebut sehingga disebut struma

noduler.11

Struma dapat terus menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah normal, yang

mana dalam kasus ini disebut struma eutiroid atau non toksik. Tetapi struma juga

dapat berkembang menghasilkan overproduksi hormon tiroid yang dinamakan struma

toksik atau ketidakmampuan memproduksi hormon tiroid sama sekali yang disebut

hipotiroidisme.11

2.2.2 Epidemiologi

Struma tiroid bukan masalah klinis yang tidak biasa, bahkan di daerah yang

cukup yodium. Kejadiannya 2-4 per 100.000 orang per tahun, lebih sering terjadi

pada wanita dan orang tua. Penelitian telah menunjukkan struma tiroid terjadi pada

5% wanita dan 1% pria di area yang cukup yodium. Evaluasi struma tiroid ditujukan

untuk membedakan struma tiroid jinak dan ganas yang terdiri dari riwayat rinci

(iradiasi, riwayat keluarga dll), pemeriksaan dan penyelidikan biokimia, radiologi dan

sitologi. Sejumlah penelitian menunjukkan prevalensi 2-6% terdiagnosis dengan

palpasi, 19-35% dengan USG dan 8-65% dalam data otopsi12. Diagnosis yang paling

umum adalah kista koloid dan nodul (80% kasus), neoplasma folikel jinak (10-15%

kasus) dan kanker tiroid (5% kasus)13.

2.2.3 Etiologi
Terdapat tiga kategori penyebab pembesaran kelenjar tiroid, yaitu :
1. Insufisiensi produksi hormon tiroid

13
Ketika kelenjar tidak efesien dalam menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah

yang cukup, ia mengkompensasi dengan cara memperbesar ukurannya. Di

seluruh dunia, penyebab paling sering adalah defisiensi asupan iodin, yang

diperkirakan mengenai hampir 100 juta manusia yang tinggal dalam

kemiskinan.11

2. Inflamasi kelenjar (Tiroiditis)

Inflamasi kelenjar dapat membuat kelenjar tersebut membengkak. Beberapa

jenis penyebab inflamasi kelenjar tiroid yang umum yaitu tiroiditis autoimun

dan tiroiditis postpartum. Tiroiditis autoimun atau yang disebut juga tiroiditis

Hashimoto terjadi ketika sistem imun seseorang berbalik menyerang kelenjar

tiroidnya sendiri, membuatnya meradang sehingga kelenjar membengkak.11

3. Tumor kelenjar

Struma juga dapat berasal dari tumor yang biasanya jinak tetapi kadang bisa

jadi ganas. Kebanyakan tumor tiroid muncul sebagai nodul-nodul diskret,

tetapi terdapat beberapa jenis kanker tiroid yang dapat menimbullkan

pembesaran secara umum pada kelenjar11.

Tabel 2.1 Tipe, penyebab dan tanda serta gejala struma


Tipe Struma Penyebab Tanda dan gejala umum
Defisiensi yodium (goiter Asupan yodium yang Pembesaran kelenjar tiroid
endemik) tidak adekuat (struma)
Fungsi tiroid normal atau
menurun (hipotiroidisme)
Graves disease Stimulasi autoimun Struma
(Struma difusa toksik) kelenjar tiroid Hipertiroidisme
Tiroiditis autoimun Inflamasi sistem imun Struma

14
Tipe Struma Penyebab Tanda dan gejala umum
(Hashimoto, limfositik persisten pada kelenjar Hipotiroidisme
kronik) tiroid
Tiroiditis subakut Infeksi virus Pembesaran kelenjar yang
(de Quervain) sangat nyeri dan lunak
Lemah, demam, menggigil, dan
berkeringat dingin
Tirotoksikosis, sering diikuti
hipotiroidisme
Adenoma toksik dan Tumor tiroid jinak Struma noduler
Struma multinoduler Hipertiroidisme
toksik
Struma dan nodul tiroid Tumor tiroid ganas Tidak ada gejala
curiga keganasan Gejala lokal pada leher
Gejala penyebaran tumor

2.2.4 Klasifikasi Histopatologi dan Stadium Berdasarkan TNM


Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO :
Tumor epitel maligna
1. Karsinoma folikulare
2. Karsinoma papilare
3. Campuran karsinoma folikulkare-papilare
4. Karsinoma anaplastik (undifferentiated)
5. Karsinoma sel skuamosa
6. Karsinoma tiroid medulare
Tumor non-epitel maligna
1. Fibrosarkoma
2. Lain-lain
Tumor maligna lainnya
1. Sarkoma
2. Limfoma maligna
3. Haemangiothelioma maligna
4. Teratoma maligna
Tumor sekunder dan unclassified tumors

15
Rosal J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare,
karsinoma folikulare, “hurthle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel skuamos,
tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan
“undifferentiated carcinoma”
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid
atas 4 tipe yaitu karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan
karsinoma anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 – 2002
T-Tumor Primer
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak didapat tumor primer
T1 : Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih terbatas pada
tiroid
T2 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari
4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada
tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid
yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak
peritiroid)
T4a :Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke
tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus,
n. laringeus recurren
T4b : Tumor menginvasi fasia prevertebrata, pembuluh mediastinal atau
arteri karotis
T4a*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada
tiroid
T4b*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar
kapsul tiroid

16
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik Intratiroid – resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid – irreektabel secara bedah

N : Kelenjar Getah Bening Regional


Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a : Metastasis pada kelenjar getah bening cervicallevel VI (pretrakheal
dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan delphian)
N1b : Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral
atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal
atas/superior

M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
M1 : Terdapat Metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor:


1. Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
2. Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hurthle cell carcinoma)
3. Medullary carcinoma
4. Anaplastic/undifferentiated carcinoma

17
Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 5 Tahun
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II iap T Tiap N TM1

Papilare atau Folikulare umur ≥ 5 Tahun danMedulare


Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T2 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)


Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

2.3.5 Diagnosis14
1) Anamnesis
a. Pengaruh usia dan jenis kelamin. Pada ekstrem (<25 tahun dan > 50
tahun); laki-laki secara proposiaonal merupakan faktor risiko.
b. Perbah medapat paparan radiasi di daerah leher dan kepala pada masa
kanak-kanak; atau daearah yang mengalami ledakan “bom atom”
c. Daerah sturma endemi mempunyai insidens sedikit lebih tinggi terjadinya
karsinoma tiroid tipe folikuler dan anaplastik. Daerah tanpa defisiensi
yodium atau daerah pantai mempunyai angka insiden karsinoma papiler
lebih tinggi dibanding daerah endemis.
d. Benjolan pada kelenjar tiroid yang tumbuh lebih capat pada beberapa
“waktu” terakhir (anaplastik atau kista tiroid). Pada umumnya, tumor
jinak atau karsinoma berdiferensiasi mempunyau petumbuhan yang
sangat lamban.
e. Riwayat adanya gangguan mekanis, seperti gangguan menelan, gangguan
bernapas. Perubahan atyauhilnagnya suara, dan muali adanya rasa nyeri
ileh karena infiltrasi pada syaraf atau kulit.
2) Pemeriksaan Fisik

18
a. Adanya benjolat padat pada tiroid; bisa mono-nodular atau multinoduler
b. adanya perbesaran KGB leher
c. Ada tidaknya keluhan dan tanda-tanda metastasis jauh -> benjolan pada
kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum, dan tanda-tanda yang
menunjukan metastasis pada paru serebral, hati, dan lain-lain.
d. Kadang dijumpai Horner Syndrome terutama pada karsinoma tiroid tipe
anaplastik.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tiroglobulin sebagai turmor markae. Kegunaan tiroglobuli
sebagai alat diagnosis dan skrining tidak dianjurkan. Tiroglobulin
dipergunakan sebagai monitor kekambuhan jika pada pemeriksaan
inisial meningkat.
b. Pemeriksaan fungsi tiroid seperti FT3, FT4, dan TSH harus rutin
dilakukan, meskipu tidak spesifik untuk karsinoma tiroid.
c. Pemeriksaan kadar calscitonin untuk mendiagnosis suatu karsinoma tipe
modulare. Selai untuk diagnositik pemeriksaan calcitonin juga
digunakan untuk skrining dengan atau “imaging” terutama
ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ultrasonografi sangat bergantung
pada operator (operator dependent). USG selain dapat membedakan
nodul solid, kistik atau kistik dengan pertumbuhan papiler. USG sangat
berguna untuk evaluasi post0operatif untuk melihat masih adanya
Thyroid remnant, adanya nodul yang tersisa, ataupun perbesaran KGB
leher. USG juga dapat membantu menentukanada tidaknya
hipervaskuler (“dopler”) seperti pada hipertirodisme.
d. Pemeriksaan foto polos leher dengan teknik jaringan lunak dapat melihat
adanya mikrokalsifikasi, infiltrasi/pendesakan jaringan sekitar.
e. Thyro-scan/scintigraphy merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
bahan radio-isotop yang memberikan hasil cukup objektif(operator
independent). peeriksaan ini terutama untuk melihat apakah nodul yang
ada “fungsional”atau tidak (normal, hot, cold). untuk kepentingan
diagnosis suatu karsinoma tiroid thyro-scan tidak banyak membantu.
Pada umumnya, karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah cold
nodule, tetapi demikian juga kista tiroid. Pemakaian radio-isotop juga

19
penting untuk melihat apakah metastasis yang didapat melakukan
uptake bahan radio-isotop tersebut. Saat ini, bahan radio-isotop yang
banyak digunakan adalah 99mTc.
f. Pemeriksaan imaging lain terutama bertujuan untuk melihat eksten
karsinoma tiroid, infiltrasi metastasis dan operabiltasnya, seperti foto
toraks, foto tulang, esofagogram, CT-scan, MRI.
4) Pemeriksaan dengan Biopsi Jarum Halus (FIne Needle Aspiration Biopsy)
Merupakan pemeriksaan sitologi. Ketepatan dari biopsi jarum halus
bergantung pada beberapa hal, yaitu ketepatan memilih nodul yang tepat (kadang
diperlukan “tuntunan” USG); kedua pembuatan slides yang baik dan fiksasi yang
tepat; kemampuan dan pengalaman ahli sitologi untuk menginterpretasikan slides
yang diperiksa. Kelemahan dari pemeriksaan sitologi adalah jika nodul yang
diperiksa terdiri dari kista (cairan di aspirasi habis, sisa diperiksa) dan untuk
membedakan antara adenoma dankarsinoma tipe folikuler, yang interpretasi
keganasannya tidak tergantung dari morfologi sel/inti sel, tetapi pada infiltrasi kapsel
dan invasi ke dalam vaskuler yang hanya dilihgat pada pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan “potong beku” banyak memberikan kontroversi tentang ukuranb dan
kegunaannya, dan pada keputsakaan tidak dianjurkan lagi.
5) Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan jaringan pembedahan atau histopatologi merupakan gold
standart diagnosis karsinoma tiroid pascabedah. Biopsi pada karsinoma tiroid yang
operabel tidak dibenarkan. Biopsi hanya dilakukan pada karsinoma tiroid yang in-
operabel, seperti pada karsinoma anaplastik.
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas jika
 Ada risk faktor(usia, laki, paparan radiasi)
 Nodul padat (jika tumbuh cepat kemungkinan karsinoma anaplastik)
 Ada pembesaran KGB lehar (hati-hati untuk memutuskan biopsi)
 Ada tanda-tanda pendesakan organ sekitar
 “James Berry sign”, Delphian node
 Ada tanda-tanda metastasis jauh.
2.4.6 Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Secara umum, penatalaksanaan struma ialah tergantung dari penyebabnya,
antara lain:9
A. Defisiensi Iodium
Struma yang disebabkan kekurangan asupan yodium dalam makanan maka

20
akan diberikan suplementasi yodium per oral sebagai penatalaksanaannya. Hal ini
akan menyebabkan penurunan ukuran struma, tapi sering kali ukuran struma tidak
akan benar-benar mngecil sehingga membutuhkan operasi.
B. Tiroiditis Hasimoto
Struma yang disebabkan Tiroiditis Hashimoto akan mengalami keadaan
hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid eksternal sebagai dalam
bentuk pil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid
normal, tetapi terkadang tidak mengembalikan ukuran kelenjar tiroid seperti semula,
walaupun ukuranya juga bisa lebih kecil, sehingga membutuhkan operasi. Pengobatan
hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besarnya struma.
C. Hipertiroidisme
Pada struma karena hipertiroidisme, penatalaksanaan akan tergantung pada
penyebab hipertiroidisme. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium
radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya struma. Tujuan
pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
o Obat anti tiroid
Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasol.Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai
sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5. Pasien dengan krisis tiroid
o Iodium radioaktif (Iodium 131)
Iodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang
tidak mau dioperasi maka dapat diberikan iodium radioaktif yang dapat
mengurangi ukuran struma sekitar 50%. Iodium radioaktif tersebut

21
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap
jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukemia, atau
kelainan genetik. Iodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau
cairan yang harus diminum di rumah sakit pada kamar isolasi, obat ini ini
biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
Indikasi :
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih
2. Hipertiroidisme yang kambuh
3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Disamping mengetahui penyebabnya, pemeriksaan klinis juga diperlukan


untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel
atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi
insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan
tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemerikasaan potong beku (VC).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
2. Karsionoma papilare
dibedakan atas risiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total.
4. Karsionoma medulera
Dilakukan tindakan tiroidektomi total.

22
5. Karsionoma anaplastik
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna ataukemo-radioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB
(biopsy aspirasi jarum halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “Foliculare Pattern” dan “Hurtle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaaan potong beku
seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi
dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar
sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong
beku

23
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn.. AN
Nomor MR : 264861
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat : Koto, Bukittinggi
II. Anamnesis
Autoanamnesis didapatkan dari pasien sendiri.
Seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke Bangsal Bedah RSUD
Achmad Mocthar, kiriman dari poli RSAM pada 12 Mei 2018 dengan
Keluhan Utama
Benjolan pada leher kanan yang semakin membesar sejak 1 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Benjolan pada leher kanan yang semakin membesar sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan pada leher dirasakan tiba-tiba dan membesar
dalam 1 minggu ini. Warna benjolan sama dengan kulit sekitarnya.
- Nyeri pada benjolan tidak ada, perubahan warna kulit pada benjolan tidak
ada, keluar darah atau nanah dari benjolan tidak ada, benjolan tidak terasa
panas.

24
- Berkeringat banyak tanpa beraktivitas (-)
- Mudah lelah tidak ada
- Sesak nafas dan rasa berdebar tidak ada
- Pasien merasa sulit menelan
- Benjolan di ketiak, lipat paha tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Suara serak ada.
- Penurunan berat badan tidak ada.
- Tangan gemetaran tidak ada.
- Nafsu makan biasa.
- BAB dan BAK tidak ada keluhan.
- Tinggal di dataran tinggi
- Konsumsi garam iodium (+)
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat operasi pada leher tidak ada.
- Riwayat mendapat terapi radiasi pada leher tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit benjolan pada leher.
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit tumor
maupun keganasan.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : composmentis cooperative
Keadaan sakit : sakit sedang

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Pernafasan : 16 x / menit
Suhu tubuh : 36,5°C

Status Gizi
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 78 kg

25
Status gizi : overweight (IMT = 28,65 kg/m2)

Status Generalisata
 Kulit : sianosis (-), ikterik (-)
 Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran KGB.
 Kepala : Eksoftalmus (-). Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik . Pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
 Telinga : tidak ada kelainan
 Hidung : tidak ada kelainan
 Tenggorok : tidak ada kelainan
 Thorak : cor dan pulmo dalam batas normal
 Abdomen : distensi (-), bising usus (+)
 Punggung : tidak ada kelainan
 Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

Status lokalis :
Regio colli:
 Inspeksi : tampak benjolan di regio colli anterior dextra ukuran sebesar
telur ayam, warna kulit sama dengan sekitarnya, massa ikut bergerak saat
menelan.
 Palpasi : teraba massa soliter dengan ukuran 6 cm x 3 cm x 1.5 cm di
regio colli anterior dextra, konsistensi padat, permukaan rata, batas tegas,
massa ikut bergerak saat menelan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran KGB regional.
 Auskultasi : bruit (-)

FOTO KLINIS PASIEN

26
Foto leher tampak depan

Foto leher tampak kanan dan kiri.

Diagnosa Kerja: Benjolan Daerah Colli ec Susp Strauma Nodusa

Pemeriksaan Penunjang Sederhana


Indeks Wayne
Subjektif Nilai Objektif Ada/Tidak
Sesak saat bekerja 0 Tiroid teraba Ada (+3)
Palpitasi 0 Bruit tiroid Tidak (-2)
Cepat Lelah 0 Eksoftalmus Tidak (0)
Suka Udara Panas -5 Lid Retraksi Tidak (0)
Suka Udara Dingin 0 Hiperkinetik Tidak (-2)

27
Keringat Banyak 0 Tremor Jari Tidak (0)
Gugup 0 Tangan panas Tidak (-2)
Nafsu Makan Berkurang 0 Tangan basah Tidak (-1)
Nafsu Makan Bertambah 0 Fibrilasi Atrium Tidak (0)
BB Naik 0 Nadi < 80x/i Ada (0)
BB Turun 0 Nadi 80-90 x/i
Nadi > 90x/i
Skor = -9 (Eutiroid)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (16 Mei 2019) :
Darah Rutin
Kadar Rujukan
Hemoglobin 13,9 g/dL P 13-16 g/Dl
W 12-14 g/dL
Hematokrit 42,6 % P 40-48 %
W 37 – 43 %
3
Leukosit 7.440 /mm 5000-10000/mm3
Trombosit 194.000/mm3 150000-400000/mm3
Kesan: Normal

Pemeriksaan Hormon Tiroid


Kadar Rujukan
T3 1,49 nmol/l 0,92-2,33 nmol/l
FT4 12,60 pmol/L 10,6 – 19,4 pmol/L
TSH 1,0930 uUI/ml 0,25 – 5 uUI/Ml
Kesan: Normal

Pemeriksaan Rongent Thoraks

28
Kesan : Cor dan Pulmo tidak tampak kelaianan

Pemeriksaan UCG Colii

29
Lobus kiri tak membesar disertai nodul multiple solid isoechoik tanpa lalsifikasi
diameter ± 11 mm, disetai flow vascular intranodul
Lobus kana membesar dengan nodul solid inhomogen disertai komponen kistik
ukuran 36x30x39 mm tanpa flow vaskuler
Scanning leher tidak tampak pembesaran KGB
Kesan : Struma Multinodusa Solid Bilateral

DIAGNOSIS
Struma nodusa non toksik

PENATALAKSANAAN
Isthmolobektomi Sinistra

ANJURAN
Pemeriksaan histopatologi jaringan tumor.

30
Follow Up
Tgl 13 Mei 2017
S/ Keringat berlebihan (-)
Susah menelan (-).
O/ Keadaan Umum: Sedang
Kesadaran: CMC
TD: 110/80
Nd: 86x/mnt
Nafas: 20x/menit
Suhu: 36,5 ̊C
A/ Struma Nodusa Non Toxic
P/ Kontrol KU, VS,
Inj Cefepime 1 gr profilaks
Persiapan 1 unit PRC untuk operasi
Pro Ismolobektomi Dextra Senin, 14/05/2018

BAB IV

31
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki 62 tahun yang kemudian didiagnosa

dengan diagnosa Struma Nodusa Non-Toksik. Selanjutnya akan dibahas:

Pasien ini datang dengan keluhan utama benjolan di leher sejak 1 minggu

yang lalu. Keluhan pada lehar dapat terjadi pada beberapa penyakit seperti

limfadenopati, struma tiroid, dan duktus tiroglosus. Duktus Tiroglosis merupakan

kelainan kongenital yang biasanya muncul pada usia sebelum lima tahun sehingga

pada usia pasien 62 tahun duktus tiroglosus dapat disingkirkan. Diagnosis

Limfadenopati dan struma tiroid diperlukan anamnesis yang lebih dalam.

Limfadenopati pada leher biasa disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.

Limfadenopati virus bersifat akut (< dua minggu) sehingga perlu ditanyakan riwayat

infeksi pada pasien. Pasien tidak ada mengeluhkan demam, nyeri pada leher ataupun

nyeri tenggorokan sehingga tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien, oleh karena itu

limfadenopati dapat kita singkirkan.

Benjolan pada leher pada pasien ini mengarah pada struma tiroid. Benjolan

terdapat di leher kanan sebelah kanan persis dengan letak anatomi kelenjar tiroid pada

leher anterior setingg cervikal lima hingga thorakal satu. pada pasien dengan struma

tiroid perlu dilakukan investigasi keganasan tiroid terlebih dahulu dengan anamnesis

dan pemeriksaan fisik15.

Anamnesis pada pasien ditemukan pasien laki-laki beusia 62 tahun, benjolan

pada leher kanan dirasakan sejak 1 minngu yang lalu dengan ukuran yang semakin

lama semakin membesar. Jenis kelamin laki-laki dan usia >50 merupakan faktor

32
risiko keganasan tiroid pasien juga mengeluhkan susah menelan dan perubahan suara

menjadi serak. Pertumbuhan benjolan yang cepat disertai adanya tanda-tanda

pendesakan organ (sulit menelan dan suara serak) merupakan tanda klinis curiga

keganasan.

Pemeriksaan fisik menyeluruh dari kepala dan daerah leher sangat penting

untuk mengukur risiko keganasan pada nodul tiroid. Namun, dalam sejumlah kecil

pasien, temuan sugestif keganasan hadir pada pasien dengan nodul tiroid jinak.

Kecurigaan Tinggi untuk Keganasan15.

1. Nodul yang padat atau keras

2. Fiksasi nodul ke struktur yang berdekatan

3. Limfadenopati regional

4. Metastasis jauh

5. Kelumpuhan pita suara (pada laringoskopi tidak langsung)

Kecurigaan Moderat untuk Keganasan

1. Nodule> 4 cm atau sebagian cystic

2. Usia <20 atau> 70 tahun

Pemeriksaan fisik pada pasien regio colli anterior menunjukan kecurigaan sedang

pada keganasan,terdapat benjolan berukuran 6cm x 3cm x 1.5cm. Benjolan ikut

bergerak saat menelan, konsistensi padat, batas tegas. Tidak ditemukan adanya

pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Pemeriksaan hematologi rutin pasien dalam batas normal. Pasien juga

melakukan pemeriksaan kadar TSH dan FT4. Pada pemeriksaan tersebut, didapatkan

33
hasil dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang tersebut dapat disimpulkan

tidak adanya gejala tirotoksikosis.

Pemeriksaan penunjang imaging dapat dilakukan adalah USG, rongent, CT-

Scan dan MRI. Pemeriksaan USG regio Colii dilakukan sebagai skrining dan juga

pada pasien dengan benjolan suspek keganasan. Hasil USG dapat membantu menilai

kecurigaan keganasan pada tiroid16.

Gambar 4.1. Interpretasi USG Tiroid terhadap Risiko Keganasan16

Hasil USG Regio Colii pada pasien ini menunjukan low suspicious

malignancy dengan gambaran USG nodul solid dengan komponen kistik. Pada hasil

USG ini memiliki persentase keganasan sekitar 5-10 persen. Alur penatalaksanaan

34
pada pasien ini adalah berdasarkan kecurigaan keganasan yang didapat dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Gambar 4.2 Alogoritma Penatalaksanaan Nodul Tiroid14

35
Pada anamnesi dan pemeriksaan fisk pada pasien ini terdapat kecurigaan
keganasan tiroid sehingga dilanjutkan pemeriksaan histopatologi dengan FNAB atau
Eksisi dengan Isthmolobektomi14. Pada pasien ini benjolan bersifat operabel sehingga
investigasi dan tatalaksana pada pasien adalah isthmolobektomi terdapatnya massa
kistik pada hasil USG juga menurunkan indikasi untuk FNAB 14,15. Jaringan dari
isthmolobektomi akan diperiksa histopatologinya untuk menentukan tatalaksana
selanjutnya.

36
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Struma Nodusa Non-Toksik.

 Pada kasus struma/nodul Tiroid perlu diinvestigasi kecurigaan ganas dan

benign dengan anamnesi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi tiroid, dan

USG.

 Penatalaksaan kasus struma/nodul tiroid dilakukan berdasarkan suspek

keganasan dan jinaknya struma/nodul dan berdasarkan fungsi tiroid (T4 dan

TSH)

 Pada kasus ini dilakukan isthmolobektomi karena terdapat kecurigaan

keganasan dan bersifat operabel.

 Penatalaksaan selanjutnya berdasarkan hasil histopatologi jaringan eksisi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC
2. Hegedus L. 2004. The thyroid nodule. N Engl J Med. 351(1): 1764-71.
3. Kurnia A. 2007. Pedoman penanganan nodul tiroid. Rumah sakit cipto
mangunkusumo. Jakarta: FKUI
4. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. New York: McGraw-
Hill; 2005. h.2104
5. Dorion D. Thyroid Anatomy. Diunduh dari
http://reference.medscape.com/article/835535-overview. Diakses pada 16 Mei
2017.
6. R. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudima R. Buku Ajar
Ilmu Bedah, 1st. Jakarta: Jakarta: EGC; 2002.p808-11.
7. Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi E, Hegediis L, et al.
Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and
management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12(1) : 63-102.
8. De jong W, Sjamsuhidajat R. 2013. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3.
Jakarta:EGC
9. Sherwood L. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC.
10. Jonqueira LC, Carneiro J. 2012. Histologi dasar teks dan atlas. Edisi ke-12
Jakarta: EGC.
11. Ladenson PW. Goiter and Thyroid Nodule. Diunduh dari
http://endocrine.surgery.ucsf.edu/conditions--procedures/goiter.aspx. Diakses
pada 11 Mei 2018.
12. Dean DS, Gharib H. 2008. Epidemiology of thyroid nodules. Clin Endocrinol
Metab. 22(6): 901-11.

38
13. Imam, S. and Ahmad, S. 2016. Thyroid Disorders : Basic Science and Clinical
Practice. 1st ed. Switzerland: Springer International Publishing, p.239.
14. PERABOI. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. PERABOI
15. Gharib, H., Papini, E., Paschke, R., Duick, D., Valcavi, R., Hegedüs, L. and
Vitti, P. (2010). American Association of Clinical Endocrinologists,
Associazione Medici Endocrinologi, and European Thyroid Association
Medical Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and Management
of Thyroid Nodules: Executive Summary of Recommendations. Endocrine
Practice, 16(3), pp.468-475.
16. Haugen, B. (2016). 2015 American Thyroid Association Management
Guidelines for Adult Patients with Thyroid Nodules and Differentiated
Thyroid Cancer: What is new and what has changed?. Cancer, 123(3), pp.372-
381.

39

Anda mungkin juga menyukai