Anda di halaman 1dari 21

TERAPI MODALITAS GANGGUAN MOBILISASI PADA LANSIA

ANALISA KASUS KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH

Oleh

Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

APRIL, 2017
TERAPI MODALITAS GANGGUAN MOBILISASI PADA LANSIA

ANALISA KASUS KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH

disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Gerontikdengan dosen pengampu:


Ns. Kholid Rosyidi Muhammad Nur, S.Kep., MNS

oleh

Neneng Dwi Saputri NIM 142310101020

Aisatul Zulfa NIM 142310101029

Amanda Christie Yannus NIM 142310101065

Verina Sari Rahmadiar NIM 142310101068

Restina Septiani NIM 142310101118

Rizal Amirullah NIM 142310101141

Koyyimatus Solehah NIM 142310101146

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
APRIL, 2017

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
“Makalah Terapi Modalitas Gangguan Mobilisasi pada Lansia”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang


sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi semuanya.

Jember, April 2017

Penyusun,

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... ii
PRAKATA...................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Definisi ...................................................................................................3
2.1.1 Mobilisasi .................................................................................3
2.1.2 Tanda dan Gejala Hambatan Mobilisasi Fisik .............................3
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi mobilisasi ........................................4
BAB 3. APLIKASI TEORI .......................................................................................5
3.1 Gambaran kasus ....................................................................................5
3.2 Pengkajian Fisik ................................................................................5
3.3 Analisa Data ......................................................................................8
3.4 Diagnosa Keperawatan.....................................................................8
3.5 Intervensi Keperawatan ...................................................................9
3.6 Intervensi Berdasarkan Jurnal ......................................................12
BAB 4. PEMBAHASAN ......................................................................................13
BAB 5. KESIMPULAN .......................................................................................16
5.1 Kesimpulan ......................................................................................16
5.2 Saran ................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya (Alimul, 2009). Mobilisasi adalah
kemampuajn untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhu
kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada
ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter&Perry,
2006). Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia
(termasuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep
diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal. Mobilisasi
sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Immobilisasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Gangguan mobilisasi
(imobilisasi) mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas. Gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai suatu keadaan ketikan
individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, baik
aktif maupun pasif yang berdampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995).
Immobilisasi dapt berbentuk tirah baring yang brtujuan mengurangi aktivitas
fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk
mengembalikan kekuatan.
Difungsi bahu adalah salah satru masalah umum yang teejadi pada
lanjut usia dengan gejala, seperti nyeri dan penurunan gerak aktif serta fungsi
bahu. Penurunan kinerja fisik anggota badan bagian atas dan fungsi bahu
berdampak pada penurunan kinerja fungsional dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Oleh karena itu, menjaga kesejahteraan fungsional harus menjadi
sasaran prioritas pada perawatan kesehatan pada lanjut usia. Pendekatan
terapi yang dilakukan berdasarkan pada proses penuaan yang

1
bertanggungjawab pada perubahan besar yang terjadi pada otot dan sendi
yang menyebabkan gangguan otot dan sendi pada lansia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Mengetahui masalah kesehatan tentang gangguan mobilisasi, khususnya
disfungsi bahu
1.2.2 Mengetahui terapi modalitas untuk mengatasi gangguan mobilisasi
khususnya disfungsi bahu

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tentang Mobilisasi


2.1.1 Mobilisasi
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi seseorang. (Miller, 2012). Mobilisasi mengacu pada
kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Perry & Poter, 2005).
Mobilitas merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam fungsi fisiologis
karena hal itu diperlukan untuk mempertahankan kemandirian (Miller, 2012).
Aktivitas, mobilitas dan fleksibilitas merupakan bagian integral gaya hidup
seseorang.
Sistem dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi sistem lain dan erat
kaitannya dengan sistem muskuloskeletal karena tulang, sendi dan otot merupakan
unsur pembentuk sistem mobilisasi (Miller, 2012). Mobilisasi mempunyai banyak
tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan
diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan
rekreasi. Dalam mempertahankan mobilitas fisik secara optimal maka sistem
saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi dengan baik (Potter & Pery,
2005).
2.1.2 Tanda dan Gejala Hambatan Mobilitas Fisik
NANDA (2012), menyebutkan bahwa batasan karakteristik dari adanya
hambatan mobilitas fisik diantaranya : penurunan waktu reaksi menyebabkan
lansia akan mengalami perlambatan dalam merespon sesuatu, kesulitan
membolak-balik posisi sehingga jika lansia telah berada pada posisi tertentu pada
kursi roda maka akan terus dalam keadaan seperti itu, melakukan aktivitas lain
sebagai pengganti pergerakan (misal dengan meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain), dipsnea setelah beraktivitas sehingga lansia cepat capek,
perubahan cara berjalan, gerakan bergetar, keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik halus, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat
pergerakan, ketidakstabilan postur yang mempengaruhi cara berjalan, pergerakan
lambat, pergerakan tidak terkoordinasi. Faktor yang berhubungan penurunan

3
ketahanan tubuh, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan
kekuatan otot, disuse, kaku sendi.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilitas pada lansia diantaranya
gaya hidup, dimana hal ini merupakan kebiasaan sehari-hari yang berlangsung
secara terus menerus dari usia muda sehingga akan menjadi suatu perilaku lansia
dan pada akhirnya akan berdampak pada kemampuan mobilitas fisik, begitupun
lansia yang mempunyai gaya hidup dengan tingkat aktivitas yang tinggi akan
mempengaruhi kemampuan mobilitas fisiknya. Adanya proses penyakit/cedera
mempengaruhi fungsi sistem tubuh seperti seseorang yang telah mengalami
fraktur femur akan mengalami keterbatasan dalam ekstrimitas bagian bawah.
Osteoporosis juga merupakan suatu kondisi yang menyebabkan sulitnya lansia
untuk bergerak karena adanya pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah
Faktor kebudayaan juga dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
jika aktifitas lansia terbiasa dengan berjalan jauh akan mempunyai kemampuan
mobilitas yang kuat. Tingkat energi mempengaruhi kekuatan mobilitas, jika
energi yang tersedia banyak, maka mobilitas dapat tinggi begitupun sebaliknya,
mobilitas akan kecil jika tidak ada ketersediaan energi. Mobilitas juga sangat
dipengaruhi oleh usia perkembangan seseorang dimana semakin besar usia dan
perkembangan maka mobilitas juga akan menjadi tinggi.

4
BAB 3. APLIKASI TEORI

3.1 Gambaran Kasus

Tn. A berusia 70 tahun. Tn. A tidak memiliki sanak keluarga, dia tinggal
di Panti Sosial Satya Wredha sejak 5 tahun yang lalu. Sejak tinggal di Panti Sosial
tersebut, Tn. A jarang keluar kamarnya dan berinteraksi dengan penghuni panti
lainnya, sehingga Tn. A jarang melakukan aktivitas di usia tuanya. Dua minggu
yang lalu, Tn. A mengeluh susah menggerakkan bahunya, terasa nyeri
mengangkat beban yang berat dan kaku apabila melakukan aktivitas
menggunakan bahunya dalam waktu yang lama. Setelah dilakukan pemeriksaan,
bahu Tn. A terasa sakit akibat faktor penuaan yang dialaminya terlebih Tn. A
jarang melakukan aktivitas apalagi olahraga. Hasil pengkajian menunjukkan skala
nyeri yang dialami Tn. A adalah P: nyeri pada bahu, Q: nyut-nyut seperti
membawa beban berat, R: di persendian bahu, S: 4, T: setiap digerakkan. TTV Tn.
A adalah TD: 140/100mmHg, RR: 20x/menit, N: 82x/menit, S: 35,4˚C.

3.2 Pengkajian Fisik

A. Mengkaji skelet tubuh : adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan


tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi
dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal
pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan
adanya patah tulang.
B. Mengkaji tulang belakang
1. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
C. Mengkaji system persendian : evaluasi luas gerakan baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

5
D. Mengkaji system otot : kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
E. Mengkaji cara berjalan : adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak
normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
F. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer : palpasi kulit dapat menunjukkan adanya
suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
G. Mengkaji fungsional klien
1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT
AKTIVITAS/
MOBILITAS
FISIK
KATEGORI
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan

4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan

6
2. Rentang gerak ROM (Range Of Motion)
DERAJAT
GERAK SENDI RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi 180
samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.

Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan 150


ke arah atas menuju bahu.

Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian 80-90


tangan dalam lengan bawah.

Tangan dan Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi 80-90


jari fleksi

3. Derajat kekuatan otot


PERSENTASE
SKALA KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi
atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi


dan melawan tahanan minimal

7
3.3 Analisis data
Data Etiologi Problem
DS: Intoleransi aktivitas Gangguan mobilitas
Tn. A mengatakan "saya Fisik
sering merasakan
kesusahan Gangguan mobilitas fisik
menganggerakkan bahu
saya, rasanya sakit
(nyeri) seperti Nyeri (bahu)
mengangkat beban yang
berat dan kaku.”
DO: Penurunan fungsi
1. Skala Nyeri: musculoskeletal
a. P : nyeri pada bahu
b. Q: nyut-nyut seperti
membawa beban berat Kurangnya aktivitas fisik
c. R: di persendian bahu
d. S: 4
e. T: setiap digerakkan Proses penuaan lansia,
2. klien tidak bisa
menggerakkan
bahunya dalam waktu
yang lama
3. tampak lelah apabila
menggunakan bahunya
untuk aktivitas
4. TTV:
a. TD: 140/100mmHg
b. RR: 20x/menit
c. N: 82x/menit
d. S: 35,4˚C

3.4 Diagnosa Keperawatan


Gangguan mobilitas Fisik b/d kaku sendi

8
3.5 Intervensi keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan mobilitas NOC: NIC :
Fisik b/d kaku sendi  Joint movement Peningkatan latihan : Peregangan
 Mobility level 1. Dapatkan izin medis untuk melakukan rencana latihan peregangan,
 Self care :ADLs sesuai dengan kebutuhan.

 Transfer performance 2. Bantu pasien untuk mengeksplorasi keyakinannya sendiri, motivasi,


dan tingkat kebugaran neuromuskuloskeletal.

Setelah dilakukan perawatan 3. Bantu mengembangkan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka
selama 3x24 jam, gangguan panjang yang realistis, berdasarkan tingkat kebugaran saat ini dan gaya

hambatan mobilitas fisik teratasi hidup.


4. Berikan informasi mengenai penuaan terkait perubahan struktur

Kriteria hasil : neuromuskuloskeletal dan efek penyalahgunaan

1. Klien menigkat dalam (neuromuskuloskeletal)

aktivitas fisi. 5. Berikan informasi mengenai pilihan urutan, kegiatan peregangan

2. Mengerti tujuan dari speifik, tempat, dan waktu.

peningkatan mobilitas 6. Bantu mengembangkan jadwal latihan yang sesuai dengan usia, status

3. Memverbalisasikan perasaan fisik, tujuan, motivasi, dan gaya hidup.

9
dalam meningkatkan 7. Instruksikan untuk memulai latihan rutin pada kelompok otot/sendi
kekuatan dan kemampuan yang tidak kaku atau pegal dan secara bertahap pindah ke kelompok
berpindah sendi yang lebih kaku.
4. Memperagakan penggunaan 8. Instruksikan untuk perlahan lahan meregangkan otot/sendi ke titik
alat Bantu untuk mobilisasi peregangan penuh (atau ketidaknyamann yang wajar) dan tahan
(walker) selama waktu tertentu dan perlahan-lahan lepaskan otot-otot yang
ditegangkan
9. Instruksikan untuk menghindari gerakan cepat, kuat, atau memantul
untuk mencegah stimulasi berlebihan dari reflex myomatik atau nyeri
otot yang berlebihan.
10. Instruksikan cara untuk memonitor kepatuhan diri sendiri akan jadwal
dan kemajuan mencapai tujuan
11. Brikan instruksi dengan gambar yang bisa dibawa pulang, berisi
instruksi tertulis untuk setiap komponen gerakan.
12. Demonstrasi ulang latiahn jika diperlukan.
13. Monitor kepatuhan terhadap teknik dan jadwal pada waktu tindak
lanjut.
14. Monitor toleransi latihan (misalnya gejala sesak napas, denyut nadi
cepat, pucat, pusing, dan nyeri atau pembengkakan sendi) selama

10
latihan
15. Evaluasi lagi rencana latihan jika gejala toleransi menetap setelah
penghentian latihan.s

11
3.6 Intervensi berdasarkan jurnal

Intervensi berlangsung 3 kali seminggu selama 2 minggu. Intervensi


dilakukan dengan klien duduk dan terapis berdiri di depan klien dalam posisi
berhadap hadapan. Terapis melakukan stabilisasi gerakan yaitu gerakan memutar
bahu kea rah posterior. Kemudia tangan diretangkan dan kepala dalam posisi
elevasi. Latihan berfungsi untuk melenturkan bahu, dilaksanakan sekitar 20 menit
dengan 10 kali pengulangan untuk setiap gerakan. Latihan segera dihentikan jika
klien mengalami sakit pada bahu ketika latihan.

12
BAB 4 PEMBAHASAN

Disfungsi bahu merupakan masalah umum di usia lanjut dengan prevalensi


yang dijelaskan sebesar 21%. Gejalanya dapat berupa nyeri dan penurunan
rentang gerak aktif (AROM) dan fungsionalitas, yang berhubungan dengan sakit
kronis, cacat tubuh, dan penurunan kinerja fisik dari waktu ke waktu. Pada
kondisi tertentu nyeri bahu dapat terjadi oleh karena factor muskuler yang secara
tidak langsung apabila otot tersebut mengalami patologi akan menekan struktur
vaskuler dan persyarafan yang melintasi sendi bahu misalnya pada kondisi scalmi
sindrom, pectoralis sindrom yang sering disebut TOC. Pendekatan terapeutik yang
berhasil bergantung pada pemahaman bahwa proses penuaan merupakan hal yang
fisiologis dan salah satu perubahannya berupa perubahan pada otot dan persendian
yang bisa menyebabkan gangguan otot dan kekakuan sendi. Intervensi terapi fisik
sering direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pengobatan konservatif
untuk mengobati pasien disfungsi bahu. Mengenai intervensi terapi fisik, ada
bukti tentang keefektifitasan dari latihan terapeutik dan manfaat terapi manual.
Mobilisasi dengan gerakan (MWM) adalah teknik terapi manual berdasarkan
analisis dan koreksi mengenai salah posisi sendi. Menurut Mulligan, kesalahan
posisional disebabkan oleh berbagai jaringan lunak dan / atau lesi tulang di /
sekitar sendi.
Latihan Fungsional dengan Konsep Mulligan adalah teknik terapi manual
yang banyak digunakan dalam pengelolaan nyeri muskuloskeletal. Tehnik Ini
melibatkan aplikasi manual berkelanjutan oleh terapis untuk gerakan bersamaan
sendi aktif dilakukan oleh pasien. meningkatkan jangkauan bersama gerakan
(ROM), yang pada dasarnya berhubungan dengan pengulangan gerakan dan
latihan aktif yang diaplikasikan oleh praktisi dengan menerapkan pergerakan
fisiologis aktif dan teknik pengarahan gerak aksesori secara pasif. Pengarahan
secara pasif pada akhir gerakan dengan tekanan berlebih diterapkan dengan
prinsip tanpa timbulnya nyeri yang dapat menjadi sebuah penghalang. Teknik ini
bertujuan untuk menyesuaikan kembali sendi dengan kesalahan posisi dengan
melakukanya secara manual berorientasi khusus meluncur ke sendi yang sakit,
dan menilai serta menyesuaikan intensitas tenaga. Sementara itu, pasien

13
melakukan gerakan sendi aktif sehingga gejala pasien segera hilang. Oleh karena
itu, bila mobilisasi yang benar dipertahankan, rasa sakit hilang dan pulih kembali.
Intervensi berdasarkan jurnal yang kami analisis adalah terapi fisik
dilakukan oleh Reumatologi di sebagian besar rumah jompo di Spanyol. Peserta
melakukan 20 kali pengulangan latihan fleksi bahu aktif, ekstensi, dan gerakan
rotasi dengan 2 menit istirahat setiap 5 kali pengulangan. Mobilisasi aktif dari
kepala menggunakan teknik MWM. Untuk teknik ini, peserta duduk dan terapis
berdiri berlawanan dengan ekstremitas atas yang akan diobati. Peserta diminta
untuk melenturkan bahu yang sakit sementara terapis mempertahankan kekuatan
kepala humerus. Peserta diminta untuk melakukan elevasi aktif. Evaluasi
dilakukan sebelum dan sesudah terapi, bahkan harus selalu dilakukan selama
terapi berlangsung. Untuk terapi permulaan biasanya diberikan traksi -mobilisasi
sebanyak 10 kali. Apabila tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan maka terapi
bisa ditambah dengan glide-mobilisasi. Apabila pasien merasakan nyeri maka
harus dilakukan evalusi secara hati-hati sebelum terapi dilanjutkan.jika saat terapi
berlangsung terasa sakit. Kelebihan dari terapi ini yaitu mobilisasi yang dilakukan
secara langsung oleh terapis kepada pasien untuk memperbaiki gangguan gliding
kearah yang diterapi.
Penerapan teknik manual terapi, terapis harus mempertimbangkan adanya
kontraindikasi terhadap pengobatan dan harus dihargai setiap saat. Meskipun
selalu berpedoman pada aturan (tanpa rasa sakit), terapis sendiri yang memilih
prosedur yang dikembangkan oleh brian mulligan, masih harus memahami dan
mematuhi aturan-aturan dasar penerapan teknik manual terapi. Terapi modalitas
pada jurnal ini adalah terapi fisik berdasarkan penerapan konsep Mulligan
(1999) yang telah dikembangkan :
a. Selama pemeriksaan terapis megidentifikasi satu atau lebih tanda tanda yang
sebanding seperti antara lain; hilangnya pergerakan sendi, rasa nyeri yang
terkai dengan gerakan, atau nyeri dengan aktivitas fungsional tertentu
(contoh: nyeri siku lateral dengan ekstensi, ketegangan saraf yang merugikan,
dan lain-lain)

14
b. Mobilisasi pasif gerak asesoris diterapkan mengikuti prinsip prinsip
kaltenborn (yaitu paralele atau tegak lururs terhadap bidang sendi) sehingga
glide asesoris harus bebas dari nyeri.
c. Terapis harus memantau reaksi pasien untuk memastikan tidak ada rasa sakit
yang muncul. Memanfaatkan pengetahuan klien tentang arthologi sendi,
kembangkan 22 dengan baik (sense) dari ketegangan jaringan dan alasam
klinis, sehingga terapis dapat menyelidiki berbagai kombinasi dari gliding
yang sejajar (paralel) atau tegak lurus (perpendicular) untuk menemukan
treatment yang tepat pada bidang gerak dan tingkatan dari gerakan aksesori.
d. Selama mempertahankan gliding, pasien diminta untuk membandingkan apa
yang dirasakan (comparable sign). Comparable sign seharusnya menunjukan
perbaikan yang signifikan (peningkatan lingkup gerak sendi) dan
berkurang/hilangnya nyeri asal dari keluhan.

15
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi
yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas.Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga sebagai
suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keter batasan
gerak fisik baik aktif dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh . Imobilitas
dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologi seperti
perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem
unrinari dan endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan
metabolism dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan
intelektual.

5.2 Saran
Saran penulis kepada perawat untuk meningkatkan sikap caring yang
tentunya merupakan bagian terpenting dalam memberikan asuhan keperawatan.
Perawat juga harus meningkatkan sikap caring dan profesionalitas diri secara
optimal agar dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat prima. Selain itu
perawat diharapkan mengerti secara mendetail apa yang diperlukan oleh pasien
lansia agar tercapai dengan tepat asuhan keperawatan yang dilaksanakan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Miller, C.A. 2012. Nursing Care of Older Adult: Theory and Practice.
Philadelphia: JB. Lippincott

Nanda. 2011. Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2011


(Sumawarti, Widiarti & Tiar, Penerjemah. Jakarta: EGC

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai