Anda di halaman 1dari 59

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG ANTURIUM RUMAH
SAKIT UMUM dr. SOEBANDI-JEMBER

OLEH:
Intan Faradela Ahmad, S. Kep
NIM 182311101069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
NOVEMBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Diabetes Melitus di Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan
disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat: Ruang Anturium

Jember, …. November 2018

Mahasiswa

Intan Faradela Ahmad, S.Kep.


NIM 182311101069

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Anturium
Universitas Jember RSD Soebandi Jember

Kepala Ruang
Ruang Anturium
Universitas Jember
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Konsep Teori Diabetes Melitus


1. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian
posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan
aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior (Gambar 1). Organ
ini konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram. Pankreas
terdiri bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti corpus ditengah,
dan cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian
belakang Arteri Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus
(Simbar, 2005).

Gambar 1. Anatomi Pankreas


Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari :
a. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur
yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini (Gambar 2), yang merupakan
jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.
b. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of
Langerhans (Gambar.2) yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang
menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

Gambar 2. Asinus dan pulau langerhans


Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010)
yaitu:
a. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon.
b. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin.
c. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin.
d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.
Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama,
ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel
terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan
meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yang
meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport glukosa ke dalam sel
(Guyton dan Hall, 2006). Insulin dihasilkan didarah dalam dengan bentuk bebas
dengan waktu paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada
sel target, maka akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama
di hati dalam waktu 10-15 menit (Guyton dan Hall, 2006). Reseptor insulin
merupakan kombinasi dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida
yaitu dua subunit-α yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang
menembus membran (Gambar 3). Insulin akan mengikat serta mengaktivasi
reseptor α pada sel target, sehingga akan menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß
akan mengaktifkan tyrosine kinase yang juga akan menyebabkan terfosforilasinya
enzim intrasel lain termasuk insulin-receptors substrates (IRS) (Guyton dan Hall,
2006).

Gambar 3. Reseptor insulin


Dalam tubuh kita terdapat mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal,
dalam batas ambang tertentu. Kadar glukosa normal dalam tubuh kira-kira 100mg
glukosa/100ml plasma dengan GFR/Glomerular Filtration Rate 125ml/menit.
Glukosa akan ditemukan diurin jika telah melewati ambang ginjal untuk
reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit dengan glukosa di plasma darah
300mg/100ml (Sherwood, 2011).

B. Konsep Dasar Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes melitus (DM) ialah sebuah masalah pada tubuh yang
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dari biasanya atau disebut dengan
hiperglikemia (American Diabetes Association [ADA], 2015).
Hiperglikemia adalah kondisi metabolik berupa peningkatan kadar
glukosa darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda
khas penyakit Diabetes Melitus (DM), walaupun juga terdapat pada keadaan lain
(PERKENI, 2015).
Diabetes melitus ialah kondisi kronis saat tubuh tidak cukup untuk
memproduksi insulin atau insulin tidak dapat digunakan oleh tubuh, dan terjadi
peningkatan kadar glukosa darah (IDF, 2015).

2. Epidemiologi
Data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015 menunjukkan
angka kejadian DM di dunia sebanyak 415 juta orang dan akan mengalami
peningkatan menjadi 642 juta orang pada tahun 2040. Data yang ada
menunjukkan sebanyak 139 juta orang dengan DM tidak terdiagnosis dan
sebanyak 318 juta orang memiliki gangguan toleransi glukosa. Terdapat 5 juta
kematian akibat DM pada tahun 2015 (IDF, 2015).
Data populasi kasus DM pada 10 negara dengan penderita DM yang berusia
20-79 tahun. Negara Indonesia menempati urutan ketujuh dengan prevalensi DM
terbanyak di didunia setelah Cina, India, United States of America, Brazil,
Russian Federation, dan meksiko pada tahun 2015 dan diprediksikan akan
menempati urutan keenam setelah Cina, India, United States of America, Brazil,
dan meksiko pada tahun 2040 (IDF, 2015).
Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, proporsi kejadian DM di
Indonesia meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 6,9% dibandingkan dengan
tahun 2007 yaitu sebesar 5,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Menurut
Laporan Tahunan Rumah Sakit di Jawa Timur pada tahun 2012, DM menempati
urutan kedua kasus terbanyak di Rumah Sakit Pemerintahan tipe B dan C
sebanyak 102.399 kasus setelah penyakit degeneratif lainnya (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, 2012). Di Jember penyakit DM tipe 2 menempati urutan
ketujuh dari 46 besar penyakit lainnya (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember,
2017).
3. Etiologi
Etiologi Diabetes dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut :
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 (DM tipe 1) disebabkan oleh destruksi sel β pankreas
yang menyebabkan defisiensi insulin absolut (ADA, 2014). Pada DM tipe 1
tidak ada kemampuan dalam memproduksi insulin karena sel β pankreas
dihancurkan melalui proses autoimun (Smeltzer dan Bare, 2001). Terjadinya
reaksi autoimun pada DM tipe 1 karena sistem pertahanan tubuh menyerang sel
β penghasil pankreas, akibatnya tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang
dibututuhkan. Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan insulin setiap hari untuk
kontrol glikemik secara teratur, mempertahankan diet dan gaya hidup sehat,
serta menjalani kehidupan dengan normal dan sehat. Diabetes melitus tipe 1
umumnya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda (IDF, 2015).
b. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 (dikenal non-insulin-dependent atau serangan dewasa)
Ketidakefektifan hasil produksi insulin dalam tubuh. Diabetes melitus tipe 2
dapat disebabkan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin serta faktor
lain seperti kurang berolah raga, makan berlebih, kelebihan berat badan atau
obesitas, penuaan, dan stres (Kaku, 2010). Diabetes melitus tipe 2 disebabkan
karena adanya kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin
yaitu menurunnya aktivitas insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan menghambat produksi glukosa oleh hati (Mansjoer
dkk., 2000). Faktor risiko paling penting adalah berat badan berlebih, kurang
aktivitas fisik, serta mengalami gizi buruk. Faktor lain yang berperan adalah
etnisitas, riwayat keluarga dengan diabetes, riwayat diabetes gestasional, dan
usia lanjut (IDF, 2015).
Adapun Faktor resiko DM dibagi menjadi 2, yaitu faktor resiko tidak dapat
dimodifikasi dan dapat dimodifikasi (PERKENI, 2015) :
a) Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi berupa:
- Ras dan etnik. Prevalensi diabetes melitus di Amerika Serikat bervariasi
berdasarkan ras. Ras dengan pasien DM terbanyak yaitu ras pribumi Amerika,
kemudian ras kulit hitam, hispanik, dan Asia-Amerika (CDC dalam Ariza et al.
(2010).
- Riwayat keluarga dengan DM. Risiko seorang anak mendapat DM adalah 15%
bila salah satu orang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% apabila
kedua orang tuanya menderita DM. Pada umumnya, jika seseorang menderita
DM, maka saudara kandungnya memiliki risiko DM 10% .
- Umur (>45 tahun lakukan pemeriksann DM). Hasil penelitian Riskesdas
(2013), proporsi pasien DM meningkat seiring meningkatnya usia. Proporsi
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) meningkat seiring usia, tertinggi pada usia
65-74 tahun, dan sedikit menurun pada usia selanjutnya. Sedangkan pada
proporsi Gula Darah Puasa (GDP) terganggu meningkat seiring usia, tertinggi
pada usia 55- 64 tahun, dan menurun pada usia selanjutnya.
- Riwayat melahirkan bayi >4000 gr atau menderita DM Gestasional
- Riwayat lahir dengan BB <2,5 g. Seseorang yang lahir dengan berat badan
rendah kemungkinan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan
memproduksi insulin akan terganggu, sehingga beresiko menderita DM).
- Jenis kelamin. Hasil survey Riskesdas (2013), proporsi pasien DM dan TGT
lebih tinggi pada perempuan. Persentase pasien DM pada perempuan yaitu
7,70% dibandingkan pada laki-laki yaitu 5,60%, sedangkan persentase TGT
pada perempuan yaitu 32,7% dibandingkan laki-laki yaitu 25,0%.
b) Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi yaitu:
- BB lebih (IMT ≥23 g/m2). Pasien DM tipe 2 pada umumnya (80%) adalah
orang yang mengalami obesitas. Obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan
kepekaan insulin menurun yang mengakibatkan glukosa darah yang masuk ke
dalam sel berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolise energi dan
kadar glukosa darah meningkat melebihi angka normal.
- Obesitas. Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang
mengakibatkan peningkatan FFA/Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan
oksidasinya. Peningkatan jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai
korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas
insulin. Pria dikatakan mengalami obesitas abdominal jika lingkar perutnya
>102 cm (Asia >90 cm) dan pada wanita >82 cm, (Asia >80 cm).
- Kurang aktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan sensitifitas dari reseptor
dan insulin semakin meningkat pula sehingga glukosa darah yang dipakai
untuk metabolisme energi semakin baik. Setelah berolahraga selama 10 menit,
kebutuhan glukosa darah akan meningkat hingga 15 kali jumlah keutuhan
glukosa pada keadaan biasa.
- Hipertensi (140/90 mmHg). Apabila hipertensi dibiarkan tanpa perawatan,
maka dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan
diameter pembuluh darah menjadi menyempit yang akan menyebabkan proses
pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Zieve dalam
Garnita, 2012).
- Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan /atau trigliserida > 250 mg/dl)
- Diet tidak sehat. Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan
rendah serat merupakan faktor risiko DM. Perencanaan makanan seimbang
yang dianjurkan seperti karbohidrat (45%-65%), protein (10%-20%), dan
lemak (20%-25%).
- Merokok. Nikotin pada rokok dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas
insulin dan meningkatkan resistensi insulin. Pada kondisi hiperglikemi, nikotin
dan karbomonoksida mempercepat terjadinya penggumpalan darah yang
menyebabkan rentan akan komplikasi.
c) Faktor Lain Terkait Resiko DM : penderita Polycystic Ovary Syndrome
(PCOS), penderita sindrom metabolik dan penderita yang memiliki riwayat
penyakit kardiovaskular.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional adalah nilai glukosa darah di atas normal tapi dibawah
diagnostik diabetes yang terjadi selama kehamilan (WHO, 2017). DM jenis
ini biasanya terjadi pada trimester dua atau tiga yang terjadi karena hormon
yang disekresi oleh plasenta menghambat kerja insulin (Smeltzer&Bare,
2011). Wanita dengan diabetes gestasional beresiko tinggi mengalami
komplikasi penyakit ini selama masa kehamilan dan saat persalinan. Mereka
dan anak-anaknya juga beresiko tinggi terkena diabetes tipe 2 di masa depan
(WHO, 2017).

4. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus dapat dibedakan ke dalam empat jenis (ADA,
2014), yakni:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Mellitus (IDDM)
Diabetes melitus tipe 1 (DM tipe 1) disebabkan oleh destruksi sel β
pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin absolut (ADA, 2014). Pada DM
tipe 1 tidak ada kemampuan dalam memproduksi insulin karena sel β pankreas
dihancurkan melalui proses autoimun (Smeltzer dan Bare, 2001). Terjadinya
reaksi autoimun pada DM tipe 1 karena sistem pertahanan tubuh menyerang sel β
penghasil pankreas, akibatnya tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang
dibututuhkan. Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan insulin setiap hari untuk
kontrol glikemik secara teratur, mempertahankan diet dan gaya hidup sehat, serta
menjalani kehidupan dengan normal dan sehat. Diabetes melitus tipe 1 umumnya
terjadi pada anak-anak atau dewasa muda (IDF, 2015). Gambaran klinis pada
pasien DM tipe 1 yakni kurus, mengalami keadaan poliuria, polidipsia, berat
badan menurun, cepat mengalami lelah, dan infeksi. Pada DM tipe 1 dapat terjadi
ketoasidosis yang disertai gejala sering mengantuk, mual, muntah, dan takipnea
(Davey, 2005).
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM)
DM tipe 2 adalah salah satu jenis diabetes yang pada umumnya terjadi
pada orang dewasa (IDF, 2015). Pada DM tipe 2 terdapat kondisi
hiperinsulinemia namun insulin tidak dapat menghantarkan glukosa ke dalam
jaringan akibat adanya resistensi insulin yaitu insulin tidak cukup untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat
produksi glukosa oleh hati. Adanya resistensi insulin (reseptor insulin tidak
berfungsi karena kadarnya dianggap masih tinggi dalam darah) sehingga
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal itu dapat terjadi penurunan sekresi
insulin pada glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel β pankreas
dapat mengalami desentitasi terhadap adanya glukosa (Ndraha, 2014).
Penatalaksanaan DM tipe 2 adalah dengan cara pola makan sehat, peningkatan
olah raga, dan pemeliharaan berat badan yang normal. Obat oral membantu
mengendalikan glukosa dalam darah. Apabila glukosa dalam darah terus
meningkat, orang dengan DM tipe 2 dapat diberikan insulin (IDF, 2015).
Gambaran klinis pasien DM tipe 2 adalah sebanyak 80% mengalami kelebihan
berat badan, 20% pasien datang dengan komplikasi, mengalami gejala poliuri dan
polidipsia yang timbul secara perlahan-lahan (Davey, 2005).
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel β, defek genetik insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun, dan kelainan genetik lain merupakan penyebab terjadinya DM tipe lain
(Ndraha, 2014).
d. Diabetes Melitus Gestasional.
Pada masa kehamilan wanita dapat mengalami diabetes melitus
gestasional dimana intoleransi glukosa pertama kali terjadi pada trimester kedua
dan ketiga (Ndraha, 2014). Diabetes melitus gestasional didapati saat tubuh tidak
dapat memproduksi insulin dan menggunakan semua insulin yang dibutuhkan
untuk kehamilan. Tanpa adanya insulin yang cukup, glukosa tetap berada di
dalam darah dan tidak bisa berubah menjadi energi, sehingga kadar glukosa
dalam darah meningkat atau terjadi hiperglikemia (ADA, 2016). Wanita dengan
hiperglikemia yang terdeteksi selama kehamilan berisiko lebih besar mengalami
tekanan darah tinggi dan janin mengalami makrosomia. Kontrol glukosa darah
yang baik selama kehamilan dapat dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut
(IDF, 2015). Pada pasien DM gestasional dalam jangka waktu 5-10 tahun paska
melahirkan mempunyai risiko yang lebih besar mengalami DM yang menetap
(Ndraha, 2014).

5. Patofisiologi
Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (PERKENI, 2015). Insulin merupakan hormon yang dikeluarkan oleh
sel beta pankreas dan diibaratkan sebagai kunci yang dapat membuka pintu masuk
glukosa kedalam sel sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme. Jika
insulin tidak ada, maka glukosa tidak bisa masuk kedalam sel dan akan tetap
berada di pembuluh darah sehingga kadar gula darah akan meningkat. Insulin
dapat menimbulkan beberapa efek dalam tubuh seperti menstimulasi
penyimpanan glukosa dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen, meningkatkan
penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose dan mempercepat
pengangkutan asam-asam amino yang berasal dari protein makanan ke dalam sel.
Pankreas melepaskan insulin bersama glukagon untuk mempertahankan kadar
glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari
hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(Ernawati 2013).
Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukut oleh hati. Di samping itu
glukkosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi postprandial (sesudah
makan) (Price & Wilson, 2006). Konsentrasi glukosa dalam darah yang tinggi
menyebabkan ginjal dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut dapat muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, akan terjadi diuresis
osmotik, yaitu ekskresi yang berlebih dari cairan dan elektrolit. Akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatann dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidpsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan serta
terjadi peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori
(Smeltzer & Bare, 2001).
Pada keadaan normal, insulin berfungsi untuk mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam amino), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemi. Selain itu, pemecahan lemak yang terjadi dapat meningkatkan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang terjadi dapat menyebabkan
tanda-tanda gejala nyeri abdomen, mual muntah, hiperventlasi, napas berbau
aseton dan bila tidak tertangani dapat menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada DM tipe 2 terjadi gangguan sekresi dan resistensi insulin. Pada
kondisi normal insulin akan berikatan dengan reseptor khusus di permukaan sel
kemudian akan membentuk rangkaian reaksi metabolisme glukosa di dalam sel.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin disertai penurunan reaksi intrasel
sehingga insulin menjadi tidak efektif pada pengambilan glukosa oleh jaringan.
Resistensi insulin dan pencegahan terbentuknya glukosa darah dapat dilakukan
dengan meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare,
2001).
Resistensi insulin dan pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah
diatasi dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin. Seseorang yang mengalami
keadaan gangguan glukosa, tubuh membutuhkan insulin yang lebih banyak untuk
menyeimbangi peningkatan glukosa, namun jika sel β pankreas tidak mampu
memproduksi insulin untuk menyeimbangi peningkatan glukosa darah dan terjadi
hiperglikemia maka dapat terjadi DM tipe 2 (Smeltzer dan Bare, 2001).
Terjadinya hiperglikemia Hiperglikemia akibat kendali glukosa darah yang
normal berperan sentral untuk terjadi dasar kerusakan vaskuler baik mikro
maupun makrovaskuler, mempunyai korelasi positif pada berat dan lamanya
hiperglikemia. Efek kerusakan jaringan bermula dari terbentuknya reactive
oxygen spesies (ROS). Reactive Oxygen Species (ROS) berbahaya bagi organ
adalah radikal bebas hidroksil (OH-) karena yang paling reaktif menyerang
molekul biologis. Serangan ROS dari aloksan menyebabkan sel-sel beta pankreas
mengalamikerusakan dan berdampak pada penurunan insulin sehingga kadar
glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) yang selanjutnya melibatkan
beberapa gabungan mekanisme dalam sel seperti akan dijelaskan dibawah ini:
a. Peningkatan aliran jalur poliol
Jalur poliol telah diteliti secara ekstensif di sel saraf pengidap diabetes dan
juga terdapat di sel endotel. Banyak sel memiliki aldosa reduktase, suatu
enzim yang mengubah aldoheksosa, misalnya glukosa, menjadi alkohol (jalur
poliol). Hiperglikemia menyebabkan substrat untuk enzim ini bertambah.
Kelebihan sorbitol yang diproduksi dari reaksi ini tidak dapat keluar dari sel
dan dapat menyebabkan stres osmotik. Disini seharusnya kemudian sorbitol
dipecah menjadi fruktosa oleh enzym Polyol Dehydrogenase, namun pada
Diabetes Mellitus kadar enzym Polyol Dehydrogenase rendah sehingga
sorbitol menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini menyebabkan terjadinya
kondisi hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa
mata, merusak arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa (teori osmotik
katarak pada Diabetes Mellitus).
b. Jalur Advance Glycation End Products (AGEs)
Hiperglikemia meningkatkan produksi precursor AGE intraseluler, yang
mengakibatkan kerusakan sel melalui tiga mekanisme. Pertama, dengan cara
modifikasi dari protein- protein intraseluler, terutama yang paling penting
adalah protein yang terlibat dalam regulasi transkripsi gen. Kedua, prekursor
AGE dapat berdifusi keluar dari sel dan memodifikasi molekul matriks
ekstraseluler di dekatnya, sehingga terjadi perubahan alur penjalaran sinyal
antara matriks dan sel yang menyebabkan difungsi seluler. Ketiga, precursor
AGE yang berdifusi keluar dari sel juga memodifikasi protein-protein dalam
sirkulasi darah seperti albumin. Protein-protein yang termodifikasi ini
kemudian bisa berkaitan dengan AGE reseptor dan mengaktifkannya.
Akibatnya terbentuk sitokin-sitokin proinflamasi dan growth factor, yang
kemudian menyebabkan kerusakan vaskuler ( Kashihara,2010)
c. Jalur Aktivasi PKC
Hyperglikemia intraseluler meningkatkan sintesis suatu molekul yang disebut
diasil gliserol (DAG), yang merupakan kofaktor aktivasi penting bagi isoform
klasik protein kinase-C, β, d dan α. Jika PKC teraktivasi oleh hiperglikemia
intraseluler, efeknya terhadap ekspresi gen akan bervariasi, diantaranya (a)
disregulasi aliran darah oleh karena penurunan aktivitas endothelial NOS dan
atau peningkatan sintesa ET-1; (b) disregulasi dari permeabilitas pembuluh
darah oleh indukse VEGF pada otot polos; (c) ketebalan membran basalis
melalui peningkatan sintesis TGF- β dimediasi peningkatan kolagen tipe IV
dan fibronektin; (d) gangguan fibrinolisis melalui peningkatan ekspresi PAI-
1; dan (e) peningkatan stres oksidatif oleh regulasi oksidase NADPH
(Hardiman,2012)
d. Peningkatan jalur heksosamin.
Peningkatan pengalihan glukosa melalui jalur heksosamin, yang berperan
menyebabkan resistensi insulin, juga diduga berperan dalam penyakit
mikrovaskular karena jalur ini menghasilkan substrat yang jika berikatan
secara kovalen dengan faktor transkripsi, merangsang ekspresi protein-
protein, seperti transforming growth factor dan inhibitor aktivator
plasminogen yang menambah kerusakan mikrovaskular.

6. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit diabetes mellitus antara satu pasien dengan pasien yang lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu (Hastuti, 2008). Price dan Wilson (2005); Noer et al (2006); Riyadi dan
Sukarmin (2008) menyebutkan gejala khas penyakit diabetes mellitus yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
disebabkan oleh hiperglikemia yang berat melebihi ambang ginjal sehingga
timbul glikosuria. Glikosuria mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urin;
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar
sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus;
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
disebabkan oleh pengeluaran glukosa bersama urin sehingga pasien mengalami
kekurangan kalori dan timbul rasa lapar berlebih;
d. Lemas, dan berat badan turun
akibat gangguan sirkulasi, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi
e. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien adalah rasa kesemutan,
pruritus (gatal-gatal), mata kabur, gigi mudah goyah dan lepas, ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 Kg, impotensi pada pria serta pruritus vulva
pada wanita.
Tabel 1. Manifestasi klinis diabetes melitus berdasarkan dasar patologis
Manifestasi Dasar Patofisiologi DM Tipe DM Tipe
Klinis 1 2
Poliuri Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal ++ +
sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.
Polidipsi Dehidrasi sekunder terhadap poliuri yang ++ +
menyebabkan haus.
Polifagi Banyak makan sekunder terhadap
a kerusakan jaringan (katabolisme) ++ +
menyebabkan mudah lapar.
Berat badan Penurunan berat badan sekunder ++ -
menurun terhadap penurunan jumlah air, glikogen,
dan cadangan trigliserida; kehilangan
kronis sekunder terhadap penurunan
massa otot perubahan asam amino pada
bentuk glukosa dan badan keton.
Penglihatan Sekunder terhadap paparan kronis pada + ++
kabur lensa mata dan retina.
Pruritus, Infeksi bakteri dan jamur pada kulit. + ++
infeksi
kulit,
vaginitis
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -
sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup untuk
menekan kelebihan penggunaan asam
lemak tetapi tidak cukup bila
menggunakan glukosa.
Kelemahan, Penurunan volume plasma menyebabkan ++ +
lelah, hipotensi postural; kehilangan potassium
pusing dan metabolisme protein menyebabkan
kelemahan.
Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak
Hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang ginjal dapat menimbulkan
glikosuria. Glikosuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Saat glukosa hilang
bersama urin, individu akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan
berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin meningkat (polifagia) akan
terjadi sebagai akibat kehilangan kalori. Gejala lain yang dapat terjadi pada pasien
DM antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun, lemah dan
somnolen (Price & Wilson, 2005).
PERKENI (2011) menyebutkan bahwa gejala khas diabetes melitus
terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan menurun tanpa sebab yang
jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus diantaranya lemas,
kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria)
dan pruritus vulva (wanita). Menurut Rondhianto (2011) keluhan lain yang
terjadi adalah gangguan saraf tepi seperti kesemutan, pandangan kabur – katarak,
kelainan kulit seperti gatal terutama di daerah kemaluan dan lipatan kulit,
penurunan ereksi (gangguan mikrovaskuler), keputihan, gigi mudah goyah,
infeksi, gusi bengkak, telinga berdengung, rambut tipis dan mudah rontok, sering
batuk dan lama, perut kembung, mual, konstipasi atau diare, hipertensi
sehingga menyebabkan decompensasi kordis, penyakit liver, infeksi saluran
kemih dan gangguan ginjal seperti gagal ginjal.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan glukosa dalam darah dapat digunakan sebagai bahan untuk
menegakkan diagnosis penyakit DM. Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
menggunakan glukometer untuk memantau hasil pengobatan DM. Adapun
keluhan yang dirasakan oleh penderita DM yaitu keluhan klasik dan keluhan lain.
Keluhan klasik DM yakni poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan tanpa sebab serta keluhan lain berupa badan menjadi lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pria, dan pruritus vulva pada wanita.
Penegakan diagnosis DM dilakukan dengan empat cara (PERKENI, 2015),
yakni:
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan kondisi tidak adanya
asupan kalori minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL dua jam setelah melakukan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menggunakan beban glukosa sebesar 75
gram.
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL dengan adanya poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
d. Pemeriksaan dengan menggunakan HbA1c ≥6,5%.
Apabila kadar glukosa darah puasa normal atau mendekati normal,
penegakan diagnosa harus berdasarkan tes toleransi glukosa (Smeltzer dan Bare,
2001). Jika hasil glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dL dan hasil TTGO
gula darah dua jam sebesar <140 mg/dL maka termasuk dalam kelompok glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Apabila tes glukosa dilakukan dua jam setelah
TTGO dan memiliki hasil antara 140-199 mg/dL dan hasil glukosa plasma puasa
<100 mg/dL, maka termasuk kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT)
(PERKENI, 2015).

8. Komplikasi
Komplikasi penyakit DM dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi menahun (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia [PERKENI], 2015),
yakni:
A. Kompilkasi Akut
1) Krisis Hiperglikemia
Krisis hiperglikemia dapat berupa ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperglikemi hiperosmolar (SSH), atau kondisi kedua keadaan tersebut (KAD
dan SSH). KAD merupakan komplikasi akut yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik dan peningkatan keton. Kadar glukosa darah mengalami
peningkatan (300-600 mg/dL). Gejala awal yang muncul yaitu sering buang
air kecil (Poliuri), mulut kering, kadar glukosa darah tinggi, kadar keton
tinggi, kemudian muncul gejala kelelahan, kulit kering dan memerah, mual,
muntah, sulit bernafas, dan bingung (ADA, 2015). SSH sering terjadi pada
DM tipe 2 yang tidak terkontrol dengan baik (ADA, 2015). Pada kondisi
SSH, kadar glukosa dalam darah mengalami peningkatan yang sangat tinggi
(600-1200 mg/dL) (PERKENI, 2015). Adapun gejala yang ditimbulkan yakni
kadar gula darah diatas 600 mg/dL, mulut kering, peningkatan rasa haus,
akral hangat, kulit kering, demam tinggi, mengantuk, kebingungan, hilangnya
penglihatan, halusinasi, dan kelemahan pada satu sisi tubuh (ADA, 2013).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dengan kadar glukosa dalam darah yang
rendah atau abnormal (<70 mg/dL). Gejala hipoglikemia yaitu gemetar,
cemas, berkeringat, menggigil, delirium atau bingung, detak jantung cepat,
pusing, peningkatan rasa lapar, mengantuk, penglihatan kabur, sakit kepala,
kesemutan, lidah dan bibir mati rasa, kejang, koordinasi kurang, mengalami
mimpi buruk, dan menangis saat tidur (ADA, 2015).
B. Komplikasi Kronis atau Menahun
Sebagian besar komplikasi diabetes terbagi atas dua kategori yaitu komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler (Diabetes Forecast, 2013). Komplikasi
tersebut terjadi akibat lama dan beratnya hiperglikemia (Baradero dkk.,
2009).
1) Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler merupakan komplikasi kronis yang berkaitan
dengan pembuluh darah besar (Baradero dkk., 2009). Komplikasi
makrovaskuler disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi karena
kadar glukosa darah meningkat, metabolit glukosa, dan tingginya asam lemak
di dalam darah yang menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat dan
menyebabkan molekul lemak masuk ke arteri sehingga menyebabkan
kerusakan pada lapisan endotel arteri (Corwin, 2009). Penderita DM dengan
komplikasi makrovaskular dapat berupa penyakit arteri koroner, penyakit
serebrovaskuler, dan penyalit vaskuler perifer (Ernawati, 2013).
a) Penyakit arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner akibat kontrol
glikemik yang buruk dalam waktu yang lama.
b) Penyakit serebrovaskuler terjadi karena pasien mengalami perubahan
aterosklerotik dan pembuluh darah serebral atau terbentuknya emboli pada
pembuluh darah dan terjepit sehingga menyebabkan serangan iskemik sesaat.
c) Penyakit vaskuler perifer terjadi adanya perubahan aterosklerotik pembuluh
darah besar di tungkai bawah yang menyebabkan berkurangnya denyut nadi
perifer dan merasakan nyeri. Pasien juga dapat mengalami gangren akibat
penyakit oklusif arteri parah pada ekstremitas bawah.
Pasien DM mudah mengalami infeksi berat seperti gangren streptococcus.
Keadaan ini ditandai dengan perluasan selulitis dan timbulnya vesikula atau
bula yang hemoragik. Dengan cepat jaringan kulit yang menutupi mengalami
nekrosis dan dalam beberapa hari proses ini meluas. Streptococcus grup A
mungkin dapat diisolasi dari lesi atau darah. Pemberian antibiotika saja
umumnya tidak mencukupi, oleh sebab itu harus dilakukan eksisi yang uas
bahkan mungkin amputasi. Bila ada indikasi penggunaan antibiotika maka
diberika 18-21 juta penisilin/hari melalui IV atau vankomisin 1g/12 jam/IV.
Bila ada insufisiensi ginjal dosis kedua obat harus disesuaikan. Klasifikasi
yang dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot
(Klasifikasi PEDIS 2003) adalah sebagai berikut:
a. Perfusi
Grade 1: tidak ada gejala atau tanda-tanda PAD pada yang kaki yang
terkena, atau kombinasi dengan:
- Palpasi dorsal pedis dan arteri tibia posterior
- ABI 0,91-1,10
- Tekanan oksigen transkutan >60mmHg
Grade 2: gejala atau tanda PAD, tetapi bukan iskemia lumbal kritis (CLI):
- Adanya klaudikasio intermitten
- ABI <0,9 tetapi dengan tekanan pergelangan kaki >50mmHg
- Toe Brachial Index <0,6 tetapi dengan tekanan darah sistolik kaki >30
mmHg
- Tekanan oksigen transkutan 30mmHg
- Kelainan lain pada tes non-invasif, sesuai dengan PAD (tetapi bukan
CLI)
Grade 3: iskemia ekstremitas penting, yang di tandai oleh:
- tekanan darah sistolik kaki <50 mmHg
- tekanan darah pergelangan kaki <30 mmHg
- tekanan oksigen transkutan <30mmHg

b. Luas/ukuran
Ukuran luka (diukur dalam centimeter persegi) seharusnya ditentukan
setelah debridemen, jika memungkinkan. Batas luar ulkus harus diukur
dari intak kulit di sekitar ulkus. Jika penyembuhan luka adalah satu dari
titik akhir dalam penelitian, penelusuran luka, planimetry atau teknik grid
harus digunakan untuk pengukuran sekuensial dari area luka. Jika, pada
sebaliknya, ukuran luka hanya diukur pada saat rekrutmen menjadi studi
dan kulit utuh adalah yang utama titik akhir, luas permukaan juga dapat
diperkirakan oleh mengalikan diameter terbesar dengan terbesar kedua
diameter diukur tegak lurus dengan diameter pertama. Namun, teknik ini
jelas kurang tepat. Itu distribusi frekuensi ukuran ulkus seharusnya
dilaporkan dalam setiap studi sebagai kuartil.
c. Kedalaman/kehilangan jaringan
- Grade 1: Superfisial penuh-ketebalan ulkus tidak menembus struktur
lebih dari dermis
- Grade 2 : ulkus dalam, menembus bawah dermis ke struktur subkutan,
yang melibatkan otot fasia atau tendon
- Grade 3 : semua lapisan kaki yang terlibat, termasuk tulan dan / atau
sendi (tulang terbuka, menyelidik ke tulang).
d. Infeksi
 Grade 1: tidak ada gejala atau tanda-tanda infeksi
 GRADE 2 : Infeksi yang melibatkan kulit dan subkutan hanya jaringan
tanous (tanpa keterlibatan jaringan yang lebih dalam dan tanpa tanda-
tanda sistemik, seperti dijelaskan di bawah). Setidaknya dua dari
berikut ini item hadir:
- Pembengkakan atau indurasi local
- Eritema> 0,5 hingga 2 cm di sekitar ulkus
- Kelembutan atau nyeri local
- Kehangatan local
- Pembuangan purulen (tebal, buram menjadi putih atau sekresi
sanguinous).
- Penyebab lain dari respon inflamasi kulit harus dikecualikan (mis.
trauma, asam urat, akut Charcot neuro-artropati, fraktur, trombosis,
stasis vena).
 GRADE 3 : Erythema> 2 cm plus salah satu item dijelaskan di atas
(bengkak, nyeri tekan, hangat, debit) atau infeksi yang melibatkan
struktur lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan seperti abses,
osteomyelitis, septic arthritis, fasciitis. Tidak ada respon inflamasi
sistemik tanda-tanda, seperti yang dijelaska.
 GRADE 4 : Setiap infeksi kaki dengan tanda-tanda berikut sindrom
respons inflamasi sistemik. Tanggapan ini dimanifestasikan oleh dua
atau lebih banyak dari kondisi berikut:
- Suhu> 38 atau <36 ◦C
- Detak jantung> 90 denyut / menit
- Tingkat pernapasan> 20 napas / menit
- PaCO2 <32-mm Hg
- Hitung sel darah putih> 12.000 atau <4.000 / cu mm
- 10% bentuk immature (band).
e. Sensasi
 GRADE 1 Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada yang terkena
kaki terdeteksi, dide fi nisikan sebagai kehadiran modalitas sensoris
yang dijelaskan di bawah ini.
 GRADE 2 Hilangnya sensasi protektif pada kaki yang terkenA.
Didefinisikan sebagai tidak adanya persepsi salah satu tes berikut di
kaki yang terkena dampak:
- Sensasi tekanan tidak ada, ditentukan dengan 10g mono filamen,
pada dua dari tiga situs di sisi plantar kaki, seperti dijelaskan dalam
Konsensus Internasional tentang Kaki Diabetik.
- Sensasi getaran tidak ada, (ditentukan dengan garpu tala 128-Hz)
atau getaran ambang batas> 25 V (menggunakan semi-kuantitatif
teknik), keduanya diuji pada hallux.

2) Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi kronis yang mempengaruhi
pembuluh darah kecil (Baradero dkk., 2009). Tingginya kadar glukosa darah
menyebabkan penebalan pada pembuluh darah kecil yang menyebabkan
iskemik atau penurunan oksigen dan zat gizi ke jaringan (Corwin, 2009).
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah gangguan pada mata akibat hiperglikemia sehingga
terjadi perubahan pembuluh darah kecil retina mata. Retinopati diabetik yang
dialami diabetik dapat menyebabkan kebutaan (Ernawati, 2013). Terdapat tiga
penyakit utama pada mata akibat DM yakni retinopati, glaukoma, dan katarak
(Ndraha, 2014).
b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah kecil yang menyebabkan ginjal kurang bekerja secara
maksimal. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan kapiler glumerulus
akibat hipertensi dan glukosa plasma darah yang tinggi (Corwin, 2009).
Penderita akan mengalami penumpukan cairan, kurang tidur, penurunan nafsu
makan, saki perut, lemah, dan sulit berkonsentrasi (ADA, 2017).
c) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik merupakan penyakit saraf yang disebabkan oleh DM.
Neuropati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah yang berlebihan
termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf (Corwin,
2009). Saraf tidak bisa menghantarkan rangsangan impuls saraf, salah kirim
atau terlambat kirim tergantung dari berat dan ringannya kerusakan saraf dan
saraf mana yang terkena sebagai akibat adanya neuropati diabetik (Ndraha,
2014). Gejala umum neuropati berupa kesemutan, mati rasa, nyeri, namun
beberapa orang tidak mengalami nyeri, kurangnya sensasi ketika
mendapatkan luka, dan memicu munculnya infeksi yang berujung pada
amputasi (Diabetes Forecast, 2013).

9. Diagnosis
Diagnosis DM ditentukan berdasar pada hasil pemeriksaan kadar gula
darah, disarankan memeriksa gula darah secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena dan dipantau melalui hasil pengobatan melalui pemeriksaan
gula darah kapiler menggunakan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakan
melalui adanya glukosuria. Diabetes Melitus dapat dicurigai bila ditemukan
ciri-ciri seperti (PERKENI, 2015):
1. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2. Keluhan lain : badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Gambar 1.1 Alogaritma Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus (PERKENI, 2011)

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2006):


1. Ditemukan keluhan klasik, hasil pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dL cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa yang murah dan mudah diterima pasien.
3. Melalui TTGO, walaupun dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
khusus dibandingkan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang memiliki
keterbatasan sendiri. TTGO sulit dilakukan berulang sehingga jarang
digunakan.
4. Pemeriksaan penyaring dianjurkan bagi yang memiliki faktor resiko DM
tanpa menunjukkan gejala DM dengan tujuan menemukan pasien dengan
DM, TGT ataupun GDPT agar diketahui lebih dini dan penanganan yang
tepat. Dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa puasa, bila positif lakukan konfirmasi pemeriksann glukosa plasma
puasa atau tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (PERKENI, 2006).

10. Penatalaksanaan Medik dan Non Medik


Tujuan penatalaksanaan umum DM yaitu untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM (PERKENI, 2015). Adapun tujuan utama terapi diabetes
melitus yaitu untuk menormalkan kerja insulin dan kadar glukosa dalam darah
untuk mencegah komplikasi. Tujuan terapeutiknya yakni mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa adanya hipoglikemia dan gangguan pola aktivitas pasien
(Smeltzer dan Bare, 2001). Terdapat empat komponen dalam penatalaksanaan
diabetes (PERKENI, 2015), yakni:
a. Edukasi
Edukasi DM diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi
pasien dan keluarga, dimana dengan peningkatan pengetahuan dan motivasi
akan tercapai hasil optimal dalam pengelolaan DM sehingga perlu belajar
keterampilan perawatan diri sebagai upaya untuk menghindari fluktuasi gula
darah dan harus berperilaku preventif untuk mencegah adanya komplikasi
jangka panjang (Ernawati, 2013). Adapun tindakan preventif yang perlu
dilakukan yaitu perawatan kaki, perawatan mata, kebersihan kulit, perawatan
kulit, mengontrol tekanan darah, dan kadar lemak darah (Smeltzer dan Bare,
2001).
Terdapat tujuh perilaku perawatan diri yang efektif dalam pengelolaan diri
diabetes yang dikembangkan oleh diabetes educators (American Association of
Diabetes Education [AADE], 2017), yaitu
1) Makanan Sehat (Healthy Eating)
Makanan sehat mengandung tiga nutrisi utama yakni karbohidrat, protein, dan
lemak. Penderita diabetes memerlukan keseimbangan dari tiga nutrisi dan
makan yang benar untuk tetap sehat. Penderita diabetes harus makan
makanan biasa, memikirkan jumlah makanan yang dikonsumsi, dan membuat
pilihan makanan untuk mengendalikan diabetes.
2) Menjadi Aktif (Being Active)
Menjadi aktif dapat menurunkan berat badan, memperkuat otot, jantung, dan
tulang, menurunkan kadar glukosa dalam darah, menurunkan kolesterol,
mempertahankan tekanan darah, mengurangi stres dan kecemasan, serta
mengubah mood menjadi baik.
3) Pemantauan Gula Darah (Blood-Sugar Monitoring)
Pemantauan gula darah secara teratur bertujuan untuk mengetahui apakah
gula darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Pemantauan gula darah dapat
dilakukan beberapa kali seminggu atau tiga hari sekali, dan setiap tiga bulan
sekali yaitu jenis tes A1C.
4) Penggunaan Obat (Taking Medication)
Penderita diabetes perlu mengkonsumsi obat untuk menjaga glukosa darah
tetap stabil. Obat diabetes dapat bekerja dengan baik apabila digunakan
secara teratur dan dikombinasikan dengan aktivitas fisik serta mengkonsumsi
makanan sehat. Penting bagi pasien diabetes untuk memahami penggunaan
obat yang benar, apa yang harus dilakukan saat terjadi hipoglikemia, dan
bagaimana cara mengatasi masalah kepatuhan penggunaan obat.
5) Kemampuan Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Kemampuan memecahkan masalah bagi pasien DM yaitu belajar
merencanakan bagaimana untuk mempertahankan glukosa dalam darah yang
normal. Problem solving mempermudah pasien dalam menghadapi kejadian
tak terduga seperti glukosa darah yang buruk dan mencegahnya terjadi lagi.
6) Pengurangan Risiko (Reducing Risk)
Pasien dapat mengendalikan diabetes dengan menjaga gula darah, kolesterol,
dan tekananan darah tetap untuk mengatasi komplikasi, seperti mengurangi
risiko serangan jantung, stroke, kerusakan ginjal, dan saraf, serta mencegah
kehilangan penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mengurangi risiko yang disebabkan oleh penyakit diabetes melitus yakni
berhenti merokok, rutin mengunjungi dokter, dan mengunjungi dokter mata
dapat dilakukan minimal setahun sekali, memeriksakan gigi, merawat kaki,
dan memperhatikan kondisi kesehatan tubuh.
7) Koping yang Sehat (Healthy Coping)
Tantangan terberat bagi pasien DM adalah mengelola diabetesnya yang
terkadang menimbulkan stres yang luar biasa. Pasien perlu untuk menemukan
cara yang sehat untuk mengatasi stres. Stres yang dialami pasien diabetes
dapat meningkatkan kadar gula darah dan menimbulkan pikiran negatif. Cara
koping sehat dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan
menjadi aktif, mengikuti kegiatan keagamaan, meditasi, menjalankan hobi,
dan menghadiri kegiatan kelompok.
b. Terapi Nutrisi Medis
Keseimbangan kebutuhan kalori dan zat gizi merupakan prinsip utama
pengaturan makan pada pasien DM. Pasien DM yang menggunakan obat dan
terapi insulin harus mengatur jadwal makan, jenis, dan kandungan kalori yang
terdapat pada makanan yang dikonsumsi (PERKENI, 2015). Penatalaksanaan
nutrisi DM dirancang untuk memenuhi tujuan (Smetlzer dan Bare, 2001),
yakni:
1) Memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral
2) Menormalkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan
4) Mencegah ketidakstabilan glukosa dalam darah
5) Menurunkan lemak darah bila mengalami peningkatan

c. Latihan Jasmani
Latihan yang dilakukan berfungsi untuk menurunkan glukosa dalam darah
dengan cara mendorong pengambilan glukosa oleh jaringan dan memperbaiki
penggunaan insulin (Smeltzer dan Bare, 2001). Latihan jasmani dapat
dilakukan secara teratur 3-5 kali per minggu selama 30-45 menit. Latihan
harus dilakukan secara teratur dimana jeda antar latihan tidak boleh lebih dari
dua hari berturut-turut. Sebelum latihan jasmani, pasien dianjurkan untuk
memeriksakan glukosa darahnya. Pasien perlu mengkonsumsi kaborhidrat
terlebihi dahulu jika hasil glukosa darah <100 mg/dL dan jika hasilnya >250
mg/dL, maka latihan dapat ditunda. Latihan jasmani baik untuk memelihara
kesehatan fisik, mengurangi berat badan berlebih, dan memperbaiki kerja
insulin, sehingga kontrol glukosa darah dapat terpenuhi (PERKENI, 2015).
d. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan terapi farmakologis bagi pasien DM dapat diberikan beserta
dengan pengelolaan diet DM dan latihan jasmani (PERKENI, 2015). Terapi
farmakologis diberikan bila kadar glukosa darah belum baik meskipun telah
melakukan pengaturan makan dan latihan jasmani secara teratur (Mansjoer
dkk., 2000). Terapi farmakologis terdiri dari dua bentuk (PERKENI, 2015),
yakni:
1) Obat Anti Hiperglikemia Oral (OHO)
OHO dibagi menjadi 5 golongan berdasarkan cara kerjanya, yakni:
a) Pemacu sekresi insulin (Insuline Secretagogue)
(1) Sulfonilurea
Sulfonilurea memiliki manfaat utama meningkatkan sekresi insulin sel β
pankreas (PERKENI, 2015). Obat ini berkerja dengan mendorong pelepasan
insulin, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa (Mansjoer dkk., 2000). Hipoglikemia dan
peningkatan berat badan dapat terjadi sebagai efek samping dari obat ini.
(PERKENI, 2015).
(2) Glinid
Terdapat dua macam obat pada golongan ini yaitu Nateglinid (derivat
fenilalanin) dan repaglinid (derivat asam benzoat) dan Hiperglikemia post
prandial dapat diatasi dengan obat ini. Hipoglikemia dapat terjadi setelah
mengkonsumsi obat golongan ini (PERKENI, 2015).
a) Peningkat Sensitivitas Insulin
(1) Metformin
Metformin bermanfaat untuk meminimalkan produksi glukosa dan
memperbaiki pengambilan glukosa di jaringan perifer. Dipepsia dapat terjadi
sebagai efek samping metformin (PEKENI, 2015).
(2) Tiazolidindon (TZD)
TZD bermanfaat dalam meningkatkan pengambilan glukosa dengan cara
meingkatkan jumlah protein pengambil glukosa atau mengurangi resistensi
insulin. Peningkatan retensi cairan dan edema dapat terjadi sebagai efek
samping dari TZD (PERKENI, 2015).
(3) Penghambat Absorbsi Glukosa di Saluran Pencernaan
Penghambat Alfa Glukosidase mempunyai manfaat untuk menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Pasien akan sering mengalami flatus sebagai
efek samping dari penggunaan obat ini (PERKENI, 2015).
(4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat ini dapat meningkatkan pelepasan insulin dan menekan pelepasan
glukagon tergantung jumlah kadar glukosa darah (PERKENI,2015).
(5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat anti diabetes ini berfungsi mengambat penyerapan kembali glukosa di
ginjal dengan menekan kerja transporter glukosa SGLT-2 (PERKENI, 2015).
b) Obat Anti Hiperglikemia Suntik
Obat yang merupakan anti hiperglikema suntik yakni insulin, agonis GLP-1
dan kombinasi antara insulin dan agonis GLP-1 (PERKENI, 2015).
C. Clinical Pathway Diabetes Melitus

Faktor genetik Imunologi Usia diatas 30 tahun Obesitas

Antigen HLA (DR3/ DR4) Infeksi virus Toleransi insulin Peningkatan pemasukan karbohidrat

Merusak sistem imun


Gangguan fungsi limfosit Insulin tidak adekuat

Kerusakan sel beta Penurunan jumlah insulin


Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Glukosa tidak dapat dihantar ke sel
perifer
Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa
Hiperglikemia Iskemik jaringan
darah

Angiopati diabetik Aliran darah


Ginjal tak mampu memfiltrasi glukosa Intake glukosa sel Viskositas darah meningkat melambat
berkurang
Makro angiopati Mikro angiopati
Glukosuria
Peningkatan pemecahan
protein dan lemak
Terganggunya aliran Pembuluh darah tersumbat Retinopatid Risiko
Diuretik osmotik
darah ke kaki iabetik Jatuh
Polifagi
Poliuri dan Polidipisi Penurunan asupan O2 Iskemik Polineuropati Nyeri Kronis
Ketidakseimbangan nutrisi dan nutrisi
Dehidrasi kurang dari kebutuhan tubuh
Luka sulit sembuh Hambatan religiositas

Defisien Vol. Cairan


Hambatan Mobilitas
Fisik

Kerusakan integritas kulit Grade 0-1


Gangren Ulkus
Kerusakan integritas jaringan Grade 2-5

Harga diri rendah


D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Dongoes, et al (2010), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien
dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut.
a) Aktivitas/istirahat
- Gangguan istirahat dan tidur
- kelemahan, fatigu, kesulitan berjalan dan bergerak
- kram otot, penurunan kekuatan otot
b) Sirkulasi
- riwayat hipertensi; infark miokard akut, mati rasa, kesemutan pada
ekstremitas
- Ulser pada ekstremitas, penyembuhan lambat
c) Eliminasi
- perubahan pola berkemih
- poliuri
- Nokturia
- rasa nyeri dan terbakar saat berkemih (infeksi kandung kemih)
- infeksi saluran kemih
d) Makan/cairan
- kehilangan nafsu makan, mual dan muntah
- tidak mengikuti diet yang ditentukan, peningkatan asupan dlukosa dan
karbohidrat
- sering haus
e) Neurosensorik
- pusing
- sakit kepala
- kesemutan, mati rasa, kelemahan pada otot
- gangguan visual
f) Nyeri/kenyamanan
- perut kembung dan nyeri
g) Pernafasan
- batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)
h) Keamanan
- kulit kering dan gatal, ulserasi pada kulit
i) Seksualitas
- Keputihan (rentan terhadap infeksi)

Menururt Manaf (2006), adapun Pengkajian yang dapat dilakukan pada


pasien dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut.
(1) Keluhan Utama. Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen,
nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
(2) Riwayat kesehatan sekarang. Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
(3) Riwayat kesehatan dahulu. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit –
penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
(4) Riwayat kesehatan keluarga. Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat
keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
(5) Riwayat psikososial. Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
(6) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus. Poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
(7) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada pasien degan diabetes mellitus (Manaf, 2006)
a) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
b) Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma.
c) Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,
merah, dan bola mata cekung.
d) Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
e) Nutrisi : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
f) Neurosensori : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
g) Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h) Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i) Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria.

2. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah
Menurut PERKENI (2011) diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar gula darah. . Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga
cara:
a. Jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTGO dengan beban 75g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan yaitu sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Tes TTGO ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode analisis,
plasma serum (darah kapiler atau vena) (Smeltzer & Bare, 2001).
2) HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa
dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
3) Aseton plasma (keton) ; Positif secara mencolok.
4) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
5) Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
6) Elektrolit :
a) Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
b) Kalium : Normal
c) Fosfor : Lebih sering menurun
7) Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang
mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
8) Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada
HCO2 (Asidosis Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
9) Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi) ;Leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
10) Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan
fungsi ginjal ).
11) Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
12) Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau
normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan
dalam penggunaannya.
13) Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan
antibodi (autoantibodi)
14) Pemeriksaan fungsi tiroid: Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
15) Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
16) Kultur dan sensitivitas: Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
Sumber: (Dongoes, et al. 2010; Smeltzer & bare, 2001).

3. Diagnosa Keperawatan
(1) Hambatan religiositas berhubungan dengan nyeri kronik
(2) Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemis
(3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangren grade 2-5
(4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangren grade 1-2
(5) Nyeri kronik berhubungan dengan polineuropati
(6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan polifagi
(7) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik jaringan
(8) Defisien Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(9) Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas:
gangren
(10) Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangren
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Peningkatan ritual keagamaan (5424)
Religiositas Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. identifikasi keinginan pasien dalam
Berhubungan ekspresi keagamaan (misalnya
dengan nyeri Kesejahteraan Spiritual berdoa, bersholawat)
kronis (00169) Skor yang ingin 2. Berikan rekaman video atau audio
Skor
No Indikator dicapai tentang pelayanan keagamaan yang
Awal 1 2 3 4 5 tersedia
3. perlakukan individu dengan rasa
200101 Kualitas keyakinan 3 √ hormat dan bermartabat
4. Rujuk pada penasehat keagamaan
200102 Kualitas harapan 3 √
200103 Arti dan tujuan hidup 3 √
200105 Perasaan kedamaian 3 √
200109 Kemampuan berdoa 3 √
200110 Kemampuan 3 √
beribadah
200122 Kepuasan spiritual 3 √
200111 Berpartisipasi dalam upacar √
perjalanan dan a/upac
ara
spiritu
al
3
200115 Berpartisipasi dalam 3 √
bacaan spiritual
200112 Berinteraksi dengan 3 √
pimpinan spiritual

Keterangan:
1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit Terganggy
5= Tidak terganggu

2. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam NIC: Manajemen Hiperglikemi (2120)
Ketidakstabilan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai
kadar glukosa indikasi
darah berhubungan Kadar glukosa darah (2300) 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi:
dengan Skor yang ingin poliuria, polidipsi, polifagi,
Skor
hiperglikemia No Indikator dicapai kelemahan, letargi, malaise,
(00179) Awal 1 2 3 4 5 pandangan kabur, atau sakit kepala
230001 Glukosa darah √ 3. Monitor ketonurin, sesuai indikasi
4. Monitor AGD, elektrolit dan kadar
230002 Hemoglobin √ betahidroksibutirat sesuai yang
glikosiliat tersedia
230003 Fruktosamin √ 5. Monitor nadi dan tekana darah
230004 Urin glukosa √ ortostatik sesuai indikasi
6. Berikan insulin sesuai resep
230005 Urin keton √ 7. Dorong asupan cairan oral
8. Monitor status cairan
Keterangan:
9. Monitor akses IV sesuai kebutuhan
1. Deviasi berat dari kisaran normal
10. Monitor cairan IV sesuai kebutuhan
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal 11. Beikan kalium sesuai resep
4. Deviasi ringan sedang dari kisaran normal 12. Konsultasikan dengan dokter tanda
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal gejala hiperglikemia yang menetap
atau memburuk
13. Bantu ambulasi jika terdapat hipotensi
Keparahan hiperglikemia (2111) orthostastik
Skor yang ingin 14. Lakukan kebersihan mulut jika
Skor
No Indikator dicapai diperlukan
Awal 1 2 3 4 5 15. Identifikasi kemungkinan penyebab
211101 Peningkatan urine 3 √ hiperglikemi
output 16. Antisipasi situasi dimana akan ada
211102 Peningkatan haus 3 √ kebutuhan peningkatan insulin
17. Batasi aktivitas kadar glukosa dari
211103 Lapar berlebihan 3 √ lebih dari 250 mg/dl
211104 Malaise √ 18. Intruksikan pasien dan keluarga
mengenai pencegahan, pengenalan
211105 Kelelahan 3 √ tanda-tanda hiperglikemi dan
manajemen hiperglikemi
211106 Sakit kepala 3 √ 19. Dorong pemantauan sendiri kadar
211107 Pandangan kabur 3 √ glukosa darah
20. Bantu pasien dalam menginteperasikan
211108 Kehilangan BB yang 3 √ kadar glukosa darah
tidak bisa dijelaskan 21. Review riwayat kadar glukosa darah
211109 Kehilangan n fsu √
makan
pasien dan atau keluarga
3 22. Instruksikan pada pasien dan keluarga
211110 Mual 3 √ mengenai manajemen diabetes selama
periode sakit, termasuk penggunaan
211111 Mulut kering 3 √ insulin dan/atau obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat
211112 Nafas bau buah 3 √
dan kapan mencari bantuan petugas
211113 Infeksi jamur (yeast) 3 √ kesehatan, sesuai kebutuhan.
23. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
regimen latihan
211114 Gangguan elektrolit 3 √ 24. Tes kadar glukosa darah anggota
keluarga.
211115 Gangguan konsentrasi 3 √
211116 Perubahan status 3 √
mental
211117 Peningkatan glukosa 3 √
darah
211118 Peningkatan A1c 3 √
(glycated hemoglobin)
Keterangan:
1 =Keluhan Berat
2 =Keluhan cukup berat
3 =Keluhan sedang
4 =Keluhan ringan
5 =Tidak ada keluhan

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam NIC: Pengecekan Kulit (3590)
integritas jaringan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir
berhubungan terkait dengan adanya kemerahan,
dengan gangren Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) kehangatan ekstrim, edema, atau
grade 2-5 (00044) Tujuan drainase.
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Amati warna, kehangatan, bengkak,
110101 Suhu Kulit 3 √ pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi
110108 Tekstur 3 √ pada ekstremitas
Pertumbuhan 3. Periksa kondisi luka operasi dengan
110112 3 √ tepat
rambut pada kulit
110113 Integritas kulit 2 √ 4. Gunakan alat pengkajian untuk
Pigmentasi mengindentifikasi pasien yang
110105 3 √ berisiko mengalami kerusakan
abnormal
110115 Lesi pada kulit 2 √ integritas kulit (misalnya, skala
Pengelupasan braden)
110119 √ 5. Monitor warna dan suhu kulit
kulit
110120 Penebalan kulit 3 √ 6. Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan warna,
110121 Eritem √ memar, dan pecah
2
110123 Nekrosis 2 √ 7. Monitor kulit untuk adanya ruam
110124 Pengerasan Kulit 3 √ dan lecet
Keterangan: 8. Monitor kulit untuk adanya
1. =Keluhan Berat kekeringan yang berlebihan dan
2. =Keluhan cukup berat kelembapan
3. =Keluhan sedang 9. Monitor infeksi terutama di daerah
4. =Keluhan ringan edema
5. =Tidak ada keluhan 10. Dokumentasikan perubahan
membran mukosa
Keparahan Infeksi (0703) 11. Gunakan langkah-langkah untuk
Tujuan mencegah kerusakan lebih lanjut
No. Indikator Awal (Misal, melapisi kasur,
1 2 3 4 5
070301 Kemerahan 3 √ menjadwalkan reposisi)
070307 Demam 3 √ 12. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan
070333 Nyeri 3 √ mengenai kerusakan kulit dengan
Peningkatan tepat.
070326 jumlah sel darah 2 √ NIC: Perawatan Luka (3660)
putih 1. Monitor karakteristik luka termasuk
Keterangan: drainase, warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
1. Deviasi berat dari kisaran normal 3. Bersihkan dengan normal saline atau
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal pembersih yang tidak beracun dengan
3. Deviasi sedang dari kisaran normal tepat.
4. Deviasi ringan sedang dari kisaran normal 4. berikan perawatan insisi pada luka
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal yang diperlukan
5. Berikan perawatan ulkus pada kulit
yang diperlukan,
6. Olehkan salep yang sesuai dengan
jenis luka
7. Berikan balutan yang sesuai dengan
jenis luka
8. Perhatikan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka yang tepat
9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah
eksudat dan drainase
10. bandingkan dan catat setuipa
perubahan luka
11. Reposisi pasien setidaknya setiap 2
jam dengan tepat
12. Dorong cairan yang sesuai
13. rujuk pada ahli diet yang tepat
14. Anjurkan pada pasien dan keluarga
untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi
15. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran
dan tampilan
NIC: Perlindungan Infeksi (6550)
1. Monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Monitor hitung mutlak WBC,
Granulosit, dan hasil diferensial
4. Pertahankan asespsis
5. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7. Ajarkan pasien dan keluarga
bagaimana cara menghindari infeksi
4 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam NIC: Pengecekan Kulit (3590)
integritas kulit Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir
berhubungan terkait dengan adanya kemerahan,
dengan gangren kehangatan ekstrim, edema, atau
grade 1-2 drainase.
2. Amati warna, kehangatan, bengkak,
Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi
Tujuan pada ekstremitas
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Periksa kondisi luka operasi dengan
110101 Suhu Kulit 3 √ tepat
110108 Tekstur 3 √ 4. Gunakan alat pengkajian untuk
Pertumbuhan mengindentifikasi pasien yang
110112 3 √ berisiko mengalami kerusakan
rambut pada kulit
110113 Integritas kulit 2 √ integritas kulit (misalnya, skala
Pigmentasi braden)
110105 3 √ 5. Monitor warna dan suhu kulit
abnormal
110115 Lesi pada kulit 2 √ 6. Monitor kulit dan selaput lendir
Pengelupasan terhadap area perubahan warna,
110119 √ memar, dan pecah
kulit
110120 Penebalan kulit 3 √ 7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan
lecet
110121 Eritem √ 8. Monitor kulit untuk adanya
2
kekeringan yang berlebihan dan
110123 Nekrosis 2 √
kelembapan
110124 Pengerasan Kulit 3 √
9. Monitor infeksi terutama di daerah
Keterangan:
edema
1. =Keluhan Berat
10. Dokumentasikan perubahan
2. =Keluhan cukup berat
membran mukosa
3. =Keluhan sedang
11. Gunakan langkah-langkah untuk
4. =Keluhan ringan
mencegah kerusakan lebih lanjut
5. =Tidak ada keluhan
(Misal, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
12. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan
mengenai kerusakan kulit dengan
tepat.
NIC: Perawatan Luka (3660)
1. Monitor karakteristik luka termasuk
drainase, warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
3. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun
dengan tepat.
4. berikan perawatan insisi pada luka
yang diperlukan
5. Berikan perawatan ulkus pada kulit
yang diperlukan,
6. Olehkan salep yang sesuai dengan
jenis luka
7. Berikan balutan yang sesuai dengan
jenis luka
8. Perhatikan teknik balutan steril
ketika melakukan perawatan luka
yang tepat
9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah
eksudat dan drainase
10. bandingkan dan catat setuipa
perubahan luka
11. Reposisi pasien setidaknya setiap 2
jam dengan tepat
12. Dorong cairan yang sesuai
13. rujuk pada ahli diet yang tepat
14. Anjurkan pada pasien dan keluarga
untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi
15. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran
dan tampilan
NIC: Perlindungan Infeksi (6550)
1. Monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Monitor hitung mutlak WBC,
Granulosit, dan hasil diferensial
4. Pertahankan asespsis
5. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup
7. Ajarkan pasien dan keluarga
bagaimana cara menghindari infeksi

5. Nyeri kronik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pain management (1400)
berhubungan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan (lokasi, karakteristik, durasi,
polineuropati Pain control (1605) frekuensi, kualitas, dan faktor
(00133) Tujuan presipitasi)
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Beri penjelasan mengenai penyebab
Mengenali nyeri
160502 Kapan nyeri 3 √ 3. Observasi reaksi nonverbal dari
terjadi ketidaknyamanan
Menggambarkan 4. Segera immobilisasi daerah fraktur
160501 3 √ 5. Tinggikan dan dukung ekstremitas
faktor penyebab
160504 Menggunakan urang √ yang terkena
tindakan pen n 6. Ajarkan pasien tentang alternative lain
nyeri untuk mengatasi dan mengurangi rasa
tanpa nyeri
analg 7. Ajarkan teknik manajemen stress
esik misalnya relaksasi nafas dalam
2 8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Melaporkan dalam pemberian obat analgeik sesuai
perubahan indikasi
terhadap gejala an
160513 √
nyeri pada 3
profesional
keseha
Melaporkan
160511 nyeri yang 3 √
terkontrol
analg
esic
yang
direk
160505 Menggunakan √
omen
dasik
an
2
Keterangan:
1= Tidak pernah menunjukkan
2= Jarang menunjukkan
3= Kadang-kadang menunjukkan
4= Sering menunjukkan
5= Secara konsisten menunjukkan

6. Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Terapi nutrisi (1120)
n nutrisi: kurang Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
dari kebutuhan kebutuhan
tubuh behubungan Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Monitor asupan makanan harian
dengan polifagi Skor yang ingin 3. Motivasi Pasien untuk mengkonsumsi
(00002) Skor makanan dan minuman yang
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5 bernutrisi, tinggi protein, kalori dan
Asupan makanan 2 √ mudah dikonsumsi serta sesuai
100801 secara oral kebutuhan
4. Ciptakan lingkungan yang bersih,
Asupan cairan 3 √ berventilasi, santai dan bebas dari bau
100803 menyengat
secara oral
Asupan cairan 3 √
100804 Monitor nutrisi (1160)
intravena
1. Timbang berat badan pasien
Keterangan: 2. Identifikasi penurunan berat badan
1: Tidak Adekuat terakhir
2: Sedikit Adekuat 3. Tentukan pola makan
3: Cukup Adekuat 4. Kolaborasikan dengan tim kesehatan
4: Sebagian Besar Adekuat lain untuk mengembangkan rencana
5: Sepenuhnya Adekuat keperawatan
Status Menelan (1010) Terapi menelan (1860)
Skor Skor yang ingin 1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
No Indikator kebutuhan.
Awal 1 2 3 4 5 2. Hindari penggunaan sedotan untuk
101001 Mempertahankan 2 √ minum.
makanan di mulut 3. Bantu pasien untuk berada pada
posisi duduk selama 30 menit setelah
101003 Produksi ludah 2 √ makan.
4. Instruksikan Pasien untuk tidak
101004 Kemampuan 3 √ berbicara selama makan.
mengunyah Sedikan perawatan mulut sesuai
kebutuhan.
101008 Jumlah menelan 3 √
sesuai dengan
ukuran atau tekstur
bolus
101009 Durasi makan sesuai dikons √
dengan jumlah yang umsi
2

Keterangan:
1: Tidak Adekuat
2: Sedikit Adekuat
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat

7. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam NIC: Manejemen sensasi perifer (2660)
Ketidakefektifan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1 Monitor adanya daerah tertentu yang
perfusi jaringan hanya peka terhadap
perifer Perfusi jaringan: perifer (0407) panas/dingin/tajam/tumpul
behubungan Skor yang ingin 2 Monitor tanda-tanda vital
Skor
dengan diabetes No Indikator dicapai 3 Monitor adanya paretese
mellitus: iskemik Awal 1 2 3 4 5 4 lnstruksikan keluarga untuk
jaringan (00228) Pengisian kapiler 3 √ mengobservasi kulit jika ada isi atau
040715 jari laserasi
5 Gunakan sarung tangan untuk
Tekanan darah 3 √ proteksi
040727 sistolik 6 Monitor adanya penekanan dari
Tekanan darah 3 √ gelang, alat-alat medis, sepatu dan
040728 diastolik baju
7 Kolaborasi pemberian analgetik
Edema perifer 3 √ 8 Monitor adanya tromboplebitis dan
040712 tromboemboli pada vena
Kram otot 3 √ 9 Diskusikan menganai penyebab
040745 perubahan sensasi

Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal

Tanda tanda vital (0802)


Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 3 √
080201

Denyut nadi radial 3 √


080203

Tingkat pernafasan 3 √
080204

Tekanan darah 3 √
080205 sistolik
Tekanan darah 3 √
080206 diastolik
Keterangan
1:deviasi berat dari kisaran normal
2: deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3: deviasi sedang dari kisaran normal
4: deviasi ringan dari kisaran normal
5: tidak ada deviasi dari kisaran normal

8. Defisien Volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Manajemen elektrolit/cairan (2080)
cairan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan
berhubungan output yang akurat
dengan kehilangan 2. pantau adanya tanda dan gejala retensi
cairan aktif cairan
(00026) 3. batasi cairan yang sesuai
4. siapkan pasien untuk dialisis
Monitor cairan ( 4130)
Keseimbangan cairan (0601) 1. Tentukan jumlah clan jenis intake/
Skor yang ingin asupan cairan serta kebiasaan
Skor
No Indikator dicapai 2. eliminasi
Awal 1 2 3 4 5 3. Tentukan faktor-faktor risiko yang
mungkin menyebabkan
060101 Tekanan darah 3 √ ketidakseimbangan cairan (misalnya,
kehilangan albumin, Iuka bakar,
060107 Keseimbangan input 3 √
malnutrisi, sepsis, sindrom nefrotik,
outpur dalam 24 jam
hipertermia, terapi diuretik, patologi
060109 Berat badan stabil 3 √ ginjal, gaga! jantung, diaforesis,
060116 Turgor kulit 3 √ disfungsi
4. hati, olahraga berat, paparan panas,
060117 Kelembapan 3 √ infeksi, paska operasi,
membran mukosa 5. poliuria, muntah, clan diare)
060118 Serum elektrolit 3 √ 6. Tentukan apakah pasien mengalami
kehausan atau gejala perubahan
060119 Hematokrit 3 √ cairan (misalnya, pusing, sering
berubah pikiran,
060113 Bola mata cekung 3 √ 7. melamun, ketakutan, mudah
dan lembek tersinggung, mual, berkedut)
060115 Kehausan 3 √ 8. Periksa isi ulang kapiler dengan
memegang tangan pasien pada tinggi
Keterangan yang sama seperti jantung clan
1: sangat terganggu menekan jari tengah selama lima
2: banyak terganggu detik, lalu lepaskan tekanan clan
3: cukup terganggu hitung waktu sampai jarinya kembali
4: sedikit terganggu merah (yaitu, hams kurang dari 2
5: tidak terganggu 9. detik)
10. Periksa turgor kulit dengan
memegang jaringan sekitar tulang
seperti tangan atau tulang kering,
mencubit kulit dengan lembut,
pegang dengan kedua tangan clan
Hidrasi (0602) lepaskan (di mana, k•1lit akan turun
Skor yang ingin kembali dengan cepat jika pasien
Skor
No Indikator dicapai terhidrasi dengan baik)
Awal 1 2 3 4 5 11. Monitor berat badan
060201 3 √ 12. Monitor asupan clan pengeluaran
Turgor kulit 13. Monitor nilai kadar serum clan
060202 Membran mukosa 3 √ elektrolit urin
lembab 14. Monitor kadar serum albumin clan
060215 3 √ protein total
Intake cairan
15. Monitor kadar serum clan
060211 3 √ osmolalitas urin
Output urin
16. Monitor tekanan darah, denyut
060216 √
Serum sodium jantung, clan status pernapasan
060217 3 √ 17. Monitor tekanan darah ortostatik clan
Perfusi jaringan perubahan irama jantung, dengan
060218
Fungsi kognisi 3 √ tepat
18. Monitor parameter hemodinamik
060205
Haus 3 √ invasif
19. Catat dengan akurat asupan clan
060219 3 √ pengeluaran (misalnya, asupan oral,
Warna urin keruh
asupan pipa makanan, asupan IV,
060208 Bola mata cekung 3 √
antibiotik, cairan yang diberikan
dan lunak
dengan obat-obatan, tabung
060220 3 √
Fontanel cekung nasogastrik (NG), saluran air,
060212 Penurunan tekanan 3 √ muntah, tabung dubur, pengeluaran
darah kolostomi, clan air seni)
060221 Nadi cepat clan 3 √ 20. Cek kembali asupan clan
lemah pengeluaran pada semua pasien
060213 Peningkatan 3 √ dengan terapi intravena, infus
hematokrit subkutan, makanan enteral, tabung
060222 Peningkatan 3 √ NGT, kateter urin, muntah, diare,
nitrogen ureum drainase Iuka, drainase dada, clan
darah/ blood urea kondisi medis yang mempengaruhi
nitrogen (BUN) kese
060223 Kehilangan berat 3 √ 21. imbangan cairan (misalnya, gagal
badan jantung, gagal ginjal, malnutrisi, Iuka
060224 bakar, sepsis)
Otot tegang 3 √
22. Rekam inkontinensia pada pasien
060225 3 √ yang membutuhkan asupan clan
Otot berkedut
pengeluaran akurat
060226 3 √ 23. Perbaiki alat medis yang bermasalah
Diare
(misalnya, kateter tertekuk atau
060227 Peningkatan suhu 3 √ terblokir) pada pasien yang
tubuh mengalami berhenti mendadak
mengeluarkan urin
9. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Exercise therapy (0221)
Mobilitas fisik Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Kaji kemampuan pasien dalam
berhubungan mobilisasi
dengan kerusakan Pergerakan (0208) 2. Ajarkan bagaimana latihan yang
integritas: gangren Tujuan diperlukan
(00085) No. Indikator Awal 3. Anjurkan pasien untuk rutin latihan
1 2 3 4 5
020801 Keseimbangan 1 √ 4. Monitor perkembangan kemampuan
aktivitas pasien
020809 Koordinasi 1 √
5. Anjurkan keluarga juga berpartisipassi
020803 Gerakan otot 1 √ dalam program latihan pasien
020804 Gerakan sendi 1 √
Bergerak dengan Terapi latihan : kontrol otot (0226)
020814 1 √
mudah 1. Tentukan kesiapan pasien untuk
Keterangan: terlibat dalam aktivitas atau latihan
1= sangat terganggu 2. Evaluasi fungsi sensori (penglihatan,
2= banyak terganggu pendengaran , dan perabaan)
3= cukup terganggu 3. Bantu menjaga stabilitas sendi tubuh
4= sedikit terganggu dan atau proksimal selama latihan
5= tidak terganggu 4. Bantu pasien untuk dalam berada
pada posisi duduk/berdiri untuk
melakukan protokol latihan
Ambulansi (0200) 5. Berikan petunjuk langkah demi
Tujuan langkah untuk setiap aktivitas
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 motorik selama latihan
Menopang berat 6. Sediakan lingkungan yang baik
020001 1 √
badan
020002 Berjala deng √ Peningkatan latihan: Latihan
an Kekuatan (0201)
langk 1. Lakukan skrining kesehatan sebelum
ah memulai latihan untuk
yang mengidentifikasi risiko dengan
efekti menggunakan skala kesiapan latihan
f fisik
1 2. Sediakan informasi mengenai fungsi
Berjalan dengan otot, latihan fisiologis dan
020003 1 √ konsekuensi dari penyalahgunaannya
pelan
Berjalan dengan 3. Bantu mengembangkan program
020004 1 √ latihan kekuatan yang sesuai dengan
kecepatan sedang
Berjalan dengan tingkat kebugaran otot, hambatan
020005 1 √ muskuloskeletal
cepat
Berjalan dengan 4. Instruksikan untuk istirahat sejenak
020010 jarak dekat (< 1 1 √ setiap selesai latihan
blok/ 20 m) 5. Demonstrasikan sikap tubuh yang
ang baik dan tingkatkan bentuk latihan
(> 1 dalam setiap kelompok otot
Berjalan dengan blok 6. Modifikasi gerakan dan metode
020011 √ dalam mengaplikasikan resistensi
jarak se < 5
blok) untuk paisen yang harus tetap duduk
1 dikursi maupun ditempat tidur
atau
Berjalan dengan lebih)
020012 √
jarak jauh (5 blok .
1
Berjalan
020014 mengelilingi 1 √
kamar

Keterangan:
1= sangat terganggu
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu
10. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Peningkatan harga diri (5400)
situasional Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor pernyataan pasien tentang
berhubungan harga diri
dengan penyakit Harga Diri (1205) 2. Bantu pasien untuk menemukan
fisik: gangren Tujuan penerimaan diri
(00120) No. Indikator Awal 3. kuatkan kekuatan pribadi yang
1 2 3 4 5
Verbalisasi diindentifikasi pasien
120501 3 √ 4. jangan mengkritisi secara negaif
penerimaan diri
Penerimaan 5. Dukung pasien untuk terlibat dalam
120502 terhadap 3 √ memberikan afirmasi positif
keterbatasan diri mengenai pembicaraan pada diri
120505 Gambaran diri 3 √ sendiri dan secara verbal terhadap
diri setiap hari.
Komunikasi
120507 3 √ 6. Berikan afirmasi posotif dan pujian
terbuka
terkait kemampuan pasien
Perasaan tentang
120519 3 √
nilai diri
Keterangan:
1. Tidak pernah positif
2. jarang psitif
3. kadang-kadang positif
4. sering positif
5. konsisten positif
5. Dischrage Planning
Menurut Dongoes, et al (2010), pasien diabetes melitus memerlukan bantuan
regimen diet, monitoring glukosa, pemberian obat dan perawatan diri.
Selain itu adapun discharge planning pada pasien DM yakni:
1. Kaji kemampuan pasien untuk meninggalkan RS
2. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain
tentang kebelanjutan perawatan pasien di rumah
3. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah pasien) mengetahui keadaan pasien
4. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh pasien meliputi:
cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan
dan lokasi; memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam
urine; perencanaan diet, buat jadwal; perencanaan latihan, jelaskan dampak
latihan dengan diabetik; cara untuk mencegah hiperglikemi dan hipoglikemi
dan infomasikan gejala gejala yang muncul dari keduanya; cara mencegah
infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan sikat gigi yang halus.
5. Komunikasikan dengan pasien tentang perencanaan pulang
6. Dokumentasikan perencanaan pulang
7. Anjurkan pasien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA
American Association of Diabetes Educator. 2017. Aade7 Self-Care Behaviors™.
https://www.diabeteseducator.org/patient-resources/aade7-self-care-
behaviors/healthy-eating. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

American Diabetes Association. 2013. Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotoc


Syndrome (HHNS). http://www.diabetes.org/living-with-
diabetes/complications/hyperosmolar-hyperglycemic.html. [Diakses pada
tanggal 18 November 2018].

American Diabetes Association. 2013. Kidney Disease (Nephropathy).


http://www.diabetes.org. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

American Diabetes Association. 2014. Standards of Medical Care in Diabetes


2014. Diabetes Care. 37(1). http://care.diabetesjournals.org/
content/37/Supplement_1/S14.full-text.pdf. [Diakses pada tanggal 18
November 2018].

American Diabetes Association. 2015. DKA (Ketoacidosis) dan Ketones.


http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/ketoacidosis-
dka.html. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

American Diabetes Association. 2015. Hypoglycemia (Low Blood Glucose).


http://www.diabetes.org. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

American Diabetes Association. 2015. Type 2. http://www.diabetes.org/diabetes-


basics/type-2/?loc=util-header_type2. [Diakses pada tanggal 18
November 2018].

American Diabetes Association. 2016. What is Gestasional Diabetes?.


http://www.diabetes.org/diabetes-basics/gestational/what-is-gestational-
diabetes.html. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

Ariza, M. A., V. G. Vimalananda., dan J. L. Rosenzweig. 2010. The Economic


Consequences of Diabetes and Cardiovascular Disease in the United States.
Springer 11: 1-10 www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20191325 [Diakses pada
tanggal 18 November 2018].

Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016.


Nursing Intervention Classification (NIC), 6th Indonesian Edition. United
Kingdom: Elseiver Global Rights.
Dinkes Provinsi Jawa timur. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2012. [Serial Online].
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2012/15_Profil_Kes.Prov.JawaTimur_2012.pdf. [Diakses pada tanggal
18 November 2018]. Doenges, M., Moorhouse, M., & Murr, A. 2010.
Nursing Care Plans. USA: Mosby.

Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu.


Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media

Garnita, D. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: FKMUI

Herdman, T. H. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2018-2020, Ed. 11. Jakarta: EGC

International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition.


[Serial Online]. www.oedg.at/pdf/1606_IDF_Atlas_2015_UK.pdf. [Diakses
pada tanggal 18 November 2018].

Johnson, J. Y. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-


Surgical Nursing. Edisi 12. United States of America: Wolters Kluwer
Health.

Kaku, K. 2010. Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy.


Journal of The Japan Medical Association 138(1): 28-32.
https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2010_01/041_046.pdf.
[Diakses pada tanggal 18 November 2018].

Kementerian Kesehatan Republik Indodesia. 2014. Infodatin: Pusat Data dan


Informasi Kementerian Kesehatan RI: Situasi dan Analisis Diabetes.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin
-diabetes.pdf. [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1868.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition Indonesian Edition. United Kingdom:
Elseiver Global Rights

Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus


27(2).http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Diabete
s_Mellitus_Tipe_2_dan_tata_laksana_terkini.pdf. [Diakses pada tanggal
18 November 2018].
PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia 2006. Edisi 3. Jakarta: PB PERKENI.

PERKENI, 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 Di Indonesia 2015. Cetakan 1. Jakarta: PB PERKENI
http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf [Diakses pada tanggal 18
November 2018].

Price, S. A. dan Wilson, L. M. W. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. [serial online]
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf [Diakses pada tanggal 18 November 2018].

Scaper, N.C. 2004. Diabetic foot ulcer classification system for research
purposes: a progress report on criteria for including patients in research
studies. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15150820

Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


BedahVolume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC

Smeltzer, Susan C. 2010. Handbook For Brunner & Suddath`s Textbook of


Medical Surgical. Twelve Edition. USA: Lippincot Williams & Wilins
luwer Health Inc. Terjemahan oleh Devi Yulianti. 2013. Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12. Jakarta: EGC.

S. Snell, Richard. 2002. Clinical Anatomy for Medical Students. Lippincot


Williams & Wilkins Inc: USA

WHO, 2016. World Health Day 2016: Beat Diabetes. WHO. Int.
http://www.who.int/campaigns/world-health-day/2016/event/en/. [Diakses
pada tanggal 18 November 2018].

WHO, 2017. Media Centre Diabetes. WHO. Int.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/. [Diakses pada
tanggal 18 November 2018].

Anda mungkin juga menyukai