Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN MEDIK

Latar Belakang
Berbagai langkah harus diperhatikan dalam melaksanakan perawatan gawatdarurat
obstetri dan neonatal. Penatalaksanaan meliputi pengenalan segera kondisi
gawatdarurat,stabilisasi penderita, pemberian oksigen, infus dan terapi cairan, transfusi
darah dan pemberian medikamentosa (antibiotik,sedatif, anestesi, analgetik dan serum
anti tetanus) maupun upaya rujukan lanjutan. Semua langkah dan penatalaksanaan
tersebut, harus dikuasai oleh petugas kesehatan/staf klinik yang bertugas di unit
gawatdarurat atau ruang tindakan obstetri dan neonatal.

Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan materi dalam bab ini peserta diharapkan mampu
untuk mengenali dan menatalaksana kegawatdaruratan medik obstetri dan neonatal.

Tujuan Khusus
Mampu mengenali dan melaksanakan tindakan medik untuk melatalaksana :
a. Syok Hipovolemik
b. Syok Septik
c. Syok Neurogenik
d. Perdarahan Hebat
e. Trauma Intraabdomen
f. Resusitasi Kardiopulmoner

Stabilisasi dan Rujukan


Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi optimal akan sangat
membantu pasien untuk ditangani secara adekuat dan efektif. Dalam system pelayanan
gawatdarurat dan rujukan kesehatan antar fasilitas, seharusnya sudah tersedia perangkat
dan mekanisme operasional yang jelas antar unsur yang terlibat. Fasilitas kesehatan
primer akan merujuk pasien ke rumah sakit rujukan. Tetapi pada kota-kota besar,
mungkin saja terjadi rujukan antar Puskesmas, Rumah Sakit ataupun diantara pusat -pusat
rujukan. Apapun mekanisme yang terjadi, semua unsur terlibat, seharusnya mampu untuk
membawa pasien mencapai fasilitas rujukan yang dituju agar mendapatkan pertolongan
yang sangat vital dalam menyelamatkan jiwanya.

Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah:


 Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan system respirasi dan sirkulasi
 Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi
 Mengganti cairan tubuh yang hilang
 Mengatasi rasa nyeri atau gelisah

Terapi Cairan

Pada kebanyakan kasus gawat darurat , pasien-pasien memerlukan infus untuk mengganticairan
yang hilang. Larutan isotonik yang dianjurkan adalah Ringer Laktat dan NaCl fisiologis
atau garam fisiologis (normal saline). Larutan glukosa tidak dapat menggantikan
garamatau elektrolit yang dibutuhkan selama penggantian cairanyang hilang.

Untuk pemberian cairan infus, perhatikan :

o Jumlah cairan yang akan diberikan


 Lamanya pemberian per unit cairan
 Ukuran atau diameter jarum (no. 16-18) dan kecepatan tetesan. Jumlah
permililiter tetesan bervariasi antara 10 atau 20 tetes per mililiter.

Saat jarum infus dimasukkan, segera ambil spesimen darah untuk pemeriksaan
kadarhemoglobin, golongan darah atau pemeriksaan laboratorium lainnya. Bila
pasienmengalami syok, pemasangan infus dan pengambilan spesimen darah akan
sulitdilaksanakan (perlu vena seksi). Pengukuran konsentrasi Hb darah kapiler (dari
ujung jari) pasien yang mengalami syok hasilnya sangat tidak akurat.

Pada kasus syok hipovolemik yang diakibatkan oleh perdarahan, berikan 500-1000
mlcairan isotonik dalam 15-20 menit pertama. Stabilisasi umumnya terjadi setelah 1-3 liter
cairan infus diberikan. Setelah stabilisasi tercapai maka kecepatan cairan infus diatur
menjadi tetesan pemeliharaan ( 1liter dalam 6-8 jam).

Bila pemulihan pasien telah mencapai kondisi yang memuaskan maka dilakukan
pemberian cairan per oral. Infus dapat dilepaskan kecuali bila dibutuhkan untuk jalur
pemberian obat secara intravena. Untuk kondisi seperti itu, kecepatan tetesan cairan
diperlambat (1 liter selama 10-12 jam).

Dalam terapi cairan ini, juga dipantau tentang keseimbangan cairan. Apabila terjadi
pembengkakan atau edema pada kaki, tangan, muka, mungkin hal ini diakibatkan oleh
kelebihan cairan. Kelebihan tersebut dapat pula dinilai dari terjadinya sesak nafas atau bising nafas
yang abnormal (ronkhi basah difusa).
Rumus kecepatan cairan infus :

Jumlah cairan yang dibutuhkan (milliliter)/waktu pemberian (menit) X jumlah tetes per milliliter
= jumlah tetes per menit

Contoh: 1000 cc X 10 tetes per milliliter = 41,67 atau 40 tetes per menit
4 jam X 60 menit

Pada kenyataannya, seorang wanita sehat, masih dapat bertahan (tanpa penggantian darah melalui
transfusi) apabila kehilangan darah hingga 20% atau 1000 mililiter, dari total jumlah darah normal
(5000 mililiter). Kehilangan hingga 30%, dapat diatasi dengan cairan pengganti plasma. Transfusi
darah sangat dibutuhkan apabila darah yang keluar, melebihi 30% dari total jumlah darah didalam
tubuh. Pada perdarahan masif, jumlah darah yang keluar dalam waktu kurang dari 3 jam, dapat
mencapai lebih dari 50% jumlah total cairan darah.

Terapi awal cairan pengganti, seharusnya diberikan dalam waktu yang cepat dan ini hanya
dimungkinkan dengan pemberian kristaloid isotonik seperti Ringer Laktat dan garam fisiologis.
Pada tahap awal ini, tidak dianjurkan untuk memberikan cairan infus larutan isotonik glukosa 5%.
Pada tahap awal, jumlah cairan yang diberikan adalah 50 mililiter per kilogram berat badan (50
mllkg BB) atau 3 kali dari perkiraan jumlah darah yang hilang. Cairan koloidal sintetik diberikan
hingga 50 ml/kg BB tetapi dengan kecepatan tetesan yang lebih rendah dari larutan kristaloid
isotonik. Amilum hidroksiletil atau dextran 70 diberikan 20 ml/kg BB selama 24 jam pertama.
Dapat pula diberikan albumin atau fraksi protein plasma. Eritrosit tanpa plasma tidak
direkomendasikan untuk pengganti cairan yang hilang sedangkan jika diberikan plasma saja, risiko
transmisi penyakit, cukup tinggi. Cairan darah (eritrosit dan plasma) diberikan untuk rnengganti
cairan yang hilang, pernbawa oksigen ke jaringan dan faktor-faktor penting untuk hemostasis.
Ketersediaan donor menjadi faktor penentu bagi mereka yang membutuhkannya. Darah
yang diberikan kepada pasien, harus bebas dari risiko transmisi penyakit sehing ga,
dipe•lukan adanya proses penapisan dan identifikasi keamanan donor yang efektif.
Pertimbangan keselamatan jiwa pasien harus juga diperhitungkan terhadap resiko
prosedur transfusi darah.
Asuhan Kebidanan sering kali memerlukan adanya penambahan atau transfiisi darah
untuk menyelamatkan jiwa pasien. Mengingat tingginya frekuensi permintaan transfusi
darah dari Bagian Kebidanan maka sudah sepatutnya para petugas kesehatan (dokter dan
paramedik) di bagian tersebut memahami dan waspada tentang indikasi , kesesuaian
golongan, cara penggunaan dan risiko transfusi darah.
Kesesuaian penggunaan cairan dan produk darah didefinisikan sebagai pcmberian darah
yang aman (kesesuaian golongan, risiko rendah terhadap reaksi inkompatibilitas, dan
bebas dari potensi transmisi penyakit) dan ditujukan terhadap kondisi yang dapat
menimbulkan morbiditas atau mortalitas dimana darah merupakan pilihan utama untuk
mengatasi kondisi tersebut.
Kondisi yang memerlukan transfusi darah, diantaranya adalah:
 Perdarahan pascapersalinan yang disertai dengan syok
 Kehilangan banyak darah selama prosedur operasi
 Anemia berat (yang disertai gejala dekompensasio kordis) pada akhir masa
kehamilan

Setiap rumah sakit rujukan (terutama sekali di tingkat kabupaten) harus dapat mcmenuhi
nermintaan atau menyediakan darah pada setiap saat dimana transfusi darah diperlukan.
'
Ketersediaan darah (minimal golongan O dan plasma beku segar) di Bagian Kebidanan
telah menjadi suatu kewajiban karena hal ini dapat menjadi penyelamat bagi para ibu atau
pasien yang sangat membutuhkan.

Kewaspadaan dalam Menggunakan Cairan dan Produk Darah

Kewaspadaan sangat diperlukan karena apabila cairan dan produk darah digunakan sesuai
dengan indikasinya dan benar cara pemberiannya maka prosedur ini akan menyelamatkan
jiwa dan memperbaiki kondisi kesehatan ibu bersalin. Sebaliknya, kelalaian dan cara
pemberian yang salah, justru dapat membahayakan keselamatan jiwa ibu hamil/bersalin
(kondisinya lebih baik sebelum dilakukan transfusi darah).
Seperti tindakan pengobatan lainnya, transfusi darah juga mungkin menimbulkan reaksi
tubuh (haik segera maupun lambat) sehingga dapat memperberat gangguan kesehatan
yang sedang dialami. Selain itu, uji saring yang tidak memenuhi syarat, dapat membuat
pasien tertular penyakit berhahaya akihat mikroorganisme berbahaya di dalam darah yang
ditransfusikan. Penyediaan dan pengelolaan darah dan produknya , juga memerlukan
sumberdaya yang sangat besar sehingga penggunaan yang tidak efisien merupakan
pemborosan dan sangat merugikan.
Beberapa contoh kcadaan dimana transfusi darah tidak diperlukan:
 Anemia pada trimester kedua kehamilan tidak perlu diatasi dcngan membertkan
transfusi darah karena masih ada hcberapa alternatif Iain yang dapat memperbatki
kondisi tersebut (misalnya, pemberian hematinik dan nutrisi yang adckuat apabila
anemia disebabkan oleh detisiensi makro dan mikro nutrien)
 Transfusi untuk mcmpercepat persiapan tindakan operasi elektif atau untuk
mempercepat pasien agar dapat scgcra dipulangkan. Defisit cairan dapat diatasi
dengan pembcrian infus dan anemia dapat dikoreksi dengan pemberian hematinik
atau asupan yang mempunyai nilai gizi tinggi.
Tindakan transfusi darah berdasarkan indikasi yang kurang tepat dapat mengaktbatkan hal-
hal berikut

 Pasien terpapar risiko yang seharusnya dapat dicegah


 Pemborosan stok darah yang mungkin sangat diperlukan oleh pasien lain

Sebelum menentukan perlunya dilakukan transfusi darah, dipertimbangkan secara matang


tentang risiko yang mungkin terjadi apabila transfusi diberikan atau tidak diberikan.

Transfusi Seluruh komponen Darah atau Hanya Sel Darah


 Transfusi darah membawa risiko terhadap reaksi imkompatibilitas atau hemolitik
yang sangat serius
 Produk darah dapat menularkan penyakit, termasuk penyakit berbahaya seperti HIV,
hepatitis B, hepatitis C, syphilis, malaria dsb kepada resipien
 Setiap produk darah dapat terkontaminasi mikoorganisme dan menjadi bahan yang
berbahaya apabila tidak ditangani sccara baik atau diberikan kepada resipien

Transfusi Plasma
 Plasma dapat menularkan penyakit seperti halnya seluruh komponen darah
 Plasma juga dapat menimbulkan berbagai reaksi transfusi
 Hanya beberapa indikasi tertentu saja yang memerlukan transfusi plasma (misalnya,
koagulopati). Risiko yang dapat terjadi akibat transfusi plasma biasanya lebih banyak
daripada manfaatnya yang mungkin diperoleh

Pengamanan Darah
Risiko yang berhubungan dengan transfusi dapat dikurangi melalui upaya berikut:
 Seleksi akurat terhadap donor dan darah
 Uji tapis dan kajian prevalensi penyakit menular di komunitas donor untuk
menghindarkan infeksi mclalui transfusi darah dan uji keamanan darah donor
 Progam jaga mutu darah dan produk darah
 Jaminan akurasi golongan darah, uji kompatibilitas, kualitas pemisahan dan
penyimpanan komponen darah dan keamanan transportasi darah
 Kesesuaian indikasi bagi penggunaan darah dan produknya
Penapisan Bahan yang Berpotensi Menimbulkan Infeksi
Setiap unit yang terkait dengan pemberian atau donasi darah harus dapat melakukan
pencegahan infeksi melalui darah melalui upaya penapisan yang efektif dan pengelolaan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (mengacu pada standar nasional atau
hasil kajian tentang prevalensi agen penyebab infeksi dalam dalam donor).
Semua darah yang akan didonasikan, harus lulus uji tapis penyakit-penyakit berikut ini:
 HIV-I dan HIV-2
 Hepatitis B surface antigen (HbsAg)
 Treponema pallidum (syphilis)
Bila memungkinkan, dilakukan pula pengujian berikut ini:
 Hepatitis C
 Malaria
 Penyakit-penyakit lain yang dapat ditularkan melalui darah (prevalensi setempat)
atau lulus uji keamanan darah menurut standar nasional
 kompatibilitas darah atau produk darah e.valaupun dalam keadaan sangat genting
atau gawatdarurat)
Prinsip-prinsip Transfusi
Prinsip dasar kesesuaian penggunaan darah atau produk darah adalah bahwa transfusi
merupakan salah satu dari banyak upaya atau tindakan untuk menyelamatkan ibu dari
situasi dan kondisi gawatdarurat. Apabila terjadi kehilangan sejumlah besar darah secara
mendadak, yang mungkin disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, pembedahan atau
komplikasi persalinan maka yang paling pertama dan segera harus dilakukan adalah
restorasi atau penggantian kehilangan cairan dari sistem sirkulasi.

Alasan utama untuk melakukan transfusi sel darah merah adalah pemulihan fungst
oksigenasi jaringan karena hemoglobin darah mempunyai kemampuan untuk mengil:at
dan menghantarkan oksigen. Fungsi inilah yang tidak dapat dipenuhi oleh cairan
kristaloid atau pengganti plasma.
Lakukan berbagai upaya penghematan darah di dalam sirkulasi dengan jalan berikut ini:
 Gunakan cairan pengganti untuk resusitasi
 Hindarkan pengambilan spesimen darah (pemeriksaan laboratorium) secara
berulang kali
 Gunakan teknik pembedahan dan anestesi terbaik untuk menghindarkan
kehilangan darah secara berlebihan
 Lakukan autotransfusi apabila tcknik dan kondisinya memungkinkan
Hal-hal penting yang harus diperhatikan:
 Transfusi merupakan salah satu elemen dari penatalaksanaan lengkap
gawatdarurat
 Keputusan untuk menetapkan transfusi darah sebagai tindakan yang diperlukan
harus memperhatikan panduan nasional tentang penggunaan klinik darah
dan produknya, serta mempertimbangkan kebutuhan pasien
Selama menatalaksana pasien, lakukan segala upaya untuk m encegah
perdarahan lanjutan sehingga transfusi darah dapat dihindarkan
 Pasien dengan perdarahan akut dalam jumlah yang banyak
sebaiknya memperoleh tindakan resusitasi (restorasi kehilangan cairan dengan
cairan pengganti, oksigen, bantuan pernapasan, dsb) sambil dipertimbangkan
perlu-tidaknya transfusi darah
 Walaupun konsentrasi hemoglobin dapat mengindikasikan berat-ringannya
derajat perdarahan tetapi hal tersebut bukan merupakan indikator tunggal
untuk melakukan transfusi darah. Transfusi darah harus didasarkan pada
perbaikan kondisi klinik yang akan diperoleh apabila transfusi darah
dilakukan sehingga upaya ini akan memberi hasil yang bermakna
terhadap penurunan morbiditas dan mortalitas ibu.
 Petugas kesehatan harus waspada terhadap risiko transmisi penyakit
berbahaya melalui transfusi darah
 Transfusi darah hanya diberikan apabila manfaatnya lebih besar dari
risikonya
 Pemberian dan pemantauan transfusi darah harus dilaksanakan oleh
petugas terlatih agar kornplikasi dikenali secara dini dan pertelongan
dapat segera diberikan
 Alasan untuk transfusi darah harus dicatatkan dan lakukan kajian
apabila tirnbul reaksi yang tidak diinginkan

Pemantauan Selama Transfusi Darah


Lakukan pemantauan untuk setiap unit darah yang diberikan. Pemantauan dilakukan
pada tahapan berikut ini:
 Sebelum t ransfusi darah dilakukan
 Pada saat transfusi diberikan
 15 menit setelah transfusi darah berjalan
 Setiap jam selama transfusi darah
 Setiap jam dalam 4 jarn pertama setelah transfusi darah
Pantau secara ketat dalam 15 menit pertama transfusi darah, lanjutkan secara reguler
(sesuai jadwal diatas) selama transfusi darah dijalankan agar setiap gejala dan t a:
reaksi transfusi pada pasien dapat segera dikenali dan diatasi.
Selama melakukan pemantauan, perhatikan dan periksa kondisi dibawah ini:
 Keadaan umum
 Temperatur
 Nadi
 Tekanan darah
 Pernapasan
 Keseimbangan cairan (asupan enteral dan intravena serta produksi urin)
Catatkan pula hal-hal berikut ini:

 Waktu mulai transfusi


 Waktu selesai transfusi
 Jumlah dan jenis darah atau produk darah yang ditransfusikan
 Nomor donor dan nomor kantong darah
 Efek samping

Menangani Reaksi Transfusi


Pada reaksi transfusi dapat timbul gejala dan tanda berikut ini:
 Demam diatas 38°C
 Takikardia
 Gawat napas
 Hipotensi
 Rona merah pada wajah
 Iritabilitas
 Mual dan muntah
 Ruam kulit
 Hematuria (+1 atau lebih)
Reaksi transfusi dapat berkisar dari ruam (rash) kulit ringan hingga syok anafilaktik.
Bila tedadi reaksi, lakukan hal berikut ini:
 Segera hentikan transfusi darah, bilas darah yang tersisa dalam slang infus dan
tetap pertahankan jalur infus (gunakan garam fisiologis atau Ringer Laktat).
 Secara bersamaan lakukan penilaian jenis dan derajat reaksi transfusi dan
tentukan upaya atau tindakan pertolongan yang sesuai.
 Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit hingga kondisi stabil tercapai
 Laporkan ke UTD atau Bank Darah tentang rekasi yang terjadi dan kirimkan
kantong transfusi dan slang ke unit tersebut untuk konfirmasi dan kajian ulang
darah dan produk darah serta hasil uji padanan silang (cross-matching)
sebelumnya
 Lakukan pengambilan spesimen urin setelah terjadi reaksi transfusi dan kirim ke
laboratorium untuk uji konfirmatif
Beberapa upaya untuk mengatasi reaksi transfusi:
 Bila terjadi ruam kulit ringan dan disertai gejala sistemik lain, berikan promethazine
10 mg per oral dan perhatikan perubahan yang terjadi.
 Bila terjadi syok, berikan:
 Adrenalin 1:1000 (0,1 mL dalam 10 mL cairan garam fisiologis/NS) dan berikan
secara lambat melalui jalur intravena.
 Tambahkan promethazine 10 mg IV Hidrokortison 1 g IV setiap 2 jam (bila perlu)
 Bila terjadi spasme bronkus, berikan aminofilin 250 mg dalam 10 mL NS atau RL
secara lambat melalui jalur IV
 Lakukan tindakan resusitasi lain jika diperlukan
 Pantau fungsi ginjal, paru dan kardiovaskuler
 Jika dipandang perlu untuk mendapatkan rawat intensif, segera rujuk pasien apabila
kondisinya telah stabil

Tabel 2-2: Komplikasi Lain Transfusi Darah

Komplikasi Penyebab Pencegahan/Penanganan

Gunakan darah dalam


waktu 4 jam setelah
diberikan. Lakukan kultur
Sepsis Kontaminasi mikroorganisme
mikroorganisme dan
berikan antibiotika yang
sesuai

Transfusi sejumlah besar darah


Hangatkan darah sebelum
Hipoterrnia/menggigil yang temperaturnya niasih
ditransfusikan
dingin
Jangan memeras darah
Pemberian darah secara cepat
dalam kantong (kecuali
dalam jumlah yang banyak
Kelebihan beban cairan pada kondisi sangat gawat).
disertai dengan cairan infus
Pertimbangkan pemberian
lainnya
diuretika
Hipokalsemia Periksa kadar kalsium darah
Kelebihan sitrat yang ada di
(disritmia dan Periksa EKG
dalam kantong darah
hipotensi) Berikan Kalsium Glukonas
Pemberian Medikamentosa
Keamanan, kepentingan dan cara pemberian merupakan hal-hal penting yang harus
diperhatikan untuk memutuskan kapan, apa dan bagaimana menentukan pemberian
medikamentosa bagi pasien. Tanyakan riwayat alergi obat-obatan sebelum memberikan
obat kepada pasien. Bila ada riwayat alergi tersebut, maka harus dicarikan obat pengganti
yang lebih aman tetapi juga cukup efektif.
Cara pemberian obat (harus ditetapkan sebelum obat diberikan) :

Intravena
Cara pemberian ini terpilih untuk pasien syok atau kondisi gawatdarurat (syok septik atau
hipovolemik, sepsis, reaksi alergi atau anafilaktik, resusitasi).

Intramuskuler
Cara ini dipilih apabila tidak tersedia bahan untuk pemberian intravena atau tidak ad a
sediaan untuk pemberian intravena atau apabila onset kerja obat bukan merupakan
kebutuhan utama.

Per oral
Tidak dianjurkan untuk pasien-pasien dengan syok atau sedang dipersiapkan untuk
laparotomi. Hanya diberikan pada pasien dalam keadaan sadar atau proses realimentasi
berlangsung normal.
Cara ini hanya memungkinkan untuk :
 Pasien akan dirujuk dan masih membutuhkan waktu cukup lama sebelum sampai
ditempat rujukan. Tidak tersedia obat-obatan yang diberikan secara intravena atau
intra muskuler. Pada saat diberikan obat, pasien tidak dalam keadaan syok.
 Pasien stabil dan masih dapat makan dan minum

Antibiotika
Pada kasus-kasus infeksi atau trauma septik, mutlak diperlukan antibiotika. Pada keadaan
tersebut, beri antibiotika secepat mungkin, baik secara intravena atau intramuskuler atau
per oral (bila pasien tidak syok). Karena identifikasi penyebab infeksi sulit diperoleh
dalam waktu singkat dan keadaan gawatdarurat harus segera diatasi maka gunakan
antibiotika (kombinasi) spektrum luas yang efektif terhadap mikroorganisme gram
negatif, gram positif, anerob dan klamidia.
Tabel 2-3 : Antibiotik Kasus Infeksi Penyerta Kasus Gawatdarurat
Antibiotika Dosis Keterangan
1 g IV tiap 4 jam atau 500 mg
Ampisilin Spectrum luas murah
(oral) tiap 6 jam
Ada efek samping serius efektif untuk
Benzilpenisilin 10 juta uni IV tiap 4 jam
kokus Gram (+) dan Go
Baik untuk sepsis, penekanan
Kloramfenikol 1 g IV tiap 6 jam sumsum tulang, pantau gambaran
darah
1,5 kg/kgBB/dosis IV/IM tiap Efektif untuk Gram (-) dan flora usus
8 jam Aktif untuk kuman Gram (+), Gram
Gentamisin
100 mg tiap 12 jam (-) termasuk Klamidia. Dapat
Doksisiklin
500 mg tiap 6 jam (jangan menggantikan atau kombinasi dengan
Tetrasiklin
diberikan bersamaan dengan Ampisilin. Baik dikombinasikan
susu atau antasida) dengan Metronidazol
Baik untuk Gram (-) dan Anaerob.
Dapat dikombinasikan dengan
1 g IV atau per rectal tiap 12 Ampisilin dan Doksisiklin. Alternatif
Metronidazol jam atau 500 mg oral tiap 6 dari klindamisin. Relative murah dan
jam mudah didapat. Serapan oral
mencapai kadar serum yang sama
dengan IV

Catatan
 Golongan penisilin, gentamisin dan metronidazol sering dikombinasikan dan
mempunyai cakupan berbagai mikroorganisme
 Kloramfenikol mempunyai efektifitas yang cukup luas walaupun digunakan
secara tunggal dan sangat efektifjika dikombinasikan dengan penisilin/ampisifin
 Sekali diberikan, antibiotika diteruskan hingga bebas demam 24-48 jam. Bila
setelah 48 jam pemberian temyata tidak mengalami perubahan, ganti dengan
antibiotika lain.
 Bila terjadi perbaikan, ganti cara pemberian parenteral dengan per oral.
Sesuaikan dosis per oral dengan parenteral

Tabel 2-4
Kombinasi Antibiotika untuk Infeksi Ganda
Seftriakson atau Siprofloksasin atau Spektinomisin dengan
Gentamisin atau Metronidazol
Doksisiklin dengan Metronidazol
Penisilin dengan Kloramfenikol
Tabel 2-5 : Antibiotika untuk Pasien Rawat Jalan
Antibiotika Dosis Catatan
250 mg dosis tunggal oral Efektif untuk hampir semua
Seftriakson
atau mikroorganisme
500 mg dosis tunggal oral
Siprofloksasin Cakupan kokus Gram (-) dan
atau
Go
Spektinomisin 2 g dosis tunggal oral
Dikombinasikan dengan salah satu antibiotika dibawah ini
100 mg oral 2 x sehari 10-14 Murah dan mencakup
Doksisiklin
hari atau klamidia
500 mg oral 4 x sehari 10-14 Murah dan mencakup
Tetrasiklin
hari atau klamidia
2 tablet dewasa/ 1 tablet forte
Kotrimoksasol Spectrum luas dan murah
10 hari

Penatalaksanaan Nyeri
Kebanyakan pasien dengan infeksi berat, trauma intraabdomen, demam tinggi dan
komplikasi berat lainnya, juga akan mengeluhkan rasa nyeri dan membutuhkan analgesia.
Pemilihan analgesia sangat tergantung dari kondisi pasien, jenis obat, perawatan yang
diberikan, waktu dan cara pemberian analgesia. Pemberian obat sebelum pemeriksaan
selesai, akan menghilangkan sebagian dari gejala-gejala penyakit, yang apabila tidak
dicerrnati, akan menyulitkan pembuatan

Hindarkan pemberian sedatif berlebihan karena akan menghilangkan kemampuan pasien untuk
mimjawab secara benar. Bahan narkotika, harus diberikan secara selektif dan pemantauan
ketat karena dapat menyebabkan depresi pernafasan. Siapkan antidotum dan peralatan resusitasi
kardiopulmoner sebelum pemberian analgesia narkotika. Anti radang non-steroid, dapat
menimbulkan gangguan pembekuan darah. Beberapa analgesia, juga rnempunyai efek
antipiretika sehingga sebaiknya tidak diberikan sebelum selesainya pengukuran temperatur
tubuh. Penggabungan analgesik dengan sedatif kadan-kadang menyebabkan depresi nafas.

Tetanus
Umumnya, kuman tetanus berada pada benda-benda yang kotor atau tercemar. Infeksi sering
disebabkan oleh manipulasi organ tubuh secara berlebihan atau penggunaan instrumen yang
tidak steril. Cakupan Toksoid Tetanus di negara-negara berkembang (1989) hanya 16% dari
seluruh ibu hamil. Oleh sebab itu, ibu harnil dan bersalin mempunyai risiko yang sangat
tinggi untuk dikenai tetanus.

Langkah pertama untuk mengurangi risiko tetanus ialah dengan melakukan perawatan luka-luka
infeksi sebaik mungkin, dibersihkan dari memberi peivang untuk oksigenasi secara
maksimal. Buang jaringan-jaringan nekrotik dan alirkan pus atau abses yang terjadi. Beri
antibiotika kombinasi, misalnya penisilin dan rnetronidazol. Tanyakan riwayat imunisasi pada
kehamilan yang lalu atau kehamilan ini dan lakukan penilaian kondisi luka atau trauma.
Perhatikan kondisi berikut ini :
 Bila pasien pernah mendapat imunisasi secara lengkap dalam 5 tahun
terakhir dan luka yang terjadi masih tergolong bersih maka tidak perlu
diberikan seram anti
tetanus.
 Bila luka terkontaminasi dengan bahan infeksius (risiko tinggi terjadi
tetanus) maka berikan 0,5 ml TT dan Imunoglobulin Tetanus (TIG/ATS).
 Bila riwayat imunisasi tidak jelas dan luka dengan risiko tinggi tetanus
maka berikan TT dan TIG/ATS (jangan menyuntikkan kedua bahan
tersebut dengan jarum/tabung suntik dan pada lokasi suntikan yang sama).

Diuretika
Lakukan pemantauan dan penghitungan keseimbangan cairan dengan teliti.
Kesalahan dalam mengkalkulasikan cairan masuk dan keluar, akan
menyebabkan cairan yang diberikan kurang dari yang ditentukan atau malahan
terjadi kelebihan pemberian cairan yang dapat menirnbulkan beban pada
jantung atau edema paru. Konfirmasi kelebihan cairan, dapat dilihat melalui foto
Ro paru atau melihat gejala fisik dan klinik (edema pada kaki, tangan, muka,
palpebra atau sesak nafas, ronkhi basah). Untuk mengurangi beba n jantung dan
menghilangkan edema akut paru, berikan diuretika dan perhatikan perbaikan gejala
atau edema yang terjadi.

Komplikasi Berat yang Sulit Ditanggulangi


Dalam lampiran ini diuraikan berbagai langkah untuk mengenali dan menangani
berbagai komplikasi yang mungkin terjadi. Uraian tersebut dibuat dalam bentuk
yang sederhana namun lengkap sehingga akan mudah dimengerti oleh petugas
kesehatan. Karena beberapa kondisi dapat timbul bersamaan, maka pemilihan
prioritas dalam penanganan berbagai komplikasi tersebut, akan sangat menentukan
pemulihan pasien

Syok
Syok adalah suatu kondisi gawatdarurat yang memerlukan penanganan
segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien. Syok mengakibatkan
gangguan aliran darali dan perfusi jaringan akibat kega galan sistem sirkulasi.
Penyebab syok obstetri adalah perdarahan, infeksi/sepsis atau trauma.
Pasien-pasien dengan syok, harus ditangani dengan segera dan diobservasi secara
ketat karena kondisi mereka dapat memburuk secara mendadak. Tujuan
utama dalam mengatasi syok adalah stabilisasi pasien yaitu mengembalikan cairan
tubuh yang hilang dan memperbaiki sistem sirkulasi, yang terlihat dari
n a i k n y a tekanan darah dan turunnya frekuensi nadi dan pernapasan.
Tanda-tanda syok :
 Nadi cepat dan halus (>100x per menit)
 Menurunnya tekanan darah (diastolik <60 mmHg)
 Pernafasan cepat (>32x per menit)
 Pucat (terutama pada konjungtiva pelpebra, telapak tangan, bibir)
 Berkeringat, gelisah, apatis/bingung atau pingsan/tidak sadar
Penanganan Awal
Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa pasien.
 Nilai kegawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital
 Cegah hipotermia dan miringkan kepala/tubuh pasien untuk mencegah aspirasi
muntahan. Jangan berikan sesuatu melalui mulut untuk mencegah aspirasi .
 Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui slang atau masker dengan
kecepatan 6-8 liter per menit
 Tinggikan tungkai untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi tersebut
temyata pasien menjadi sesak atau mengalami edema paru maka kembalikan
tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas untuk mengurangi tekanan
hidrostatik paru

Catatan :
Bila hingga langkah akhir tersebut diatas, temyata tak tampak secara jelas perbaikan
kondisi pasien atau minimnya ketersedian pasokan cairan dan medikamentosa atau
adanya gangguan fungsi peralatan yang dibutuhkan bagi upaya pertolongan lanjutan,
sebaiknya pasien dipindah ke ruang perawatan intensif atau disiapkan untuk dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Bila ternyata harus dirujuk, pastikan:
 Pasien dan keluarganya mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi
 Telah dibuatkan surat rujukan
 Ada petugas yang menemani dan keluarga sebagai pendonor darah
Perbaiki Cairan Tubuh
Berikan segera cairan isotonik (Ringer Laktat atau garam fisiologis) 1 liter dalam 15-20
merut kemudian lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam.
Pada umurnnya syok hipovolernik rnemerlukar, tiga liter cairan untuk stabilisasi atau
meneembalikan cairan tubuh yang hilang. Jangan berikan cairan per oral.
Transfusi Darah
Bila konsentrasi Hb < 6 g% atau hematokrit < 20 keadaan ini menunjukkan kondisi yang
kritis (kehilangan sangat banyak butir-butir darah merah) sehingga mutlak diberi transfusi
darah agar perfusi (pasokan oksigen) ke jaringan, pulih kembali.
Pemeriksaan Laboratorium
Periksa hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan lekosit, trombosit, golongan darah,
uji padanan stlang (crossmatch) dan bila tersedia, periksa gas dan nitrogen-urea darah.
Ukur jumlah dan produksi urine, produksi dibawah 50 mlijam menunjukkan hipovolemia.
Antibiotika
Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur sekret berbau, hasil
penksa apusan atau biakan darah) segera berikan antibiotika spektrum luas (tabel 2-3).
Terapi Definitif
Setelah stabilisasi pasien tercapai, sambil tetap rnelanjutkan penanganan tersebut
diatas dan memantau tanda vital, cari penyebab syok. Karena syok
hipovolemik akibat perdarahan hebat yang disebabkan oleh kegagalan kontraksi
uterus, sisa plasenta, robekan dinding uterus atau jalan lahir maka menghentikan sumber
perdarahan dari organ-organ tersebut merupakan terapi kausatif yang defenitif.

Penanganan Lanjutan
Setelah sumber perdarahan ditemukan, hentikan perdarahan, upayakan kondisi
pasien tetap stabil. Lakukan pernantauan lanjut tanda vital dan kemajuan pengobatan.
Perhatikan produksi urine, keseimbangan cairan dan sesuaikan pengobatan
dengan perubahan kondisi pasien.

Infeksi/Sepsis
Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus -kasus dengan
perdarahan pada kehamilan muda atau persalinan traumatik. Sisa konsepsi atau
debris merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi
tersebut umumnya terjadi akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan secara
benar. Infeksi lokal pelvik akan cepat berkembang menjadi infeksi sistemik (sepsis)
bila tidak ditangani dengan segera dan memadai. Stabilisasi dan pengobatan sumber
infeksi, sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.

Berikut ini tanda-tanda atau gejala infeksi lokal atau sistemik :

Tanda-tanda

 Demam (temperatur > 38°C), menggigil atau berkeringat


 Sekret pervaginarn yang berbau/keluar cairan mukopurulen melalui ostium
serviks
 Tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau tanpa nyeri ulang -lepas)
 Nyeri goyang serviks (pada abortus infeksiosa)

Gejala
 Riwayat pengakhiran kehamilan secara paksa atau persalinan traumatik
 Nyeri perut bawah
 Perdarahan pervaginam yang lama (> 8 hari)
 Kelemahan umum (gejala seperti flu)

Pada kasus infeksi, nilai kemungkinan sepsis ✓ syok septik dengan melihat :
 Usia kehamilan
 Penyebab perdarahan
 Adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan
 Demam tinggi (>40°C) atau dibawah normal (<36,5°C)
 Adanya trauma intraabdomen atau syok
Infeksi Lokal
Infeksi lokal umumnya dapat diatasi dengan pemberian antibiotika (IV atau 1M) ya ng
efektif terhadap kuman gram positif, gram negatif, anaerobik dan klamidia.
Bila terjadi infeksi sistemik atau bila berisiko tinggi untuk terjadi syok septik, berikan
pengobatan yang tepat dan sesegera mungkin.

Penanganan Awal (Lihat Penatalaksanaan Syok)


Terapi Definitif
Pengobatan segera pada sepsis akan menyelamatkan pasien dari kondisi yang lehih
buruk lagi. Sisa konsepsi merupakan sumber infeksi sehingga setelah kondisi pasien
stabil, harus dilakukan evakuasi. Trauma intraabdomen, abses pelvik dan peritonitis,
merupakan indikasi untuk melakukan tindakan laparotomi (operatif). Perhatian khusus
sangat diperlukan dalam menangani kasus-kasus infeksi dengan gas gangren dan/atau
tetanus. Bila ada sumber infeksi lain, lakukan tindakan pengobatan yang sesuai.
Penanganan Lanjutan
Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotika diberikan, lanjutkan pengamatan
tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien. Perhatikan keseimbangan cairan dan produksi
urine. Sesuaikan pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi pasien (oksigen,
obat vasoaktif, antibiotika, cairan dan sebagainya).
Syok Septik Riwayat
 Perdarahan yang lama ( lebih dari 7 hari)
 Cpaya pengakhiran kehamilan atau persalinan secara paksa
 Riwayat trauma atau manipulasi berlebihan pada organ genitaliaJjalan lahir
 Demam atau gejala seperti influenza
 Nyeri perut bawah, spasme
Periksa Tanda Vital
 Pucat (konjungtiva palpebra, telapak tangan, bibir)
 Sianosis (ekstremitas, muka, dada)
 Tekanan darah turun ( < 90/60 mmHg, < 60 mrnHg atau tidak terdeteksi)
 Nadi cepat dan halus (120 x/mnt) atau ftliforrnis
 Pernafasan cepat ( -> 40 x/mnt), dalam ,xtau dan gkal, tidak teratur)
 Demam tinggi atau dingin sekali
 Gelisah, setengah atau tidak sadar
 Produksi urine (kurang dari 30 ml/jam)
Tanda-tanda Fisik
 Sekret atau lokhia berbau
 Nyeri perut bawah
 MukoPus dari serviks atau kavum uteri
 Nyeri goyang porsio atau nyeri tekan abdomen
 Nyeri adneksa atau adanya fluktuasi cairan
Trauma Abdominal
 Perut kembung
 Bising usus melemah
 Nyeri epigastrik atau bahu
 Perut tegang atau tanda peritonitis
 Nyeri lepas ulang

Karena riwayat trauma, manipulasi atau upaya pemaksaan sangat membantu


dalam menegakkan diagnosis infeksi dan sepsis, gunakanlah pendekatan empati dalam
menggali atau menanyakan ada-tidaknya berbagai upaya tersebut diatas. Syok
septik urnumnya diakibatkan oleh endotoksin atau bahan toksik mikroorganisme.

Syok Septik atau Syok Endotoksin


Penanganan Awal (Lihat Penatalaksanaan Syok)
Perhatikan!
Bila setelah restorasi cairan masih belum terjadi perbaikan tanda vital, tambahkan obat
vasoaktif (dopamin) dengan dosis awal 2,5 mikrograrn (11 gram) per kg/BB (dalarn larutan
garam isotonik). Naikkan perlahan-lahan dosis tersebut hingga mendapatkan efek
optimal (dosis maksimal 15-20 ggram/menit). Pertahankan pada dosis yang
menunjukkan adanya perbaikan tanda vital. Hentikan dopamin apabila tanda vital
mencapai nilai normal dan produksi urine dalam batas normal.
Antibiotika (lihat tabel antibiotika)

Trauma Intraabdomen
Trauma intraabdomen merupakan komplikasi yang sangat serius dan fatal. Perforasi atau
ruptura uteri merupakan penyebab utama dari komplikasi tersebut. Lanjutan trauma dapat juga
mengenai parametrium, ovarium, tuba falopii, omentum, usus, kandung kemih dan rektum,
Hal ini rnenunjukkan adanya upaya pengakhiran kehamilan dengan kekerasan dan
risiko infeksi, termasuk tetanus dan peritonitis, sangat tinggi.
Tanda-tanda dan Gejala 'Trauma Intraabdomen
Tanda-tanda
 Perut kembung
 Bising usus rnelemah
 Dinding perut kaku dan tegang
 Nyeri lepas-ulang (rebound tenclernes)
Gejala
 Mual atau muntah
 Nyeri bahu
 Demam (temperatur > 38°C)
 Nyeri abdomen, spasme atau kram perut bawah
Bila tanda-tanda dan gejala tersebut diatas disertai dengan syok, pikirkan adanya
kemungkinan perdarahan intraabdomen yang hebat.
Penanganan Awal (Lihat Penanganan Syok)
Karena trauma intraabdomen merupakan komplikasi yang sangat fatal, pengenalan dan
penanganan segera dan tepat, akan menyelamatkan pasien dari kematian. Karena sebagian
besar kasus ini harus diselesaikan dengan tindakan operatif maka setelah melakukan
upaya stabilisasi, rujuk pasien ke rumah sakit rujukan.
Terapi Definitif
Beberapa kondisi dibawah ini mengindikasikan perlunya tindakan laparotomi :
 Dinding abdomen tegang
 Nyeri abdomen akut dan tekanan darah tetap rendah walaupun telah
dilakukan upaya stabilisasi pasien (setelah pemberian 3 liter cairan infus)
 Adanya udara atau gas didalam kavum peritoneum
Laparotomi memungkinkan dokter untuk mengetahui surnber trauma atau
perdarahan dan melakukan perbaikan langsung dengan segera. Komplikasi tersebut
dapat berupa peritonitis, perforasi uterus, trauma usus, trauma organ intraabdomen,
ruptura organ tempat terjadinya kehamilan ektopik. Pada beberapa kasus, mungkin
akan dilakukan pengangkatan organ yang mengalami trauma (uterus, usus dan
sebagainya).

Resusitasi
Tindakan resusita3i merupakan upaya untuk memulihkan kesadaran pada penderita
yang secara klinis, mendadak atau baru mengalami kehilangan tanda-tanda kehidupan
atau restorasi fase awal kegagalan fungsi vital, baik siatem pengaturan fungsi vital
tunggal maupun majemuk. Upaya ini meliputi perangsangan sistem -sistem vital agar
dapat berfungsi kembali atau penggunaan sistem artifisial untuk mempertahankan
kehidupan.
Resusitasi Kardio-Pulmoner
Resusitasi Kardio-Pulmoner (Cardio-Pulmonary Resuscitation-CPR) merupakan tindakan
substnusi atau artifisial terhadap sistem pernafasan dan pompa jantung pada penderita-
penderita yang mengalami henti jantung atau penghentian sistem vital secara mendadak
(suden death) sebagai akibat dari dcpresi vaso-vagal, syok herat, sengatan listrik,
kegagalan respirasi ataupun oleh berbagai sebab lainnya.
Dua komponen penting dalam upaya resusitasi kardio-pulmoner adalah melakukan
ventilasi artifisial atau pernafasan buatan dan pijat jantung secara eksternal
Menangani Klien yang Mengalami Gangguan Kesadaran
Gangguan kesadaran dapat terjadi pada 2 kondisi, yaitu:
1. Gangguan kesadaran dengan fungsi vital yang masih baik
2. Gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan fungsi vital

Kondisi pertama, dapat disebabkan oleh pengaruh supresif dari obat -obatan atau
substansi aktif yang mempunyai efek terhadap sistem kesadaran (misalnya: sedatifa dan
hipnotika, narkose atau narkotika). Kondisi kedua, umumnya disebabkan oleh komplikasi
berbagai penyakit, pengaruh langsung penyulit atau kegawatdaruratan medik. Kedua
kondisi ini harus segera dikenali oleh petugas saat melakukan penilaian awal karena
masing-masing kondisi mempunyai berbagai risiko terhadap keselamatan penderita
dan memerlukan penanganan yang tepat, dalam waktu yang sangat singkat.

Prosedur umum dalam menangani klien yang tidak sadar, dimulai dengan
melakukan evaluasi singkat tentang status kesadaran, kemartipuan
berkomunikasi, orientasi lingkungan, reaksi balik terhadap rangsangan dan
riwayat (auto atau allo-anamnesis) gang_guan kesadaran. Kemudian, lanjutkan
dengan pemeriksaan pernafasan, denyut nadi, tekanan darah, temperatur dan tanda-
tanda vital lainnya. Para petugas kesehatan harus memahami batasan terminasi
kehidupan atau kematian karena apabila telah terjadi kematian, maka upaya
resusitasi akan menjadi sia-sia jika terus dilakukan. Sebaliknya, k e s a l a h a n
dalam determinasi kematian, dapat mengakibatkan klien kehilangan
kesempatan untuk hidup karena upaya resusitasi tidak dilakukan.

Fase-fase Resusitasi Kardio-Pulmoner


Fase dalam resusitasi adalah:
1. Dukungan Awal terhadap Fungsi : Airway (Bebaskan jalan nafas)
Vital (Basic Life Support) Breathing (Pulihkan pernafasan/ventilasi buatan)
Circulation (Perbaiki sirkulasi)
2. Dukungan Lanjut Terhadap Fungsi : Drugs and Fluid (Medikamentosa dan cairan)
Vital (Advanced Life-support) Electrocardiography (Pemeriksaan jantung)
Fibrilation (Atasi gangguan alur impuls jantung
3. Mempertahankan Fungsi Vital : Gauging (Penilaian dan terapi lanjutan)
(Prolonged Life-support) Human Mentation (Pemeliharaan fungsi normal)
Intensive Care (Perawatan intensif)

Fase pertarna disebut basic life-support karena berbagai upaya dalarn langkah-langkah
tersebut diatas bertujuan untuk mempertahankan atau memulihkan pernafasan dan
sirkulasi yang diperlukan dalam kelangsungan suatu kehidupan. Kegagalan dalam fase
dapat dengan segera menyebabkan terjadinya kernatian.

Bebaskan Jalan Nafas

Dalam kondisi asfiksia, jaminan terhadap bebasnya jalan nafas, akan sangat
menentukan p a s o k a n o k s i ge n ( ya n g d i p e r l u k a n d a l a m m e t a b o l i s m e s el )
m e n j a d i l a n c a r d a n penimbunan karbon dioksida dapat dihilangkan.
Terhambatnya aliran udara dapat disebabkan oleh sumbatan mukus, darah,
sekret atau jatuhnya lidah ke orofaring (menurunnya tonus otot lidah).
Material penyumbat tidak dapat dihilangkan secara spontan karena refleks
ekspulsif norrnal menjadi terganggu. Apabila tidak dilakukan upaya pernbersihan
maka akan terjadi blokade aliran udara melalui jalan nafas.
Bila lidah terjatuh ke orofaring, maka lakukan serangkaian perasat ini:
1. Posisikan kepala dalani keadaan hiperekstensi
2. Sambil tnempertaliankan posisi tersebut diatas, angkat dagu penderita
3. Bukakan mulut yang sedang terkatup
Biln pernsat t•rsebut berhasil, maka suara mengorok (akibat jatuhnya lidah dan adany, lendir)
akan hilang dan terasa adanya aliran udara melalui jalan nafas atau mulut. Apabila memang
ter\rdapat material penyumbat, maka bersihkan jalan nafas dan miringkan posisikepalake amh
lateral sehingga eksudat lanjutan atau sisa sekret, dapat mengalir keluardengan gaya
gravitasi. Untuk mempertahankan terbukanya jalan nafas, gunakan pipaendotrakeal atau
Goedel.

Jangan lakukan tindakan hiperekstensi kepala pada pasien yang


mengalami trauma atau memiliki kelainan (misalnya hernia nucleus
pulposus) pada leher karena dapat memperburuk atau membahayakan
keselamatan jiwa mereka

Memulihkan Pernafasan
Pada kebanyakan kasus dimana pasien kehilangan kesadaran, fungsi pernafasan juga akan
mengalami ganmian, bahkan dapat terhenti sama sekali. Makin lama terjadinya asfiksia, akan
semakin ii-lemperberat hipoksia. Untuk memulihkan kembali terjadinya pertukaran udara,
maka segera lak-ukan pernafasan buatan.
Jenis-jenis pernafasan buatan:
 Pernafasan mulut ke inulut secara tak langsung (gunakan alat penghantar)
 Pernafasan mulut ke sungkup hidung-mulut
 Pernafasan dengan balon resusitasi (manual)
 Pernafasan dengan mesin pernafasan (otomatik)
Frekuensi nafas buatan:
 2 pernafasan diantara 16 kali kompresi jantung (penolong tunggal)
 1 pernafasan dianatar 5 kali kompresi jantung (dua tenaga penolong)
Upayakan pernafasan menjadi 10-14 kali per menit dan frekuensi kompresi 60-100 kali per
menit karena frekuensi ini merupakan frekuensi fisiologis sistem kardio-pulmoner.
Memperbaiki Sirkulasi
Gangguan sirkulasi akan menyebabkan gangguan hantaran oksigen ke pusat-pusat
pengaturan berbagai sistem organ vital di susunan syaraf pusat, kesadaran menurun
dandepresi berat sentral sistem vital. Defisit pasokan oksigen ke susunan syaraf
pusatdikenali melalui auskultasi (penurunan atau terhentinya denyut jantung) dan palpasi
(melemahnya atau hilangnya pulsasi nadi).Untuk membuat pasokan buatan melalui sistem
sirkulasi, lakukan kompresi jantung pada area sepertiga bawah sternum (secara tegak lurus,
vertikal terhadap dinding dada,menggunakan telapak tangan penofong yang saling
ditindihkan) dengan frekuensi 60-100 kali per menit.
Pantau hasil kompresi jantung dengan:
 Gerakan naik-turun dinding dada pada pemberian nafasbuatan (tidak terdengar
kebocoran udara yang masuk)
 Teraba denyut pembuluh karotis bersamaan dengan kompresi jantung
 Adanya gelombang QRS (bila EKG terpasang)
Penilaian Awal Resusitasi Kardio-Pulmoner
Penilaian sebaiknya dilakukan setiap menit. Penilaian awal dilakukan setelah upaya fase
Pertama (basic life-support) dilakukan secara lengkap. Kemungkinan hasil resusitasi awal
(ABC) ini adalah:
 Ekstrim positif, yaitu pasien sadar dan dapat mempertahankan fungsi vital atau Ekstrim
negatif, yaitu pasien dinyatakan meninggal
 Hasil antara, yaitu pasien belum sadar tetapi belum dinyatakan meninggal. Bilabelum
sadar dan ada reaksi spontan (kardiopulmoner) maka lanjutkan dengan upaya fase
ketiga (GHI). Apabila belum sadar dan belum ada reaksi spontan, maka lanjutkan
dengan upaya fase kedua (DEF)
Medikamentosa dan Cairan
Pastikan alur untuk pemberian medikamentosa dan cairan melalui pembuluh darah
(intravena) telah terpasang. Medikamentosa yang diberikan terdiri dari:
 Adrenalin 0,5-1,0 mg (untuk dewasa) atau 10 gg/kgBB (untuk neonatus) secara intravena.
Setelah pemberian, lakukan bilasan pada alur intravena untuk mencegah akumulasi obat
pada perivena.
 Adrenalin dapat pula diberikan intratrakeal (konsentrasi 1 diencerkan hingga 10 kali) dan
kemudian disemprotkan secara intratrakeal.
 Ulangi pemberian adrenaiin setaip 3-5 menit hingga terjadi denyut jantung spontan atau
sebaliknya, apabila tidak terpantau adanya denyut jantung setelah 30 menit, yang dihitung
sejak inisiasi pemberian adrenalin

Melihat kondisi dan reaksi pasien, direkomendasikan untuk memberikan


adrenalin dengan dosis sebagai berikut :
 Dosis umum : 1 mg intravena setiap 3-5 menit
 Dosis menengah : 2-6 mg intravena setiap 3-5 menit
 Dosis eskalatif : 1mg-3mg-5mg intravena setiap 3 menit
 Dosis tinggi : 0,1 mg/kgBB intravena setiap 3-6 menit

 Berikan natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB (intravena), yang diulang setiap 10 menit (tiap 2
menit apabila terjadi henti jantung) dengan dosis 0,5 mEq/kgBB un tuk koreksi asidosis
metabolik. Bila dapat dilakukan analisis gas darah, lakukan koreksi asidosis dengan formula
1/6 X defisit basa X berat badan.

Penghentian Tindakan Resusitasi Kardio-Pulmoner


Tindakan resusitasi dihentikan apabila :

 Terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan


 Setelah mencapai tempat rujukan (bila dirujuk)
 Setelah 30-60 menit tindakan resusitasi dilakukan dan respon tubuh penderita tidak
menunjukkan adanya perbaikan (reflek pupil negatif)
 Penolong sudah letih dan berbagai upaya tidak membuahkan hasil
 Pasien dinyatakan meninggal

Anda mungkin juga menyukai