Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

STATUS PASIEN

1. PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny.N /Perempuan/ 56 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT
c. Alamat : RT 18 Kenali Asam Bawah
2. Latar belakang social ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Janda
b. Jumlah anak atau saudara : Mempunyai 3 orang anak
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. KB :-
e. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal dirumah bersama 1 orang anaknya. Rumah pasien
terdapat 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan 3 kamar tidur. Dirumah
pasien terdapat > 15 jendela kaca. Ventilasi dirumah pasien ini termasuk
cukup. Namun, jendela rumah pasien jarang dibuka. Dibagian rumah
bagian belakang terdapat dapur dan halaman belakang. Kamar mandi
pasien ada 2, 2 berada di kamar pasien, 1 lagi berada di samping dapur.
Dirumah pasien sumber air bersih berasal dari PDAM sedangkan
sumber penerangan berasal dari PLN.

f. Kondisi Lingkungan keluarga :

Pasien dirumah tinggal bersama 1 orang anaknya. Pasien tidak


bekerja, pasien hanya mengisi kesibukan dengan membersihkan rumah

1
setiap harinya. Keluarga pasien ini cukup harmonis. Sumber
penghasilan keluarga dari anak pertama serta keduanya. Pasien punya
kebiasaan yang kurang baik, yaitu suka makan makanan yang manis
serta minum minuman manis berlebihan serta sangat menyukai
masakan padang dan sangat banyak jika menyantap nasi. Selain itu
pasien dari muda sangat tidak menyukai olahraga.

3. Aspek psikologis di keluarga :

Pasien adalah seorang janda. Suami pasien meninggal dunia tahun 2017
karena serangan jantung. Suaminya merupakan seorang pensiunan PNS. Pasien
juga mempunyai 3 orang anak. 2 orang wanita, dan 1 orang anak laki-laki. Anak
sulung pasien sudah menikah dan 2 orang lainnya belum menikah. Anak
pertama dan kedua pasien sudah bekerja dan sudah membantu keuangan di
dalam keluarga. Pasien dirumah tinggal bersama anak ketiganya. Hubungan
pasien dengan almarhum suami dan anaknya sangat baik dan terbilang
harmonis. Selain itu pasien juga terdiri dari 6 bersaudara dimana dari 6
bersaudara tersebut 1 orang telah didiagnosis mengalami kencing manis.

4. Riwayat penyakit dahulu atau keluarga :


a. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat Asam urat (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
b. Riwayat penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit yang sama (+) kakak sulung pasien
 Riwayat penyakit jantung (+) suami pasien
 Riwayat Hipertensi (-)

2
5. Riwayat penyakit sekarang
a. Anamnesis
Keluhan utama :
Badan terasa lemas sejak 12 jam yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak ± 12 jam
yang lalu. Lemas dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan
istirahat ataupun makan. Pasien juga merasakan selalu merasa haus dan
sering buang air kecil saat tengah malam, sekitar 5-10 kali tiap malam.
BAK putus-putus (-), nyeri BAK (-), BAK berpasir (-), terasa panas saat
BAK (-), BAK berwarna kuning muda dan kadang bening.
Terkadang pasien juga merasa tangan dan kaki terasa tebal,
kesemutan. Keluhan muncul tiba tiba dan hilang dengan sendiri nya.
Keluhan ini baru dirasakan pasien sejak 1 bulan terakhir.
Penyakit Diabetes Melitus baru diketahui pasien sejak 2 tahun
yang lalu. Pasien mengaku awalnya pasien merasa seperti yang
dikeluhkan saat ini, namun rasa kebas dan tebal di tangan dan kaki
disangkal. Biasanya pasien minum obat dan kontrol teratur, namun 2
bulan terakhir pasien jarang minum obat dan kontrol gula darahnya
karena pekerjaan.
Obat yang dikonsumsi pasien saat ini ada 2 macam, yaitu
metformin dan glimepiride. Metformin diminum sebelum makan dan
glimepiride diminum saat akan tidur malam.
Pasien mempunyai kebiasaan suka makanan dan minuman yang
manis. Saat ini berat badan pasien 55 kg dengan pola makan yang sudah
di perbaiki, namun sesekali pasien masih mengonsumsi kue dan teh
manis.

3
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : TD : 100/70 mmHg, Nadi : 80x/i, RR 24x/i, T:
36,9ºC
BB/TB : 55 kg/ (150)2 cm
IMT : 24,45 (Normoweight)
Kepala : Normocepal
Mata : CA (-/-), SI (-/-) pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)

Telinga : Nyeri tarik auricula (-), nyeri tekan tragus (-), tidak
bengkak

Hidung : Simetris, Napas cuping hidung (-), lendir (-/-)


Mulut : Bibir kering(-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-T1, Hiperemis(-), faring Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus sama antara kiri dan kanan, krepitasi
(-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Cor
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba

4
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ektremitas : Akral hangat, edema (-)

7. Laboratorium dan usulan pemeriksaan


Hasil Pemeriksaan Gula Darah sewaktu : 276 mg/dl
Usulan Pemeriksaan :
 Cek GDN2PP
 EKG
 Cek Profil lipid
 Cek Faal ginjal
 Cek HbA1C

8. Diagnosis Kerja
Diabetes Mellitus Tipe II

9. Manajemen
a. Promotif
 Pasien diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara
pengelolaan, dan komplikasi penyakit DM serta di ajak agar
dapat menjalani pola hidup sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang sehat, dan mengurangi mengkonsumsi makanan

5
yang manis-manis, dan tidak tinggi kolesterol, melakukan olah
raga ringan, dan minum obat secara teratur

b. Preventif
 Mengatur pola makan yang sehat
 Mengurangi makanan yang manis-manis termasuk nasi
 Lakukan olah raga secara teratur
 Minum obat secara teratur
 Mengontrol kadar gula darah setiap obat habis dan setiap ada
keluhan

c. Kuratif
 Non farmakologis
Istirahat yang cukup
Olahraga teratur
Minum obat secara teratur
Kontrol kadar gula darah setiap obat habis atau adanya keluhan

 Farmakologis
Glibenklamid tab 5mg 1x1
Metformin tab 500mg 3x1
Antasida tab 500mg 3x1
vit B compleks

 Pengobatan Tradisional
Tanaman pare merupakan salah satu alternatif obat tradisional
diabetes melitus yang bisa digunakan untuk penyembuhan,
karena buah pare bersifat hipoglikemik yang dapat menurunkan
gula darah. Cara pemanfaatan pare untuk mengobati diabetes

6
yaitu dengan cara Ambil 2 buah pare, cuci dan lumatkan lalu
tambahkan setengah gelas air bersih, aduk dan peras. Minum
sehari sebanyak satu ramuan. Diulang selama 2 minggu.
 Rehabilitataif
Menjalankan pengobatan secara teratur
Mengurangi makanan yang manis
Kontrol gula darah secara rutin

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS PAAL X

Dokter : Rahadian
SIP : No. 266/FKIK/2019

Agustus 2019
R/ Glimepiride tab 2 mg no. XXX
S1dd tab 1
R/ Metformin tab 500mg no. XC
S3dd tab 1 ac

Pro : Ny. N
Umur: 56 th

Tidak boleh mengganti resep tanpa seizing dokter

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. kadar gula darah biasanya kurang
dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung
gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat
secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang
tidak aktif.1,2

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama
yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. insulin
menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau
disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau
minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah
kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah
menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktifitas fisik kadar gula darah juga
bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi. 1,2

8
2.2 ETIOLOGI

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon
yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung
kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan
insulin.sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para
ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor
gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan
menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta)
mengalami kerusakan permanen. terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita
harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.3,4,5

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah
obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

Penyebab diabetes lainnya adalah:

Kadar kortikosteroid yang tinggi


Kehamilan (diabetes gestasional)
Obat-obatan
Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin 4,5

9
2.3 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar.


Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000 menunjukkan
jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan mencapai
366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat
hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi
21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan keenam di dunia sebagai
negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India, Cina, Uni Soviet,
Jepang, Brazil. 1,6

2.4 PATOFISIOLOGI

 DIABETES MELLITUS TIPE I

Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi autoimin yang


disebabkan adanya peradangan pada sel-β insulinitis. Ini menyebabkan
timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody).
Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya
menyebabkan hancurnya sel-β. Insulinitis bisa disebabkan macam-macam
diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain.
Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-β, biasanya sel-α dan delta tetap
utuh.1,3,7

10
Peradangan pd - Cocksakie
sel-β (Insulinitis) - Rubella,
- CMV
- Herpes
Terbentuknya
Antibodi trhdp Insulin
sel-β / ICA

Rx. Antigen- Rusak sel-β


antibodi

Gambar 2.1 Skema proses perjalanan DM tipe 1.

 DIABETES MELLITUS TIPE II

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin


lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel
yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu
masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang,
sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit,
sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1.
Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin
juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi insulin.1,3,7

11
Gambar 3.3: Mekanisme sekresi insulin pada sel-β pankreas.3,8

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel-β berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel-α meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan
jumlah jaringan amiloid pada sel-β yang disebut amilin.

12
Gambar 3.4. Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda
pada orang penderita DM jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga glukosa darah meningkat.8,9

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai
ke air kemih. jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah
yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga


banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita

13
mengalami penurunan berat badan. untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga.

Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena
kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes
tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita
diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). pernafasan
menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis
diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami
ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami
stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl, biasanya
terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu
keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.4,5

14
2.5. DIAGNOSIS

Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan berdasarkan:


a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM


berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu  200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.1,4

15
Gambar 3.6 Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Toleransi Glukosa
Terganggu1

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa  126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu  200 mg/dl pada
hari lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa
darah pasca pembebanan  200 mg/dl.1,4

Gambar 3.7 Langkah Diagnostik DM dan TGT dari TTGO1

Cara pelaksanaan TTGO:1,4


 3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)
 Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
 Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

16
 Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Langkah diagnostik Diabetes Mellitus


Kriteria diagnostik diabetes mellitus * dan gangguan toleransi glukosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)  200 mg/dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl atau
3. Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat,
seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan
menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik. Untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa
darah puasa dan 2 jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan
kriteria diagnostik yang sama.1,4

Pemeriksaan Penunjang lain:


Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada pasien DM selain kadar glukosa darah
puasa, 2 jam PP, yaitu pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta
pemeriksaan fruktosamine. Pemeriksaan lain yang digunakan yaitu urine rutin.

Pemeriksaan untuk diagnosis banding:4


1. Kadar C peptida darah
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan potensi sel  untuk memproduksi
insulin dan dapat dipakai sebagai pegangan dalam penentuan terapi

17
insulin.Pada semua tipe DM kadarnya lebih rendah dibandingkan orang normal.
Makin lemah respon C peptida terhadap rangsang glukosa berarti makin tinggi
ketergantungan terhadap insulin. Pemeriksaan C peptida dilakukan dengan
metoda RIA (Radio Immuno Assay).
2. Kadar insulin darah
NIDDM dijumpai dalam kadar rendah, normal, atau bahkan tinggi.
Pemeriksaan HLA
Pemeriksaan HLA DR dan B dilakukan untuk memperjelas tipe DM, karena IDDM
berkaitan dengan HLA DR 3, DR 4, Bb, B15.

2.6 PENGELOLAAN DM6,10

Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

2.6.1 Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

18
2.6.2 Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.6
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut ini:
- Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral)
- Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
- Memenuhi kebutuhan energi
- Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
- Menurunkan makan pada penderita DM
Pencernaan makan pada penderita DM
1) Kebutuhan kalori
Tujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori total untuk mencapai
atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa
darah.
Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori
yang berasal dari karbohidrat, protein dan lemak
Ada 2 tipe karbohidrat yang utama, yaitu :
a) Karbohidrat kompleks (seperti : roti, sereal, nasi dan pasta)
b) Karbohidrat sederhana (seperti : buah yang manis dan gula)

19
Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut :
a) BB ideal = (TB cm – 100) kg – 10 % . pada waktu istirahat, diperlukan 25
kkal/kg BB ideal
b) Kemudian diperhitungkan pula
Aktivitas, kerja ringan : ditambah 10 – 20 %, kerja sedang ditambah 30 %,
kerja berat ditambah 50 % dan kerja berat sekali ditambah 20 – 30 %)
Stress : ditambah 20 – 30 %, hamil trimester 2 – 3 ditambah 400 kal dan laktasi
ditambah 600 kal
2) Karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya
yang berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta
/ mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul.
Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan
dan lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada
dikonsumsi secara terpisah
3) Lemak
Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300 mg/hr untuk
membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang
berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan
kematian pada penderita diabetes
4) Protein
Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-bijian yang utuh)
dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. (Brunner &
Suddarth, 2002)

2.6.3 Latihan jasmani


Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

20
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurang
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
Latihan ini sangat bermanfaat pada pendrita diabetes karena dapat menurunkan
BB, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Mengubah kadar
lemak darah yaitu meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL)-kolesterol
dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.
Meskipun demikian penderita diabetes dengan kadar glukosa >250 mg/dl (14
mmol/dL) dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan
sebelum pemeriksaan keton urine memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa
darah telah mendekati normal.
Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi
glukogen, Growth Hormone (GH) dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat
hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.

2.6.4 Intervensi Farmakologis


Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):Nsulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)

21
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea generasi I
& II : 15 –30 menit sebelum makan Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan. Metformin : sebelum /pada saat /
sesudah makan. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan
pertama. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
 insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 insulin kerja pendek (short acting insulin)

22
 insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 insulin kerja panjang (long acting insulin)
 insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin


 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula
diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan
2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari

23
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin
saja.

2.7 KOMPLIKASI6
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

2.7.1. Komplikasi akut


1. Ketoasidosis diabetik
Merupakan suatu keadaan darurat. tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi
koma dan kematian. Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. diberikan
sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk
menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan. insulin diberikan melalui
intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan.kadar glukosa,
keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang
diberikan bisa disesuaikan.1,2,3

2. Hiperosmolar non ketotik


Pengobatan sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. diberikan
cairan dan elektrolit pengganti. kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap
untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. kadar gula darah cenderung lebih
mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang
berkembang secara progresif.4,5

3. Hipoglikemia

Harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat,
menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. jika terdapat tanda hipoglikemia,
penderita harus segera makan gula. karena itu penderita diabetes harus selalu

24
membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia.
atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-
buahan atau makanan manis lainnya. penderita diabetes tipe i harus selalu membawa
glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang
mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah: rasa lapar yang timbul secara tiba-
tiba, sakit kepala, kecemasan yang timbul secara tiba-tiba, badan gemetaran,
berkeringat, bingung, penurunan kesadaran, koma.4

2.7.2. Komplikasi Kronis6


1. Makroangiopati :
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
 Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser
untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan
retina yang menetap. terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat
hilangnya penglihatan4
Terapi kombinasi bertujuan untuk menurunkan produksi glukosa dari hati,
meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan

25
resistensi insulin., kombinasi mulai 2 sampai 4 macam OHO, jenis OHO ditambahkan
secara bertahap sesuai respon.4

 Nefropati diabetik
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
 Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi
risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati
 Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
 Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari.
 Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
 Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.

2.8 PENCEGAHAN DM

2.8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM (lihat halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu
dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

26
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya
harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat,
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

2.8.2 Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat


timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan
tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti
mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut DM.

Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat
mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai
DM dan pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer
yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang
disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang
pula dengan adanya tatacara pengobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi para
pengelola.1

27
2.8.3 Pencegahan Tersier

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola


harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien
sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM
yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu
seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari
bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.1

28
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosa dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal dirumah bersama 1 orang anaknya. Rumah pasien terdapat 1
ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan 3 kamar tidur. Dirumah pasien terdapat > 15
jendela kaca. Ventilasi dirumah pasien ini termasuk cukup. Namun, jendela rumah
pasien jarang dibuka. Dibagian rumah bagian belakang terdapat dapur dan
halaman belakang. Kamar mandi pasien ada 2, 1 dikamar pasien, 1 lagi di samping
dapur. Dirumah pasien sumber air bersih berasal dari PDAM sedangkan sumber
penerangan berasal dari PLN.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. Jadi dapat disimpulkan kalau tidak ada
hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien merupakan seorang janda dan mempunyai 3 orang anak yaitu 2 orang
perempuan, dan 1 orang laki-laki. Anak sulung pasien sudah menikah. Anak
pertama dan kedua pasien sudah bekerja dan sudah membantu keuangan di dalam
keluarga. Pasien dirumah tinggal bersama anak ketiganya. Hubungan pasien
dengan almarhum suami dan anaknya sangat baik dan terbilang harmonis. Karena
sangat peduli terhadap pasien dengan mengingatkan pasien untuk minum obat jika
pasien sakit. Selain itu pasien juga terdiri dari 6 bersaudara dimana dari 6
bersaudara tersebut 1 orang telah didiagnosis mengalami kencing manis.

29
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II
adalah obesitas, 80-90% penderita mengalami obesitas. diabetes tipe II juga
cenderung diturunkan. Jadi pada kasus ini dapat disimpulkan kalau terdapat
hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita pasien dimana
diketahui pasien memiliki faktor risiko keturunan mengalami DM.

c. Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar

Pasien punya kebiasaan yang kurang baik, yaitu suka makan makanan dan
minum minuman yang manis. serta sangat menyukai masakan padang serta sangat
banyak jika menyantap nasi selain itu pasien dari masih muda sangat tidak
menyukai olahraga.

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Jadi pada pasien ini ada hubungan antara
penyakit yang diderita pasien dengan perilaku kesehatan pasien.

d. Analisa kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien ini

Pada pasien ini faktor risiko terdiri dari faktor keturunan dan faktor gaya
hidup. Hal ini sesuai dimana etiologi dan faktor risiko dari DM II adalah gaya
hidup dan keturunan. Dimana insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh
pankreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan

30
kadar gula darah yang tepat. insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel
sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas
untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang
lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada
saat melakukan aktifitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot
menggunakan glukosa untuk energi

e. Analisa untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan dengan


faktor resiko atau etiologi pada pasien ini

Sebaiknya pasien teratur untuk minum obat dan rajin mengontrol gula
darahnya. Edukasi untuk memperbaiki pola hidup, untuk mengurangi konsumsi
makanan yang manis, berolah raga secara teratur, dan pasien di anjurkan untuk
meminum obat secara teratur setiap hari dan kontrol kembali bila obat habis.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani, Reno. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi
IV; jilid II. Jakarta. 2007. 1867-1857
2. Mansyur, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran. Edisi III; Jilid I. Jakarta. Media
Aesculapius. 1999. 588-580
3. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006.
4. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50
5. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di
Indonesia, Denpasar, 1998
6. Lanywati E. Diabetes Melitus. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota
IKAPI); 2011. Hal 7
7. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. Hal. 11
8. Guyton dan Hall. Insulin, Glukagon, dan Diabetes Mellitus dalam buku ajar
Fisiologi Kedokteran.Edisi ke-sembilan.Jakarta: EGC;1997. hal.1221-1239
9. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007. Hal 67
10. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non-Farmakologik pada Diabetes Melitus. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor. Jilid
III. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 1864.
11. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006

32
DOKUMENTASI

33

Anda mungkin juga menyukai