PENDAHULUAN
Hepatitis imbas obat atau yang sering dikenal dengan drug induce liver injury (DILI)
merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat atau
hepatic drug reaction ketika mengkonsumsi obat tertentu.1
Hepatitis imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada
setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolit dari semua obat
dan bahan – bahan asing yang masuk ke tubuh. Insiden hepatotoksik akibat obat secara umum
sebesar 1:10.000 sampai 1:100.000. Meskipun begitu insiden hepatotoksik akibat obat
sebenarnya sulit untuk diketahui.2-3
Gambaran klinis hepatitis imbas obat sulit dibedakan secara klinik dengan penyakit
hepatitis atau kholestatis dengan etiologi lain. Obat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol merupakan obat yang berisifat hepatotoksik. Faktor
resiko hepatotoksik pada pasien TB dipengaruhhi oleh faktor klinis dan faktor genetik. Pada
pasien TB dengan hepatitis C atau HIV mempunyai faktor resiko hepatotoksiksitas terhadap
terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat. 2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 13, DR. Purwardi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 25 Mei 2019, Ruangan A3
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan badan kuning sejak ± 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 6 bulan SMRS, pasien menjalani operasi pengangkatan rahim dengan diagnosis
TB rahim. Setelah itu, pasien mendapat obat terapi TB, diminum setiap hari, tablet
berwarna merah. Saat itu, batuk (-), keringat malam (-), BB tidak menurun, demam
(-), pegal-pegal (-), mual dan muntah (-).
± 4 bulan SMRS, pasien mengeluh badannya tampak kuning, keluhan disertai mual,
perut kembung dan terasa begah. Pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas,
dirasakan terus-menerus, tidak berkurang bila istirahat. Muntah (+) bila pasien
makan, berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening, darah (-), volume
tiap muntah sekitar ¼ gelas aqua. Pasien juga merasa badan lemas, pegal- pegal (-
), mudah lelah, pandangan berkunang (-). BAK pasien berwarna merah, nyeri saat
BAK (-), terasa panas saat BAK (-), BAK terputus-putus (-), BAK berpasir (-). BAB
setiap hari, berwarna kecoklatan, lunak, tidak encer. Pasien dirawat di RS Raden
Mattaher selama 2 minggu dan dicurigai terkena hepatitis.
± 2 bulan SMRS, pasien melakukan pemeriksaan dahak dan dinyatakan hasilnya
negatif. Lalu, pasien telah mengkonsumsi obat TB berwarna kuning dan diminum
3x/minggu.
± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh kedua mata tampak kuning disertai nyeri perut
kanan atas. Nyeri terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat, bila pasien
makan, muntah. Muntah berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening,
darah (-), setiap muntah sekitar ¼ gelas aqua. Pasien juga merasa mual, perut
2
kembung dan badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun. Riwayat pergi ke
luar kota (-)
± 3 hari SMRS, pasien mengeluh badannya mulai tampak kuning, perut dan kaki
mulai membesar dan bengkak. Bengkak pada mata dipagi hari (-), demam (-),
pasien tidur dengan 1 bantal, pandangan berkunang (-), pegal-pegal (-), nyeri
pinggang (-), keringat malam (+), batuk (-), BB menurun dari 60-an kg menjadi 55
kg dalam waktu 4 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh perut terasa tegang bila
duduk lama. Pasien juga mengeluh lemas dan mudah lelah. Dilingkungan pasien
tidak ada yang mempunyai keluhan yang serupa
Pasien mempunyai hipertensi tak terkontrol sejak 6 bulan SMRS.
3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 140/80 HR : 94x/menit RR : 22x/menit Suhu : 36,7 C
Status Gizi
BB : 55 Kg TB : 155 cm
IMT : BB(kg)/TB2 (m)
: 55/(1,55)2 = 22,91 (BB normal)
Kulit
Warna : sawo matang
Efloresensi : (-)
Jaringan Parut : (-)
Pertumbuhan Rambut : normal
Pertumbuhan Darah : (-)
Suhu : teraba hangat
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (+)
Lainnya : (-)
Kepala
Bentuk Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak mudah dicabut
Ekspresi : Tampak sakit sedang
Simetris Muka : Simetris
Mata
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (+)
4
Sklera : Sklera Ikterik (+)
Pupil : isokor
Lensa : normal
Gerakan : normal
Lapangan Pandang : normal
Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret :(-)
Septum : deviasi (-)
Selaput Lendir :(-)
Sumbatan :(-)
Pendarahan :(-)
Mulut
Bibir : Kering (+), pucat (+)
Lidah : atrofi papila lidah (-) lidah kotor (-)
Gusi : berdarah (-)
Telinga
Bentuk : simetris
Sekret : (-)
Pendengaran : normal
Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba
Kelenjar Limfonodi : tidak teraba
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
5
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Pulmo
Inspeksi : Barel chest, spider nervi (-), retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kiri meningkat
Perkusi : Sonor hemitoraks kanan, hipersonor hemitoraks kiri ICS 1, 2, 3
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/+) ICS 1,2,3 , Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, Simetris, spider nervi (-), sikatriks (-), caput medusa (-), bekas
operasi (+) di suprapubik
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) hipokondriaka kanan dan epigastrik. Hepar teraba
2 jari dibawah arcus costa dextra, permukaan rata, konsistensi kenyal, tepi
tajam tidak berdungkul. Limpa dan ginjal tidak teraba
Perkusi : Shifting dullness (+), LP 98 cm berbaring, nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal
Ekstremitas
Superior :
Akral dingin, CRT <2 Detik, edem (-/-), pucat (+/+), palmar eritem(-/-), clubbing
finger (-/-)
Inferior :
akral dingin, CRT <2 Detik, edem pre tibial (+/+), nyeri tekan gastrocnemius (-)
HCT 39 (35,0-50,0 %)
6
PLT 240 (100-300 103/mm3)
7
SGOT 203 (<40 U/L)
TB paru on OAT
8
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologis:
Bed rest
Diet Hati III 1900 kalori
Diet tinggi protein
Edukasi mengenai penyakit pasien dan faktor risiko timbulnya penyakit
tersebut
Farmakologis:
IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
Domperidon 3 x 1 tablet / hari
Sulcralfat 3 x 1C /hari
Vitamin B complex 1 x1 tablet / hari
Curcuma 2 x 20 mg / hari
Hentikan OAT (Obat antituberkulosis)
Transfusi albumin hingga albumin >3,5 g/dL
Berikan amlodipin 5 mg 1 x1 tablet / hari bila tekanan darah menetap ≥140/90
mmHg
2.9 Prognosis
Quo Vitam : Dubia ad bonam
Quo Functionam : Dubia ad bonam
Quo Sanactionam : Dubia ad bonam
2.10 Follow Up
Tabel 2.1 Follow Up Pasien
Tanggal Perkembangan
9
O: TD: 120/80 mmHg N : 86x/menit RR: 22x/menit T : 36,1 C
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)
A: Hepatitis ec DILI
TB paru on terapi
P: Non Farmakologis:
Bed rest
Diet Hati II 1900 kalori, sedikit tapi sering
Edukasi mengenai penyakit pasien dan faktor risiko
timbulnya penyakit tersebut
Farmakologis:
IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
Domperidon 3 x 1 tablet / hari
Sulcralfat 3 x 1C /hari
Curcuma 2 x 20 mg / hari
CaCO3 3 x 500 mg
Hentikan OAT ( kamis)
Berikan amlodipin 5 mg 1 x1 tablet / hari bila tekanan darah
menetap ≥140/90 mmHg
Periksa Bilirubin total, indirek, direk
Foto thoraks PA
USG abdomen
10
27/05/2019 Perawatan hari ke II
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)
A: Hepatitis ec DILI
TB paru on terapi
P:
Terapi teruskan
Inj ceftriaxone H1 2x 1 gr
Urin rutin
Profil lipid
Albumin kolf ke 2
11
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)
A: Hepatitis ec DILI
TB paru on terapi
P:
Terapi teruskan
Diet putih telur 12 butir/ hari
Inj ceftriaxone H2
Beri furosemide 1 amp setelah selesai albumin kolf 2
Cek ulang albumin, globulin, SGOT SGPT, Billirubin total, direk
dan indirek
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)
A: Hepatitis ec DILI
TB paru on terapi
12
Suspek ISK
P:
Terapi teruskan
Infus ganti dengan D5% 20 tpm
Diet putih telur 12 butir/ hari
Inj ceftriaxone H3
Albumin 25% 2 kolf/hari
S: nafsu makan mulai membaik, nyeri perut bagian bawah, nyeri saat BAK
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)
A: Hepatitis ec DILI
TB paru on terapi
Suspek ISK
P:
Terapi teruskan
Inj ceftriaxone H4
13
BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan labor yang telah
dilakukan hingga tanggal 25 Mei 2019, diagnosa yang paling mungkin untuk pasien ini
adalah DILI (Drug Induced Liver Injury) karena penggunaan OAT. Berikut akan ditampilkan
analisa dari setiap aspek
3.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan utama berupa badan kuning sejak ± 3 hari SMRS. Pasien
juga mengeluh badannya mulai tampak kuning, perut dan kaki mulai membesar dan bengkak,
perut terasa tegang bila duduk lama, keringat malam (+), BB menurun dari 60-an kg menjadi
55 kg dalam waktu 4 bulan terakhir.
Sekitar 1 minggu SMRS, pasien mengeluh kedua mata tampak kuning disertai nyeri perut
kanan atas. Nyeri terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat, bila pasien makan, muntah.
Muntah berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening, darah (-). Pasien juga merasa
mual, perut kembung dan badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun.
Keluhan serupa juga pernah dirasakan pasien sekitar 4 bulan SMRS, saat itu pasien dirawat
selama 2 minggu. Sekitar 2 bulan sebelumnya, pasien mendapat terapi TB setelah didiagnosis
menderita TB rahim dan masih mengkonsumsinya hingga sekarang. Pasien mempunyai
hipertensi tak terkontrol sejak 6 bulan SMRS dan pernah mendapat transfusi darah.
Teori Kasus
Adanya gejala seperti mual dan muntah, Adanya mual dan muntah, tidak nafsu
tidak nafsu makan, perut kembung. Badan makan, perut kembung.
menjadi kuning, kadang timbul demam dan
Badan menjadi kuning
ruam dikulit. Pada keadaan yang lebih berat
dapat muncul tanda tanda perdarahan bahkan Demam dan ruam kulit (-).
ensefalopati hepatikum.
Tanda tanda perdarahan (-)
14
Ditemukannya riwayat penggunaan obat Riwayat penggunaan obat jangka panjang
jangka panjang dan riwayat keluhan serupa (OAT)
sebelumnya dalam kurun waktu ± 6 bulan.
Riwayat keluhan serupa sebelumnya
dalam kurun waktu ± 6 bulan
Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan adanya ikterus baik di sklera atau di
tubuh pasien, conjungtiva mata yang anemis, pada pemeriksaan fisik paru didapatkan suara
nafas tambahan berupa ronki (+) pada hemitoraks kiri mulai dari ICS 1, 2 dan 3.
Pada pemeriksaan abdomen juga ditemukan pembesaran hepar, teraba 2 jari dibawah arkus
kosta, permukaan rata, tidak berdungkul, tepi tajam, konsistensi kenyal, caput medusa (-),
spider naevi (-). Selain itu juga ditemukan ascites dan pitting edema pada pasien di daerah
pretibial kiri dan kanan tanpa adanya nyeri tekan gastrocnemius.
Teori Kasus
Adanya nyeri tekan pada regio kuadran nyeri tekan pada regio kuadran kanan
kanan atas. atas.
3.3 Laboratorium
Dari hasil pemeriksaan laboratorium hingga tanggal 25 Mei 2019, didapatkan adanya
hiponatremia dan peningkatan enzim hepar serta penurunan kadar protein.
15
Kriteria Hepatotoksisitas menurut Common Toxicity Criteria
Grade 0 1 2 3 4
16
SGOT (AST) DBN >BAN- >2,5-5 x 5-21 20 x BAN
2,5 x BAN BAN
BAN
17
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Ikterus adalah pigmentasi warna kuning di kulit, sclera dan membrane mukosa
akibat akumulasi bilirubin didalam jaringan.Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, tergantung pada bagian mana dari mekanisme fiologis mempengaruhi
patologi. Klasifikasi ikterus 1:
Penyebab yang berpotensi menimbulkan kerusakan hati akut yang berkaitan dengan
obat (acute drug induce liver injury) juga dapat menimbulkan manifestasi klinis ikterus.
Hepatitis imbas obat atau yang sering dikenal dengan drug induce liver injury (DILI)
merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat
atau hepatic drug reaction ketika mengkonsumsi obat tertentu.4
18
Tabel 1. Jenis obat hepatotoksik
Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada protein
beta oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Mayoritas reaksi obat idiosikantrik
melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobus hepatik dan drajat nekrosis dan apoptosis
bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau
minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat
penyebab dihentikan pemakaiannya.2
19
Tabel 2. Faktor resiko hepatitis imbas obat 6
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset raksi nyata
adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau compatible (kurang dari
lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15
hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30
hari oenghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksik obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah “sangat sugestif” (penurunan
enzim hati paling tidak 50% dari kadar diaatass normal dalam 8 hari) atau
sugestif ( penurunan enzim hari paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi
hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kholestatik) dari reaksi obat.
3. Alternative sebab lain dari reaksi telah diekslusikan dengan pemeriksaan teliti,
termasuk biopsy hati pada setiap kasus.
4. Dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat.
20
Tabel 3. Alur diagnosa hepatitis imbas obat 6
21
inakif dapat diberikan obat standar jangka pendek isoniazid,rifampisin, dan etambutol
dan/ atau pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati yang dilakukan paling
tidak setiap bulan.2
Pada pemberian isoniazid kekerapan kejadian gangguan fungsi hati (hepatitis)
berkisar 0,2-5%. Insiden ini akan meningkat bila isoniazid diberikan bersamaan dengan
rifampisin. Sedangkan efek toksik pada hati akibat pemberian pirazinamid terjadi
sebannyak 15% bila dosis diberikan sebanyak 40-50 mg/kgBB/hari. Di Indonesia data
tentang hepatotoksik akibat OAT masih sedikit.2
22
4.2.3 Gejala klinis Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam – macam atau malah banyak
pasien yang ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang tebanyak antaranya 7 :
a. Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi terkadang
panas badan dapat mencapai 40-41̊c . Serangan pertama demam dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanta iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru timbul) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditentukan pada penyakit yang lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.
e. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meringan,nyeri otot,
keringat malam dan lainnya. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
23
foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Untuk
kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
terduga pasien TB diperiksa uji dahak SPS (sewaktu-pagi sewaktu), dan ditetapkan
sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak positif
SPS hasilnya BTA positif.9
24
Prinsip pengobatan TB :
Obat anti tuberkulosis (OAT) adalah komponen dalam pengobatan TB. Pengobatan
TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut
dari kuman TB.
1. Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari, panduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektid menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisirkan pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan
selama 2 bulan.
2. Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
presister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
25
Isoniazid 10
Isoniazid atau yang sering disingkat INH. Isoniazid secara in vitro bersifat
tuberkulostatik dan tuberkulosit dengan kadar hambat minimum (KHM) sekitar 0,025-
0,05 µg/mL. isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parentral. Kadar
puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Isoniazid mudah berdifusi
ke dalam sel dan cairran tubuh. Kadar obat ini pada mulanya tinggi dalam plasma dan
otot daripada dalam jaringan yang terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama
dijaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari cukup sebagai bakteriostatik.
Antara 75-95% isoniazid diekskresikan melalui urin dalam bentuk metabolit. Isoniazid
dapat menimbulakan ikterus dan kerusakan hati yang fatal. Penggunaan obat ini pada
pasien yang menunjukkan adanya kelainan fungsi hati akan menyebabkan bertambah
parahnya kerusakan hati. Mekanisme toksisitas isoniazid tidak diketahui. Umur
merupakan faktor penting untuk memperhitungkan resiko efek toksik isoniazid pada
hati. Pasien yang mendapatkan isoniazid hendaknya selalu diamati dan dinilai
26
kemungkinan adanya gejala hepatitis. Hepatitis karena pemberian isoniazid terjadi
antara 4-8 minggu setelah pengobatan dimulai. Pemberian isoniazid pada pasien
dengan riwayat penyakit hati harus dilakukan dengan hati-hati. Efek sampng lain yang
terjadi ialah mulut terasa kering, serta rasa tertekan didaerah ulu hati, tinitus dan retensi
urin.
Rifampisin 9
Rifampisin adaalah derivate semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrositik yang disebut rimfampisin. Pemberian rifampisin
peroral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Rifampisin
menyebabkan induksi metabolisme , sehingga walaupun bioavaibilitasnya tinggi,
eliminasinya meningkat pada pemberian berulang. Masa paaruh eliminasi rifampisin
1,5 – 5 jam dan akan memanjang bila ada kelainan hepar. Rifampisin jarang
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Efek yang paling sering adalah demam, mual
dan muntah. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada
pasien usia lanjut, penyakit hati kronik dan pengguna alkohol insiden ikterus
meningkat. Gangguan salarun cerna , berupa rasa tidak nyaman dilambung, mual,
muntah dan diare terkadang memerlukan terapi pengganti.
Pirazinamid 9
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yag telah dibuat sintetiknya. Mekanisme
kerja obat ini masih belum diketahui. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar
luas diseluruh tubuh.masa paruh eleminasi obat ini 10-16 jam. Efek samping paling
umum dan serius adalah kelainan hati. Bila pirazinamid diberikan dengan dosis 3g/hari,
gejala penyakit hati muncul sekitar 15% dengan ikterus 2-3% pasien dan kematian
pasien akibat nekrosis hati terjadi pada beberapa kasus. Gejala pertama adalah
peningkatan SGOT dan SGPT. Jika jelas timbul kerusakan hati, maka penggunaan
pirazinamid harus segera dihentikan. Pirazinamid tidak boleh diberikan pada pasien
dengan kelainan hati. Efek samping lain adalah atralgia, anoreksia, mual dan muntah,
juga disuria, malaise dan demam.
Etambutol 9
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna. Kadar
puncak plasma dicapai 2-4 jam setelah pemberian. Etambutol jarang menimbulakan
efek samping. Dosis harian sebesar 15mg/kgBB/ hari menimbulkan efek toksik yang
minimal. Efek samping yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya
27
bilateral yang merupakan neuritis retrobulbular yaitu berupa turunya tajam penglihatan.
Efek samping lain pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise , dan sakit
kepala.
28
BAB V
KESIMPULAN
Hepatotoksik akibat obat dapat disebabkan oleh berbagai macam obat, seperti
pemakaian OAT, pemakaian obat kemoterapi, NSAID, atau obat antiretroviral. Dalam kasus
ini, yang bertindak sebagai penyebab hepatotoksik adalah OAT. Dari anamnesis didapatkan
adanya tanda-tanda gangguan fungsi hati dan riwayat pemakaian OAT. Dari pemeriksaan fisik
juga ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi hati seperti nyeri tekan perut kanan atas,
pembesaran hati dan adanya ikterus. Begitupun dengan hasil laboratorium, didapatkan adanya
peningkatan enzim hati yang mengindikasikan adanya gangguan pada hati
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi Idrus, Salim Simon,Hidayat Rudi, et al. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Panduan Praktik Klinis Edisi II. Jakarta: Internal Publishing,2015:h.227-231
2. Bayupurnama Putut. Hepatoksisitas Imbas Obat. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009:
h. 708-713.
3. Wahyudi Dwi Andri, Soedarsono. Farmakogenomik hepatotoksisitas obat anti
tuberkulosisi. Depertement pulmologi dan ilmu kedokteran respirasi Universitas
Airlangga. Vol.1.No.3.2015.
4. Einar S. Björnsson. Hepatotoxicity by Drugs: The Most Common Implicated Agents.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology and Hepatology, The
National University Hospital of Iceland and The Faculty of Medicine. Int. J. Mol. Sci.
17, 224.2016.
5. Naga P Chalasani MD, et al. ACG Clinical Guidline The Diagnosis and Management
Of Idiopatic Drug Induce Liver Injury. American Chollage Of Gastroenterology. 2014.
6. Ou,Pengcheng. At al. Causes, clinical features and outcomes of drug-induced liver
injury in hospitalized patients in a Chinese tertiary care hospital. University Changsha
Hunan China.2015.
7. Amin Zulkifli,Bahar Asril. Tuberkulosis Paru: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009: h. 2230-
2239.
8. Pedoman Penyembuhan tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Penyembuhan Penyakit. 2014. Diakses dari www.tbindonesis.or.id
9. Yati H, setiabudy R. Tuberkulostatik dan Leprostatik: Gunawan G, Setiabudy R, et al.
Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta : FKUI.2012. h.613-619.
30