Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis imbas obat atau yang sering dikenal dengan drug induce liver injury (DILI)
merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat atau
hepatic drug reaction ketika mengkonsumsi obat tertentu.1
Hepatitis imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada
setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolit dari semua obat
dan bahan – bahan asing yang masuk ke tubuh. Insiden hepatotoksik akibat obat secara umum
sebesar 1:10.000 sampai 1:100.000. Meskipun begitu insiden hepatotoksik akibat obat
sebenarnya sulit untuk diketahui.2-3
Gambaran klinis hepatitis imbas obat sulit dibedakan secara klinik dengan penyakit
hepatitis atau kholestatis dengan etiologi lain. Obat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol merupakan obat yang berisifat hepatotoksik. Faktor
resiko hepatotoksik pada pasien TB dipengaruhhi oleh faktor klinis dan faktor genetik. Pada
pasien TB dengan hepatitis C atau HIV mempunyai faktor resiko hepatotoksiksitas terhadap
terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat. 2

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 13, DR. Purwardi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 25 Mei 2019, Ruangan A3
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan badan kuning sejak ± 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 ± 6 bulan SMRS, pasien menjalani operasi pengangkatan rahim dengan diagnosis
TB rahim. Setelah itu, pasien mendapat obat terapi TB, diminum setiap hari, tablet
berwarna merah. Saat itu, batuk (-), keringat malam (-), BB tidak menurun, demam
(-), pegal-pegal (-), mual dan muntah (-).
 ± 4 bulan SMRS, pasien mengeluh badannya tampak kuning, keluhan disertai mual,
perut kembung dan terasa begah. Pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas,
dirasakan terus-menerus, tidak berkurang bila istirahat. Muntah (+) bila pasien
makan, berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening, darah (-), volume
tiap muntah sekitar ¼ gelas aqua. Pasien juga merasa badan lemas, pegal- pegal (-
), mudah lelah, pandangan berkunang (-). BAK pasien berwarna merah, nyeri saat
BAK (-), terasa panas saat BAK (-), BAK terputus-putus (-), BAK berpasir (-). BAB
setiap hari, berwarna kecoklatan, lunak, tidak encer. Pasien dirawat di RS Raden
Mattaher selama 2 minggu dan dicurigai terkena hepatitis.
 ± 2 bulan SMRS, pasien melakukan pemeriksaan dahak dan dinyatakan hasilnya
negatif. Lalu, pasien telah mengkonsumsi obat TB berwarna kuning dan diminum
3x/minggu.
 ± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh kedua mata tampak kuning disertai nyeri perut
kanan atas. Nyeri terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat, bila pasien
makan, muntah. Muntah berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening,
darah (-), setiap muntah sekitar ¼ gelas aqua. Pasien juga merasa mual, perut

2
kembung dan badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun. Riwayat pergi ke
luar kota (-)
 ± 3 hari SMRS, pasien mengeluh badannya mulai tampak kuning, perut dan kaki
mulai membesar dan bengkak. Bengkak pada mata dipagi hari (-), demam (-),
pasien tidur dengan 1 bantal, pandangan berkunang (-), pegal-pegal (-), nyeri
pinggang (-), keringat malam (+), batuk (-), BB menurun dari 60-an kg menjadi 55
kg dalam waktu 4 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh perut terasa tegang bila
duduk lama. Pasien juga mengeluh lemas dan mudah lelah. Dilingkungan pasien
tidak ada yang mempunyai keluhan yang serupa
 Pasien mempunyai hipertensi tak terkontrol sejak 6 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien keluhan serupa (+) 4 bulan SMRS, dirawat selama 2 minggu


 Pasien mengkonsumsi obat OAT sejak ± 6 bulan yang lalu
 Riwayat transfusi darah (+) 6 bulan SMRS saat operasi angkat rahim
 Riwayat Penyakit kuning (-)
 Riwayat demam malaria (-)
 Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (-)


 Riwayat penyakit kuning (-)
 Riwayat keluarga dengan penyakit tuberkulosis (-)
Riwayat Pekerjaan dan Sosial :
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak, saat ini tinggal bersama
anaknya. Pasien tidak merokok ataupun tinggal dilingkungan dengan banyak asap
rokok. Tidak ada riwayat kebiasaan konsumsi jamu atau obat obatan jangka panjang,
konsumsi alkohol (-).

3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 140/80 HR : 94x/menit RR : 22x/menit Suhu : 36,7 C

Status Gizi
BB : 55 Kg TB : 155 cm
IMT : BB(kg)/TB2 (m)
: 55/(1,55)2 = 22,91 (BB normal)

Kulit
 Warna : sawo matang
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : normal
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : teraba hangat
 Turgor : kembali cepat
 Ikterus : (+)
 Lainnya : (-)

Kelenjar Getah Bening


 Pembesaran KGB : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Tidak mudah dicabut
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (+)

4
 Sklera : Sklera Ikterik (+)
 Pupil : isokor
 Lensa : normal
 Gerakan : normal
 Lapangan Pandang : normal

Hidung
 Bentuk : Simetris
 Sekret :(-)
 Septum : deviasi (-)
 Selaput Lendir :(-)
 Sumbatan :(-)
 Pendarahan :(-)

Mulut
 Bibir : Kering (+), pucat (+)
 Lidah : atrofi papila lidah (-) lidah kotor (-)
 Gusi : berdarah (-)

Telinga
 Bentuk : simetris
 Sekret : (-)
 Pendengaran : normal

Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 Kelenjar Tiroid : tidak teraba
 Kelenjar Limfonodi : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra

5
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra

Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Barel chest, spider nervi (-), retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kiri meningkat
Perkusi : Sonor hemitoraks kanan, hipersonor hemitoraks kiri ICS 1, 2, 3
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/+) ICS 1,2,3 , Wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, Simetris, spider nervi (-), sikatriks (-), caput medusa (-), bekas
operasi (+) di suprapubik
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) hipokondriaka kanan dan epigastrik. Hepar teraba
2 jari dibawah arcus costa dextra, permukaan rata, konsistensi kenyal, tepi
tajam tidak berdungkul. Limpa dan ginjal tidak teraba
Perkusi : Shifting dullness (+), LP 98 cm berbaring, nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal

Ekstremitas
Superior :
Akral dingin, CRT <2 Detik, edem (-/-), pucat (+/+), palmar eritem(-/-), clubbing
finger (-/-)
Inferior :
akral dingin, CRT <2 Detik, edem pre tibial (+/+), nyeri tekan gastrocnemius (-)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


Darah Rutin (25/05/2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

WBC 5,69 (4-10,0 103/mm3)

RBC 4,41 (3,5-5,5 106/mm3)

HGB 12,9 (11,0-16 g/dl)

HCT 39 (35,0-50,0 %)

6
PLT 240 (100-300 103/mm3)

MCV 86,4 (80-100 fl)

MCH 29,3 (27-34 pg)

MCHC 331 (320-360g/dl)

GDS 129 (<200 mg/dL)

Pemeriksaan elektrolit (25/05/2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

Na 134,73 (135-148 mmol/L)


K 4,01 (3,5-5,3 mmol/L)
Cl 100,91 (98-110mmol/L)
Ca 1,27 (1,19-1,23 mmol/L)

Faal Ginjal (25/05/2019)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

Ureum 10 (15-39) mg/dL

Kreatinin 0,4 (0,6-1,1) mg/dL

Faal Hati (05/06/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

Protein total 1,7 (6,4 - 8,4 g/dL)

Albumin 1,0 (3,5 - 5,0 g/dL)

Globulin 0,7 (3,0 – 3,6 g/dL)

7
SGOT 203 (<40 U/L)

SGPT 120 (<41 U/L)

Seromarker Hepatitis (25/05/2019)

HBV : HBsAG : negatif (-)

2.5 Diagnosa Kerja

Diagnosa primer : Observasi ikterus ec susp. DILI

Diagnosa Skunder : Low intake dengan dehidrasi ringan

Dispepsia fungsional tipe like dismotilitas

TB paru on OAT

Hipertensi tidak terkontrol

2.6 Diagnosa Banding


 Observasi ikterus ec suspek Hepatitis Virus Akut
 Observasi ikterus ec Leptospirosis
2.7 Anjuran Pemeriksaan
 Cek ekg
 Rontgen thoraks PA
 Cek urin rutin
 Cek Feses rutin
 Cek bilirubin total, bilirubin direk dan indirek
 Cek SADT
 Cek USG Abdomen
 Serologi : IgM- anti HAV, HCV-RNA
 Gastroskopi
 Kultur darah
 Tes PCR

8
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologis:
 Bed rest
 Diet Hati III 1900 kalori
 Diet tinggi protein
 Edukasi mengenai penyakit pasien dan faktor risiko timbulnya penyakit
tersebut

Farmakologis:
 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
 Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
 Domperidon 3 x 1 tablet / hari
 Sulcralfat 3 x 1C /hari
 Vitamin B complex 1 x1 tablet / hari
 Curcuma 2 x 20 mg / hari
 Hentikan OAT (Obat antituberkulosis)
 Transfusi albumin hingga albumin >3,5 g/dL
 Berikan amlodipin 5 mg 1 x1 tablet / hari bila tekanan darah menetap ≥140/90
mmHg

2.9 Prognosis
 Quo Vitam : Dubia ad bonam
 Quo Functionam : Dubia ad bonam
 Quo Sanactionam : Dubia ad bonam

2.10 Follow Up
Tabel 2.1 Follow Up Pasien
Tanggal Perkembangan

26-05- Perawatan hari ke I


2019
S: mual (+), nafsu makan menurun, Batuk (-), nyeri perut kanan atas (+)

9
O: TD: 120/80 mmHg N : 86x/menit RR: 22x/menit T : 36,1 C

SPO2 : 98% LP 98 cm berbaring

Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)

A: Hepatitis ec DILI

Low intake dengan dehidrasi ringan

Dyspepsia fungsional tipe like dismotilitas

TB paru on terapi

P: Non Farmakologis:

 Bed rest
 Diet Hati II 1900 kalori, sedikit tapi sering
 Edukasi mengenai penyakit pasien dan faktor risiko
timbulnya penyakit tersebut

Farmakologis:
 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
 Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
 Domperidon 3 x 1 tablet / hari
 Sulcralfat 3 x 1C /hari
 Curcuma 2 x 20 mg / hari
 CaCO3 3 x 500 mg
 Hentikan OAT ( kamis)
 Berikan amlodipin 5 mg 1 x1 tablet / hari bila tekanan darah
menetap ≥140/90 mmHg
 Periksa Bilirubin total, indirek, direk
 Foto thoraks PA
 USG abdomen

10
27/05/2019 Perawatan hari ke II

S: lemas, mual (+), perut kembung, nafsu makan menurun (-)

O : TD : 140/90 mmHg N : 86 x/I T: 36,7 C RR : 20 x/I LP 98 cm


berbaring Bilirubin total 14,0 mg/dL bilirubin direk 1,2 mg/dL

Bilirubin indirek 12,8 mg/dL masuk albumin 1 kolf

Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)

A: Hepatitis ec DILI

Dyspepsia fungsional tipe dismotilitas

TB paru on terapi

P:

 Terapi teruskan
 Inj ceftriaxone H1 2x 1 gr
 Urin rutin
 Profil lipid

28/05/2019 Perawatan hari ke III

S: mual (+), perut kembung, nafsu makan menurun (-)

O: TD : 140/90 mmHg N : 92 x/I T: 36,5 C RR : 20 x/I LP 97 cm


berbaring Kesan USG : Sirosis hepatis dekompensata + kolesistitis akut

Bilirubinuria (+), Leukosi 4-6/LPK, eritrosit 1-3 / LPK, epitel 6-8/LPK

Asam urat 3,7 mg/dL Kolesterol 65 mg/dL Trigliserida 60 mg/dL

Albumin kolf ke 2

HDL 11 mg/dL LDL 42 mg/dL

11
Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)

A: Hepatitis ec DILI

Dyspepsia fungsional tipe dismotilitas

TB paru on terapi

P:

 Terapi teruskan
 Diet putih telur 12 butir/ hari
 Inj ceftriaxone H2
 Beri furosemide 1 amp setelah selesai albumin kolf 2
 Cek ulang albumin, globulin, SGOT SGPT, Billirubin total, direk
dan indirek

29/05/2019 Perawatan hari ke IV

S: mual (+) berkurang, perut kembung berkurang, nafsu makan menurun (-


), nyeri perut bagian bawah, nyeri saat BAK

O: TD : 130/80 mmHg N : 86 x/I T: 36,5 C RR : 20 x/I LP 94 cm


berbaring

Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)

A: Hepatitis ec DILI

Dyspepsia fungsional tipe dismotilitas

TB paru on terapi

12
Suspek ISK

P:

 Terapi teruskan
 Infus ganti dengan D5% 20 tpm
 Diet putih telur 12 butir/ hari
 Inj ceftriaxone H3
 Albumin 25% 2 kolf/hari

30/05/2019 Perawatan hari ke V

S: nafsu makan mulai membaik, nyeri perut bagian bawah, nyeri saat BAK

O: TD : 130/80 mmHg N : 94 x/I T: 36,3 C RR : 20 x/I LP 94 cm


berbaring Bilirubin total 30 mg/dL Bilirubin indirek 27 mg/dL

Bilirubin direk 3 mg/dL protein total 5,0 g/dL Albumin 3,3 g / dL


Globulin 1,7 g/dL SGOT 350 U/L SGPT 205 U/L

Skelera ikterik (+/+), badan kuning (+), ronki (+) pada hemitoraks kiri ICS
1,2 dan 3, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepar teraba 2 jari DBAC,
permukaan rata, tepi tajam tidak berdungkul, ascites, bengkak pada kedua
kaki (+)

A: Hepatitis ec DILI

TB paru on terapi

Suspek ISK

P:

 Terapi teruskan
 Inj ceftriaxone H4

13
BAB III

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan labor yang telah
dilakukan hingga tanggal 25 Mei 2019, diagnosa yang paling mungkin untuk pasien ini
adalah DILI (Drug Induced Liver Injury) karena penggunaan OAT. Berikut akan ditampilkan
analisa dari setiap aspek

3.1 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan utama berupa badan kuning sejak ± 3 hari SMRS. Pasien
juga mengeluh badannya mulai tampak kuning, perut dan kaki mulai membesar dan bengkak,
perut terasa tegang bila duduk lama, keringat malam (+), BB menurun dari 60-an kg menjadi
55 kg dalam waktu 4 bulan terakhir.

Sekitar 1 minggu SMRS, pasien mengeluh kedua mata tampak kuning disertai nyeri perut
kanan atas. Nyeri terus-menerus, tidak berkurang dengan istirahat, bila pasien makan, muntah.
Muntah berisi makanan yang dimakan bercampur cairan bening, darah (-). Pasien juga merasa
mual, perut kembung dan badan terasa lemas. Nafsu makan pasien menurun.

Keluhan serupa juga pernah dirasakan pasien sekitar 4 bulan SMRS, saat itu pasien dirawat
selama 2 minggu. Sekitar 2 bulan sebelumnya, pasien mendapat terapi TB setelah didiagnosis
menderita TB rahim dan masih mengkonsumsinya hingga sekarang. Pasien mempunyai
hipertensi tak terkontrol sejak 6 bulan SMRS dan pernah mendapat transfusi darah.

Teori Kasus

Adanya gejala seperti mual dan muntah, Adanya mual dan muntah, tidak nafsu
tidak nafsu makan, perut kembung. Badan makan, perut kembung.
menjadi kuning, kadang timbul demam dan
Badan menjadi kuning
ruam dikulit. Pada keadaan yang lebih berat
dapat muncul tanda tanda perdarahan bahkan Demam dan ruam kulit (-).
ensefalopati hepatikum.
Tanda tanda perdarahan (-)

ensefalopati hepatikum (-)

14
Ditemukannya riwayat penggunaan obat Riwayat penggunaan obat jangka panjang
jangka panjang dan riwayat keluhan serupa (OAT)
sebelumnya dalam kurun waktu ± 6 bulan.
Riwayat keluhan serupa sebelumnya
dalam kurun waktu ± 6 bulan

3.2 Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan adanya ikterus baik di sklera atau di
tubuh pasien, conjungtiva mata yang anemis, pada pemeriksaan fisik paru didapatkan suara
nafas tambahan berupa ronki (+) pada hemitoraks kiri mulai dari ICS 1, 2 dan 3.

Pada pemeriksaan abdomen juga ditemukan pembesaran hepar, teraba 2 jari dibawah arkus
kosta, permukaan rata, tidak berdungkul, tepi tajam, konsistensi kenyal, caput medusa (-),
spider naevi (-). Selain itu juga ditemukan ascites dan pitting edema pada pasien di daerah
pretibial kiri dan kanan tanpa adanya nyeri tekan gastrocnemius.

Teori Kasus

Adanya nyeri tekan pada regio kuadran nyeri tekan pada regio kuadran kanan
kanan atas. atas.

Pada kebanyakan kasus, terdapat ikterus. Terdapat ikterus.

Pada pemeriksaan fisik hepar, biasanya Pembesaran organ hepar.


disertai dengan pembesaran organ hepar.
Adanya ascites ataupun edema
Dapat juga ditemui adanya ascites ataupun
Caput medusa (-)
edema karena gangguan albumin

Terkadang dijumpai caput medusa akibat


hipertensi portal.

3.3 Laboratorium

Dari hasil pemeriksaan laboratorium hingga tanggal 25 Mei 2019, didapatkan adanya
hiponatremia dan peningkatan enzim hepar serta penurunan kadar protein.

15
Kriteria Hepatotoksisitas menurut Common Toxicity Criteria

Grade 0 1 2 3 4

Alkali Fosfatase DBN >BAN- >2,5-5 x 5-20 x  20 x BAN


2,5 x BAN BAN
BAN

Bilirubin DBN 1-1,5 x >1,5-3 x >3 – 10 x >10 x BAN


BAN BAN BAN

Bilirubin Normal ≥2-<3 ≥3-6 ≥6-15 ≥15 mg/ 100 ml


berkaitan dengan mg/100 mg/100 ml mg/100 ml
graft-versus-host ml
disease (GVHD)
untuk studi
transplantasi.
Sumsum tulang,
jika disebutkan
khusus dalam
protokol

GGT DBN >BAN- >2,5-5 x 5-20  20 x BAN


2,5 x BAN BAN
BAN

Hepatomegali Tidak ada - - Ada -

Hipoalbuminemia DBN <DBN- 3, ≥2-3,0 < 2 g/dL -


0 g / dL g/dL

Disfungsi / gagal Normal - - asterixis Ensefalopati/koma


hati (klinis)

Aliran vena porta Normal - Menurun Retrogard -

16
SGOT (AST) DBN >BAN- >2,5-5 x 5-21  20 x BAN
2,5 x BAN BAN
BAN

SGPT (ALT) DBN >BAN- >2,5-5 x 5-22  20 x BAN


2,5 x BAN BAN
BAN

Masalah lain Tidak ada Ringan Sedang Berat Mengancam


nyawa

17
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1.1 Definisi Ikterus

Ikterus adalah pigmentasi warna kuning di kulit, sclera dan membrane mukosa
akibat akumulasi bilirubin didalam jaringan.Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, tergantung pada bagian mana dari mekanisme fiologis mempengaruhi
patologi. Klasifikasi ikterus 1:

1. Pra hepatik : patologi yang terjadi sebelum hepar


2. Hepatik : patologi yang terjadi didalam hepar
3. Post- hepatic : patologgi yang terletak setelah konjungasi bilirubin dalam hati.

Penyebab yang berpotensi menimbulkan kerusakan hati akut yang berkaitan dengan
obat (acute drug induce liver injury) juga dapat menimbulkan manifestasi klinis ikterus.
Hepatitis imbas obat atau yang sering dikenal dengan drug induce liver injury (DILI)
merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat
atau hepatic drug reaction ketika mengkonsumsi obat tertentu.4

4.1.2 Insidensi Hepatotoksik akibat Obat

Insiden hepatotoksik akibat obat secara umum sebesar 1:10.000 sampai


1:100.000.3 Meskipun begitu insiden hepatotoksik akibat obat sebenarnya sulit untuk
diketahui. Gambaran klinis hepatitis imbas obat sulit dibedakan secara klinik dengan
penyakit hepatitis atau kholestatis dengan etiologi lain. Untuk itu pentingnya anamesis
tentang riwayat penggunaan obat atau subtansi yang bersifat hepatotoksik, onset
umumnya capat, malaise, dan ikterus. Gagal hati akut dapat terjadi bila penggunaan
obat yang bersifat hepatotoksisk masih dilanjutkan.2 Lima jenis obat yang dapat
menyebabkan hepatotoksik atau hepatitis imbas obat yang diteliti secara studi
prospektif antara lain 5 :

18
Tabel 1. Jenis obat hepatotoksik

4.1.3 Mekanisme hepatotoksisitas

Mekanisme jejas hati impas obat yang mempengaruhi protein-protein transport


pada membrane kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas
asam empedu dimana terjadi penumpukan asam-asam empedu didalm hati karena
gangguan transporter pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fas sitoplasmik ke
membrane plasma, dimana reseptor – reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri
dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Disamping itu banyak reaksi hepatseluler
yang melibatkan system sitokrom p-450 yang mengandung heme yang menghasilkan
reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim2.

Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada protein
beta oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Mayoritas reaksi obat idiosikantrik
melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobus hepatik dan drajat nekrosis dan apoptosis
bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau
minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat
penyebab dihentikan pemakaiannya.2

19
Tabel 2. Faktor resiko hepatitis imbas obat 6

4.1.4 Diagnosa hepatotoksik imbas obat

Berdasarkan International Consensus Criteria, maka diagnosa hepatotoksisitas


imbas obat berdasarkan 2:

1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset raksi nyata
adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau compatible (kurang dari
lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15
hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30
hari oenghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksik obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah “sangat sugestif” (penurunan
enzim hati paling tidak 50% dari kadar diaatass normal dalam 8 hari) atau
sugestif ( penurunan enzim hari paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi
hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kholestatik) dari reaksi obat.
3. Alternative sebab lain dari reaksi telah diekslusikan dengan pemeriksaan teliti,
termasuk biopsy hati pada setiap kasus.
4. Dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat.

20
Tabel 3. Alur diagnosa hepatitis imbas obat 6

4.2.1 Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis


Obat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
ethambutol merupakan obat yang berisifat hepatotoksik. Faktor faktor resiko
hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi
buruk, konsumsi tinggi alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, carrier hepatitis B,
prevalensi hepatitis B yang meningkat dinegara sedang berkembang,hipoalbumin, dan
tuberkulosis lanjut, dan pemakaian obat yang tidak sesuai aturan serta status
asetilatornya.2
Faktor resiko hepatotoksik pada pasien TB dipengaruhhi oleh faktor klinis dan
faktor genetik. Pada pasien TB dengan hepatitis C atau HIV mempunyai faktor resiko
hepatotoksiksitas terhadap terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat.
Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HBsAg positif dan HBeAg negative yang

21
inakif dapat diberikan obat standar jangka pendek isoniazid,rifampisin, dan etambutol
dan/ atau pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati yang dilakukan paling
tidak setiap bulan.2
Pada pemberian isoniazid kekerapan kejadian gangguan fungsi hati (hepatitis)
berkisar 0,2-5%. Insiden ini akan meningkat bila isoniazid diberikan bersamaan dengan
rifampisin. Sedangkan efek toksik pada hati akibat pemberian pirazinamid terjadi
sebannyak 15% bila dosis diberikan sebanyak 40-50 mg/kgBB/hari. Di Indonesia data
tentang hepatotoksik akibat OAT masih sedikit.2

4.2.2 Patogenesis Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis


Penyakit tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara secara langsusng dari
penderita TB ke orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui
hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi).penularan TB paru
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara, partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selam 1-2 jam, tergantung
pada tidak adanya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Kebanyakan pertikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. 2
Bila kuman bersarang dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis primer
atau sarang (fokus) Ghon. Pada orang yang berhasil mengatasi infeksi primer dan tidak
sakit, ternyata tidak semua basil tuberkulosis hilang dari tubuh dan tidak dapat dibunuh.
Basil tuberkulosis ini dapat berada dalam tubuh dalam waktu yang lama bahkan sampai
puluhan tahun dalam keadaan dorman. Individu yang pernah mengalami infeksi primer
biasanya mempunyai mekanisme kekebalan tubuh terhadap basil TB. Jika orang sehat
yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya tahan tubuh ada
kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya berada dalam keadaan
dorman. Gejala TB pasca primer berbeda dengan gejala penyakit TB yang disebabkan
oleh infeksi primer. 7,9

22
4.2.3 Gejala klinis Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis

Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam – macam atau malah banyak
pasien yang ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang tebanyak antaranya 7 :
a. Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi terkadang
panas badan dapat mencapai 40-41̊c . Serangan pertama demam dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanta iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru timbul) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditentukan pada penyakit yang lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.
e. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meringan,nyeri otot,
keringat malam dan lainnya. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

4.2.4 Diagnosa Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis


Diagnosa tuberkulosis ditegakkan dengan pemriksaan bakteriologis, pemeriksaan
yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.
Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negative, maka penegakan diagnosa
TB dilakukukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (

23
foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Untuk
kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
terduga pasien TB diperiksa uji dahak SPS (sewaktu-pagi sewaktu), dan ditetapkan
sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak positif
SPS hasilnya BTA positif.9

24
Prinsip pengobatan TB :

Obat anti tuberkulosis (OAT) adalah komponen dalam pengobatan TB. Pengobatan
TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut
dari kuman TB.

Tahap pengobatan Tuberkulosis 9 :

1. Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari, panduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektid menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisirkan pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan
selama 2 bulan.
2. Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
presister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Penduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian Tuberkulosis


di Indonesia adalah 9 :

1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3


2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S /(HRZE)/ 5(HR) 3E3
3. Kategori anak : 2 (HRZ)/ 4 (HR) atau 2HRZA(S)/4-10R
4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin, levodfloksasin,
etionamide, sikroserin, moksifloksasin, dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu
pirazinamid dan etambutol.

25
Isoniazid 10
Isoniazid atau yang sering disingkat INH. Isoniazid secara in vitro bersifat
tuberkulostatik dan tuberkulosit dengan kadar hambat minimum (KHM) sekitar 0,025-
0,05 µg/mL. isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parentral. Kadar
puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Isoniazid mudah berdifusi
ke dalam sel dan cairran tubuh. Kadar obat ini pada mulanya tinggi dalam plasma dan
otot daripada dalam jaringan yang terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama
dijaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih dari cukup sebagai bakteriostatik.
Antara 75-95% isoniazid diekskresikan melalui urin dalam bentuk metabolit. Isoniazid
dapat menimbulakan ikterus dan kerusakan hati yang fatal. Penggunaan obat ini pada
pasien yang menunjukkan adanya kelainan fungsi hati akan menyebabkan bertambah
parahnya kerusakan hati. Mekanisme toksisitas isoniazid tidak diketahui. Umur
merupakan faktor penting untuk memperhitungkan resiko efek toksik isoniazid pada
hati. Pasien yang mendapatkan isoniazid hendaknya selalu diamati dan dinilai

26
kemungkinan adanya gejala hepatitis. Hepatitis karena pemberian isoniazid terjadi
antara 4-8 minggu setelah pengobatan dimulai. Pemberian isoniazid pada pasien
dengan riwayat penyakit hati harus dilakukan dengan hati-hati. Efek sampng lain yang
terjadi ialah mulut terasa kering, serta rasa tertekan didaerah ulu hati, tinitus dan retensi
urin.
Rifampisin 9
Rifampisin adaalah derivate semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrositik yang disebut rimfampisin. Pemberian rifampisin
peroral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Rifampisin
menyebabkan induksi metabolisme , sehingga walaupun bioavaibilitasnya tinggi,
eliminasinya meningkat pada pemberian berulang. Masa paaruh eliminasi rifampisin
1,5 – 5 jam dan akan memanjang bila ada kelainan hepar. Rifampisin jarang
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Efek yang paling sering adalah demam, mual
dan muntah. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada
pasien usia lanjut, penyakit hati kronik dan pengguna alkohol insiden ikterus
meningkat. Gangguan salarun cerna , berupa rasa tidak nyaman dilambung, mual,
muntah dan diare terkadang memerlukan terapi pengganti.
Pirazinamid 9
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yag telah dibuat sintetiknya. Mekanisme
kerja obat ini masih belum diketahui. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar
luas diseluruh tubuh.masa paruh eleminasi obat ini 10-16 jam. Efek samping paling
umum dan serius adalah kelainan hati. Bila pirazinamid diberikan dengan dosis 3g/hari,
gejala penyakit hati muncul sekitar 15% dengan ikterus 2-3% pasien dan kematian
pasien akibat nekrosis hati terjadi pada beberapa kasus. Gejala pertama adalah
peningkatan SGOT dan SGPT. Jika jelas timbul kerusakan hati, maka penggunaan
pirazinamid harus segera dihentikan. Pirazinamid tidak boleh diberikan pada pasien
dengan kelainan hati. Efek samping lain adalah atralgia, anoreksia, mual dan muntah,
juga disuria, malaise dan demam.

Etambutol 9
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna. Kadar
puncak plasma dicapai 2-4 jam setelah pemberian. Etambutol jarang menimbulakan
efek samping. Dosis harian sebesar 15mg/kgBB/ hari menimbulkan efek toksik yang
minimal. Efek samping yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya
27
bilateral yang merupakan neuritis retrobulbular yaitu berupa turunya tajam penglihatan.
Efek samping lain pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise , dan sakit
kepala.

28
BAB V

KESIMPULAN

Hepatotoksik akibat obat dapat disebabkan oleh berbagai macam obat, seperti
pemakaian OAT, pemakaian obat kemoterapi, NSAID, atau obat antiretroviral. Dalam kasus
ini, yang bertindak sebagai penyebab hepatotoksik adalah OAT. Dari anamnesis didapatkan
adanya tanda-tanda gangguan fungsi hati dan riwayat pemakaian OAT. Dari pemeriksaan fisik
juga ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi hati seperti nyeri tekan perut kanan atas,
pembesaran hati dan adanya ikterus. Begitupun dengan hasil laboratorium, didapatkan adanya
peningkatan enzim hati yang mengindikasikan adanya gangguan pada hati

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi Idrus, Salim Simon,Hidayat Rudi, et al. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Panduan Praktik Klinis Edisi II. Jakarta: Internal Publishing,2015:h.227-231
2. Bayupurnama Putut. Hepatoksisitas Imbas Obat. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009:
h. 708-713.
3. Wahyudi Dwi Andri, Soedarsono. Farmakogenomik hepatotoksisitas obat anti
tuberkulosisi. Depertement pulmologi dan ilmu kedokteran respirasi Universitas
Airlangga. Vol.1.No.3.2015.
4. Einar S. Björnsson. Hepatotoxicity by Drugs: The Most Common Implicated Agents.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology and Hepatology, The
National University Hospital of Iceland and The Faculty of Medicine. Int. J. Mol. Sci.
17, 224.2016.
5. Naga P Chalasani MD, et al. ACG Clinical Guidline The Diagnosis and Management
Of Idiopatic Drug Induce Liver Injury. American Chollage Of Gastroenterology. 2014.
6. Ou,Pengcheng. At al. Causes, clinical features and outcomes of drug-induced liver
injury in hospitalized patients in a Chinese tertiary care hospital. University Changsha
Hunan China.2015.
7. Amin Zulkifli,Bahar Asril. Tuberkulosis Paru: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009: h. 2230-
2239.
8. Pedoman Penyembuhan tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Penyembuhan Penyakit. 2014. Diakses dari www.tbindonesis.or.id
9. Yati H, setiabudy R. Tuberkulostatik dan Leprostatik: Gunawan G, Setiabudy R, et al.
Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta : FKUI.2012. h.613-619.

30

Anda mungkin juga menyukai