Pencapaian taraf kesehatan yang baik merupakan cita – cita dari setiap
negara. Dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Konstitusi WHO, serta UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, ditetapkan
bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang merupakan hak fundamental setiap
warga. Hal ini dikarenakan, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan utama bagi
setiap manusia. Dengan demikian, pihak pemerintah diharuskan untuk mewujudkan
pencapaian pembangunan kesehatan demi memenuhi hak dari masyarakat (Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat,2009:32).
1
Untuk itulah dibutuhkan suatu sistem yang mampu mencegah peningkatan
jumlah suspect penyakit tidak menular, dan juga diharapkan dapat menurunkan
jumlahya. Demi mencegah peningkatan suspect penyakit tidak menular, dibutuhkan
penurunan dari faktor risiko dari penyakit tidak menular. Adapun faktor risiko dari
penyakit – penyakit tidak menular antara lain adalah aktivitas fisik yang tak sesuai
dengan kondisi tubuh, diet (pola makan) yang tidak sehat dan tidak seimbang,
merokok, pengosumsian alkohol, obesitas, hiperglikemia, hipertensi,
hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera,
misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar (Samsudrajat,2011).
Dari beberapa faktor risiko tersebut, yang menjadi salah satu faktor risiko
terbesar adalah adanya diet (pola makan) yang tidak sehat dan adanya kondisi gizi
yang tidak seimbang di masyarakat. Hal ini tentunya membutuhkan suatu
penanganan yang lebih intens. Dibutuhkan suatu metode untuk menggalakkan dan
mencapai tujuan penerapan gizi seimbang di masyarakat Indonesia. Penyebab
adanya kondisi gizi tak seimbang dan pola makan yang tak sehat sebagian besar
diakibatkan oleh masyarakat yang bingung dan tidak tahu cara mengatur pola
makan. Selain itu, kondisi ekonomi turut menyertai sehingga menyebabkan
kekurangan finansial untuk membeli bahan pangan utama. Hal itu dibuktikan dalam
hasil riset WHO yang mencatat bahwa jumlah kematian akibat penyakit tidak
menular di negara yang berekonomi sedang dan rendah adalah 80 % dari seluruh
jumlah kasus (Handajani, 2009).
Salah satu cara penerapan gizi seimbang adalah dengan metode penyuluhan.
Penyuluhan dibutuhkan agar masyarakat dapat mengerti dan memahami tentang
gizi seimbang itu sendiri dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
Dengan adanya penyuluhan tersebut, masyarakat dapat mempersiapkan pola makan
dan susunan bahan makanan yang sesuai dengan aturan gizi seimbang, sehingga
penerapan gizi seimbang dapat terlaksana. Jika gizi seimbang dapat tercapai, maka
faktor risiko penyakit tidak menular dapat diperkecil sehingga dapat menurunkan
jumlah suspect penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, dan sebagainya.
2
lebih besar dalam hal akomodasi, transportasi, dan biaya operasional penyuluhan
itu sendiri. Dengan demikian, penyuluhan konvensional membutuhkan sokongan
metode penyuluhan lain sebagai alternatif. Salah satu yang dapat digunakan adalah
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi tersebut
antara lain adalah handphone dan smartphone. Kedua alat ini adalah alat yang
cukup terkenal di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat cukup memiliki
kecakapan dalam penggunaannya.
Metode penggunaan SMS ini telah dilakukan oleh Sri Herlina dkk. Dalam
media promosi bagi kesehatan ibu hamil di daerah terpencil, dan memberikan hasil
yang cukup baik dikarenakan dapat meningkatkan pengetahuan dari subjek
penerima. Selain itu, partisipasi subjek yang memahami isi dari promosi merupakan
kunci sukses tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh Alisjahbana (2011) dalam
Herlina (2013) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau faktor kognitif
3
merupakan faktor penting dalam terbentuknya perilaku. Hal ini tentu dapat
diaplikasikan dalam program asistensi gizi seimbang ini dengan mengadopsi
prinsip – prinsip yang bersesuaian.
4
bahan makanan alternatif yang memiliki kadar gizi sesuai dengan kebutuhan nutrisi
pengguna.
Dalam aplikasi asistensi ini, pengguna juga akan diingatkan oleh alarm
ataupun pengingat yang mewajibkan penggunanya untuk melaporkan kondisi gizi
dan kegiatan selama rentang waktu tertentu, sehingga pengguna tetap akan
teringatkan dan terkontrol oleh dirinya sendiri namun disertai advice oleh aplikasi
asistensi ini. Ketika pengguna mengisikan kondisi terakhirnya pada rentang waktu
5
tertentu, maka aplikasi akan menhitung ulang dan menginterpretasi ulang data yang
telah ada, dan merubah data kebutuhan nutrisi apabila perlu untuk dirubah.
Dengan demikian, adanya inovasi aplikasi asistensi ini akan menjadi salah
satu usaha yang cukup menjanjikan dalam program penerapan gizi seimbang di
Indonesia. Dalam penerapannya, tentu akan cukup banyak kendala yang dihadapi,
seperti tak semua masyarakat memiliki smartphone, frekuensi kemalasan personal,
dan kegiatan – kegiatan yang mendadak sehingga dapat mengurangi akurasi dari
aplikasi asistensi ini.
6
REFERENSI
Alisjahbana,2011, Laporan pencapaian tujuan pembangunan Milenium di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bapan
Perencana Pembangunan Nasional.
7
DATA PRIBADI
Ngoresan
Jebres
Surakarta