Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok


Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Kimia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.s.

Disusun oleh :
1. Intan Cahyaningrum (4301416018)
2. Deska Aisyia Hanifa (4301416058)
3. Iqnatu Nazila Amique (4301416088)
4. Nurul Aisyara (4301416089)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Makalah .................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


2.1 Pengertian Kepemimpinan .................................................................. 3
2.2 Pengertian Pemimpin........................................................................... 3
2.3 Gaya Kepemimpinan ........................................................................... 4
2.4 Status dan Peran Kepala Sekolah ........................................................ 5
2.5 Tugas Kepala Sekolah ......................................................................... 5
2.6 Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif ..................................... 8
2.7 Manajemen Berbasis Sekolah .............................................................. 8

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 12


3.1 Simpulan ............................................................................................. 12
3.2 Saran .................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penerangan
jalan bagi setiap kaum muslimin berupa Alquran dan Sunah Rasulullah SAW.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, yang telah mengajarkan suri tauladan yang baik, bagaimana
hidup beriringan dengan cahaya kebenaran. Semoga keselamatan tercurahkan pula
kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh kaum muslimin hingga
akhir zaman.
Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT, makalah tentang Manajemen
Satuan Pendidikan dapat terselesaikan dengan baik dan selesai pada waktunya.
Makalah ini dibuat disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
manajemen pendidikan kimia. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.

Semarang, 20 Maret 2019


Penyusun

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Satuan pendidikan atau yang biasa kita sebut sekolah adalah institusi atau
lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan
memberi pelajaran. Sedangkan menurut Sagala (2004), sekolah merupakan
kerja sama sejumlah orang yang menjalankan seperangkat fungsi mendasar
untuk melayani kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang
pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui kurikulum yang bertingkat untuk
mencapai tujuan instruksional dengan terikat akan norma dan budaya yang
mendukungnya sebagai suatu sistem nilai. Jadi, Sagala menjelaskan bahwa
sekolah bukan hanya tempat anak berkumpul dan mempelajari sejumlah
materi pengetahuan. Pasal 1 butir 10 UU No. 20 Tahun 2003, menyatakan
bahwa satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Berbagai kenyataan tidak optimalnya mutu sekolah dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya adalah manejemen pendidikan. Kenyataan
menunjukkan bahwa manajemen pendidikan yang selama ini bersifat
sentralistik telah menempatkan sekolah pada posisi marginal, kurang berdaya,
kurang mandiri, dan bahkan terpasung kreativitasnya. Untuk itu, Depdiknas
terdorong untuk melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan dari
manajemen pendidikan mutu.
Dengan Pemberlakuan otonomi daerah di kota dan kabupaten, maka
pemerintah memberikan otonomi pendidikan ke sekolah dengan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah, melalui undang-undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 butir 1 yaitu: Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/ madrasah. Model School Based
Management atau Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia muncul akibat

1
perubahan politik dan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial
politik yang berdampak pada perubahan dalam manajemen pendidikan. SBM
bertujuan memberdayakan sekolah dengan memberikan kewenangan
(deligation of authority) kepada sekolah untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan kualitas secara berkelanjutan (quality continous improvement).
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu
pemimpin pendidikan karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang
profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber
organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini
pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena
sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang
ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi
yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan
baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah?
2. Bagaimana pemimpin dalam peningkatan kerja?
3. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah?
4. Bagaimana status dan peran kepala sekolah?
5. Bagaimana kepemimpinan yang efektif
6. Bagaimana manajemen berbasis sekolah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui kepemimpinan kepala sekolah
2. Mengetahui pemimpin dalam peningkatan kerja
3. Mengetahui gaya kepemimpinan kepala sekolah
4. Mengetahui status dan peran kepala sekolah
5. Mengetahui kepemimpinan yang efektif
6. Mengetahui manajemen berbasis sekolah

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kepemimpinan


Kepemimpinan secara harfian berasal dari kata pimpin. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja
dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak
akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-
pemimpinannya.
Menurut Wahjosumidjo (2005) kepemimpinan di terjemahkan kedalam
istilah sifat- sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola- pola,
interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari satu jabatan
administratif, dan persuasif, dan persepsi dari lain- lain tentang legitimasi
pengaruh. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang
lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun
kelompok (Miftah Thoha, 2010).
Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang
bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi
mencapai tujuan perusahaan. Pemimpin pertama-tama harus seorang yang
mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri
para bawahannya. Secara sederhana pemimpin yang baik adalah seorang yang
membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi
memerlukan pemimpinnya itu.

2.2 Pengertian pemimpin

Pemimpin adalah seorang yang memiliki kemampuan mempengaruhi


orang lain untuk mengarahkan ataupun mengkoordinasi untuk mencapai tujuan
dalam suatu organisasi. Sebagaimana diungkapkan Kartini Kartono (2003)
bahwa :

3
“Pemimpin adalah seorang anggota kelompok yang paling berpengaruh
terhadap aktivitas kelompoknya dan yang memainkan peranan penting dalam
merumuskan ataupun mencapai tujuan-tujuan kelompok. Seorang pemimpin
merupakan penyalur bagi pikiran, tindakan dan kegiatan yang bersifat
mempengaruhi dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan. Hal ini berarti bahwa
pemimpin selalu meliputi sejumlah besar masalah kekuasaan”.
Kekuasaan seorang pemimpin bersumber dari kemampuannya untuk
mempengaruhi orang lain karena sifat-sifat dan sikapnya, luas pengetahuan dan
pengalamannya, pandai berkomunikasi dalam hubungan-hubungan
interpersonal. Pemimpin adalah seorang yang memiliki kecakapan khusus
sehingga mempunyai kekuasaan, kewibawaan dalam mengarahkan dan
membimbing bawahannya untuk mendapat pengakuan serta dukungan dari
bawahan kearah pencapaian tujuan tertentu. Jadi pemimpin adalah seorang
pribadi yang memiliki kelebihan dalam hal kemampuan untuk mempengaruhi
dan menggerakkan bawahannya.

2.3 Gaya kepemimpinan

Gaya Kepemipinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin daam


mempengaruhi para pengikutnya.
Pendekatan sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang mmbuat seseorang
berhasil dalam sebuah kepemimpinan. Syarat yang harus dimiliki pemimpin
yaitu:
1. Kekuatan fisik dan susunan syaraf
2. Penghayatan terhadap arah dan tujuan
3. Antusiasme
4. Keramahtamahan
5. Integritas
6. Keahlian teknis
7. Kemampuan mengambil keputusan
8. Intelejensi
9. Ketrampilan pemimpin
10. Kepercayaan

4
2.4 Status dan peran kepala sekolah
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029
Tahun 1996, Kepala Sekolah adalah guru yang memperoleh tambahan tugas
untuk memimpin penyelenggaraan pendidikan sekolah. Menurut ketentuan ini,
masa tugas kepala sekolah adalah 4 (empat) yang dapat diperpanjang satu kali
masa tugas. Bagi yang sudah menduduki masa jabatan dua kali masa tugas
berturut-turut dapat ditugaskan kembali apabila melewati tenggang waktu
minimal satu tahun masa tugas. Sedanngkan bagi mereka yang memiliki
prestasi yang sangat baik dapat ditugaskan di sekolah lain tanpa tenggang
waktu.
Kepala sekolah selain memimpin penyelenggaraan pendidikan di sekolah
juga berperan/berfungsi sebagai pendidik, manajer, administrator, supervisor,
pemi mpin, pembaharu dan pembangkit minat.

2.5 Tugas kepala sekolah


Menurut E. Mulyasa, kepala sekolah mempunyai 7 fungsi utama, yaitu:
1. Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru
merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan focus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu
saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya,
sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar
para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya
dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru
untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai

5
kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti:
MGMP/MGP tingkat sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan
di luar sekolah, seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti
berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk
tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari factor biaya.
Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan
kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi
para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat
mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi
guru.
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran,
secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang
dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses
pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan
metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran. Dari hasil supervise ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus
keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan
kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupaya kansolusi,
pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki
kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam
melaksanakan pembelajaran. Sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan
mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-
perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi
pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung
makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum
sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan
bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan
baik.

6
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat
menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap
peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita
mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan
kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa menyebutkan
kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian, dan
kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin sifat-sifat
sebagai berikut: (1) jujur; (2) percayadiri; (3) tanggungjawab; (4)
beranimengambilresikodankeputusan; (5) berjiwabesar; (6) emosi yang stabil,
dan (7) teladan.
6. Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala
sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang
harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap
kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah,
dan mengembangkan model model pembelajaran yang inofatif. Kepala
sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan
pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional,
objektif, pragmatis, keteladanan
7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat
untuk memberikan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
Pusat Sumber Belajar (PSB).

7
2.6 Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
Kepala sekolah merupakan motor pengerak, penentu kebijakan sekolah,
yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah dan pendidikan pada
umumya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS kepala sekolah dituntut
untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerjanya.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitanya dengan MBS adalah
segala upaya yang dilakukan dengan hasil yang dapat dicapai mewujudkan
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Kepala sekolah yang efektif
dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut.
1. Mampu memberdayakan guru untuk proses pembelajaran dengan baik,
lancar dan produktif
2. Mampu mengerjakan tugas tepat waktu
3. Mampu menjalin hubungan masyarakat untuk mewujudkan tujuan sekolah
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan
5. Bekerja dengan tim manajemen
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah sesuai yang telah di tetapkan

2.7 Manajemen berbasis sekolah


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) muncul dari istilah School Based
Management (SBM) yang muncul pada tahun 1970 di Amerika Serikat
sebagai langkah alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau
sekolah (Nurkolis, 2003). Reformasi ini dilakukan karena tidak adanya
kemajuan kinerja sekolah selama berpuluh-puluh tahun sehigga tidak
memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah berupa tuntutan dunia
kerja, politik, ekonomi, sosial, dan IPTEK. Akibat hal tersebut maka
munculah istilah MBS dimana MBS memiliki arti bahwa kewenangan yang
semula berada pada pemerintah pusat dialihkan ke tingkat satuan sekolah.
Menurut Wohlstetter dan Mohram (1996) dalam buku Nurkolis (2003)
menyatakan bahwa MBS merupakan sebuah pendekatan politis untuk
mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan
kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan
sekolahnya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian MBS lain yaitu dimana

8
MBS dimaknai sebagai bentuk otonomi sistem dan pengelolaan pendidikan
yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan bagi
seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya sekedar memindahkan tanggung
jawab dari pemerintah ke tangan masyarakat (Firdianti, 2018). Sumber lain
menyatakan bahwa MBS merupakan sebuah model manajemen dimana
sekolah diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri sesuai dengan kondisi
obyektif dalam sekolah dan sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah
mengenai pendidikan nasional dan desentralisasi (Sutomo, 2016). Hal ini
mengartikan bahwa tidak serta merta semua keputusan berada ditangan
sekolah, tetapi sekolah juga harus mengikuti petunjuk yang diberikan
pemerintah.
Adanya MBS bukan berarti semua kewenangan berada pada tangan
pemerintah diberikan seluruhnya kepada sekolah. Namun, sekolah juga tetap
harus mengikuti panduan yang diberikan pemerintah. Hal ini bertujuan agar
pelaksanaan manajemen antar satu sekolah dengan sekolah lain memiliki
kesetaraan. Keseteraan ini bukan diartikan juga bahwa tiap pelaksanaan
manajemen harus dilakukan sama antar sekolah, tetapi tetap mengikuti kondisi
lingkungan dengan pengarahan yang diberikan pemerintah. Hal ini akan
membentu untuk mempertahankan sistem pendidikan yang berjalan agar tetap
sama antar satu sekolah dengan satu sekolah lainnya.
Sistem MBS ini tentunya sangat diperlukan di Indonesia. Hal ini
didasarkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mencolok adalah kondisi
geografis Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dimana setiap
kepulauan dipisahkan oleh lautan. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan
kesenjangan yang menjadikan pendidikan antar satu daerah dengan daerah
lainnya. Sarana dan prasarana juga meruapakan salah satu faktor terjadinya
kesenjangan pendidikan antar daerah. Terkadang suatu sistem tidak dapat
digunakan oleh daerah lain karena kurangnya sarana prasarana yang
mendukung atau pun kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Berdasarkan uraian tersebut sistem MBS akan sangat membantu program
atau sistem pendidikan yang berlangsung di Indonesia. Sekolah diberikan
kewenangan untuk mengatur atau memanajemen sekolahnya sendiri dan

9
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah tersebut. Hal ini tentunya
akan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sebenarnya sistem atau
model MBS mulai diterapkan di Indonesia, tetapi pelaksanaannya belum
terlalu optimal.
Sistem MBS di Indonesia disebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) (Sutomo, 2016). Negara lain yang juga
menerapkan MBS juga memiliki istilah masing-masing untuk menyebutkan
istilah MBS. Negara lain yang menerapkan MBS adalah Hongkong dengan
sebutan School Management Initiative (SMI), Kanada dan Amerika Serikat
yang menyebutnya dengan sebutan School-site Decision Making (SSDM),
Inggris yang menyebutnya dengan istilah Grant Maintained School (GMS),
Australia, Perancis, Nikaragua, Slandia Baru, El Salvador, dan Madagaskar.
MBS dapat diimplementasikan secara bertahap. Salah satu tahapan yang
dapat digunakan adalah dengan membaginya menjadi tiga tahapan menurut
Sutomo (2016) dalam buku Manajemen Sekolah. Tahapan pertama merupakan
tahapan jangka pendek dimana dilaksanakan pada tahun pertama hingga tahun
ketiga. Kegiatan yang dapat dilakukan berupa kegiatan sosialisasi untuk
memberikan pemahaman mengenai pelaksanaan MBS. Sosialisasi ini
dilakukan kepada warga sekolah dan juga masyarakat sekitar sehingga pada
saat pelaksanan tidak mengalami hambatan. Tahap kedua merupakan tahap
jangka menengah. Tahap ini dilaksanakan pada tahun keempat sampai tahun
kelima. Kegiatan pada tahap ini adalah tahap pemahaman atau tahap
pemantapan. Tahap yang terakhir adalah jangka penjang yang dilaksanakan
pada tahun keenam dan seterusnya. Pada tahap ini sekolah mulai melakukan
perubahan –perubahan dasar mengenai manajemen keuangan, ketenagaan,
kurikulum, sarana prasarana, dan partisipasi masyarakat.
Tahapan implementasi MBS lain menurut Fattah (2000) pada buku
Manajemen Sekolah karangan Sutomo (2016) menyebutkan tiga tahapan
berbeda. Tahapan pertama adalah tahap sosialisasi. Tahap ini merupakan tahap
yang berisi kegiatan sosialisasi dimana kegiatan ini sangat penting terutama
untuk daerah yang sulit dijangkau media elektronik atau media cetak. Tahapan
selanjutnya atau tahapan kedua adalah tahap piloting. Tahap ini berisi tahapan

10
uji coba dengan persyaratan dasar aksepbilitas, akuntabilitas, reflikabilitas,
dan sustainabilitas. Tahapan terakhir atau tahap ketiga adalah desiminasi.
Tahapan ini merupakan tahap penyebarluasan. Model MBS yang telah teruji
dan dikatakan baik diimplementasikan ke sekolah-sekolah lain dengan
harapan dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan MBS di sekolahnya
masing-masing.

11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu
pemimpin pendidikan. Keprofesionalan kepala sekolah ini berhubungan
dengan pengembangan profesionalisme tenaga. Kepala sekolah memahami
kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya
berhenti pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah
dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud.
3.2 Saran
Perlu perbaikan dan tinjauan lanjut agar makalah ini dapat berkembang
menjadi lebih baik lagi, sehingga dapat menjadi informasi yang relevan bagi
setiap lapisan pelaku pendidikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Firdianti, Arinda. 2018. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam


Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Yogyakarta: CV. GRE Publishing.

Kartono, Kartini, 2003, Pemimpin dan Kepemimpinan (Apakah. Kepemimpinan


Abnormal Itu). Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model, dan Aplikasi.


Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sagala. 2004. Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru. Sebagai Upaya Menjamin
Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.

Sutomo, Titi Prihatin dan Rafika Bayu Kusumandari. 2016. Manajemen Sekolah.
Semarang: Unnes.

Thoha, Miftah, 2010. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers.

Wahjosumidjo. 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Garfindo


Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai