Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis
(Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis ani.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih
dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan
perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali dihubungkan dengan
konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri
hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan
untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan
IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

B. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi, sedangkan
sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat
diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal
kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi
trombosis, ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering
tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid
sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1. Mengejan pada waktu defekasi.
2. Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3. Pembesaran prostat.
4. Keturunan atau hereditas.
5. Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6. Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu lama
dan konstipasi).

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Tanda
1. Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun
berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam,
jumlahnya bervariasi.
2. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya
timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
3. Gejala
a. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi spontan.
c. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
d. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolap menetap.
e. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan mucus.

D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir dengan
lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena
hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu
maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal
di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces
berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena
sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal.
Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran
darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna
terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini
biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi
bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi jarang terjadi saat wasir. Komplikasi tersebut biasanya mencakup :
Anemia: Kehilangan darah kronis dari wasir dapat menyebabkan anemia, di mana seseorang
tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke sel-sel darah,
sehingga kelelahan dan kelemahan seringkali melanda.
Strangulata wasir: Jika suplai darah ke wasir internal terputus, wasir mungkin "tercekik" dan
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat dan menyebabkan kematian jaringan (gangren).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.
2. Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada
atau tidaknya hemoroid. Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita
dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid
interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata
3. Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.
4. Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai
karsinoma.
5. Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi thrombus.
Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan caramenyuruh pasien
mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
6. Rectal Toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, hemoroid ini dapat
teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir
akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma recti.
Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps.
Anaskopi dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan akan terlihat sebagai struktur
vaskuler yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka
ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya
benjolan, derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor
ganas harus diperhatikan

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
a. Pengelolaan dan modifikasi diet
Diet berserat dan rendah sisa, buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan.
Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa
tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses
menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi
besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan
mengejan secara berlebihan.
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-
obatan yang sering digunakan adalah:
 Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi kebiasaan
mengejan, misalnya Docusate Sodium.
 Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5%
(Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-
obatan topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematik.
 Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianalyang timbul
akibat iritasi karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus, misalnya
Hamamelis water (Witch Hazel)
 Analgesik, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin dan Feverall)
yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki hiperensitifitas
terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan
bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.
 Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid
masih diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat
terbaru di pasaran adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah
dikonsumsi beberapa bulan. Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut
akan kambuh lagi.
2. Terapi Tindakan Non Operatif Elektif
a. Skleroterapi
Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati
sehingga terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang menggelembung akan
berkontraksi / mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada jaringan
ikat longgar di atas hemoroid interna agar terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis.
Untuk menghindari nyeri yang hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus juction (1-2
ml bahan diinjeksikan ke kuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan
bantuan anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi hipersensitifitas
terhadap bahan yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat merupakan terapi baik untuk
derajat 1 dan 4.
b. Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation)
Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada tahun 1963 dan biasa dilakukan untuk
hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps. Tonjolan ditarik dan pangkalnya
(mukosa pleksus hemoroidalis) diikat denga cincin karet. Akibatnya timbul iskemik
yang menjadi nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada bekasnya akan mengalami fibrosis
dalam beberapa hari. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid
sedangkan ligasi selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu dua sampai empat minggu.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada ligasi
mucocutaneus junction yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip
lepas atau nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.
c. Bedah Beku (Cryosurgery)
Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga terjadi nekrosis dan
akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang akan dibekukan (dibuat
nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma recti inoperabel.
d. IRC (Infra Red Cauter)
Tonjolan hemoroid dicauter / dilelehkan dengan infra merah. Sehingga terjadilah
nekrosis dan akhirnya fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.
3. Terapi Operatif
Pada operasi wasir yang membengkak ini dipotong dan dijahit biasanya dalam anaestesie
spinal (pembiusan hanya sebatas pusar kebawah) sehingga pasien tidak merasa sakit, tapi
tetap sadar. Ada dua metode operasi : yang pertama setelah hemoroid dipotong, tepi sayatan
dijahit kembali. Pada metode yang kedua dengan alat stapler hemoroid dipotong dan dijahit
sekaligus. Keuntungan dari metode kedua ini adalah rasa sakit yang jauh berkurang dari
pada metode pertama meskipun pada operasi wasir dengan metode pertama pun rasa sakit
sudah berkurang dibandingkan cara operasi 10-20 tahun yang lalu

H. PENCEGAHAN
1. Berendamlah tiga kali sehari selama 10-15 menit dalam air hangat. Berendam
membantu mengatasi nyeri dan membersihkan area sekitar hemoroid
2. Minum banyak air putih minimal 8 gelas per hari
3. Perbanyak makanan yang mengandung tinggi serat
4. Olahraga secara teratur dan biasakan berjalan kaki
5. Hindari mengejan dan menggosok area sekitar hemoroid karena dapat
mengakibatkan iritasi dan membuat hemoroid bertambah parah
6. Mempertahankan tinja tetap lunak sehingga mudah keluar
7. Menghindari bantalan duduk yang keras, setiap beberapa saat bangun dari duduk,
berjalan jalan sejenak.
8. BAB dengan kloset duduk
9. Turunkan berat badan hingga berat badan ideal dan olahrga secara teratur.
I. PENYIMPANGAN KDM / PATHWAY
Faktor kongenital
Sering mengejan, berjalan
Tumor, obesitas, tidak ada berdiri, dudu lama, prostat
katub di sistem portal, membesar, saluran kencing Dinding pembuluh darah
penyakit hati kronik, sempit, batuklama
yang lemah
hipertensi portal, diare,
konstipasi, kongesti pelvis

Kongesti vena
hemoroidalias

Menyumbat Gangguan aliran


pembuluh darah balik

Pembengkakan
Merangsang vena hemoroidalis MK : Konstipasi
ujung saraf kulit

Hemoroid
MK : Nyeri

Suplai cairan dan Prolaps saat Ruptur pembuluh


elektrolit menurun defekasi darah
Tindakan operasi

Penurunan Mucus dan feses Perdarahan Suplai O2


peristaltik Kerusakan keluar menurun
jaringan kulit anal

Inkontinensia anal MK : Defisit


Feses keras Metabolisme
Porte de entre volume cairan
menurun
Kelembaban
Konstipasi Hb : 2500g/dL
MK : Resiko tinggi meningkat
infeksi Anemia Energy
menurun
MK :Gangguan pola Pruritus
Proses
eliminasi transfusi Kelemahan
MK : Gangguan
integritas kulit Reaksi
imunologis MK : Intoleransi
aktivitas

MK : Gangguan
pola tidur
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita hemoroid pre dan
post hemoroidektomi menurut Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
1. Demografi
Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk yang
berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid.
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan yang
salah bias mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid,
kehamilan.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan, hipertensi portal,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering mengedan saat
BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif, kurang olahraga atau imobilisasi, kebiasaan
bekerja contoh : angkat berat, duduk atau berdiri terlalu lama.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membrane mukosa kering,
kadar hemoglobin turun
c. Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan saat BAB.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan beraktivitas karena
nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.
e. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi).
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post hemoroidektomi
yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri, sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi dan adanya pus.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam bekerja.
h. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
i. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri, ansietas,
peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma jaringan, masalah tentang pekerjaan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keluhan umum : malaise, lemah, tampak pucat
b. Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.
c. Pengukuran antropometri : berat badan menurun.
d. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi, hipotensi.
e. Abdomen : nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
f. Kulit : Turgor kulit menurun, pucat.
g. Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan
pada anus, nyeri pada anus, perdarahan
5. Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid yaitu :
a. Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian
yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila
penderita diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak
dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak
nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
b. Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol ke luar.
Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid
intern terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
c. Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ( NIC NOC NANDA )
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rectal/anal
sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan rasa nyaman
4. Resiko syok hipovolemik
5. Resiko infeksi
6. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama
eliminasi
7. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
8. Gangguan Pola Tidur

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d iritas
Tujuan dan Kriteria Hasil
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil
 Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri ,mencari bantuan )
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
 Mampu mengenali nyeri ( skala,intensitas,frekuensi dan tanda nyeri )
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
 Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
 Berikan posisi yang nyaman sesuain keinginan pasien
 Observasi tanda-tanda vital
 Berikan bantal/alas pantat
 Anjurkan tidak mengejanyang berlebihan saat defekasi.
 Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

2. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil
 Bowel elimination
 Hydration
Kriteria hasil
 Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
 Bebas dari ketidaknyamanan dan kostipasi.
 Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi.
 Feses lunak dan berbentuk.
Intervensi
 Kaji pola eliminasi dan konsistensi feces.
 Berikan minum air putih 2-3 liter perhari (bila tidak ada kontraindikasi)
 Berikan banyak makan sayur dan buah.
 Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan buang air besar
 Anjurkan untuk melakukan latihan relaksasi sebelum defekasi.
 Anjurkan untuk olahraga ringan secara teratur.
 Kolaborasi untuk pemberian terapi laxantia dan analgetik.

3. Ansietas b.d rencana pembedahan


Tujuan dan Kriteria Hasil
 Anxiety self control
 Anxiety level
 Coping
Kriteria hasil
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
 Mengidentifikasi,mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas.
 Vital sign dalam batas normal
 Pustur tubuh,ekpresi wajah,bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
Intervensi
 Kaji tingkat kecemasan
 Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
 Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
 Dampingi dan dengarkan pasien
 Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk
memberikan dukungan
 Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
 Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
 Kolaborasi untuk terapi anti ansietas (bila perlu).
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan dan Kriteria Hasil
 Energy conservation
 Activity tolerance
 Self care : ADL
Kriteria hasil
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,nadi dan
RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari ADL secara mandiri.
 Tanda-tanda vital normal.
 Energy psikomotor.
 Level kelemahan.
 Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat.
 Sirkulasi status baik.
Intervensi
 Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang
tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
 Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.
 Monitor respon fisik,emosi,sosial dan spiritual.

5. Resiko infeksi b.d adanya luka di daerah anorektal.


Tujuan dan Kriteria Hasil
 Immune status
 Knowledge infection control
Kriterisa hasil
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
 Jumlah leukosit dalam batasan normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi
 cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
 Gunakan baju,sarung tangan sebagai pelinduung
 Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan geejala infeksi.
 Ajarkan cara menghadapi infeksi
(Nararif & Hardhi, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

 Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manejemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (Vol. 2). (S. Aklia, G. Faqihani, P. P. Lestari, R. W. Sari, Penyunt., J.
Mulyanto, Yudhistira, A. P. Tunggono, N. H. Setiyawan, R. Martanti, Natalia, et al., Penerj.)
Singapura: Elsevier.
 Dongoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
 Nararif, A. H., & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
 Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth (Vol. 2). (P. Endah, E. Monica, Penyunt., d. H. Kuncara, S. K. Ester, d. A. Hartono,
DAN, & S. K. Asih, Penerj.) Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai