Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI DAN REVITALISASI PANCASILA

DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN
KARAKTER BANGSA
Posted on 4 Januari 2014 by Desyandri

Oleh: Desyandri

A. Pendahuluan

Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia pada
saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari
dalam negeri. Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang berlangsung cepat serta untuk menghadapi perkembangan
Ilmu Pengetahuan Teknologi, dan Seni. Untuk menghadapi hal terserbut semua pihak dituntut
untuk mengantisipasinya, agar dapat menjadi warganegara yang Indonesia yang baik (good
citizen).

Peran Pancasila dalam kehidupan di Indonesia sangat dibutuhkan untuk saat ini karena
kehidupan di Indonesia saat ini sudah semakin memprihatinkan. Implementasi fungsi
Pancasila sebagai pandangan hidup, juga akan menentukan keberhasilan fungsi Pancasila
sebagai dasar Negara. Jika setiap warga negara telah melaksanakan Pancasila sebagai
pandangan hidup (mempunyai karakter/moral Pancasila), ketika yang bersangkutan diberi
amanah menjadi penyelenggara Negara tentu akan menjadi penyelenggara Negara yang baik,
paling tidak akan berusaha untuk menghindari tindakan-tindakan yang melanggar norma-
norma hukum maupun norma moral.

B. Perspektif Historis

Pembentukan Pancasila

Keberadaan Pancasila sebagai dasar filsafat negara dapat ditelusuri secara historis sejak
adanya sejawah awal masyarakat Indonesia. Keberadaan masyarakat ini dapat dilacak melalui
berbagai peninggalan sejarah yang berupa peradaban, agama, hidup ketatanegaraan,
kegotongroyongan, struktur sosial dari masyarakat.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam sidangnya tanggal


29 Mei (Moh. Yamin), 31 Mei (Prof. Supomo), dan tanggal 1 Juni 1945 (Ir. Soekarno) telah
dibahasa dasar-dasar negara Republik Indonesia. Dari ke-62 ketua dan anggota BPUPKI
akhirnya menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai
dasar Negara Republik Indonesia merupakan suatu Ideologi bangsa Indonesia sekaligus
menjadi pandangan hidup (Weltaschauung) dari bangsa Indonesia.

Mengapa Pancasila merupakan suatu Weltanschauung dari bangsa Indonesia Kalau suatu
ideologi suatu bangsa dirumuskan oleh seseorang, maka Weltanschauung merupakan
kesepakatan dari anggota masyarakat suatu bangsa. Ternyata nilai-nilai Pancasila telah digali
dari budaya dan sejarah bangsa Indonesia seperti yang terjadi dalam Kerajaan Kutai,
Sriwijaya, dan Majapahit abad 11-13.

Pancasila sebagai Ideologi

Pancasila sebagai ideologi artinya Pancasila merupakan dasar hukum di dalam


penyelenggaraan kehidupan bernegara. Pancasila merupakan dasar hukum dalam
penyelenggaraan NKRI. Sebagai dasar hukum, pancasila dijadikan norma-norma yang
mengatur kehidupan bersama rakyat indonesia dalam semua bidang kehidupan, baik
kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pendidikan dan kegiatan-kegiatan
bermasyarakat lainnya.

Pancasila sebagai Weltanschauung

Pancasila sebagai Weltanschauung berarti nilai-nilai pancasila merupakan etika kehidupan


bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut atau praksis kehidupan di dalam masyarakat
bangsa Indonesia diatur oleh nilai-nilai pencasila. Dengan kata lain setiap anggota
masyarakat Indonesia mewujudkan di dalam kehidupan sehati-harinya nilai-nlai pancasila
seperti di dalam kegiatan berketuhanan yang maha esa yang meminta toleransi serta
menghargai sesama yang berbeda keyakinan agamanya. Dia mempunyai rasa nasionalisme
yang kuta untuk menunjukkan bahwa dia adalah orang Indonesia yang menjunjung tinggi
kedaulatan bangsa Indonesia dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa yang lain.

Selanjutnya dia mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi dalam menghargai akan nilai-nilai
yang dimilikinya tetangganya sesamanya dan umat manusia di seluruh dunia. Demikian pula
dia mempunyai sikap yang demokratis yang tidak memutlakkan pendapatnya sendiri tetapi
mencari jalan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama dan akhirnya dia adalah seorang
yang mempunyai rasa keadilan sosial yang menghargai akan nilai-nilai hidup manusia yang
setara.

Nilai-nilai yang ada dalam adat-istiadat masyarakat sejak zaman Kutai sampai Majapahit
semakin mengkristal pada era sejarah perjuangan bangsa yang ditandai dengan perumusan
Pancasila sebagai dasar negara oleh para pendiri (founding fathers). Pancasila sebagai filsafat
hidup bangsa merupakan jati diri bangsa yang menunjukkan adanya ciri khas, sifat, karakter
bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.

Pada pokonya nilai-nilai pancasila berwujud integralistik artinya yang menyatukan seluruh
anggota masyarakat Indonesia sebagai bangsaa Indonesia yang beradab dan bertekad untuk
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia bahkan untuk manusia di seluruh dunia. Inilah
wujud abstrak dari manusia Pancasilais Indonesia. Wujud manusia Pancasilais manusia
Indonesia ini perlu dibangun dan sebagai suatu norma etika akan lebih mantap apabila
diwujudkan di dalam hubungan sosial antar manusia. Mewujudkan manusia Indonesia
Pancaslais inilah hanya dapat dilaksanakan di dalam suatu proses pendidikan. Proses
pendidikan tersebut terjadi bukan hanya secara formal (pendidikan formal di lembaga-
lembaga pendidikan) tetapi juga dalam lingkungan informal, seperti di dalam keluarga, serta
pendidikan informal lainnya yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sistem nilai adalah konsep atau gagasan secara menyeluruh mengenai apa yang hidup dalam
pikiran seorang atau sebagian masyarakat tentang apa yang dipandang baik, berharga, dan
penting dalam hidup. Sistem nilai tentu saja berfungsi sebagai pedoman pemberi arah dan
orientasi kepada kehidupan masyarakat tersebut.

Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yatu ketuhanan, kemanusiaan,


persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai ini merupakan suatu kesatuan utuh, tak
terpisahkan mengacu pada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke
dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

Perlu dicatat bahwa nilai-nilai Pancasila baik yang bersifat ideologis, maupun weltanscauum
sifatnya adalah integralistik dan piramidal. Integralistik artinya nilai-nilai dalam pancasila
terserbut merupakan suatu kesatuan dan sifatnya yang piramidal artinya nilai-nilai tersebut
disinari oleh nilai-nilai yang di atasnya. Nilai-nilai ketuhanan akan menyinari nilai-nilai
kebangsaan seterusnya nilai-nilai kebangsaan akan menyinari nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-
nilai kemanusiaan akan menyinari selanjutnya nilai-nilai demokrasi di dalam kehidupan
bermasyarakat dan akhirnya nilai-nilai demokrasi menyinari nilai-nilai keadilan sosial bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Perwujudan dari sistem etika yang demikian tentunya
memerlukan suatu proses pendidikan yang berkelanjutan. Sekali kita lihat di sini bagaimana
nilai-nilai pancasila tersebut mempunyai dasar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia dan
kemudian dihadapkan kepada kekuatan-kekuatan global yang mempengaruhi kehidupan
manusia di dunia ini.

Era Orde Baru

Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari
pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi
kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda
dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai
alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai
alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga Pancasila oleh
rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan
memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai
doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas
segala tindakan pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam
pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari
pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.

Era Reformasi

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat
terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter. Terlepas dari kelemahan masa
lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi
kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang
kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat
penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan
konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era
reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.

Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari
pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai
sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak
terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik
pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“. Jadi sulit untuk dielakkan jika sekarang
ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab
kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk
membicarakannya.

Guna mewujudkan identitas yang khas, masyarakat Indonesia hendaknya berupaya sungguh-
sungguh dalam mengarahkan akal pikiran dan kecenderungan dengan satu arah yang
dibangun di atas satu azas, yaitu Pancasila. “Azas tunggal” yang digunakan dalam
pembentukan identitas merupakan hal yang penting diperhatikan. Kelalaian dalam hal ini
akan menghasilkan identitas yang tidak jelas warnanya.

Mengembangkan identitas ini bisa dilakukan dengan cara membakar semangat masyarakat
untuk serius dan sungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan nilai-nilai Pancasila,
serta mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Dalam kehidupan di Indonesia Pancasila juga berperan dalam perkembangan ilmu


pengetahuan, dan teknologi. Apalagi untuk sekarang ini ilmu dan teknologi di Indonesia
sudah sangat maju. Kepemilikan iptek untuk memudahkan kehidupan manusia dan
mengangkat derajat manusia, oleh karena itu kepemilikan tersebut harus diiringi dengan cara
mengunakan yang tepat. Dalam kondisi ini maka diperlukan suatu platform yang mampu
dijadikan sebagai ruhnya bagi perkembangan iptek di Indonesia. Bangsa Indonesia, dalam
seluruh dimensi hidupnya, termasuk dibidang iptek, tergantung pada kuat tidaknya
memegang ruh bangsanya, yaitu Pancasila. Pancasila berperan memberikan beberapa prinsip
etis kepada ilmu, sebagai berikut:

1. Martabat manusia sebagai pribadi, sebagai subjek tidak boleh diperalat untuk
kepentingan iptek, riset.

2. Prinsip” tidak merugikan”, harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.

3. Iptek harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan dari kesulitan-kesulitan


hidupnya.

4. Harus dihindari adanya monopoli perkembangan iptek.

5. Diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara ilmuan dan agamawan, yaitu bahwa
iman memancar dalam ilmu sebagai usaha memahami ”sunnatullah”, dan ilmu
menerangi jalan yang telah ditunjukkan oleh iman.

Era Globalisasi
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena
terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek
kehidupan khususnya di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai
negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi
di dunia.

Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif, berbagai perubahan
yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa,baik itu di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan teknologi informasi, serta bidang-bidang lainnya.

Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari
globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari pada hal-hal positif yang
sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini
haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk
menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan
oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila
merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.

Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian
bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus
globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti
kehilangan jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di
atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan
tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka
kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.

Dalam arus globalisasi saat ini di mana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap
bangsa Indonesia, rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri.

Dahulu, sesuai dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu, islam,
serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa
kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa
pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam
bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak
berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan
berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.

Hal terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya
nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang terserap.
Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional
mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila
sebagai pandangan hidup dan dasar negara, serta sumber nilai bagi warga negara Indonesia.
Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai
atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya,
dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah
berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga
budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat.
Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa
yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem
demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham
liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di
depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong
royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.

Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan
semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan
diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas.

C. Implementasi Pancasila di Bidang Pendidikan

Tampaknya terjadi kekacauan di dalam tidak membedakannya antara Pancasila sebagai sitem
nilai-nilai kebersamaan bangsa Indonesia dengan praktik kehidupan di masa lalu yang telah
menyeleweng dari nilai-nilai etika Pancasila. Di dalam suasana keraguan akan nilai-nilai
luhur Pancasila yang dimiliki oleh bangsa Indonesia orang mencari nilai-nilai baru yang
diperlukan oleh bangsa Indonesia di dalam menghadapi masalah kehidupan masa depan
bangsa.

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah
berorientasi kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual. Moral tanpa
intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan berbahaya, karena seseorang
dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk kepentingannya sendiri dan merugikan orang
lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses secara sadar dan terencana untuk membelajarkan
peserta didik dan masyarakat dalam rangka membangun watak dan peradapan manusia yang
bermartabat. Ialah manusia – manusia yang beriman dan brtaqwa kepada Tuhan Yang Maha
kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan mengembangkan
kebersamaan dan keberagaman, membamgun kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan
nilai – nilai pancasila.

Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat sesuai
dengan tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses
pembelajaran yang berkualitas.

Pembentukan nilai-nilai positif sebagai warga dan sebagai warga negara yang baik dimulai di
lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluargalah anak-anak mulai mengenal nilai-nilai
yang positif yang dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Tentunya di dalam lingkungan
keluarga tidak diajarkan secara formal nilai-nilai Pancasila yang abstrak itu tetapi penjabaran
dari nilai-nilai Pancasila seperti toleransi terhadap perbedaan misalnya di dalam kepercayaan,
agama, suku, dan sebagainya sudah dapat dimulai dalam lingkungan keluarga. Bagaimanakah
proses ini dapat dilaksanakan mengingat tingkat pendidikan keluarga masih rendah?

Dikalangan siswa atau dibangku sekolahan, masih banyak anak sekolahan yang melanggar
aturan sekolah dan lingkungan sekitarnya seperti banyak siswa sekarang yang mabuk-
mabukan, kebut-kebutan di jalan, bolos, dan yang paling marak terjadi penyimpangan dari
aturan atau norma pada saat ini adalah tauran. Tauran dikalangan siswa sudah berada
ditingkat atas dimana tauran tersebut membuat aturan yang telah berlaku hanya sebagai
lukisan dinding yang dipajang. Tauran tersebut telah menjadi-jadi artinya tauran yang disertai
pembunuhan. Meskipun semua orang telah tahu akan hal itu khususnya siswa tetapi mereka
tetap saja tidak sadar akan norma yang mengatur, sebenarnya sebagai siswa harus wajib
menuntut ilmu, belajar dengan sungguh-sungguh, dan yang paling penting sebagai penerus
bangsa dan negara Republik Indonesia yaitu mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari bukan mengamalkan hal-hal yang menyimpang dari aturan.

Selain itu, meskipun sekolah telah menerapkan aturan yang tegas dan mengikat, tetapi tetap
saja penyimpangan itu terjadi. Hal seperti itu masih perlu ditingkatkan dari dalam diri siswa
itu sendiri bila perlu sekolah tersebut membuat aturan lain agar siswa tersebut bisa disiplin
dan tidak menyimpang dari aturan atau norma.

Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,dan bertindak amat
memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lainjustru menimbulkan semangat
primordialisme. Benturan antar suku, antarumat beragama, antar kelompok, dan antar daerah
terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara
untukmenyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Kondisi nyata
saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit,
munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang
Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar negara, azas, paham negara.

Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila
(sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan
dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku
bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu
bahasa persatuan, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika. Menurunnya rasa persatuan dan
kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik
dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang
masih terjadi di Lampung, Poso, dan Papua, serta beberapa daerah lain di Indonesia.

Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga
bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilangdari kehidupan
masyarakat Indonesia.

Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan
dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari
bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yagn lain,
bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa
Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat dalam masyarakat bangsa Indonesia antara
lain :

1. Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akan adanya zat
yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang
ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui
bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga),
lalu animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya
menjadi monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya
dalam bentuk peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara
ritual keagamaan.

2. Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia
dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya
watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal
martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta
seperti yang terjadi masyarakat feodal.

3. Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan
wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal
mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa
daerah, suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi
karena mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang
mengancam dari luar selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu
terdapat ketunggalan yang harus diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda
yaitu sebagai bangsaIndonesia.

4. Ciri khas yang merupakan kepribadian bangsa dari berbagai suku, bangsa Indonesia
adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam
mengatur tata kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya
hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka
sendiri, prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan
telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia,
nagori, banua, dsb.

5. Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang
dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini
sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam
masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama
masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau
membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik,
kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia,
karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan/kesejahteraan sosial.

D. PENUTUP
1. Simpulan

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa secara historis Pancasila dibentuk sebagai
dasar dan ideologi negara dan sekaligus dimaknai sebagai sumber-sumber nilai, baik dalam
bidang polotik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sumber-sumber lainnya.

Pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir semua bangsa
menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program Pembangunan Nasional.
Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk Pendidikan dan merupakan
kunci keberhasilan suatu Negara. Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan memberikan
peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, orang lain, masyarakat ataupun
negara.
Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan memiliki peranan
yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas
masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.

2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan dalam tulisan ini, dan mengingat begitu pentingnya
artinya Pancasila bagi individu, masyarakat, dan seluruh warga negara Indonesia dan juga
dalam pengelolaan pemerintahan, serta memperhatikan dan menyikapi permasalahan historis
dan implementasi Pancasila dalam bidang pendidikan, serta tantangan globalisasi dalam
perkembangan ilmu pengetahun, teknologi, dan seni, maka diperlukan upaya untuk
mengembalikan atau merevitalisasi Pancasila sebagai dasar, ideologi, dan sumber nilai-nilai
bagi bangsa Indonesia.

Selain itu diperlukan untuk memasukkan kembali Pancasila sebagai bahan/materi


pembelajaran pada system pendidikan nasional, dan mengaplikannya dalam pembelajaran di
sekolah, yang nantinya akan dapat berkontribusi dalam memperbaiki dan
menumbuhkembangkan karakter peserta didik yang akhirnya akan mengembalikan karakter
bangsa Indonesia yang bermartabat.

Daftar Pustaka

Ahmad Muchji, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila, Jakarta: Guna Dharma Press

Agus Wahyudi,Ideologi Pancasila: Doktrin Yang Komprehensif Atau Konsepsi


Politis?,Makalah, disampaikan dalam diskusi bulanan di Pusat Studi Pancasila (PSP), UGM,
Yogyakarta, 17 Desember 2004,hlm.3

H.A.R. Tilaar. 2012. Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045. Yogyakarta.
Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia Ke-7 pada tanggal 1
November 2012.

Jimmy Hasoloan, 2008, Pancasila, Cirebon: Swagati Press

Rukiyati. 2008. Pendidikan Pancasila; Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press

Sugeng Bayu Wahyono, Agama, Humanisme, dan Relevansi Pancasila, Jurnal Dialog
Kebijakan Publik, Edisi 2, Agstus 2011, hlm.7.

Suroso.Implementasi Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan Pancasila dalam Pemberdayaan


Orang Miskin. Jurnal Dialog Kebijakan Publik, Edisi 2, Agstus 2011,hlm.11

Anda mungkin juga menyukai