Lapkas Bell'spalsy
Lapkas Bell'spalsy
LAPORAN KASUS
BELL’S PALSY
Oleh:
Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
Pembimbing
LUBUK PAKAM
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Ilmu Neurologi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan
judul “BELL’S PALSY”
Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu
Neurologi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Anita Surya, M.Ked (Neu), Sp.S yang telah membimbing penulis dalam telaah
jurnal ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.3 Epidemiologi........................................................................................... 6
2.9 Komplikasi.............................................................................................. 20
LAMPIRAN .................................................................................................... 26
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
Para ahli menyebutkan bahwa pada bell’s palsy terjadi proses inflamasi
akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen
stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi unilateral. Namun demikian
dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit
ini berulang atau kambuh.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saraf facialis adalah saraf kranial ketujuh (CNVII) dan terdiri dari
komponen motorik, sensorik dan parasimpatik. Komponen motorik yang
mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi, komponen sensorik
kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima sensasi rasa dari 2/3 depan
lidah, dan komponen otonom yang merupakan cabang sekretomotor yang
mempersarafi glandula lakrimalis. Saraf facialis keluar dari otak di sudut
serebello-pontin memasuki meatus akustikus internus. Saraf selanjutnya berada di
dalam kanalis facialis memberikan cabang untuk ganglion pterygopalatina
sedangkan cabang kecilnya ke muskulus stapedius dan bergabung dengan korda
timpani. Pada bagian awal dari kanalis facialis, segmen labirin merupakan bagian
yang tersempit yang dilewati saraf facialis; foramen meatal pada segmen ini hanya
memiliki diameter sebesar 0,66 mm.3
Saraf facialis menerima akson dari bagian superior dari nukleus soliter dan
nukleus saliva superior yang membentuk komponen intermedius nervus (akson
indera dan parasimpatis) dan serat motor eferen dari nukleus wajah, yang
menerima input sinaptik dari korteks motor kontralateral untuk semua wajah
gerakan kecuali dahi, yang memiliki input bicortical.3
2
3
Nervus Facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum timpani.
Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomastoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan
membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion
genikulatum. Ganglion tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar
impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel tersebut yang
menuju ke batang otak adalah nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut
memberikan cabang-cabang kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls
sekretomotorik. Os petrosus yang mengandung nervus facialis dinamakan
akuaduktus fallopii atau kanalis facialis. Disitu nervus facialis memberikan.
Cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-
serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang
tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda timpani
menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nevus
mandibularis.4
3
4
Jaras Special Afferent ( Taste) : dari intinya nukeus solitarius berjalan melalui
nervus intennedius ke: 4
• Greater petrosal Nerve melalui nervus palatina mempersarafi taste dari palatum.
• Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi taste 2/3 bagian depan
lidah.4
sekitar meatus akuatikus intemus akan melibatkan nervus facialis dan akustikus
sehingga paralysis facialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).4
2.2. Definisi
Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer
yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama
meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan
nevus facialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy. Juga
dikatakan Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan facialis tipe lower
motor neuron (LMN) akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut
dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa
disertai adanya penyakit neurologis lainnya.5
2.3. Epidemiologi
Prevalensi Bell’s Palsy dibeberapa negara cukup tinggi, di Inggris dan
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100.000 penduduk per tahun.
Di Belanda 1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20.000 anak
per tahun. Bell’s Palsy dapat menyerang pria dan wanita pada setiap usia dengan
tingkat persentase morbiditas yang sama.2
2.5. Patofisiologi
Saraf facialis keluar dari otak di angulus ponto-cerebelaris memasuki
meatus akustikus internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis facialis
memberikan cabang untukganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya
kemuskulus stapedius dan bergabung dengan korda timpani.Pada bagian awal dari
kanalis facialis, segmen labirinmerupakan bagian yang tersempit yang dilewati
saraf facialis. Foramen meatal pada segmen ini hanya memiliki diametersebesar
0,66 mm.7
2.6. Diagnosis
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya
kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab
lain dari kelumpuhan n. fasialis perifer.7
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan
adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya
lebih cermat dengan menggunakan cermin.9
Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak
matanya maka bola mata tampak berputar keatas (Bell phenomen). Penderita
tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar
melalui sisi mulut yang lumpuh.9,10
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10
otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut:11
a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke
atas.
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung ke atas
d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua
mata kuat-kuat
e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi
f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan
mulut kedepan sambil memperlihatkan
gigi
g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan
kedua pipi
h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita
bersiul
i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua
sudut bibir ke bawah
10
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :11
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga
(3)
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).11
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot
menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss
menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian
pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot.
Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan
gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah
lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga
untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut
dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan
tergantung dari gradasinya.11
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n.
Korda timpani, salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII
sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi
(hilangnya pengecapan).12
11
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan
kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan
tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang
telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan
pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume
dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar
25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur
ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda
timpani.4
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik
impedans meter, yaitu dengan cara memberikan rangsangan pada
muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.
stapedius cabang N.VII.6
7. Uji audiologik
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf
fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya
sinkinesis adalah sebagai berikut :11
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian
kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2).
Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan
dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),
tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara
(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar
mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau
pergerakan tidak simetris.11
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.
Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola
denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang
mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG
sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21
hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial
denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang
menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat
sebelum 21 hari.14
2. Elektroneuronografi (ENOG)
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral
dan perifer. Kelainan sentral dapat merupakan stroke bila disertai kelemahan
anggota gerak sisi yang sama dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri
kontralateral; kelainan tumor apabila onset gradual dan disertai perubahan mental
status atau riwayat kanker di bagian tubuh lainnya; sklerosis multipel bila disertai
kelainan neurologis lain seperti hemiparesis atau neuritis optika; dan trauma bila
terdapat fraktur os temporalis pars petrosus, basis kranii, atau terdapat riwayat
trauma sebelumnya.6,15
Kelainan perifer yang ditemukan dapat merupakan suatu otitis media
supuratif dan mastoiditis apabila terjadi reaksi radang dalam kavum timpani dan
foto mastoid menunjukkan suatu gambaran infeksi; herpes zoster otikus bila
ditemukan adanya tuli perseptif, tampak vesikel yang terasa amat nyeri di pinna
dan/atau pemeriksaan darah menunjukkan kenaikan titer antibodi virus varicella-
zoster; sindroma Guillain-Barre saat ditemukan adanya paresis bilateral dan akut;
kelainan miastenia gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa gangguan
gerak mata kompleks dan kelemahan otot orbikularis okuli bilateral; tumor
serebello-pontin (tersering) apabila disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII;
tumor kelenjar parotis bila ditemukan massa di wajah (angulus mandibula); dan
sarcoidosis saat ditemukan tanda-tanda febris, perembesan kelenjar limfe hilus,
uveitis, parotitis, eritema nodosa, dan kadang hiperkalsemia.16
2.8. Penatalaksanaan
17
a. Terapi Non-farmakologis
b. Terapi Farmakologis
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak
berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:6
a. Usia di atas 60 tahun
b. Paralisis komplit
c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
d. Nyeri pada bagian belakang telinga dan berkurangnya air mata.
BAB III
KESIMPULAN
23
24
DAFTAR PUSTAKA
15. Adam and Victor’s Principles of Neurology. 8th Ed. USA: The McGraw-
Hill Companies, Inc.; 2005. p. 1180-2.
16. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Disorders of peripheral nerves:
Bell palsy. In: Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, editors. Clinical
Neurology. 6th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies Inc; 2005. p. 182.
17. De Almeida, JR. et al. Management Of Bell Palsy: Clinical Practice
Guideline. CMAJ : Canadian Med. Ass. J. 2014: 186(12), pp. 917– 922.
18. Baugh, RF. et al., (2013). Clinical Practice Guideline: Bell’s Palsy,
Otolaryngology-Head and Neck Surg. J. 2013;149 (1) ,pp.S1–S27.
19. Lo B. Emergency medicine-neurology: Bell’s palsy. Eastern Virginia:
Medscape. 2010.
20. Maula N, dkk. Bell’s Palsy: Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. J Indon Med Assoc, 2012: 62(1). 32-37.
21. Hato N, et al. Valacyclovir and prednisolone treatment for Bell’s palsy: a
multicenter, randomized, placebo-controlled study. Otol Neurotol.
2007;28:408-13.
22. Lindsay RW, Robinson M, Hadlock TA. Comprehensive facial
rehabilitation improves function in people with facial paralysis: a 5-year
experience at the Massachussets Eye and Ear Infirmary. Phys Ther.
2010;90:391-7.
23. Van Swearingen J. Facial rehabilitation: a neuromuscular reeducation,
patient-centered approach. Facial Plast Surg. 2008;24:250- 9.
24. Chrousos GP. Adrenocorticosteroids & adrenocortical antagonists. In:
Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology. 9th Ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2004. p. 641-60.
25. Axelsson S, Lindberg S, Stjernquist-Desatnik A. Outcome of treatment
with valacyclovir and prednisone in patients with Bell’s palsy. Ann Otol
Rhinol Laryngol. 2003;112:197.
26. Quant EC, Jeste SS, Muni RH, Cape AV, Bhussar MK, Peleg AY. The
benefits of steroids versus steroids plus antivirals for treatment of Bell’s
palsy: a meta-analysis. BMJ. 2009;339:3354.
26
Lampiran
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Penjahit
Suku Bangsa : Batak
Alamat : Dsn. III Ds. Damak Tolong Buho Kec. Bintang Bayu
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mulut mencong
Telaah : Mulut mencong ke sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu. Awalnya pasien
merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri dan terasa tebal, lidah juga terasa tebal,
hingga ketika pasien bangun tidur pasien merasakan mulutnya tiba-tiba mencong
ke kiri. Pasien juga merasakan mata kiri tidak bisa tertutup sempurna dan terasa
kering. Gangguan pendengaran tidak ada. Gangguan pengecapan tidak ada.
Riwayat demam sebelum mulut mencong tidak ada. Riwayat trauma pada kepala
tidak ada. Kelumpuhan anggota gerak tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat telinga berair tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:
- Pasien seorang penjahit yang sering terpapar dengan kipas angin.
27
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik
HR : 101 x/i
RR : 31 x/i
Temperatur : 39 °C
BB : 54 kg
TB : 156 cm
Status Lokalisata
a. Kepala : Normochepali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), cekung (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), Pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), Ottorhea (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : stem fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor (+)
28
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: bunyi jantung murni, irama takikardi, bising jantung (-)
d. Abdomen :
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibbus (-)
Pemeriksaan Neurologis
1. Tanda rangsang Meningen:
- Kaku kuduk :-
- Kernig :-
- Brudzinski I :-
- Brudzinski II :-
2. Tanda peningkatan TIK
-Pupil : isokor, reflek cahaya +/+ Ф3mm/3mm
3. Pemeriksaan Nervus Cranialis:
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + +
*sensibilitas + +
Divisi Maksila
*reflex Masseter Baik Baik
*sensibilitas Baik Baik
Divisi Mandibula
*sensibilitas Baik Baik
N VI (Abdusen)
-gerakan mata ke lateral Bebas Bebas
-sikap bulbus Ortho Ortho
-diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
-raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar
-sekresi air mata + +
-fisura palpebra + -
-menggerakkan dahi + -
-menutup mata + -
-mencibir/bersiul + -
-memperlihatkan gigi + -
-sensasi lidah 2/3 depan + +
-hiperakusis - -
N VIII (Vestibularis)
-suara berbisik Baik Baik
-detik arloji Baik Baik
-rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
-weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
-swabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
*memanjang
31
*memendek
-nistagmus Tidak ada Tidak ada
*pendular
*vertical
*siklikal
-pengaruh posisi kepala Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
-sensasi lidah 1/3 blkg Baik Baik
-refleks muntah (Geg Rx) + +
N X (Vagus)
-Arkus faring Simetris
-uvula Di tengah
-menelan Baik
-artikulasi Baik
-suara Baik
-nadi Teratur
N XI (Asesorius)
-menoleh ke kanan +
-menoleh ke kiri +
-mengangkat bahu kanan +
-mengangkat bahu kiri +
N XII (Hipoglosus)
-kedudukan lidah dalam Di tengah
-kedudukan lidah Di tengah
dijulurkan
-tremor -
-fasikulasi -
-atropi -
4. Koordinasi: baik
32
7. Sistim reflex
a.fisiologis
Kanan Kiri kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbangkis triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masseter APR ++ ++
Dinding Bulbokavernosus
perut
33
-atas
-bawah
-tengah
Cremaster
Sfingter
b.Patologis
Lengan Kanan Kiri Tungkai Kanan Kiri
Hofmann- - - Babinski - -
Tromner
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonos kaki - -
8. Fungsi otonom
-miksi : baik
-defekasi : baik
-sekresi keringat : baik
9.Fungsi luhur :
Kesadaran Tanda demensia
-reaksi bicara : baik -refleks Glabella : -
-reaksi intelek : baik -refleks Snout :-
-reaksi emosi : baik -refleks mengisap : -
-refleks memegang : -
-refleks Palmomental : -
34
Diagnosis
Diagnosa klinis : Paralisis nervus fasialis sinistra tipe perifer
Diagnosa topis : Nervus VII sinistra
Diagnosa etiologi : Bell’s Palsy
Prognosis:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam: bonam
Terapi
a. Istirahat
b. Metilprednisolone 50 mg 1x1
c. Mecobalamin 3x1 tab
d. Fisioterapi