KELOMPOK II
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan hikmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada para dosen mata kuliah yang telah
memberikan tugas ini karena tugas ini sebagai salah satu syarat kelulusan.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tak luput dari banyak kesalahan, dengan
kemampuan yang masih terbatas terdapat banyak kesalahan dari segi penulisan huruf, kalimat,
tanda baca dsb, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, dan tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
atas kesediaan pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
1.4 Manfaat penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kekeliruan dalam Proses Mengajar
2.2 Konsep Dasar Mengajar
2.3 Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar
2.4 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
2.5 Teori-Teori Belajar
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Mengajar adalah suatu perbuatan yang kompleks ( a highly compleion process). Di sebut
kompleks karena dituntut dari adanya kemampuan profesional, personal san sosio cultural secara
terpadu dalam proses belajar-mengajar. Dikatakan kompleks juga karena di tuntut penguasaan
materi dan metode teori dan praktik dalam interaksi siswa. Di katakan kompleks juga karena
mengandung unsur-unsur seni, ilmu, teknologi, pilihan nilai, dan keterampilan dalam proses
belajar-mengajar.
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi,
yakni tujuan instruksional yang ingin di capai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus
memainkan peranannya dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta
sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia.
Setiap sistem lingkungan atau setiap peristiwa belajar-mengajar mempunyai profil yang unik,
yang mengakibatkan tercapainya tujuan-tujuan berbeda. Tujuan belajar yang pencapiannya di
usahakan secara eksplisit dengan tindakan instruksional tertentu dinamakan instruksional effect.
Sedangkan tujuan-tujuan yang merupakan penggiring, yang tercapainya karena siswa
menghidupi suatu sistem lingkungan belajar tertentu dinamakan nurturant effect.
Proses pembelajaran itu sendiri menurut Standar Proses Pendidikan merupakan kegiatan
yang tidak hanya menekankan peran guru di dalamnya, tetapi siswa harus di jadikan subjek atau
prilaku dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu paradigma yang keliru tentang pembelajaran
selama itu harus di ubah dan di sesuaikan dengan Standar Proses Pendidikan (SPP).
Permasalahan yang sering dihadapi dalam proses belajar-mengajar dalam kelas sekarang ini
adalah terkadang guru merasa bahwa murid-muridnya bandel dan tidak dengar-dengaran
begitupula dengan siswa yang merasa guru memberikan pelajaran begitu membosankan. Hal-hal
seperti itu biasanya terjadi dalam setiap proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang
berlangsung tidak sesuai dengan standar proses pendidikan melainkan sesuai dengan keinginan
guru tersebut, guru terkadang tidak berusaha memberikan materi pelajaran kepada siswa dengan
strategi yang membuat siswa belajar tetapi malah menggunakan strategi yang menurut siswa
membosankan. Atau guru kadang menganggap dirinya paling mampu dalam menguasai
pelajaran siswa tidak padahal setiap orang di lahirkan dengan dua karakteristik yaitu sifat ingin
tahu dan imajinan.
Bertolak dari Proses Pembelajaran, Mengajar maupun Belajar harus dijalankan sesuai
Standar Proses Pendidikan. Mengapa demikian agar dalam mengajar maupun belajar baik siswa
maupun guru turut berperan aktif untuk mencapai tujuan instruksional.
Sehingga dalam era sekarang ini seharusnya peran guru sudah berubah. Guru tidak lagi
berperan sebagai satu-satunya sumber belajar (learning resources), akan tetapi lebih berperan
sebagai pengelola pembelajaran (manager of instruction). Dalam hal seperti ini bisa terjadi guru
dan siswa saling membelajarkan.
PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan
Telah hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang ia sampaikan
adalah materi pelajaran yang ia pelajari pada malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali
tidak merasa tertarik dengan materi pelajaran yang disampaikannya, karena mereka merasa apa
yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada dalam buku yang telah merek
pelajari di rumah. Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan
guru. Di antara mereka ada yang asyik membaca buku, mengobrol, dan ada juga yang
mengantuk. Memerhatikan gejala yang tidak mengenakkan itu, guru segera bereaksi. Sambil
memukul-mukul mistar panjang ke papan tulis ia berkata: "Anak-anak tolong perhatikan...
Materi yang Bapak sampaikan ini adalah materi yang sangat penting untuk kalian kuasai. Nanti
soal-soal ulangan tidak akan jauh dari apa yang Bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong
perhatikan apa yang Bapak sampaikan...!
Anak-anak diam sebentar. Yang sedang mengobrol segera menghentikan obrolannya,
yang sedang membaca melipat buku bacaannya, demikian juga yang sedang mengantuk melepas
kantuknya. Sang guru segera melanjutkan"mengajarnya', bertutur menyampaikan informasi.
Suaranya sedikit melemah, karena kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk di bangku
bagian belakang tidak dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat
bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitasnya semula: mengobrol, membaca, dan mengantuk.
"Membosankan," gerutu seorang siswa yang duduk di belakang,
Hari ini memang membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Guru menganggap
anak didiknya bandel-bandel. Ia merasa disepelekan oleh siswa yang tidak mau mendengarkan
penjelasannya. Demikian juga siswa, ia merasa guru tidak mampu mengajar, karer ia hanya
menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka kuasai. Oleh sebab itu, ketika
bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik bagi guru maupun siswa seakan-akan keluar dari
mimpi buruk yang menegangkan. Siswa pun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel;
sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gontai karena kecapaian.
Kita sering melihat bahkan mungkin merasakan peristiwa semacam itu. Bagi seorang
guru, peristiwa itu sering dianggap sebagai peristiwa yang menjengkelkan, sehingga ia
menganggap kalau kelas tersebut adalah kelas yang bandel, kelas yang tak bisa diurus, dan lain
sebagainya.
beberapa hal yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar di atas.
Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang
diajarkannya sudah dipahami siswa atau belum. Kurangnya perhatian siswa seperti dalam
peristiwa belajar mengajar di atas, jelas disebabkan siswa sudah memahami informasi yang
disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting lagi.
Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada
siswa. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi
siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan
kemampuan berpikir.
Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau
mendengarkan penjelasannya.
Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa diangsap setbagai "tong kosong" yang harus diisi
dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting.
Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar. Mengapa demikian? Mari
kita analisis keempat hal di atas.
Jadi, dengan demikian dalam informasi sekarang ini telah terjadi perubahan peranan guru.
Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar ( learning resources ), akan
tetapi lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran ( manager of intrudtion ). Dalam
posisi semacam inibisa terjadi guru dan siswa saling membelajarkan. Salahkah kalau guru
belajar dari siswa?
NEOKORTE
RIPTIL SISTEM
LIMBIK
Otak reptile adalah otak paling sederhana. Tugas utama otak ini adalah
mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan
system peredaran darah. System limbic adalah otak tengah yang memainkan peranan
besar dalam hubngan manusia dan dalam emosi. Fungsi otak ini bersifat social dan
emosional. Di otak ini juga terkandung sarana untuk mengingat jangka panjang.
Neokotekadaah otak yang paling tinggi tingkatanya. Otak ini memiliki fungsi tingkat
tinggi, misalnya mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak memecahkan
masalah, merencanakan kedepan, berkreasi.
Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan, tetapi baru
dalam bentuk “sensor-motor coordination” kemudian ia mulai belajar berbicara
dan menggunakan bahasa. Kesanggupan untuk menggunakan bahasa ini penting
artinya untuk belajar.
Tugas pertama yang dilakukan anak ialahh meneruskan “sosialisai” dengan anak
lain, atau orang dewasa, tanpa pertentangbahkan untuk membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keramahan dan konsiderasi pada anak itu.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat
dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning” yaitu :
1) Memperhatikan tugas yang akan dipelajari adalah penting dalam memulai tahap
(urutan) kegiatan belajar. Guru menuntut siswa menggunakan lebihh dari satu
indera, misalnya pendengaran dan penglihatan.
2) Penetapan tujuan itu penting untuk memulai dan mengarahhkan kegiatan. Siswa
memrlukan ksempatan dan bantuan dan memutuskan apa yang mereka pelajari,
bagaimana mereka akan dapat belajar dengan baik dan kapan bahan tersebut
akan dipelajari.
3) Berusaha mencapai tujuan mencakup interaksi dengan orang-orang dan materi
yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut dan cocock dengan sifat-sifat siswa.
Mengenal dan mengorganisasi komponen secara berurutan adalah penting untuk
mencapai tujuan. Siswa perlu ditolong agar mengenal hubungan yang bermakna
antara komponen-komponen tersebut.
Latihan yang dilakukan dalam kondidi tertentu adalah penting untuk mencapai
tujuann dan untuk meningkatkan pekerjaan dalam kebanyakan bidang studi.
Belajar yang sesuai dengan kecakapan sendiri, cara sendiri dan sifat-sifat sendiri
yang lain bermanfaat untuk pencapaian tujuan belajar/untuk belajar yanglain
pada umumnya.
Menilai pekerjaan sendiri adalah penting dalam mengembangkan
keberdirisendirian dalam belajar dan dalam mecapai tujuan. Guru
memberitahukan kemajuan siswa dan menolong mengatasi kesalahan-
kesalahannya.
Pengembangan kecakapan yang mantap dan pengetahuan yang konprehensif
menuntut pengalaman belajar yant produktif selama waktu yang cukup lama.
Penerapan pada situasi-situasi baru konsep-konsep, prinsip-prisip, ketrampilan
dan hasil belajar lain yang baru diperoleh akan meningkat kemantapan
penguasaannya.
c. Belajar dengan jalan mengamati dan meniru (Observation Learning and Imitation)
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru di kuasai atau di pelajari mula-mula
dengan mengamati dan meniru suatu model/contoh/teladan.
1) Model Yang Ditiru
Model yang diamatidanditirusiswadengandigolongkanmenjadi:
a. Kehidupan yang nyata
Misalnya: orang tua di rumah, guru di sekolah, dan orang lain dalam
masyarakat.
b. Simbolik.
Termaksuk dalam golongan ini adalah model yang di presentasikan secara
lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar.
c. Representasional.
Termasuk dalam golongan ini adalah model yang di presentasikan dengan
menggunakan alat-alat audiovisual, terutama televise dan video.
2) PengaruhMeniru
Menurut Badura danWalters, penguasaan tingkah laku atau response baru,
pertama-tama adalah hasil dari peristiwa –peristiwa yang terjadi dalam waktu
yang bersamaan (Kontiguitas) yang diamat, kuat lemahnya response itu
bergantung pada penguatan (reinforcement). Proses tersebut akan lebih jelas
dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang berbeda dari pengamatan
(observasi) dan peniruan.
a) Modeling effect
Dengan jalan mengamati dan meniru, siswa menghubungkan tingkah laku
dari model dengan response yang baru bagi dirinya, response yang
pertama kali di lakukannya. jelas, model itu harus menunjukkan tingkah
laku yang baru bagi siswa tetapi dapat di lakukan oleh siswa tersebut.
b) Disinhibitory effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, seorang siswa dapat
memperlemah atau memperkuat response-response terlarang yang telah
dimilikinya, pada umumnya, tingkah laku agresif tidak di benarkan,
terlarang.
c) Eliciting effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, siswa menghubungkan
tingkah laku dari model dengan response-response yang telah dimilikinya.
Dengan begitu response-response itu di timbulkan. Misalnya kerja bakti,
memberikan uangderma, makan-makanan yang biasannya tidak dipilih.
3) Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Peniruan
a) Konsekuensi dari response yang dilakukan (hadiah dan hukuman,
pengaruh hukuman tidak mudah di ramalkan seperti pengaruh hadiah).
b) Sifat-sifat siswa
Siswa yang suka meniru biasanya adalah yang:
- Mempunyai rasa kurang harga diri
- Kurang kemampuanya,
- Mereka mempunyai sifat-sifat yang sama seperti dalam model.
- Berada dalam suasana parasaan tertentu karena tekanan dari luar
atau karena obat (drugs).
4) Melupakan Response yang ditiru
Bandura dan Walters lebih tertarik perhatiannya pada penia dan (extinction)
tingkah laku yang tak baik dari pada memperlemah tingakah laku yang baik.
Beberapa cara untuk meniadakan response itu adalah:
1. Tidak member hadiah atas suatu response
2. Menghilangkan penguat yang positif
3. Menggunakan perangsang yang tak menyenangkan,misalnya hukuman
4. Belajar berkondisi (Counter Conditioning)
5) Penerapan di Sekolah
a) Tingkah laku social dapat dipelajari dengan jalan mengamati dan meniru.
Sekolah mempunyai peranan yang penting dan mengembangkan tingkah
laku social siswa-siswa.
b) Tingkah laku psikomotor dapat juga dipelajari dengan jalan mengamati
dan meniru, misalnya menulis, melempar bola.
c) Perkembangan keterampilan vocal, misalnya berbicara, menyanyi, dapat
dibantu oleh adanya model.
d. Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)
1. Tipe-tipe Belajar
Ada 2 dimensi dalam tipe-tipe belajar, yaitu:
a. Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan (discovery
learning).
b. Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful
learning).
c. Kalau dua dimensi itu digabung, akan kita peroleh empat macam belajar
(Ausubel & Robinson) yaitu: Meaningful reception; Rote reception;
Meaningful discovery; Rote discovery
Di dalam reception learning semua bahan yang harus dipelajari diberikan
dalam bentuknya yang final (bentuk yang sudah jadi) dalam bahan yang di sajikan
(expository material). contoh: bahan yang di kemukakan dalam paragraph di atas
mengenai dua dimensi dan empat macam belajar dari Ausubel dan Robinson.
Sekarang marilah mencari contoh-contoh empat macam belajar (Ausubel &
Robinson) yang telah disebutkan di depan: meaningful reception learning. rote
reception learning, meaning full learning, dan rote discovery learning.
2. Struktur dan proses
Menurut Ausubel danRobinson, struktur kognitif itu bersifat pyramidal. Bagian
puncaknya yang sempit berisi konsep-konsep atau teori yang paling umum.
Proses mengintegrasikan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang
telah ada disebut subsumsi
Ada dua macam subsumsi yaitu:
a. Subsumsi derivative
Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau
menerankan ide yang telah di punyai, maka proses menghubugkan keduanya
sehingga terjadi belajar, di sebut sunsumsi derivative
b. Subsumsi korelatif
Bila ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang baru mengubah ide
(informasi, konsep dan sebagainya) yang telah dipunyai, maka proses
menghubungkan keduanya disebut subsumsu korelatif.
3. Variabel-variabel di dalam belajar bermakna
Struktur kongnitif, seperti telah disebutkan di depan adalah perangkat fakta-fakta,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang teroganisasi, yang telah di pelajari dan
di kuasai seseorang.
Macam-macam variabel struktur kognitif adalah:
a. Pengetahuan yang telah dimiliki
b. Diskriminabilitas
c. Kemantapan dan kejelasan
4. Motivasi dan belajar bermakna
Motif keberhasilan (arhievement motivation) terdiri dari 3 komponen:
1) Dorongan kognitif
2) Harga diri
3) Kebutuhan berafiliasi
5. Penerapannya di sekolah
Teori Ausubel terutama berlaku pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik
dan yang sudah mempunyai konsep-konsep dasar di dalam bidang-bidang perjalan
tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena teori itu pertama-tama menekankan
pengusaan belajar mula, retensi, transfer, dan variable-variabel yang berhubungan
dengan belajar semacam itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN