Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA

“ MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN”

KELOMPOK II

1. LODIA LASIBYANAN : 2017.43.056


2. GLORY V. SAHUSILAWANE : 2017.43.010
3. HALIMA PULU : 2017.43.0
4. FRELIN PELUPESSY : 2017.43.004
5. YULITA HURI : 2017.43.019
6. STELA RUMAHERANG : 2017.43.0
7. SMIRNA LESNUSSA : 2017.43.0
8. RUSDI A. SAFRIA : 2017.43.0
9. ROFALMA TUHUMURY : 2017.43.0
10. MARLON KAPITAN : 2017.43.0

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan hikmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada para dosen mata kuliah yang telah
memberikan tugas ini karena tugas ini sebagai salah satu syarat kelulusan.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tak luput dari banyak kesalahan, dengan
kemampuan yang masih terbatas terdapat banyak kesalahan dari segi penulisan huruf, kalimat,
tanda baca dsb, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, dan tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
atas kesediaan pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.

Ambon, 28 Maret 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
1.4 Manfaat penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kekeliruan dalam Proses Mengajar
2.2 Konsep Dasar Mengajar
2.3 Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar
2.4 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
2.5 Teori-Teori Belajar
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengajar adalah suatu perbuatan yang kompleks ( a highly compleion process). Di sebut
kompleks karena dituntut dari adanya kemampuan profesional, personal san sosio cultural secara
terpadu dalam proses belajar-mengajar. Dikatakan kompleks juga karena di tuntut penguasaan
materi dan metode teori dan praktik dalam interaksi siswa. Di katakan kompleks juga karena
mengandung unsur-unsur seni, ilmu, teknologi, pilihan nilai, dan keterampilan dalam proses
belajar-mengajar.
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi,
yakni tujuan instruksional yang ingin di capai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus
memainkan peranannya dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta
sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia.
Setiap sistem lingkungan atau setiap peristiwa belajar-mengajar mempunyai profil yang unik,
yang mengakibatkan tercapainya tujuan-tujuan berbeda. Tujuan belajar yang pencapiannya di
usahakan secara eksplisit dengan tindakan instruksional tertentu dinamakan instruksional effect.
Sedangkan tujuan-tujuan yang merupakan penggiring, yang tercapainya karena siswa
menghidupi suatu sistem lingkungan belajar tertentu dinamakan nurturant effect.
Proses pembelajaran itu sendiri menurut Standar Proses Pendidikan merupakan kegiatan
yang tidak hanya menekankan peran guru di dalamnya, tetapi siswa harus di jadikan subjek atau
prilaku dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu paradigma yang keliru tentang pembelajaran
selama itu harus di ubah dan di sesuaikan dengan Standar Proses Pendidikan (SPP).
Permasalahan yang sering dihadapi dalam proses belajar-mengajar dalam kelas sekarang ini
adalah terkadang guru merasa bahwa murid-muridnya bandel dan tidak dengar-dengaran
begitupula dengan siswa yang merasa guru memberikan pelajaran begitu membosankan. Hal-hal
seperti itu biasanya terjadi dalam setiap proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang
berlangsung tidak sesuai dengan standar proses pendidikan melainkan sesuai dengan keinginan
guru tersebut, guru terkadang tidak berusaha memberikan materi pelajaran kepada siswa dengan
strategi yang membuat siswa belajar tetapi malah menggunakan strategi yang menurut siswa
membosankan. Atau guru kadang menganggap dirinya paling mampu dalam menguasai
pelajaran siswa tidak padahal setiap orang di lahirkan dengan dua karakteristik yaitu sifat ingin
tahu dan imajinan.
Bertolak dari Proses Pembelajaran, Mengajar maupun Belajar harus dijalankan sesuai
Standar Proses Pendidikan. Mengapa demikian agar dalam mengajar maupun belajar baik siswa
maupun guru turut berperan aktif untuk mencapai tujuan instruksional.
Sehingga dalam era sekarang ini seharusnya peran guru sudah berubah. Guru tidak lagi
berperan sebagai satu-satunya sumber belajar (learning resources), akan tetapi lebih berperan
sebagai pengelola pembelajaran (manager of instruction). Dalam hal seperti ini bisa terjadi guru
dan siswa saling membelajarkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja kekeliruan guru dalam mengajar ?
2. Bagaimana seharusnya konsep dasar dalam mengajar ?
3. Apakah paradigma Mengajar Seorang guru perlu diubah ?
4. Bagaimana makna mengajar dalam standar proses pendidikan ?
5. Apa saja teori-teori belajar ?

1.3 Tujuan penulisan


Untuk menjalankan proses pembelajaran membutuhkan kompenen guru dan siswa. Proses
pembelajaran akan berjalan baik dengan hasil yang baik nantinya berarti tidak hanya dituntut
keaktifan dari siswa saja tetapi guru yang aktif juga diperlukan. Guru bukan hanya bertindak
sebagai sumber belajar tetapi juga guru berperan penting dalam mengelolah kelas. Guru yang
ideal adalah guru yang mampu membuat suasana proses Belajar-mengajar lebih aktif dengan
kemampuan dan kreativitasnnya sehingga siswa dapat tertarik untuk belajar agar tercapainya
tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang ditargetkan guru.
1.4 Manfaat penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa :
Sebagai referensi belajar dan pegangan untuk dapat menjadi guru yang
profesional dalam mengajar.
2. Bagi Pembaca :
Sebagai bahan bacaan tambahan bagi pembaca yang tertarik dengan dunia
pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan

Telah hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang ia sampaikan
adalah materi pelajaran yang ia pelajari pada malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali
tidak merasa tertarik dengan materi pelajaran yang disampaikannya, karena mereka merasa apa
yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada dalam buku yang telah merek
pelajari di rumah. Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan
guru. Di antara mereka ada yang asyik membaca buku, mengobrol, dan ada juga yang
mengantuk. Memerhatikan gejala yang tidak mengenakkan itu, guru segera bereaksi. Sambil
memukul-mukul mistar panjang ke papan tulis ia berkata: "Anak-anak tolong perhatikan...
Materi yang Bapak sampaikan ini adalah materi yang sangat penting untuk kalian kuasai. Nanti
soal-soal ulangan tidak akan jauh dari apa yang Bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong
perhatikan apa yang Bapak sampaikan...!
Anak-anak diam sebentar. Yang sedang mengobrol segera menghentikan obrolannya,
yang sedang membaca melipat buku bacaannya, demikian juga yang sedang mengantuk melepas
kantuknya. Sang guru segera melanjutkan"mengajarnya', bertutur menyampaikan informasi.
Suaranya sedikit melemah, karena kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk di bangku
bagian belakang tidak dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat
bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitasnya semula: mengobrol, membaca, dan mengantuk.
"Membosankan," gerutu seorang siswa yang duduk di belakang,
Hari ini memang membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Guru menganggap
anak didiknya bandel-bandel. Ia merasa disepelekan oleh siswa yang tidak mau mendengarkan
penjelasannya. Demikian juga siswa, ia merasa guru tidak mampu mengajar, karer ia hanya
menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka kuasai. Oleh sebab itu, ketika
bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik bagi guru maupun siswa seakan-akan keluar dari
mimpi buruk yang menegangkan. Siswa pun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel;
sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gontai karena kecapaian.
Kita sering melihat bahkan mungkin merasakan peristiwa semacam itu. Bagi seorang
guru, peristiwa itu sering dianggap sebagai peristiwa yang menjengkelkan, sehingga ia
menganggap kalau kelas tersebut adalah kelas yang bandel, kelas yang tak bisa diurus, dan lain
sebagainya.
beberapa hal yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar di atas.
Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang
diajarkannya sudah dipahami siswa atau belum. Kurangnya perhatian siswa seperti dalam
peristiwa belajar mengajar di atas, jelas disebabkan siswa sudah memahami informasi yang
disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting lagi.
Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada
siswa. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi
siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan
kemampuan berpikir.
Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau
mendengarkan penjelasannya.
Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa diangsap setbagai "tong kosong" yang harus diisi
dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting.
Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar. Mengapa demikian? Mari
kita analisis keempat hal di atas.

1. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Layaknya sebagai seorang dokter yang profesional, sebelum ia melakukan treatment


atau tindakan kepada pasien, terlebih dahulu ia akan melakukan diagnosis, misalnya ia
akan bertanya bagian mana yang sakit, apakah pasien sudah makan obat sebelumnya, dan
sebagainya sambil memeriksa bagian tubuh pasien. Setelah dokter menemukan gejala-
gejala sumber penyakit, baru ia menentukan apa yang harus dilakukannya: apakah pasien
cukup berobat jalan, harus diopname, dan lain sebagainya. Demikian juga seorang
pengacara, sebelum ia melakukan tindakan hukum ia akan mempelajari kasus yang
dihadapi kliennya termasuk perundang-undangan sesuai dengan kasus yang sedang
ditanganinya. Apakah seorang arsitek bangunan, sebelum ia membangun sebuah gedung
bertingkat, atau membangun sebuah jembatan, tidak didahului survei tentang strukur
tanah serta aspek-aspek pendukung lainnya? Tidak, bukan? Ya, seorang profesional,
sebelum ia melakukan tindakan selamanya akan didahului oleh langkah diagnosis,
sehingga langkah ini mèrupakan bagian dari pekerjaan profesionalnya. Kemudian
bagaimana dengan guru kita di atas? Tampaknya ia tidak melakukan diagnosis tentang
keadaan siswa, sehingga ia tidak mengetahui apakah siswa sudah paham tentang materi
yang akan dijelaskannya; demikian juga ia tidak mengetahui apakah siswa sudah
membaca buku yang ia baca. Jangan-jangan siswa lebih paham dari gurunya tentang
materi pelajaran yang akan diajarkannya, karena selain siswa membaca buku yang
menjadi rujukan guru, siswa pun membaca buku lain yang dianggap relevan.

2. Guru Tidak Pernah Mengajar Berpikir Siswa


pernakah seorang yang bermain catur mengantuk? Tidak, bukan? Ya tentu tidak,
sebab bermain catur membutuhkan konsentrasi dan motivasi, demikian juga
halnyadengan seorang yang bermain kartu. Kita tidak akan menemukan mereka
mengantuk atau melakukan aktivitas lain. Seorang yang sedang bermain catur
akan memusatkan perhatian kepada bidak caturnya ; seorang yang bermain kartu
akan mengonsentrasikan pikirannya pada kartu yang sedang di mainkan.
Demikian juga halnya adalam mengajar. Mengajar bukan hanya menyampaikan
materi pelajaran, tetapi melatih kemampuan siswa untuk berpikir, mengunakan
struktur kongnitifnya penuh dan terarah,materi pelajaran mestinya di gunakan
sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir bukan sebagai tujuan. Mengajar
yang hanya menyampaikan informasi akan membuat siswa kehilangan motivasi
dan konsentrasinya. Mengajar adalah mengajak berpikir siswa sehingga melalui
kemampuan berpikir akan terbentuk siswa yang cerdas dan mampu memecahkan
setiap persoalan yang dihadapinya.
3. Guru Tidak Berusaha Memperoleh Umpan Balik
Proses mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh sebab itu, apa yang
dilakukan oleh seorang guru seharusnya mengarah pada pencapain tujuan. Apa
beda antara seorang guru dengan seorang tukan obat atau seorang pembual? Ya,
perbedaannya terletak pada tujuan yang ingin di capai. Walau keduanya sama-
sama bicara. Tapi bicaranya tukang obat berbeda dangan bicaranya guru. Apa
yang keluar dari mulut seoran tukang obat tidak lebih dari keinginannya untuk
menarik perhatian orang; sedangkan apa yang keluar dari mulut seorang guru
selalu diarahkan untukmencapai tujuan belajar, yankni perubahan tingkah laku.
Oleh karena karena itu dalam setiap proses mengajar, guru perlu mendapatkan
umpan balik, apa tujuan yang ingin di capai sudah di kuasai oleh siswa atau
belum, apakah proses atau gaya bicara guru dapat di mengerti atau tidak. Hal ini
sangat diperlukan untuk proses perbaikan mengajar yang telah dilakukannya
4. Guru Menganggap Bahwa Ia Adalah Orang Yang Paling Mampu Dan Menguasai
Pelajaran
Dewasa ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, setiap
orang bisa memperoleh pengetahuan lewat berbagai media . dewasa ini setiap
orang dapat belajar dari berbgai sumber belajar. Dengan demikian, kalau
sekarang ini ada guru yang menganggap dirinya paling pintar, paling menguasai
sesuatu , itu sngat keliru. Bisa terjadi dewasa ini siswa lebihh menguasai materi
pelajaran dibandingkan dengan gurunya. Coba anda renungkan, siswa yang
dirumahnya banyak membaca koran, majalah, buku-buku, banyak mempelajari
bebagai pengetetahuan lewat internet, mendengarkan berita lewat media televisi,
dan lain sebagaianya, maka siswa yang demikian akan lebih hebat dari gurunya
yang tidak perna membaca koran, tidak menggikuti perkembangan dunia, tidak
perna berkomuniikasi dengan internet karna tidak mempunyai fasilitas untuk itu,
dan sebagainya

Jadi, dengan demikian dalam informasi sekarang ini telah terjadi perubahan peranan guru.
Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar ( learning resources ), akan
tetapi lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran ( manager of intrudtion ). Dalam
posisi semacam inibisa terjadi guru dan siswa saling membelajarkan. Salahkah kalau guru
belajar dari siswa?

2.2 Konsep Dasar Mengajar


2.2.1 Defenisi Mengajar Menurut Pendapat Para Ahli antara lain :
a) Menurut Mursell mengajar digambarkan sebagai “mengorganisasikan
belajar” sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti
atau bermakna bagi siswa,
b) Menurut Alvin W. Howard, memberikan defenisi mengajar yang lebih
lengkap. “mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong,
membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan skill attitude, ideals (cita-cita), dan appreciations
(penghargaan).
c) Menurut John R. Pancella, pendapatnya tentang mengajar adalah
sebagai berikut: mengajar dapat dilukiskan sebagai membuat keputusan
(decision) making) dalam interaksi, dan hasil dari keputusan guru adalah
jawaban siswa atau sekelompok siswa, kepada siapa guru berinteraksi.
2.2.2 Konsep Dasar Mengajar
a) Mengajar Sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran
Kata “teach” atau mengajar berasal dari Bahasa Inggris Kuno,
yaitu taecan. Kata ini berasal dari Bahasa jerman kuno (Old Teutenic),
taikjan, yang berasa dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan.
Kata tersebut ditemukan juga dalam Bahasa Sansekerta, dic, yang dalam
Bahasa jerman kuno dikenal dengan dik. Istilah mengajar (teach) juga
berhubungan dengan token yang berarti tanda atau symbol kata token juga
berasal dari Bahasa Jerman kuno, taiknom, yaitu pengetahuan dari taikjan.
Dalam Bahasa inggris kuno taecan berarti to teach (mengajar) dengan
demikian, token dan teach secara historis memiliki keterkaitan. To teach
(mengajar) dilihat dari asal usul katanya berarti memperhatikan sesuatau
kepada seseorang melalui tanda atau symbol; penggunaan tanda atau
symbol dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respons
mengenai kejadian seseorang, observasi, penemuan, dan lain sebagainya
sejak tahun 1500-an, defenisi mengajar (teaching) mengalami
perkembangan secara terus menerus.
Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses menyampaikan
informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian
itu sering juga dianggap sebagi mentransfer ilmu. Dalam kontek ini,
mentrensfer tidak diartikan dengan memindahkan, seperti misalnya
meneransfer uang. Oleh sebab itu kata mentransfer dalam konteks ini
diartikan sebagai proses menyebarluaskan atau menanamkan ilmu
pengetahuan. seperti yang dikemukakan Smith (1987) bahwaa mengajar
adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting
knowledge or skill).
Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu
pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik sebagai
berikut :
1) Proses pengajaran berorientasi pada guru (reacher centered)
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang
sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswa?
Apa yang harus dikuasai siswa? Bagaimana melihat keberhasilan
siswa? Semuanya tergantung guru. Oleh karena begitu pentingnya
peran guru, maka biasanya proses pengajaran hanya akan
berlangsung manakala ada guru; dan tak mungkin ada proses
pembelajaran tanpa guru. Sehubungan dengan proses pembelajaran
yang berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran utama yag
harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana, sebagai
penyampaian informasi, dan guru sebagai evaluator. Sebagai
perencanaan pengajaran, sebelum proses pengajaran guru harrus
menyiapkan berbagai hal yang diperlukan, seperti misalnya materi
pelajaran apa yang harus disampaikan, bagaimana cara
menyampaikannya, media apa yang harus digunakan, dan lain
sebagainnya. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampaian
informasi, sering guru menggunakan metode ceramah sebagai
metode utama. Metode ini merupakan metode yang dianggap
ampuh dalam proses pengajaran. Karena pentingnya metode ini,
maka guru sudah bisa merasa mengajar apabila sudah melakukan
ceramah, dan tidak mengajar jika tidak melakukan ceramah.
Sedangkan, sebagai evaluator guru juga berperan dalam
menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajara. Biasanya kriteria
keberhasilan proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa
dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.
2) Siswa sebagai objek belajar
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi
pelajaran menempatkan siswa sebagai objek yang harus menguasai
materi pelajaran. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi
yang diberikan guru. Jenis informasi dan pengetahuan yang harus
dipelajari kadang-kadang tidak berpijak dari kebutuhan siswa, baik
dari segi pengembangan bakat maupun dari minat siswa, akan
tetapi berangkat dari pandangan apa yang menurut guru dianggap
baik dan bermanfaat.
Sebagi objek belajar, kesempatan siswa untuk
mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya,
bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya, sangat terbatas.
Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur ditentukan
oleh guru.
3) Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu, misalnya
terjadi di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, sehingga
siswa hanya belajar manakalah ada kelas yang telah didesain
sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang telah
ditentukan, sering proses pengajaran terjadi sangat formal.
Demikian juga halnya dengan waktu yang diatur sangat ketat,
misalnya, manakala waktu belajar suatu materi pelajaran tertentu
telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan. Cara mempelajarinya pun
seperti bagian-bagian yang terpisah seakan-akan taka da kaitannya
antara materi pelajaran yang satu dengan yang lain.
4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi
pelajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana
siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.
Materi pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber
dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan, mata
pelajaran itu sendiri adalah pengalaman-pengalaman manusia masa
lalu yang disusun secara sistematis dan logis kemudian diuraikan
dalam buku-buku pelajaran yang selanjutnya isi buku itu yang
harus dikuasai siswa. Kadang-kadang siswa tak perlu memahami
apa gunanya mempelajari bahan tersebut. Oleh karena kriteria
keberhasilan ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka
alat evaluasi yang digunakan biasanya adalah tes hasil belajar
tertulis (paper and pencil test) yang digunakan secara periodik
b) Mengajar Sebagai Proses Mengatur Lingkungan
Pandangan lain mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan
dengan harapan agar siswa belajar. Dengan demikian, yang penting dalam
mengajar adalah proses mengubah perilaku. Dalam konteks ini mengajar
tidak ditentukan oleh lamanya serta banyaknya materi yang disampaikan,
tetapi dari dampak proses pembelajaran itu sendiri. Bisa terjadi guru hanya
beberapa menit saja di muka kelas, namun dari waktu yang sangat singkat
itu membuat siswa sibuk nelakukan proses belajar, itu sudah dikatakan
mengajar.
Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses
mengatur lingkungan itu.
1) Mengajar berpusat pada siswa (Student Centered)
Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, akan tetapi sangat
ditentukan oleh siswa itu sendiri. hendak belajar apa siswa dari
topik yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya,
bukan hanya guru yang menentukan tetapi juga siswa. Siswa
mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya
sendiri. dengan demikian, peran guru berubah dari peran sebagai
sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, artinya guru lebih
banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Tujuan
utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu,
kriteria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh
mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari
sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar.dengan
demikian guru tak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar,
akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan
menfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah makna
proses pembelajaran berpusat kepada siswa.
2) Siswa sebagai subjek belajar
Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan,
siswa tidak dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya
sebagai penerima informasi, akan tetapi di pandang sebagai
organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang.
Mereka adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.
3) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada
siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi di mana saja. Kelas
bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat
memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan
dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa belajar tentang fungsi
pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar
siswa.
4) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan
tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itulah penguasaan materi
bukanlah akhir dari proses pengajaran akan tetapi hanya sebagai
tujuan antara untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas.
Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat
membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Untuk itulah metode
dan strategi yang digunakan guru tidak hanya sekedar metode
ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode, seperti diskusi,
penugasan, kunjungan ke objek-objek tertentu dan lain sebagainya.
2.3 Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar

Apakah mengajar sebagai proses menanamkan pengetahuan dalam abad teknologi


sekarang ini masih berlaku?bagaimana seandainya pengajar (guru) tidak berhasil menanamkan
pengetahuan kepada orang yang diajarnya masih juga dianggap orang tersebut telah
mengajar?lalu,kalau begitu apa kriteria keberhasilan mengajar?apakah mengajar hanya di
tentukan oleh seberapa besar pengetahuan yang telah disampaikan?
Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu,dianggap
tidak sesuai lagi dengan keadaan.Mengapa demikian?Minimal ada tiga alasan penting .alasan
inilah yang kemudian menuntut perlu terjadiya perubahan paradigma mengajar,dari mengajar
hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses mengatur
lingkungan.
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini,tetapi mereka adalah organisme
yang sedang berkembang. agar mengajar dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembanggannya,dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing
mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orng tidak
mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. begitu hebatnya perkembangan ilmu
biologi,ilmu ekonomi, hukum, dan sebagainya. apa yang dulutidakperna terbayangkan, sekarang
menjadi knyatan
Ketiga, penemuan-penemuan baru kususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan
pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingka laku manusia. dewasa ini,anggapan manusia
sebagai organisme yang pasif yang perilakunya dapat di tentukan oleh lingkungan seperti yang di
jelaskan dalam aliran behavioristik, telah banyak di tinggalkan orang.
Ketiga hal diatas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar jangan diartikan
sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-
banyaknnya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar
siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi miliknya.
Dalam istilah “ pembelajaran” yang lebih di pengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil
teknologi yang dapat di manfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa di posisikan sebagai subjek
belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dapat setting proses belajar mengajar
siswa di tuntut beraktifitas secara penuh bakan secara indifidual mempelajari bahan pelajaran.
dengan demikian, kalau dalam istilah “mengajar(pengajaran)” atau “teacheng” menempatkan
guru sebagai “pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam “ instruction” guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumer dan fasilitas untuk di pelajari
siswa.

2.4 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan


Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan
materi pelajaran akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa
belajar. Makna lain mengajar yang demikian diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini
mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari
kegiatan. Maksudnya untuk pembentukan watak,peradaban,dan meningkatkan mutu kehidupan
peserta didik.
Istilah “pembelajaran” (instruction) itu menunjukan pada usaha siswa mempelajari bahan
pelajaran sebagai akibat perlakuan guru.
Bruce Weil (1980) mengemukakan tiga prinsi penting dalam proses pembelajaran
semacam ini. Pertama, proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat
membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan lingkungan ini
dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan
fakta-fakta. Kedua,beerhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga
tipe pengetahuan yang masing-masing memer`lukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya.
Pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisis,sosial dan logika. Pengetahuan fisis adalah
pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk,besar,berat serta
bagaimana objek berinteraksi satu sama lain. Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku
individu dalam suatu sistem sosial atau hubungan antara manusia yang dapat memengaruhi
interaksi sosial. Contoh pengetahuan tentang aturan,hukum,moral,nilai,bahasa,dan lain
sebagainya. Pengetahuan logika berhubungan dengan berfikir matematis,yaitu pengetahuan yang
dibentuk berdasarkan pengalamandengan suatu objek dan kejadian tertentu. Ketiga,dalam proses
pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial.
2.4.1 Pembelajaran adalah proses berfikir
Belajar adalah proses befikir. Belajar berfikir menekankan kepada proses mencari
dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan.
Dalam pembelajaran berfikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekan kepada
akumulasi pengetahuan materi pelajaran,tetapi diutamakan adalah pengetahuan siswa
untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self’regulated).
Asumsi mendasari pembelajaran berfikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak
datang dari luar,akan tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif
yang dimilikinya.
Menurut Bettencourt (1985) mengajar dalam proses berfikir adalah partisipasi
dengan siswa dalam membentuk pengetahuan,membuat makna,mencari
kejelasan,bersikap kritis,dan mengadakan justifikasi.
Dalam proses pembelajaran La Costa(1985)mengklasifikasikan mengajar berfikir
menjadi tiga,yaitu teaching of thinking,teaching for thinking, teaching abaout thinking.
Teaching of thinking adalah proses pembelajaran yang diarakan untuk
pembentukan keterampilan mental tertentu,seperti misalnya keterampilan berfikir
kritis,berfikirberfikir kreatif dan lain sebagainya. Dengan demikian jenis pembelajaran ini
lebih menekan kepada aspek tujuan pembelajaran. Teaching for thinking adalah proses
pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat
diarakan pada usaha menciptakan situasi dan lingkungan tertentu. Teaching about
thinking adalah pemebelajaranyang diarahkan pada upaya untuk membentu agar siswa
lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Jenis pembelajaran ini lebih menekan kepada
metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2.4.2 Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi Otak
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
Menurut beberapa Ahli. Otak manusia terdiri dari u bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri.
Masing-masing belahan otak memiliki pesialisasi dalam kemampuan-kemampuan
tertentu. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini
sangat teratur dan cara kerja otak kanan bersifat nonverbal seperti perasaan dan emosi,
kesadaran yang berkenan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang)
kesadaan spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas,
dan fisualisasi. Kedua belahan otak perlu di kembangkan secara optimal dan seimbang.
Belajar yang hanya, cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya, dengan memaksa
anak untuk berfikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi “kering dan
hampa”. Oleh karena itu, belajar berfikir logis dan rasional perlu di dukung oleh
pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukan unsur-unsur yang bias memegaruhi
emosi, yaitu unsure estetika melalui proses belajar yang menyenagkan dan
menggairahkan.
Pendapat lain tentang otak adalah teori otak triune. “ triune berarti three in one “.
Menurut teori otak triune, otak manusia terdiri dari tiga bagian yaitu otak reptile, system
limbik, dan neokortek. Ketiga bagian otak itu tergambar di bawah ini.

NEOKORTE

RIPTIL SISTEM
LIMBIK

GAMBAR ( Otak triune)

Otak reptile adalah otak paling sederhana. Tugas utama otak ini adalah
mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan
system peredaran darah. System limbic adalah otak tengah yang memainkan peranan
besar dalam hubngan manusia dan dalam emosi. Fungsi otak ini bersifat social dan
emosional. Di otak ini juga terkandung sarana untuk mengingat jangka panjang.
Neokotekadaah otak yang paling tinggi tingkatanya. Otak ini memiliki fungsi tingkat
tinggi, misalnya mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak memecahkan
masalah, merencanakan kedepan, berkreasi.

2.4.3 Pembelajaranberlangsungsepanjang Hayat


Belajar adalah proses yang terus – menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak
terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang
kehidupannya, manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang di ingin
dicapainya, dalam proses mencapai tujuanya, manusia akan dihadapkan pada berbagai
rintangan. Dan prinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas
sejalan dengan empat pila pendidikan universal seperti yang di rumuskan UNESCO
( 19696), yaitu : (1) learing to know , yang berartijuga learning to learn; (2) learning to do;
(3) learning to be; dan (4) learning to live together. Learning to know atau learning to
learn mangandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi
kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar.
learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar
mendegar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetap belajar untuk
membuat dengan tujuan akimulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk membuat dengan
tujuan akhir penguasaan kompentensi yang sangat diperlukan dalam era persainagan
global.
Learning to be mengandung pengetian bahwa belajara dalah membentuk manusia
yang “menjadi dirinya, sendri. dalam pengertian ini juga terkandung makan kesadaran
diri sebagai makluk yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadariakan
segala kekurangan dan kelemahan.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat di
perlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia
baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau
mengasingkan diribersamakelompoknya,
2.5 Teori-Teori Belajar
Belajar dianggap sebagai perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan
latihan. Hillgard mengungkapkan”Learning is the process by wich an activity originates
or changed through training procedures (wether in the laboratory or in the naural
environent) as distinguished from changes by factor not atributable to training”. Bagi
Hillgard, beljar itu adalah proses perubhan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik
latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkung alamiah.
Beljar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. belajar adalah proses
mental dala diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnyanya perubahan perilaku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang
disadari.
Proses belajar
1. Beberapa Teori Belajar Behavioristik
2. Teori-teori Belajar Kognitif
a. Teori Gestalt
Teori Gestalt termasuk pada kelompok aliran kognitif holistik. Teori Gestalt di
kembangkan oleh Kofka, Kholer, dan Wertheimer dari Jerman. Menurut Teori
Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan Insight. Insight adalah pemahaman
terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu
memperoleh respon (jawaban) yang tepat untuk memecahkan problem yang di
hadapi. Belajar yang pentin bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi
mengerti atau memperoleh Insight (chelsya, 2003:9).
Sifat-sifat belajar dengan Insight ialah :
a) Insight tergantung dari kemampuan dasar
b) Insight tergsntung dari pengalaman masa lampau yang relevan
c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar di atur sedemikian rupa,
sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
d) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit
e) Belajar dengan Insight dapat di ulangi
f) Insight sekali didapat dapat di gunakan untuk menghadapi situasi-situasi
yang baru.
Jika Teori Behavioristik menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat
mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkali peranan Insight. Justru Teori
Gestalt menganggap bahwa Insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.
Untuk memahami bagaimana sebenarnya Insight itu terjadi, kita ikuti percobaan
yang dilakukan Kohler.
Kohler menyimpan simpanse pada sebuah jeruji. Di dalam jeruji itu disediakan
sebua tongkat, dan di luar jeruji disimpan sebuah pisang. Setelah dibiarkan
beberapa lama, ternyata simpanse berasil maraih pisang yang ada di luar jeruji
dengan tongkat yang disediakan itu.
Dari percobaan tersebut simpanse mampu mengembangkan Insight, artinya ia
dapat menangkap hubungan antara jeruji, tongkat, dan pisang. Ia paham bahwa
pisang adalah makanan, ia juga paham bahwa tongkat dapat digunakan untuk
meraih pisang yang berada di luar jeruji. Inilah hakikat belajar. Belajar terjadi
karena kemampuan menangkap makna dan keterhubungan antara komponen yang
ada dilingkungannya.
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut Teori Gestlat, memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a) Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang
tersebut sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan
posisi yang bersangkutan dalam kelompoknya..
b) Insight dipengaruhi/tergantung pada pengalaman masa lalu yang relevan
c) Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
(Simpanse tidak mungkin dapat meraihpisang yang ada diluar jerujinya
apabila tidang disediakan tongkat).
d) Pengertian merupakan inti dari Insight. Melalui pengertian individu akan
dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang bisa menjadi
kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi berlainan.
e) Apabila Insight telah diperoleh maka dapat digunakan untuk menghadapi
persoalan dalam situasi lain. Disini terdapat semacam transfer belajar,
namun yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari, tetapi relasi-relasi
dan generalisasi yang di peroleh melalui Insight.

Prinsip belajar menurut Teori Gestalt :

a) Belajar itu Berdasarkan Keseluruhan


Belajar menurut teori Behhavioristik menganggap bahwa bagian-bagian
lebih penting dari keseluruhhan, sedangkan Teori Gestalt menganggap
bahwa justru Keseluruhan itu lebih memiliki makna dari pada bagian-
bagian. Bagian-bagian hanya akan berarti apabila ada dalam keseluruhan.
Sama halnya dengan sebuah kata akan bermakna manakala ada dalam
sebuah kalimat. Begitu juga sebuah kalimat akan bermakna bila berada
dalam sebuah rangkaian karangan.
Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat
dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui
masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
b) Anak yang Belajar Merupakan Keseluruhan
Prinsip ini mengandung arti bahwa membelajarkan anak itu bukanlah
hanya mngembangkan intelaktual saja, akan tetapi mengembangkan
pribadi anak seutuhnya. Apa artinya kemampuan intelaktual manakala
tidak di ikuti oleh pengembangan seluruh potensi yang ada dalam diri
anak. Oleh karena itu mengajar bukanlah menumpuk memori anak dengan
fakta-fakta yang lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang
ada dalam diri anak.
c) Belajar berkat Insight
Telah dijelaskan bahwa Insight adalah pemahaman terhadap hubungan
antarbagian didalam suatu situasi permasalahan.dengan demikian, belajar
itu akan teradiji manakala dihadapkan terhadap suatu persoalan yang harus
di pecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang
dihadapi itu anak akan mendapat Insight yang sangat berguna untuk
menghadapi setiap masalah.
d) Belajar Berdasarkan Pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna
kehidupan setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi
pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus menerus
disempurnakan. Apabila seorang anak terkena api, maka kejadian itu akan
memberikan pengalaman setalh ia mengolah, menghubungkan, dan
menafsirkan bahwa api merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa
sakit, sehingga ia dapat menyimpulkan dan menentukan sikap bahwa api
harus dihindari. Anak tetapi, kemudian anak akan mengreorganisasikan
pengalamannya bahwa ternyata api itu besar juga manfaatnya dan tidak
selalu berbahaya. Inilah hakikat pengalaman. Dengan demikian, proses
pembelajaran adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang
bermakna untuk kehidupan anak.
e) Balajar adalah suatu proses perkembangan (chelsya, 2003:10).
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia tela matang
untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme
yang berkembang, kesediaan untuk mempelajari sesuatu tidak hanya
ditentukan oleh kematangan jiwa batinuah, tetapi juga perkembangan
karena lingkungan dan pengalaman.
f) Terjadi Transfer (chelsya, 2003:10).
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah
memperoleh response yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu
terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan tela
dikuasai betul-betul maka dapat dipindakan untuk kemampuan yang lain.
g) Belajar lebih Berhasil Bila Berhubungan dengan Minat, Keinginan dan
Tujuan Siswa (chelsya, 2003:10, 11).
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan sisa
dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswa diajak
membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan
yakin akan manfaatnya.
h) Belajar Berlangsung terus-menerus (chelsya, 2003:11).
Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga diluar
sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena
itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua dirumah dan masyarakat,
agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.
b. Teori Medan
Teori Medan dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti Teori Gestalt, teori
Medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa
hal yang berkaitan dengan proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam
belajar adalah :
a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif.
Setiap orang akan dapat memeahkan masalah jika ia bisa mengubah
struktur kognitif. Permasalahan yang sering dijadikan contoh adalah
sebagai berikut : ada sembilan buah titik. Hubungkan kesembilan buah
titik tersebut dengan 4 buah tarikan garis tanpa mengangkat tangan!
Orang yang melihat sembilan buah titik sebagai sebuah bujur sangkar akan
sulit memecahkan persoalan tersebut. Oleh karena itulah agar sembuah
titik dapat dilewati dengan 4 buah tarikan garis, kita harus mengubah
struktur kognitif kita, bahwa kesembilan buah titik itu bukan sebuah bujur
sangkar.
b) Pentingnya motivasi.
Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk
berperilaku. Motivasi muncul karena adanya daya tarik seseorang
(motivator). Akan tetapi, untuk mendapat nilai yang baik itu misalnya
berlajar dengan giat, melaksanakan setiap tugas, merupakan hal yang tidak
menarik.
Oleh sebab itu, sering untuk mengejar daya tarik itu seseorang melakukan
hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan; Misalnya menyontek dan
menjiplak tugas. Untuk menghindari hal tersebut di perlukan perngawasan
yang memadai. Itulah sebabnya selain diperlukan faktor pendorong
melalui hadiah, juga diperlukan hukuman terutama apabila terjadi gejala-
gelaja perilaku yang tidak sesuai.
Disamping itu, motivasi juga bisa muncul karena pengalaman yang
menyenangkan, misalnya pengalaman kesuksesan. Seseorang akan
mengalami keberhasilan mencapai sukses seperti meraih angka tertinggi
dari suatu tes, maka yang bersangkutan akan termotivasi untuk melakukan
tindakan lebih bagus, ia akan senang, gembira, dan merasa puas.
Sebaliknya, seseorang yang gagal meraih sukses akan merasa sedih, malu,
tidak merasa puas, yang pada gilirannya akan melemahkan motivasi
mereka untuk bertindak lebih lanjut.
c. Teori Konstruktivistik
Teori Konstriktivistik di kembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecilsudang
memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Pengetahuan yang di konstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi
pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh
melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah
sebagai berikut :
1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa.
Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka
mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk
menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri
dalam belajar (chelsya, 2003:12).
2) Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahhap tertentu menurut
suatu urutan yang sama bagi semua anak.
3) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu
urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap
yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
4) Perkembangan mental anak di pengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :
 Kemasakan
 Pengalaman
 Interaksi sosial
 Equilibration (proses dari ketigafaktor diatas bersama-sama untuk
membangun dan memperbaiki struktur mental).
5) Ada 3 tahap perkembangan, yaitu :
 Berfikir secara intuitif ± 4 tahun
 Beroperasi secara konkret ± 7 tahun
 Beroperasi secara formal ± 11 tahun
Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi
dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif
yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses
penyempurnaan skema yang telah terbentukdan akomodasi adalah proses
perubahan skema. Secara lengkkap teori Konstruktivistik akan anda temukan
dalam strategi pembelajaran konsektual dan strategi pembelajaran peningkatan
kemampuan berfikir pada bab-bab selanjutnya.
d. Teori Belajar Menurut J. Bruner (chelsya, 2003).
Kata Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku sesorang tetapi untuk
mengubah kurikulum sekolah sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih
banyak dan mudah.
Sebab itu Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila sekolahdapat
meneyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan
kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Dalam proses belajar Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan
yang dinamakan ”discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana
siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal
atau pengertian yang mirip dengan yang sudah di ketahui. Dalam tiap lingkungan
selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang
dihayati oleh siswa secara berbeda-beda sesuai usia yang berbeda pula.
Dalam lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari siswa, hal mana dapat
digolongkan menjadi :
a) Enactive : seperti belajar naik sepeda, yang harus di dahului
denganbermacam-macam ketrampilan motorik,
b) Iconic : seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat dimana
bukunya yang penting letaknya,
c) Symbolic : seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula.

Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini :


1) Mengusahakan agar semua siswa berpatisispasi aktif, minatnya perlu
ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;
2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan
secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa.
3) Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa
melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa
memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang di
pelajari;
4) Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang
optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan
jawab”nya.

Ada juga teori belajar yang lain seperti :

a. Teori dari R. Gagne


Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu :
1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
ketrampilan, kebiasaan, dan tingkahlaku.
2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang di peroleh
dari instruksi.

Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan, tetapi baru
dalam bentuk “sensor-motor coordination” kemudian ia mulai belajar berbicara
dan menggunakan bahasa. Kesanggupan untuk menggunakan bahasa ini penting
artinya untuk belajar.

Tugas pertama yang dilakukan anak ialahh meneruskan “sosialisai” dengan anak
lain, atau orang dewasa, tanpa pertentangbahkan untuk membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keramahan dan konsiderasi pada anak itu.

Tugas kedua ialah belajar menggunakan simbol-simbol yang menyatakan keadaan


sekelilingnya, seperti: gambar, huruf, angka, diagram dan sebagainya. Ini adalah
tugas intelektual (membaca, menulis, berhitung, dan sebagainya). Bial anak
sekolah sudah dapat melakukan tugas ini, berarti dia sudah mampu belajar banyak
hal dari yang mampu sampai yang amat kompleks.

Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat
dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning” yaitu :

1) Ketrampilan motoris (motor skill)


Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya
melempar bola,main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan
sebagainya.
2) Informasi verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar;
dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu ini perlu
intelegensi.
3) Kemampual intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan
simbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah yang disebut “kemampuan
intelektual” misalnya membedakan huruf m dan n, menyebut tanaman
yang sejenis.
4) Strategi kognitif
Ini merupakan organisasi ketrampilan yang internal (internal organized
skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini
berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar,
dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta
memerlukan perbaikan-perbaikan secara terus-menerus.
5) Sikap
Kemampuan ini tidak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak
tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbalseperti halnya domain
yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar; tanpa kemampuan ini
belajar tak akan berhasil dengan baik.
b. Teori Belajar Purposeful Learning
Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai
tujuan dan yang :
a) Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain.
b) Dilakukan siswa dengan bimingan orang lain didalam situasi belajar-
mengajar di sekolah.
a. Purposeful learning oleh siswa sendiri
Skema ini menunjuka Purposeful learning tanpa bimbingan. Urutan ini
menggambarkan bagaimana seseorang memperoleh banyak kecakapan
intelektual dan prikomotor.
Dalam menganalisis urutan itu pembaca dapat memikirkan tingkah laku anda
yang anda peroleh sebagai hasil belajar dan cobala tentukan apakah urutan itu
dapat di terapkan pada tingkah laku anda tersebut.
Urutan Purposeful learning tanpa bimbingan :
1) Memperhatikan situasi belajar
2) Menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dan kegiatan kepada
pencapaian tujuan.
3) Mengadakan usaha-usaha pendahuluan yang mencakup berfikir produktif
dalam hubungan dengan tugas-tugas di dalam bidang : Kognitif, Afektif,
dan Psikomotor.
4) Latihan untuk memperoleh kecakapan dan untuk mencapai tujuan.
5) Mengevaluasi tingkah laku sendiri;
6) Mencapai tujuan (mengalami kepuasan menggunakan pengetahuan dan
keakapan yang lebih tinggi tingkatnya (dari pada sebelum belajar) di
dalam situasi lain) atau tidak mencapai tujuan (mengubah tujuan
menguba respon, atau mengundurkan diri)

Penjelasan Tiap Langkah :

1) Seseorang mengalami/menyadari kebutuhan keinginan atau perasaan tertantu


dan memperhatikan situasi tersebut. Misalnya lapar, objek-objek yang
berwarna menyolok.
2) Sambil memperhatikan situasi tersebut dan mempertimbangkan motivasi,
seseorang melihat/memikirkan bagaimana kebutuhannya dapat dipenuhi dan
menetapkan tujuan. Dengan perkataan lain ia memikirkan kondisi akhir
(tujuan) yang akan dicapai pada suatu waktu di masa yang akan datang yang
dapat memuaskan/memenuhi kebutuhhan/keinginanannya. Banyak tujuan
tidak dinyatakan secara eksplisit (What – When – How - Means).
3) Sambil memperhatikan situasi tersebut seseorang mengadakan eksplorasi,
sebagai persiapan untuk menetapkan tujuan. Setelah tujuan ditetapkan,
kemauan atau keinginan untuk mencapainya membentuk daya pendorong.
Seseorang mengadakan percobaan pendahuluan untuk mencapai tujuan.
Tujuan itu terletak dalam berbagai bidang kacakapan yaitu kognitif,
psikomotor atau afektif.
4) Percobaan pendahuluan tersebut dapat mengakibatkan perumusan kembali
tujuan (mempertingi atau memperendah tujuan). Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan latihan/kegiatan-kegiatan misalnya belajar bahasa,
belajar memainkan alat musik. Latihan-latihan/kegiatan-kegiatan tersebut
menghasilkan ketrampilan sederhana sampai kompleks.
5) Individu menilai kegiatanya. Sebetulnya itu tidak dimulai disini melainkan
sejak tahap permulaan. Tapi pada tahap ke-5 ini penilaian dilakukan
untukmengetahui tujuan yang telah tercapai.
6) Tujuan tercpai menimbulkan kepuasan.
7) Tujuan tak tercapai mengakibatkan mengubah tujuan.

b. Belajar-bertujuan di dalam situasi sekolah


Tingkat-tingkat belajar-bertujuan dengan bimbingan

Aktivitas Siswa Aktivitas Guru


1. Memperhatikan situasi 1. Memanipulasi materi, kegiatan dan
belajar unsur-unsur, aspek-aspek yang lain
dalam situasi untuk menjamin dan
menguasai perhatian siswa.
2. Membantu siswa dalam menetapkan
2. Menetapkan tujuan: tujuan dengan jalam mendiskusikan
mengarahkan perhatian tujuan pengajaran, tugas-tugas yang
dan kegiatan kepada hharus dikerjakan, dan sebagainnya.
tercapainya tujuan 3. Menyediakan sumber-sumber
3. Mengadakan percobaan pengajaran, misalnya : bahan-bahan dan
(usaha) dalam bidang : perlengkapan dan memberikan
kognitif, afektif, dan bimbingan kepada siswa untuk
psikomotor menggunakan sumber tersebut.
4. Mengatur latuhan, studi, diskusi,
laboratorium, dan kegiatan-kegiatan lain.
4. Latihan/praktek untuk Memberi semangat kepada siswa agar
memperoleh kecakapan tekun dalam usaha mencapai tujuan.
dan untuk mencapai tujuan Memberi bimbingan kepada siswa dalam
memperoleh pengetahuan dan dalam
mengembangkan kecakapan yang lebih
tinggi tingkatnya dan tingka laku pro-
sosial dan memperhatikan perbedaan
individu siswa.
5. Menilai kemajuan siswa, membetulkan
kesalahan-kesalahan, memperkuat apa
yang telah baik (reinforce) misalnya
dengan memuji, memberikan
5. Menilai tingkah laku persetujuan.
sendiri Memberi kesepakatan untuk mengadakan
review dan latihan-latihan tambahan di
mana perlu.
6. Mengadakan evaluasi sumatif untuk
memperoleh pengetahuan tentang
seberapa jauh tujuan telah tercapai
7. Menciptakan kondisi yang
memungkinkan penggunaan
6. Mencapai Tujuan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan
sekarang dalam belajar lebih lanjut dalam
kegiatankegiatan lain, dan dalam situasi
7. Memperoleh kepuasan di luar sekolah.

Penjelasan tiap langkah :

1) Memperhatikan tugas yang akan dipelajari adalah penting dalam memulai tahap
(urutan) kegiatan belajar. Guru menuntut siswa menggunakan lebihh dari satu
indera, misalnya pendengaran dan penglihatan.
2) Penetapan tujuan itu penting untuk memulai dan mengarahhkan kegiatan. Siswa
memrlukan ksempatan dan bantuan dan memutuskan apa yang mereka pelajari,
bagaimana mereka akan dapat belajar dengan baik dan kapan bahan tersebut
akan dipelajari.
3) Berusaha mencapai tujuan mencakup interaksi dengan orang-orang dan materi
yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut dan cocock dengan sifat-sifat siswa.
Mengenal dan mengorganisasi komponen secara berurutan adalah penting untuk
mencapai tujuan. Siswa perlu ditolong agar mengenal hubungan yang bermakna
antara komponen-komponen tersebut.
Latihan yang dilakukan dalam kondidi tertentu adalah penting untuk mencapai
tujuann dan untuk meningkatkan pekerjaan dalam kebanyakan bidang studi.
Belajar yang sesuai dengan kecakapan sendiri, cara sendiri dan sifat-sifat sendiri
yang lain bermanfaat untuk pencapaian tujuan belajar/untuk belajar yanglain
pada umumnya.
Menilai pekerjaan sendiri adalah penting dalam mengembangkan
keberdirisendirian dalam belajar dan dalam mecapai tujuan. Guru
memberitahukan kemajuan siswa dan menolong mengatasi kesalahan-
kesalahannya.
Pengembangan kecakapan yang mantap dan pengetahuan yang konprehensif
menuntut pengalaman belajar yant produktif selama waktu yang cukup lama.
Penerapan pada situasi-situasi baru konsep-konsep, prinsip-prisip, ketrampilan
dan hasil belajar lain yang baru diperoleh akan meningkat kemantapan
penguasaannya.
c. Belajar dengan jalan mengamati dan meniru (Observation Learning and Imitation)
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru di kuasai atau di pelajari mula-mula
dengan mengamati dan meniru suatu model/contoh/teladan.
1) Model Yang Ditiru
Model yang diamatidanditirusiswadengandigolongkanmenjadi:
a. Kehidupan yang nyata
Misalnya: orang tua di rumah, guru di sekolah, dan orang lain dalam
masyarakat.
b. Simbolik.
Termaksuk dalam golongan ini adalah model yang di presentasikan secara
lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar.
c. Representasional.
Termasuk dalam golongan ini adalah model yang di presentasikan dengan
menggunakan alat-alat audiovisual, terutama televise dan video.
2) PengaruhMeniru
Menurut Badura danWalters, penguasaan tingkah laku atau response baru,
pertama-tama adalah hasil dari peristiwa –peristiwa yang terjadi dalam waktu
yang bersamaan (Kontiguitas) yang diamat, kuat lemahnya response itu
bergantung pada penguatan (reinforcement). Proses tersebut akan lebih jelas
dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang berbeda dari pengamatan
(observasi) dan peniruan.
a) Modeling effect
Dengan jalan mengamati dan meniru, siswa menghubungkan tingkah laku
dari model dengan response yang baru bagi dirinya, response yang
pertama kali di lakukannya. jelas, model itu harus menunjukkan tingkah
laku yang baru bagi siswa tetapi dapat di lakukan oleh siswa tersebut.
b) Disinhibitory effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, seorang siswa dapat
memperlemah atau memperkuat response-response terlarang yang telah
dimilikinya, pada umumnya, tingkah laku agresif tidak di benarkan,
terlarang.
c) Eliciting effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, siswa menghubungkan
tingkah laku dari model dengan response-response yang telah dimilikinya.
Dengan begitu response-response itu di timbulkan. Misalnya kerja bakti,
memberikan uangderma, makan-makanan yang biasannya tidak dipilih.
3) Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Peniruan
a) Konsekuensi dari response yang dilakukan (hadiah dan hukuman,
pengaruh hukuman tidak mudah di ramalkan seperti pengaruh hadiah).
b) Sifat-sifat siswa
Siswa yang suka meniru biasanya adalah yang:
- Mempunyai rasa kurang harga diri
- Kurang kemampuanya,
- Mereka mempunyai sifat-sifat yang sama seperti dalam model.
- Berada dalam suasana parasaan tertentu karena tekanan dari luar
atau karena obat (drugs).
4) Melupakan Response yang ditiru
Bandura dan Walters lebih tertarik perhatiannya pada penia dan (extinction)
tingkah laku yang tak baik dari pada memperlemah tingakah laku yang baik.
Beberapa cara untuk meniadakan response itu adalah:
1. Tidak member hadiah atas suatu response
2. Menghilangkan penguat yang positif
3. Menggunakan perangsang yang tak menyenangkan,misalnya hukuman
4. Belajar berkondisi (Counter Conditioning)
5) Penerapan di Sekolah
a) Tingkah laku social dapat dipelajari dengan jalan mengamati dan meniru.
Sekolah mempunyai peranan yang penting dan mengembangkan tingkah
laku social siswa-siswa.
b) Tingkah laku psikomotor dapat juga dipelajari dengan jalan mengamati
dan meniru, misalnya menulis, melempar bola.
c) Perkembangan keterampilan vocal, misalnya berbicara, menyanyi, dapat
dibantu oleh adanya model.
d. Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)
1. Tipe-tipe Belajar
Ada 2 dimensi dalam tipe-tipe belajar, yaitu:
a. Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan (discovery
learning).
b. Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful
learning).
c. Kalau dua dimensi itu digabung, akan kita peroleh empat macam belajar
(Ausubel & Robinson) yaitu: Meaningful reception; Rote reception;
Meaningful discovery; Rote discovery
Di dalam reception learning semua bahan yang harus dipelajari diberikan
dalam bentuknya yang final (bentuk yang sudah jadi) dalam bahan yang di sajikan
(expository material). contoh: bahan yang di kemukakan dalam paragraph di atas
mengenai dua dimensi dan empat macam belajar dari Ausubel dan Robinson.
Sekarang marilah mencari contoh-contoh empat macam belajar (Ausubel &
Robinson) yang telah disebutkan di depan: meaningful reception learning. rote
reception learning, meaning full learning, dan rote discovery learning.
2. Struktur dan proses
Menurut Ausubel danRobinson, struktur kognitif itu bersifat pyramidal. Bagian
puncaknya yang sempit berisi konsep-konsep atau teori yang paling umum.
Proses mengintegrasikan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang
telah ada disebut subsumsi
Ada dua macam subsumsi yaitu:
a. Subsumsi derivative
Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau
menerankan ide yang telah di punyai, maka proses menghubugkan keduanya
sehingga terjadi belajar, di sebut sunsumsi derivative
b. Subsumsi korelatif
Bila ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang baru mengubah ide
(informasi, konsep dan sebagainya) yang telah dipunyai, maka proses
menghubungkan keduanya disebut subsumsu korelatif.
3. Variabel-variabel di dalam belajar bermakna
Struktur kongnitif, seperti telah disebutkan di depan adalah perangkat fakta-fakta,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang teroganisasi, yang telah di pelajari dan
di kuasai seseorang.
Macam-macam variabel struktur kognitif adalah:
a. Pengetahuan yang telah dimiliki
b. Diskriminabilitas
c. Kemantapan dan kejelasan
4. Motivasi dan belajar bermakna
Motif keberhasilan (arhievement motivation) terdiri dari 3 komponen:
1) Dorongan kognitif
2) Harga diri
3) Kebutuhan berafiliasi
5. Penerapannya di sekolah
Teori Ausubel terutama berlaku pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik
dan yang sudah mempunyai konsep-konsep dasar di dalam bidang-bidang perjalan
tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena teori itu pertama-tama menekankan
pengusaan belajar mula, retensi, transfer, dan variable-variabel yang berhubungan
dengan belajar semacam itu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

No Nama Anggota Kelompok NIM Pembagian Materi


1. Lodia Lasibyanan 2017-43-056  Teori-teori Belajar Kognitif; s/d
 Teori Belajar Menurut J.Bruner
2. Glory V. Sahusilawane 2017-43-0  Teori-teori Belajar; s/d
 Beberapa Teori Behavioristik
3. Halima Pulu 2017-43-0  Pendahuluan; s/d
 Guru tidak berusaha untuk
mengetahui kemampuan awal
siswa
4. Frelin Pelupessy 2017-43-0  Makna Mengajar dalam Standar
Proses Pendidikan; s/d
 Pembelajaran Adalah Proses
Berfikir
5. Yulita Huri 2017-43-0  Proses Pembelajaran Adalah
Memanfaatkan Potensi Otak; s/d
 Pembelajaran Berlangsung
Sepanjang Hayat
6. Stela Rumaherang 2017-43-0  Perlunya Perubahan Paradigma
Tentang Mengajar
7. Smirna Lesnussa 2017-43-0  Guru Tidak Pernah Mengajak
Berfikir Siswa;
 Guru Tidak Berusaha
Memperoleh Umpan Balik; s/d
 Guru Menganggap Bahwa Ia
Adalah Orang yang Paling
Mampu Menguasai Pelajaran
8. Rusdi A. Safria 2017-43-0 Konsep Dasar Mengajar :
 Pengertian Mengajar Oleh Para
Ahli;
 Mengajar Sebagai Proses
Menyampaikan Materi Pelajaran;
s/d
 Mengajar Sebagai Proses
Mengatur Lingkungan
9. Rofalma Tuhumury 2017-43-0  Teori Belajar R. Gagne
 Teori belajar Purposeful Learning
10. Marlon Kapitan 2017-43-0  Teori Belajar: Belajar dengan
Jalan Mengamati dan Meniru
 Teori Belajar: Belajar yang
Bermakna

Anda mungkin juga menyukai