Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian bertujuan untuk
meningkatkan mutu, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai; dan Pelayanan Farmasi
Klinik.
Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep,
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite pasien, monitoring efek
samping obat (MESO), pemantauan terapi obat (PTO) dan evaluasi
penggunaan obat. Evaluasi penggunaan obat merupakan salah satu kegiatan
untuk mengkaji rasionalitas penggunaan obat di suatu fasilitas pelayanan
kesehatan. Rasionalitas penggunaan obat adalah kondisi dimana pasien
menerima obat sesuai dengan kebutuhannya dalam dosis yang sesuai untuk
periode waktu yang adekuat dengan harga murah untuk pasien dan
masyarakatnya (WHO, 1985).
Penggunaan irasional atau non-rasional adalah penggunaan obat-obatan
dengan cara yang tidak sesuai dengan penggunaan rasional seperti yang
didefinisikan di atas. Di seluruh dunia lebih dari 50% semua obat diresepkan,
dikeluarkan, atau dijual secara tidak tepat, sementara 50% pasien gagal untuk
mendapatkannya dengan benar. Jenis penggunaan obat irasional umumnya
adalah obat-obatan poli farmasi, penggunaan antimikroba yang tidak tepat,
penggunaan injeksi yang berlebihan sedangkan sediaan oral lebih tepat,
kegagalan peresepan sesuai dengan pedoman klinis dan pengobatan sendiri
yang tidak tepat (self-medication).
Salah satu langkah untuk membatasi penggunaan obat yang tidak rasional
maka ditetapkan suatu sistem yang disebut Automatic Stop Order (ASO).
Automatic Stop Order (ASO) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
farmasis untuk menghentikan pengobatan pasien dengan alasan tertentu ketika
pasien berada di rumah sakit dan lama pemakaiannya ditentukan oleh Tim
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. ASO diterapkan pada obat-obat kategori
tertentu yang dianggap sebagai obat yang kuat/potent dan obat-obat yang
memerlukan review regular (Gunawan, 2015). Antimikroba, narkotika dan
obat-obat pengontrol (kecuali phenobarbital, methadone dan
buprenorphine/naloxone), antiinfeksi (topikal dan sistemik) kecuali
antiretrovirus, obat-obat TB dan ketoconazole shampoo, larutan inhalasi
melalui nebulizer dan ketorolac parenteral merupakan kategori obat-obat yang
tergolong dalam ASO.
Ada beberapa tujuan dilakukannya automatic stop order pada obat di
rumah sakit diantaranya untuk memastikan keselamatan pasien dan
meningkatkan pemantauan terapi sehingga ASO dapat membantu mencegah
terapi obat yang berkepanjangan. Contoh akibat dari tidak adanya ASO adalah
penggunaan antimikroba secara berlebihan menyebabkan peningkatan
resistensi antimikroba; dan gangguan ginjal dan gastrointestinal akibat
penggunaan ketorolac yang tidak tepat.
Apoteker sebagai penanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang
kefarmasian. Apoteker harus dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
baik dimana salah satunya adalah evaluasi penggunaan obat karena
penggunaan obat-obatan irrasional secara berlebihan dapat merangsang
permintaan pasien yang tidak tepat, dan mengurangi kepercayaan pasien
terhadap sistem pelayanan kesehatan.

B. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Memahami penggunaan obat dalam pelayanan farmasi klinik di RSU
Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2.2 Tujuan Khusus

Memahami penggunaan obat golongan antibiotik sefalosporin dan


analgetik dalam pelayanan farmasi klinik di RSU Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.

C. Manfaat
Mahasiswa Program Profesi Apoteker memahami pola penggunaan obat di
RSU Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Automatic Stop Order

Automatic Stop Order (ASO) merupakan suatu tindakan yang dilakukan


oleh farmasis untuk menghentikan pengobatan pasien dengan alasan tertentu
ketika pasien berada di rumah sakit dan lama pemakaiannya ditentukan oleh
Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Automatic Stop Order (ASO)
diterapkan pada obat-obat kategori tertentu yang dianggap sebagai obat yang
kuat atau potent dan obat-obat yang memerlukan review regular (Gunawan,
2015).
Ada beberapa tujuan dilakukannya automatic stop order pada obat di
rumah sakit diantaranya :
1. Meninjau kembali kondisi klinis pasien yang respon terhadap terapi obat.

2. Menilai respon terapi berdasarkan data laboratorium, mikrobiologi dan


hasil diagnosa.
3. Meninjau kembali apakah diperlukan penggantian, penghentian atau
penggunaan kembali obat.
4. Menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional dalam bentuk
pencegahan obat dalam waktu yang panjang.
Keuntungan Automatic Stop Order adalah untuk melindungi pasien dari
efek samping potensial obat dan peresepan yang tidak tepat; dan untuk
meningkatkan keselamatan pasien (ASHP, 2009). Semua obat yang dipesan
harus dilengkapi dengan Automatic Stop Order yang diberlakukan pada
beberapa kondisi, misalnya pasien akan menjalani pembedahan atau
dipindahkan ke bagian bangsal lain di dalam rumah sakit tersebut, atau
dipindahkan ke fasilitas kesehatan lain atau pasien diperbolehkan pulang. Jika
pasien dipindahkan ke fasilitas kesehatan lain, dokter membuat daftar
ringkasan obat pasien yang dihentikan. Kemudian ringkasan tersebut
dikirimkan ke fasilitas kesehatan yang dituju. Apabila pasien diperbolehkan
pulang ke rumah, dokter memberikan resep langsung kepada pasien untuk
selanjutnya dapat ditebus ke apotek rumah sakit (Turley, 2010).
Pemesanan obat juga akan otomatis dihentikan ketika pasien :
a. Dipindahkan ke atau dari ruang intensif (ICU, ICCU, HCU)
b. Dipindahkan ke atau dari pelayanan medis lain (misalkan dari departemen
Bedah ke Penyakit dalam)
c. Dikirim ke ruang operasi.
Apoteker akan mengingatkan dokter dan perawat jika mendapati suatu
pengobatan yang hampir mencapai batas pemberian yang aman. Pengobatan
akan dilanjutkan setelah dinyatakan secara tertulis oleh dokter yang
bersangkutan. Identifikasi dan komunikasi terkait automatic stop order akan
disampaikan 48 jam sebelum lama terapi habis. Apoteker akan mengirim
peringatan tentang automatic stop order yang akan dilakukan. Peringatan akan
ditandai dengan stiker, chart, atau catatan progress. Kalimat yang digunakan
adalah “Berdasarkan kebijakan stop order, pemesanan obat berikut akan
berakhir pada (meliputi tanggal dan waktu)”. Komunikasi tersebut
ditempatkan pada bagian pemesanan obat di rekam medis (Gunawan, 2016).

B. Penggolongan Obat Automatic Stop Order


Obat akan otomatisberhenti kecuali diperbaharui dengan, atau secara
khusus memerintahkan untuk jangka waktu yang berbeda, sesuai dengan
persetujuan.
Salah satu rumah sakit menyimpulkan bahwa terdapat empat obat yang
memerlukan kebijakan Automatic Stop Order (ASO) contohnya ketorolac
injeksi digunakan selama 5 hari untuk mencegah perdarahan gastrointestinal
(ISMP, 2000). Penggunaan Ketorolac injeksi 30 mg/ml untuk nyeri sedang
sampai berat untuk pasien yang tidak dapat menggunakan analgetik secara
oral, pemberian maksimal 2 hari (FORNAS, 2013).
DEMEROL (meperidin) 4 hari untuk mencegah akumulasi normeperidin;
agen paralitik 48 jam untuk mencegah efek buruk pada konduksi saraf yang
dapat menyebabkan kelumpuhan atau masalah yang berkepanjangan yang
menyapih pasien dari ventilator; dan antibiotik 7 hari (ISMP, 2000).
Adapun penggolongan obat yang masuk ke dalam Automatic Stop Order
(ASO) adalah sebagai berikut :
Kategori Obat Auto-Stop
Antimikroba 3 hari*
Narkotika dan obat-obat kontrol (kecuali fenobarbital, 7 hari
metadone dan buprenorphine/naloxone (Suboxone))
Antiinfeksi (topikal dan sistemik) kecuali antiretrovirus, 7 hari
obat-obat TB dan ketoconazole shampoo
Larutan inhalasi melalui nebuliser 7 hari
Sediaan mata kecuali untuk glaukoma/lubrikan 7 hari
Ketorolak parenteral 5 hari
*7 hari berhenti otomatis untuk L/BMT dan Medical Day Care Unit
Tabel 1. Golongan Obat Automatic Stop Order (ASO)
Penggunaan antibiotik oleh pasien harus memperhatikan waktu, frekuensi,
lama pemberian sesuai rejimen terapi dan memperhatikan kondisi pasien. Pada
proses penggunaan antibiotik, Apoteker dapat berperan pada penghentian otomatis
penggunaan antibiotik (automatic stop order). Penghentian otomatis pemberian
antibiotik dilakukan bila penggunaan sudah sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan. Selanjutnya apoteker perlu melakukan konfirmasi dengan dokter yang
merawat pasien untuk rencana terapi berikutnya (Anonim, 2011).
Standar Prosedur Operasional Peresepan automatic stop order di Rumah Sakit
Margono Soekarjo adalah sebagai berikut :
1. Ingatkan dokter dan perawat, jika mendapati suatu pengobatan yang
hampir mencapai batas pemberian yang aman (peresepan ketorolac oral
dan injeksi maksimal 2 hari).
2. Identifikasi dan komunikasi terkait ASO akan disampaikan pada hari
pertama persepan.
3. Kirim peringatan tentang ASO yang akan dilakukan dengan menandai
“ASO” pada obat yang dimaksud (di kartu obat atau resep) atau catatan
pemberian obat di rekam medis.
4. Pemesanan obat juga akan otomatis dihentikan ketika pasien :
 Dipindahkan ke atau dan ruang intensive (ICU, ICCU, HCU)
 Dipindahkan ke atau dan pelayanan medis lain (misalkan dari
bangsal bedah ke bangsal penyakit dalam)
 Dikirim ke ruang operasi
5. Pengobatan akan dilanjutkan setelah dinyatakan secara tertulis oleh dokter
yang bersangkutan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi penggunaan obat golongan antibiotik Sefalosporin dan obat


golongan analgesik untuk menentukan Automatic Stop Order (ASO) dilakukan di
Bangsal Kenanga dan Bangsal Mawar RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo dimulai
pada tanggal 19 Agustus sampai 23 Agustus 2017 dengan status pasien pulang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode retrospektif secara deskriptif
berdasarkan data rekam medik pasien (RMK). Data yang diperoleh dianalisis dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

4.1 Jumlah Sampel Penelitian


Selama periode 19 Agustus 2017 sampai dengan 23 Agustus 2017
diperoleh 31 RMK dari pasien rawat inap Bangsal Kenanga dan 19 RMK dari
pasien rawat inap Bangsal Mawar. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah
pasien yang berdasarkan RMK mendapatkan terapi antibiotik sefalosporin selama
7 hari dan analgesik selama 5 hari. Berdasarkan kriteria inklusi maka penggunaan
obat pasien rawat inap Bangsal Kenanga dan Bangsal Mawar digambarkan dalam
tabel berikut:
Tabel 4.1 Penggunaan Antibiotik dan Analgesik Bangsal Kenanga dan
Bangsal Mawar
Persentase Kesesuaian (%)
Jenis Sesuai Total
Sesuai Tidak Sesuai
Antibiotik 12 17 70,6 29,4
Analgetik 8 10 80 20
Total 20 27

Adapun data yang diambil untuk Automatic Stop Order (ASO) adalah
penggunaan obat golongan antibiotik Sefalosporin (Ceftriaxone, Cefazolin,
Ceftazidim dan Cefadroxil) dan golongan analgesik (Kerotolac, Asam Mefenamat
dan Paracetamol). Kedua golongan obat ini di rekap atau di data untuk antibiotik
lama pemakaian selama 7 hari dan analgetik 5 hari. Selanjutnya, dilakukan
evaluasi dari golongan obat antibiotik dan analgetik tersebut mana yang masih
masuk ke dalam range Automatic Stop Order (ASO) dan mana yang tidak.
Diperoleh pasien yang pulang dari tanggal 19 Agustus – 24 Agustus 2017 dari
bangsal Mawar berjumlah....... orang, dari bangsal Kenanga .... orang sehingga
total pasien keseluruhan adalah......orang.
Hasil perolehan data

Hasil dan Pembahasan


Gambar keterangan

Hasil dan pembahasan


Ceftriaxon adalah golongan antibiotik yang diindikasikan untuk
infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap
Cetftriaxone, seperti : infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran
kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi
intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif,
dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh. Dosis yang
dianjurkan 1-2 gram melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh
darah (intra vascular), lakukan setiap 24 jam, atau dibagi menjadi setiap 12
jam. Dosis maksimum : 4 gram/hari, selama 3 hari. Efek samping yang
dapat terjadi yaitu reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi
parah seperti anafilaksis bisa terjadi); efek GI (diare, N/V, diare/ radang
usus besar), efek lainnya (infeksi candidal), Dosis tinggi bisa dihubungkan
dengan efek CNS (encephalopathy, ginjal dan hati juga terjadi, serta
perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated
partial thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan atau
tanpa pendarahan dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan rangkaian
sisi NMTT ).
KESIMPULAN

 Automatic Stop Order (ASO) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
farmasis untuk menghentikan pengobatan pasien dengan alasan tertentu
ketika pasien berada di rumah sakit dan lama pemakaiannya ditentukan
oleh Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit.
 Keuntungan Automatic Stop Order adalah untuk melindungi pasien dari
efek samping potensial obat dan peresepan yang tidak tepat; dan untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
 Automatic Stop Order (ASO) adalah penggunaan obat golongan antibiotik
Sefalosporin (Ceftriaxone, Cefazolin, Ceftazidim dan Cefadroxil) dan
golongan analgesik (Kerotolac, Asam Mefenamat dan Paracetamol). di
Bangsal Kenanga dan Bangsal Mawar RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan Atma. 2015. Kebijakan Pengelolaan Obat di RSSA. Diakses pada


tanggal 22 Agustus 2017
Institute for Safe Medication Practice. ISMP List Of High-Alert Medications in
Community/Ambulatory Healthcare.pdf. posted on Januari 30, 2011

Institute for Safe Medication Practice. ISMP List Of High-Alert Medications in


Acute Care Settings.pdf. posted on June 2014IWK Health Centre.
Automatic Stop Order / Medication Reorders/ Order Review &
Medication Updates/ Order Expiry / Hold Orders. Diakses pada tanggal
23 Agustus 2017
Ministry of Health. General Administration of Pharmaceutical Care. Diakses
pada 23 Agustus 2017
Nursing Home. Types of Medication Orders. Pdf. Diakses pada tanggal 23
Agustus 2017

Health, PEI. 2013. Provincial Drugs And Therapeutics Committee. Automatic


Stop Order. Charlottetown, Canada.

ISMP, 2000. Acute Care: Let's put a stop to problem-prone automatic stop order
policies,https://www.ismp.org/newsletters/acutecare/articles/20000809_
2.asp. Diakses tanggal 24 Agustus 2017.
WHO, 1985. Policy Perspectives on Medicines: Promoting Rational Use of
Medicines, http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh3011e/1.html.
Diakses tanggal 23 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai