BAB II Automatic Stop Order
BAB II Automatic Stop Order
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian bertujuan untuk
meningkatkan mutu, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai; dan Pelayanan Farmasi
Klinik.
Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep,
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite pasien, monitoring efek
samping obat (MESO), pemantauan terapi obat (PTO) dan evaluasi
penggunaan obat. Evaluasi penggunaan obat merupakan salah satu kegiatan
untuk mengkaji rasionalitas penggunaan obat di suatu fasilitas pelayanan
kesehatan. Rasionalitas penggunaan obat adalah kondisi dimana pasien
menerima obat sesuai dengan kebutuhannya dalam dosis yang sesuai untuk
periode waktu yang adekuat dengan harga murah untuk pasien dan
masyarakatnya (WHO, 1985).
Penggunaan irasional atau non-rasional adalah penggunaan obat-obatan
dengan cara yang tidak sesuai dengan penggunaan rasional seperti yang
didefinisikan di atas. Di seluruh dunia lebih dari 50% semua obat diresepkan,
dikeluarkan, atau dijual secara tidak tepat, sementara 50% pasien gagal untuk
mendapatkannya dengan benar. Jenis penggunaan obat irasional umumnya
adalah obat-obatan poli farmasi, penggunaan antimikroba yang tidak tepat,
penggunaan injeksi yang berlebihan sedangkan sediaan oral lebih tepat,
kegagalan peresepan sesuai dengan pedoman klinis dan pengobatan sendiri
yang tidak tepat (self-medication).
Salah satu langkah untuk membatasi penggunaan obat yang tidak rasional
maka ditetapkan suatu sistem yang disebut Automatic Stop Order (ASO).
Automatic Stop Order (ASO) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
farmasis untuk menghentikan pengobatan pasien dengan alasan tertentu ketika
pasien berada di rumah sakit dan lama pemakaiannya ditentukan oleh Tim
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. ASO diterapkan pada obat-obat kategori
tertentu yang dianggap sebagai obat yang kuat/potent dan obat-obat yang
memerlukan review regular (Gunawan, 2015). Antimikroba, narkotika dan
obat-obat pengontrol (kecuali phenobarbital, methadone dan
buprenorphine/naloxone), antiinfeksi (topikal dan sistemik) kecuali
antiretrovirus, obat-obat TB dan ketoconazole shampoo, larutan inhalasi
melalui nebulizer dan ketorolac parenteral merupakan kategori obat-obat yang
tergolong dalam ASO.
Ada beberapa tujuan dilakukannya automatic stop order pada obat di
rumah sakit diantaranya untuk memastikan keselamatan pasien dan
meningkatkan pemantauan terapi sehingga ASO dapat membantu mencegah
terapi obat yang berkepanjangan. Contoh akibat dari tidak adanya ASO adalah
penggunaan antimikroba secara berlebihan menyebabkan peningkatan
resistensi antimikroba; dan gangguan ginjal dan gastrointestinal akibat
penggunaan ketorolac yang tidak tepat.
Apoteker sebagai penanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang
kefarmasian. Apoteker harus dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
baik dimana salah satunya adalah evaluasi penggunaan obat karena
penggunaan obat-obatan irrasional secara berlebihan dapat merangsang
permintaan pasien yang tidak tepat, dan mengurangi kepercayaan pasien
terhadap sistem pelayanan kesehatan.
B. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Memahami penggunaan obat dalam pelayanan farmasi klinik di RSU
Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2.2 Tujuan Khusus
C. Manfaat
Mahasiswa Program Profesi Apoteker memahami pola penggunaan obat di
RSU Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun data yang diambil untuk Automatic Stop Order (ASO) adalah
penggunaan obat golongan antibiotik Sefalosporin (Ceftriaxone, Cefazolin,
Ceftazidim dan Cefadroxil) dan golongan analgesik (Kerotolac, Asam Mefenamat
dan Paracetamol). Kedua golongan obat ini di rekap atau di data untuk antibiotik
lama pemakaian selama 7 hari dan analgetik 5 hari. Selanjutnya, dilakukan
evaluasi dari golongan obat antibiotik dan analgetik tersebut mana yang masih
masuk ke dalam range Automatic Stop Order (ASO) dan mana yang tidak.
Diperoleh pasien yang pulang dari tanggal 19 Agustus – 24 Agustus 2017 dari
bangsal Mawar berjumlah....... orang, dari bangsal Kenanga .... orang sehingga
total pasien keseluruhan adalah......orang.
Hasil perolehan data
Automatic Stop Order (ASO) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
farmasis untuk menghentikan pengobatan pasien dengan alasan tertentu
ketika pasien berada di rumah sakit dan lama pemakaiannya ditentukan
oleh Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit.
Keuntungan Automatic Stop Order adalah untuk melindungi pasien dari
efek samping potensial obat dan peresepan yang tidak tepat; dan untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
Automatic Stop Order (ASO) adalah penggunaan obat golongan antibiotik
Sefalosporin (Ceftriaxone, Cefazolin, Ceftazidim dan Cefadroxil) dan
golongan analgesik (Kerotolac, Asam Mefenamat dan Paracetamol). di
Bangsal Kenanga dan Bangsal Mawar RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo.
DAFTAR PUSTAKA
ISMP, 2000. Acute Care: Let's put a stop to problem-prone automatic stop order
policies,https://www.ismp.org/newsletters/acutecare/articles/20000809_
2.asp. Diakses tanggal 24 Agustus 2017.
WHO, 1985. Policy Perspectives on Medicines: Promoting Rational Use of
Medicines, http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh3011e/1.html.
Diakses tanggal 23 Agustus 2017.