Anda di halaman 1dari 16

ii

LESI PRAKANKER KULIT

1. Keratosis Aktinik
A. Definisi

Keratosis aktinik merupakan kelainan kulit yang ditandai lesi hiperkeratotik akibat
perubahan sel epidermis.1 Penyakit ini diduga berhubungan dengan efek kumulatif sinar
matahari. Displasia pada kulit ini terjadi akibat terpajan sinar matahari secara kronis.6

B. Epidemiologi

Kejadian keratosis aktinik berhubungan dengan peningkatan umur. Umumnya pada


usia diatas 50 tahun. Dapat terjadi pada wanita maupun pria. Terjadinya lesi ini juga
dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti orang yang memiliki warna kulit putih yang
mudah terbakar, rambut merah atau pirang, mata biru atau mata berwarna terang. Kondisi
seseorang dengan imunosupresi juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
keratosis aktinik dan kanker sel skuamosa.6,8

C. Etiologi dan Patogenesis

Epidermisnormal
Epidermisnormal

Mutasi
Mutasi P53
P53

Mutasi
Mutasi ras
ras Prakeganasan
Prakeganasan

Keratosis
Keratosis aktinik
aktinik

Resistensi
Resistensi apoptosis
apoptosis

Mutasi P53 kedua

Sinergi onkogenik Karsinoma invasif

Penghapusan
kromosom Gambar 1.
kromosom
Etiopatogenesis
1
Keratosis Aktinik

Gen supresor tumor p53 adalah gen supresor tumor yang paling sering bermutasi lebih
dari 50% dari semua kanker manusia. Gen supresor tumor p53 normal menghasilkan
1
protein yang merupakan faktor transkripsi yang targetnya meliputi gen yang mengatur
siklus sel. Ini berfungsi untuk memastikan bahwa sel tidak berkembang biak secara tidak
terkendali dan untuk memastikan bahwa sel-sel yang tidak normal akan bermutasi hancur
sehingga mereka tidak bisa membelah terus menerus. Radiasi sinar UV menyebabkan
mutasi pada gen supresor tumor p53 sehingga gen ini tidak dapat bekerja dengan baik
dimana terjadi pertumbuhan tidak terkendali atau pembentukan tumor. Selain itu, paparan
radiasi sinar UV secara kronik mengakibatkan photodamaged kulit dimana terdapat
gambaran klinis mutasi gen yang mencegah terjadinya apoptosis sehingga terjadi
proliferasi membentuk gambaran lesi prakanker. Hal ini merupakan peranan awal
terbentuknya keratosis aktinik yang kemudian berkembang menjadi KSS (Gambar
1).1,7,8,9,10

D. Manifestasi Klinis
Keratosis aktinik kebanyakan ditemukan pada orang dewasa, sering mendapat pajanan
secara langsung matahari di bawah sinar matahari, dan ditemukan gambaran solar
elastosis saat pemeriksaan. Predileksi keratosis aktinik adalah pada daerah yang sering
terpapar matahari, misalnya kepala, leher, lengan dan tangan. Selain itu keluhan tersering
yang dialami penderita adalah gatal, rasa terbakar atau menyengat, dan perdarahan. Lesi
yang ditemukan pada umumnya adalah papul eritem, multipel, diskret, datar atau ada
penonjolan, verukosa atau keratotik, permukaan ditutupi skuama, terkadang halus dan
berkilau. Pada saat dilakukan palpasi, permukaan kasar seperti sandpaper. Pasien juga
terkadang mengeluh nyeri tekan saat lesi digosok atau dicukur dengan pisau cukur. 1

Gambar 2. Keratosis Aktinik.1


E. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk keratosis aktinik yang sering diterapkan adalah destruksi lesi,
dengan cara cryosurgery atau bedah beku dengan nitrogen cair, kuretase dengan atau tanpa
elektrokauter, dan eksisi. Topikal adalah dengan pemberian krim 5-fluorurasil, krim

2
imiquimod, atau gel diklofenak 3%. Prosedural adalah dengan peeling, dermabrasi, laser,
atau terapi fotodinamik.1,6,9

2. Keratosis Arsenik
A. Definisi
Keratosis arsenik merupakan jenis lesi prakanker yang berhubungan dengan paparan
arsenik yang lama, memiliki potensi untuk berkembang menjadi KSS invasive. 1

B. Epidemiologi
Keratosis arsenik lebih sering diderita oleh orang-orang dengan pekerjaan yang
berisiko terpapar arsenik yang tinggi. Paparan arsenik dapat terjadi pada berbagai
pekerjaan seperti di pertambangan, pertanian, kehutanan, dan industri pembuatan gelas,
terhadap paparan langsung ataupun tidak langsung melalui air dan tempat pembuangan
sampah yang terkontaminasi.1,9

C. Etiologi dan Patogenesis


Berhubungan dengan toksisitas dari arsenik pada tubuh. Toksisitas dari senyawa-
senyawa ini bergantung dari akumulasi arsenik pada jaringan target, metabolisme, dan
eliminasinya. Arsenik organik diekskresi cepat. Karena arsenik dimetabolisme dan
didetoksifikasi di hati melalui metilasi, maka pasien yang memiliki penyakit pada hati
mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami toksisitas arsenik. Mekanisme terjadinya
keratosis dan keganasan karena arsenik tidak sepenuhnya diketahui. Arsenik dapat
menyebabkan mutasi kromosom, kerusakan kromosom, perubahan kromatid, dan mutasi
p53 yang akan berkembang menjadi keganasan.1,9

D. Manifestasi Klinis
Lesi diawali oleh papul pinpoint yang mudah diraba. Kemudian berkembang menjadi
ukuran 2-10 mm, berwarna kuning. Papul keratotik ditemukan pada telapak tangan dan
kaki, area yang sering mengalami tekanan dan trauma berulang. Keratosis arsenik juga
dapat ditemukan pada punggung, ekstremitas, kelopak mata dan genitalia (Gamber 3).
Keratosis arsenik dapat juga berupa penonjolan ringan, eritem, berskuama dan plak
pigmentasi.1,9

3
A B
Gambar 3. Keratosis arsenik. A. Keratosis arsenik dipunggung.
B. Keratosis arsenik di telapak tangan.1,9
E. Tatalaksana
Tidak terdapat pengobatan standar ataupun wajib untuk keratosis arsenik, pengobatan
terhadap lesi terkadang diberikan untuk meringankan ketidaknyamanan pasien, meliputi
bedah eksisi, cryosurgery, kuretase dengan atau tanpa elektrokauterisasi, laser CO2,
kemoterapi topikal dengan 5-FU.1,9

3. Keratosis Termal
A. Definisi
Keratosis termal merupakan lesi keratosis yang terdapat pada kulit oleh karena
paparan radiasi inframerah yang lama. Lesi ini memiliki potensi untuk berkembang
menjadi KSS.1,9

B. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dari keratosis termal tidak diketahui.1,9

C. Etiologi dan Patogenesis


Lesi disebabkan oleh paparan radiasi inframerah yang lama. Patogenesis terbentuknya
lesi tidak sepenuhnya diketahui, dan persentase progresifitas terjadinya KSS invasif dari
keratosis termal juga tidak diketahui. Erythema ab igne yang merupakan prekursor lesi,
dilaporkan sebagai akibat paparan komputer dan bantalan pemanas listrik dalam jangka
waktu lama.1,9

D. Manifestasi Klinis
Paparan radiasi inframerah dalam waktu yang lama dapat menimbulkan gambaran
klinis berupa lesi kemerahan hingga kecoklatan, terfiksir, tebal, patch retikulasi, meliputi
area kulit yang biasanya terpapar panas. Tempat predileksi adalah punggung dan perut dari
paparan botol air panas dan bantalan pemanas atau selimut, dan bagian kaki bawah
terkena asap atau unit pemanas sebagai sumber kehangatan.1,9
4
E. Tatalaksana
Pasien-pasien dengan erythema ab igne harus menghindari paparan sumber panas,
serta dilakukan follow up secara rutin dengan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi
tanda-tanda awal terjadinya termal keratosis atau KSS.1,9

4. Keratosis Hidrokarbon

A. Definisi
Keratosis hidrokarbon dikenal juga dengan tar keratoses, pitch keratoses, dan tar
warts, merupakan lesi prakanker keratosis kulit yang terjadi pada orang-orang yang
memiliki pekerjaan dengan risiko paparan hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP).1,9

B. Etiologi dan Patogenesis


HAP dihasilkan dari pembakaran dan penyulingan yang tidak sempurna dari batu bara
dan gas alam, ditemukan pada tar, bahan bakar minyak, minyak pelumas, dan aspal. Salah
satu contoh pekerjaan yang berisiko terpapar senyawa ini adalah para pekerja di tempat
penyulingan. Durasi terpaparnya HAP sampai menjadi keratosis hidrokarbon diperlukan
waktu berkisar anatara 2,5 – 45 tahun. HAP bahan karsinogen yang dapat merusak DNA
dan berpotensi menyebabkan mutasi pada gen supresor tumor p53.1,9

C. Manifestasi Klinis
Berupa papul kecil, bulat sampai oval, berwarna keabuan, pipih, mudah dihilangkan
tanpa sisa perdarahan. Papul-papul tersebut kemudian dapat membesar dan lebih
verukosa, dan akhirnya dapat berkembang menjadi KSS invasif. Tempat predileksi dari
lesi ini adalah di wajah, bibir atas, lengan bawah, punggung kaki, tungkai bawah,
genital.Selain itu, pada daerah yang terpapar HAP dapat berupa lesi hiperpigmentasi,
jerawat, telangiektasis.1,9

D. Tatalaksana
Pencegahan adalah kunci yang penting bagi para pekerja yang terpapar HAP dalam
pekerjaan mereka. Literatur menyebutkan direkomendasikan dilakukan biopsi dan
pembedahan untuk mengangkat lesi prakanker ini, terutama yang terdapat pada vulva,
skrotum, dan permukaan mukosa, di mana risiko metastasis awal dari KSS lebih besar.

5
Cryosurgery dan elektrodesipasi dengan kuratase mungkin merupakan pilihan pengobatan
yang masuk akal untuk keratosis hidrokarbon.1,9

5. Keratosis Radiasi Kronik


A. Definisi
Keratosis akibat radiasi kronik merupakan lesi prakanker keratosis yang timbul pada
kulit setelah bertahun-tahun terpapar radiasi ion.1,9

B. Etiologi dan Patogenesis


Faktor penyebab utama dari keratosis radiasi kronik adalah paparan radiasi ion selama
bertahun-tahun. Kelompok orang yang berisiko menderita penyakit ini misalnya pada
orang-orang yang mendapatkan terapi sinar-x, petugas-petugas kesehatan yang berisiko
terpapar sinar-x selama bertahun-tahun, dan pada orang-orang yang bekerja pada
lingkungan radiasi.1,9

C. Manifestasi Klinis
Keratosis radiasi kronik dapat berkembang menjadi KSS invasif. Lokasi tersering dari
lesi prakanker ini adalah bagian tubuh yang umumnya terpapar radiasi ion, seperti telapak
tangan, telapak kaki, dan permukaan mukosa (Gambar 4). Gambaran lesi timbul adalah
papul hiperkeratotik atau plak. Periode laten dari waktu paparan hingga berkembang
menjadi keratosis radiasi kronik tergolong lama, yang pernah dilaporkan yaitu sekitar 56
tahun. Periode ini juga dipengaruhi oleh proporsi paparan radiasi. Keganasan yang
berkembang biasanya multipel, penyembuhan buruk, dan berulang.1,9

Gambar 4. Keratosis radiasi kronik1,9

D. Tatalaksana

6
Bedah eksisi merupakan pengobatan yang umumnya dipilih, sebab KSS yang
dikarenakan radiasi memiliki potensi yang tinggi untuk bermetastase. Orang-orang dengan
paparan radiasi iodin, perlu melakukan pemeriksaan kulit secara rutin karena periode laten
untuk berkembang menjadi keganasan kulit tergolong lama dan tidak disadari.1,9

6. Keratosis Skar Kronik


A. Definisi
Keratosis skar kronik merupakan lesi prakanker yang berasal dari skar kronik, dari
bermacam-macam penyebab, diantaranya skar luka bakar, ulkus kronik, dan skar akibat
vaksinasi. Dikenal juga sebagai keratosis sikatrik kronik. Sekitar 2% dari skar luka bakar
dapat menjadi keganasan.1,9

B. Etiologi dan Patogenesis


Patogenesis dari keratosis prakanker ini tidak diketahui. Mekanisme yang mungkin
berhubungan adanya produksi toksin karsinogen pada luka bakar, iritasi kronis dapat
menimbulkan inisiasi, promosi, dan perkembangan dari kerusakan DNA sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan tumor yang tidak terkendali dan akan menjadi sel
kanker.1,9

C. Manifestasi Klinis
Gambaran lesi prakanker ini adalah papul, plak, atau erosi hiperkeratosis pada skar
kulit (Gamber 5). Pada skar akibat luka bakar, terdapat dua tipe klinis yang ditemukan,
tipe yang umum adalah datar, ulserasi, lesi indurasi dengan peninggian batas-batasnya,
sedangkan tipe yang jarang adalah exophytic, lesi papilomatosa yang menyerupai jaringan
granulasi. Berdarah, nyeri dan berbau bisa ditemukan. Predileksi dari karsinoma skar luka
bakar ini adalah pada ekstremitas dan area sendi karena diduga merupakan area yang
mengalami trauma berulang.1,9

Gambar 5. Lesi skar kronik1,9


D. Tatalaksana
7
Eksisi merupakan pengobatan yang dipilih untuk karsinoma skar luka bakar. Terapi
radiasi dan kemoterapi topikal tidak bermanfaat untuk terapi lesi prakanker ini.1,9

7. Keratosis Viral
a. Bowenoid Papulosis (EP)
Bowenoid papulosis memiliki karakteristik klinis berupa papul dan plak
verukosa pigmentasi berwarna merah muda, coklat kemerahan, atau keunguan
yang awalnya pada genitalia (Gambar 6). Bowenoid papulosis disebabkan oleh
sejumlah tipe HPV, yaitu 16, 18, 31, 35, 39, 42, 48, 51, dan 54. 1,9

Gambar 6. Bowenoid Papulosis1


Pasien dengan bowenoid papulosis dan pasangan seksualnya sebaiknya
melakukan pemeriksaan klinis secara rutin, karena dapat berkembang menjadi
KSS, neoplasia vulva dan serviks. Pilihan pengobatan bowenoid papulosis meliputi
kuretase dengan atau tanpa elektrokauterisasi, cryosurgery, dan eksisi. Topikal
tretinoin, topical 5-FU. Pengobatan terbaru adalah krim imiquimod 5% telah
menunjukkan efektifitas terhadap HPV pada beberapa kasus yang dilaporkan.1,9

b. Epidermodysplasia Verruciformis (EV)

Epidermodisplasia verukiformis merupakan kelainan genetik autosomal resesif


yang bemanifestasi pada anak-anak. Epidermodisplasia verukiformis memiliki
risiko tinggi untuk berkembang menjadi KSS. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi HVP5 dan HPV8. Gambaran lesi pada epidermodisplasia verukiformis
yaitu sejumlah papul dan plak yang tipis, merah muda, dan datar, yang menyerupai
veruka plana (Gambar 7). Lesi ini juga menyebar, bersisik, berupa makula
eritematosa atau hipopigmentasi, mirip seperti gambaran tinea versikolor.1,9

8
Gambar 7. Epidermodisplasia Verukiformis (EV)1,9
8. Penyakit Bowen
A. Definisi
Penyakit Bowen (BD) merupakan suatu karsinoma sel gepeng intraepidermal yang
mengenai kulit dan mukosa mulut.Penyakit ini adalah karsinoma sel skuamosa in situ
yang berpotensi berkembang menjadi KSS.1,6,9

B. Epidemiologi
Biasanya menyerang dewasa, menyerang usia 30-60 tahun. Prevalensi pada pria dan
wanita adalah sama.1,6,9

C. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui secara jelas. Terdapat beberapa faktor etiologi
penyakit Bowen, yaitu pajanan radiasi ultraviolet, arsenisme kronik, imunosupresif,
pajanan radiasi ion, dan infeksi Human Papilomavirus (HPV). 1,9

D. Manifestasi Klinis
Penyakit Penyakit Bowen biasanya muncul sebagai plak eritematosa berbatas tegas,
tepi tidak teratur dan diatasnya terdapat skuama atau krusta. Tempat predileksi meliputi
daerah yang terpapar sinar matahari seperti kepala dan leher dan kaki bagian bawah pada
wanita, meskipun semua sisi tubuh dapat terkena. (Gambar 8).1,6

9
Gambar 8. Penyakit Bowen. A. Lesi psoriasiform dengan skuama, hiperkeratotik,
dan krusta hemoragik pada permukaan. B. Lesi BD berupa plak lebar pada kaki.6

E. Tatalaksana
Modalitas terapi yang dapat dilakukan pada kasus Penyakit Bowen terbagi menjadi
tiga kelompok. Antara lain bedah, terapi topikal, dan ablasi. Terapi bedah meliputi
kuretase, eksisi, cryosurgery dengan nitrogen cair. Terapi topikal dapat diberikan krim 5-
fluororasil dan krim Imiquimod. Ablasi dilakukan dengan laser, radioterapi, atau terapi
fotodinamik. Terapi tergantung ukuran dan lokasi dari penyakit ini. Selain itu,
karakteristik individual pasien seperti umur dan kecepatan kesembuhan.1,6,9

9. Eritroplasia (Queyrat)
A. Definisi
Eritroplasia Queyrat (EQ) adalah karsinoma sel skuamosa in situ yang mengenai
permukaan mukosa dari penis pria yang tidak disirkumsisi. Sekitar 10% kasus
berkembang menjadi KSS invasif.1,9

B. Epidemiologi
Eritroplasia Queyrat biasanya terjadi pada pria yang tidak disirkumsisi antara usia 20
sampai 80 tahun, walaupun mayoritas kasus ditemukan pada dekade ketiga dan keenam.1,9

C. Etiologi dan Patogenesis


Faktor risiko berkembangnya penyakit ini adalah pria yang tidak disirkumsisi,
higienitas yang buruk, suhu panas, gesekan, trauma, dan infeksi virus herpes simpleks
genital. Infeksi HPV subtipe 8 dan 16 terdapat pada hampir semua lesi EQ yang
diinvestigasi pada suatu penelitian.1,9

D. Manifestasi Klinis
Eritroplasia Queyrat dapat terjadi kemerahan dan adanya plak pada glans penis,
skrotum, atau uretra. Lesi diawali oleh sebuah plak soliter pada 50% kasus. Pasien
mengeluh adanya rasa nyeri terlokalisir, gatal, berdarah, krusta, dan permukaan yang
mengeras pada lokasi lesisehingga sulit ketika menarik penis bagian depan (Gambar 9).1,9

10
Gambar 9. Eritroplasia (Queyrat)1,9

E. Tatalaksana
Pencegahan untuk pria yang tidak disirkumsisi adalah lebih memperhatikan kebersihan
diri. Sirkumsisi akan menurunkan insiden dari penyakit ini. Beberapa pengobatan yang
tersedia meliputi eksisi, laser CO2, topikal 5-FU, dan topikal imiquimod. Karena terdapat
hubungan yang kuat antara kejadian Eritroplasia Queyrat dengan infeksi HPV maka
topikal imiquimod merupakan pengobatan pilihan untuk kasus ini.1,9

10. Leukoplakia
A. Definisi
Leukoplakia merupakan terminologi klinis yang menunjukkan lesi predominan putih
pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut ketika diusap atau
dikikis dan secara klinis. Leukoplakia merupakan lesi prakanker yang paling umum pada
mukosa oral, yang memiliki potensi untuk menjadi oral SCC (OSCC). Leukoplakia oral
merupakan penyakit dengan spektrum klinis yang sama dengan eritroplakia oral.1,9

B. Etiologi dan Patogenesis


Dua faktor yang mungkin berhubungan dengan leukoplakiaoral adalah penggunaan
tembakau dan kandidiasis. Faktor risiko terjadinya leukoplakiaoral yaitu penggunaan
produk tembakau, konsumsi alkohol, riwayat OSCC sebelumnya dan infeksi HPV subtipe
tertentu.1,9

C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, leukoplakiaoral dibagi menjadi dua subtipe yaitu leukoplakia homogen
dan leukoplakia non homogen. Pada leukoplakia homogen terdapat gambaran lesi keputih-
putihan, permukaan rata, seragam, licin atau berkerut, dapat pula beralur atau berupa suatu
peninggian dengan pinggiran yang jelas. Sedangkan pada leukoplakia non homogen
ditemukan gambaran lesi yang berwarna keputih-putihan dan lesi merah
(eritroleukoplakia) yang mungkin ireguler dan rata, bernodul, ulseratif, atau verukosa
(Gambar 10). Leukoplakia non homogen memiliki risiko 4-5 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi keganasan dibandingkan dengan leukoplakia homogen.1,9
11
Gambar 10. Lesi Putih pada Leukoplakia1,9

D. Tatalaksana
Pengobatan lesi prakanker ini yaitu dengan pengangkatan lesi bila terdapat displasia
sedang hingga berat. Dapat berupa electrocautery, cryosurgery, ataupun laser,
bergantung dari luas serta derajat displasia yang terjadi. Pasien juga harus melakukan
pemeriksaan secara berkala yaitu setiap 3 bulan pada individu dengan risiko tinggi dan
setiap 6 bulan untuk individu dengan risiko rendah karena tingkat kekambuhannya
yang tinggi.1,9

11. Eritroplakia
A. Definisi
Eritroplakia merupakan lesi prakanker berupa makula atau patch yang berwarna merah
pada permukaan mukosa yang tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit lain yang
disebabkan oleh proses inflamasi, vaskular, atau faktor traumatik.1,9

B. Epidemiologi
Eritroplakia ditemukan pada pria yang memiliki riwayat penggunaan tembakau dan/
atau alkohol. Lebih dari 80 persen pasien dengan karsinoma intraoral in situ adalah pria
yang sebagian besar berusia lebih dari 50 tahun.1,9

C. Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis terjadinya eritroplakia belum diketahui secara pasti, namun
faktor risiko yang berhubungan dengan lesi ini adalah penggunaan produk tembakau dan
konsumsi alcohol.7,8
D. Manifestasi Klinis
Eritroplakia oral (EO) dapat terjadi di setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan
dasar mulut. Gambaran lesi dari eritroplakia oral berupa makula-patch eritematosa dan
asimptomatik (Gambar 11). Tersering berdiameter kurang dari 1,5 cm, namun dapat juga
mencapai diameter 4 cm. Tepi lesi biasanya berbatas tegas. Eritroplakia oral secara khas
ditandai dengan tajam dari mukosa merah muda di sekitarnya, dan permukaannya paling

12
sering berwarna halus dan homogen, kadang lesi eritroplakia menunjukkan perubahan
permukaan yang berkerut atau terjepit. Pada palpasi dikatakan memiliki nuansa beludru.1,9

Gambar 11. Lesi eritematous pada Eritroplakia1


E. Tatalaksana

Pengobatan dini dan efektif sangat penting pada lesi prakanker ini karena memiliki
risiko yang tinggi untuk menjadi keganasan. Pada beberapa displasia atau lesi karsinoma
in situ pada eritroplakia, bedah eksisi direkomendasikan. Terlepas dari metode pengobatan
yang digunakan untuk menghilangkan lesi, semua pasien harus diikuti secara berkala
untuk mengevaluasi perkembangan lesi primer kedua di rongga mulut atau saluran
aerodigestif. Rangsangan karsinogenik, seperti tembakau dan alkohol, seharusnya
dihentikan.1,9

13
SIMPULAN
Lesi prakanker merupakan suatu tumor yang memiliki kecendrungan berkembang
menjadi kanker (ganas). Terdapat beberapa macam lesi prakanker pada kulit, yaitu antara lain
keratosis aktinik, keratosis arsenik, keratosis termal, keratosis radiasi kronik, keratosis skar
kronik, keratosis viral, penyakit Bowen, eritroplasia Queyrat, leukoplakia, dan eritroplakia.
Berdasarkan gambaran-gambaran lesi prakanker tersebut, umumnya tanda khas dari lesi
prakanker adalah A (Asimetris) tidak teratur, B (Border) tepi tak teratur, C (Colour) warna
bervariasi, D (Diameter) umumnya > 6 mm, E (Elevation) permukaan yang tidak teratur
(Gambar 12). Diagnosis awal lesi prakanker penting untuk mencegah perkembangannya
menjadi keganasan. Dengan penatalaksanaan yang adekuat, dapat memberikan penyembuhan
yang memuaskan. Prinsip penatalaksanaan lesi prakanker ini adalah destuksi lesi, antara lain
dengan cara bedah listrik (elektrolisis dan elektrokauterisasi), bedah beku dengan nitrogen
cair, salep 5-fluorourasil 1-5%. Edukasi dan peringatan kepada pasien juga diperlukan,
terutama mengenai tanda-tanda khas lesi prakanker dan risiko kekambuhan yang dapat terjadi.

Gambar 12. Lesi eritematous pada Eritroplakia1

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldsmith LA, Katz SI, Leffell DJ. Epidermal and Appendageal Tumors. Dalam:
Freedeberg IM, et al (editor). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. Vol 2.
New York: McGraw Hill Book Co; 2012. p. 1261-83.
2. Siregar RS. Penyakit prakeganasan dan keganasan kulit. Dalam: Hartanto H (editor).
Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed 2. Jakarta: EGC; 2004. hal.281-98.
3. Meibodi NT, Nahidi Y, Javidi Z, Taheri AR, Afzalaghaee M, Jahanfakhr S. A
clinicopathologic Study of Precancerous Skin Lesions. Iranian Journal of Dermatology.
2012; 15(3):89-94.
4. American Academy of Dermatology. 2017. Skin Cancer. Diunduh pada tanggal 18
September 2017 pada https://www.aad.org/media/stats/conditions/skin-cancer.
5. Stawiski MA, Price SA. Tumor kulit. Dalam: Price, Wilson (editor). Patofisiologi: konsep
klinis dan perjalanan penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 1459-63.
6. Murphy GF. Kulit. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbin SL. Buku Ajar Patologi Robbin.
Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC; 2007. hal.892-4.
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Epidermal Nevi, Neoplasm, and Cysts. Dalam:
Andrew’s Disease of The Skin, Clinical Dermatology. 12th ed. Philadelphia: WB Saunders
Co; 2012. p. 640-5.
8. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 6th ed.
China:2016. p. 809-53.
9. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Klaus W, Suurmond D. Precancerous Lesions and
Cutaneous Carcinomas. Dalam: Colour Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th
ed. New York: McGraw-Companies; 2009. p. 274-99.
10. Joslyn SK, Thomas S, Elizabeth VS, Hadjh A, and Sara F. Actinic Keratosis Clinical
Practice Guidelines: An Appraisal of Quality. Dermatology Research and Practice, vol.
2015.

15

Anda mungkin juga menyukai