Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang
Tumor ganas kandung kemih sekitar 90% adalah karsinoma sel transisional dan 10% adalah
ca skuamosa dan jarang sekali adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus. Didaerah
sistoma dapat menyebabkan kanker skuamosa. Kanker kandung kemih dapat kapiler, noduler,
ulseratif atau infiltratif. Derajat keganasan ditentukan oleh tingkat deferensiasi dan penetrasi
ke dalam dinding atau jaringan sekitar kandung kemih. Epitel transisional terdiri dari 4-7
lapisan sel epitel ketebalan lapisan tergantung dari tingkat distensi kandung kemih. Adapun
yang berperan dalam maslah ini adalah sel basal, sel intermediate, sel superficial, inilah yang
akan menutupi sel intermediate, bergantung pada apakah kandung kemih dalam keadaan
distensi atau tidak. Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah kandung
kemih. Kanker kandung kemih terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan dengan
pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% pasien mempunyai
lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. Pada tiga dasawarsa terakhir, kasus
kandung kemih pada pria meningkat lebih dari 20 % sedangkan kasus pada wanita berkurang
25%. Faktor predisposisi yang diketahui dari kanker kandung kemih adalah karena bahan
kimia betanaphytilamine dan xenylamine, infeksi schistosoma haematobium dan merokok.
Tumor dari kandung kemih berurutan dari papiloma benigna sampai ke carcinoma maligna
yang invasif. Kebanyakan neoplasma adalah jenis sel-sel transisi, karena saluran kemih
dilapisi epithelium transisi. Neoplasma bermula seperti papiloma, karena itu setiap papiloma
dari kandung kemih dianggap pramalignansi dan diangkat bila diketahui. Karsinoma sel-sel
squamosa jarang timbul dan prognosanya lebih buruk. Neoplasma yang lain adalah
adenocarcinoma. (Long Barbara C, 2008)

Rumusan masalah
1.

Bagaimana definisi tumor vesika urinaria ? 2.

Bagaimana klasifikasi tumor vesika urinaria ? 3.

Bagaimana etiologi tumor vesika urinaria ? 4.

Bagaimana mnifestasi klinis tumor vesika urinaria ? 5.

Bagaimana patofisiologi tumor vesika urinaria ? 6.

Bagaimana pathways tumor vesika urinaria ? 7.

Bagaimana pemeriksaan penunjang tumor vesika urinaria ? 8.

Bagaimana penatalaksanaan tumor vesika urinaria ? 9.

Bagaimana komplikasi tumor vesika urinaria ? 10.


Bagaimana asuhan keperawatan tumor vesika urinaria ?
C.

Tujuan
1.

Tujuan Umum Memberikan informasi dan menambah wawasan khususnya mahasiswa Akper
Pragolopati Pati, dan pembaca pada umumnya mengenai tumor vesika urinaria, serta mendapatkan
gambaran teori dan Asuhan Keperawatan pada klien tumor vesika urinaria. 2.

Tujuan Khusus a.

Untuk mengetahui definisi tumor vesika urinaria. b.

Untuk mengetahui klasifikasi tumor vesika urinaria. c.

Untuk mengetahui etiologi tumor vesika urinaria. d.

Untuk mengetahui manifestasi klinis tumor vesika urinaria. e.

Untuk mengetahui patofisiologi tumor vesika urinaria. f.

Untuk mengetahui pathways tumor vesika urinaria. g.

Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang tumor vesika urinaria. h.

Untuk mengetahui penatalaksanaan tumor vesika urinaria. i.

Untuk mengetahui komplikasi tumor vesika urinaria. j.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan tumor vesika urinaria.

BAB II TINJAUAN TEORI A.

Definisi
Tumor buli-buli (tumor vesika urinaria) adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung
kemih). Karsinoma buli-buli merupakan tumor superficial. Tumor ini lama kelamaan dapat
mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot dan lemak perivesika yang kemudian menyebar
langsung ke jaringan sekitar. (Brunner & suddarth, 2009) Carcinoma buli adalah tumor yang
didapatkan pada buli-buli atau kandung kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu
keluar air kencing warna merah terus. (Long Barbara C, 2008) Tumor bulu-buli (tumor vesika
urinaria) adalah tumor buli-buli yang dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (insitu), noduler
(infiltratif) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif. (Sylvia, 2009) Dapat disimpulkan
bahwa tumor buli-buli (tumor vesika urinaria) adalah tumor yang didapatkan pada buli-buli atau
kandung kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar air kencing warna
merah terus.

Etiologi
1.

Usia resiko terjadinya tumor kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia. 2.
Merokok Resiko merokok terhadap tumor vesika urinaria sekitar 30-40%. Kandungan toksin
utamanya nikotin dalam rokok menyebabkan gangguan sistemik. Pembuluh darah yang
mengalami vasokontriksi akan menurunkan asupan oksigen ke jaringan, sehingga kompensasi
di lakukan dengan inflamasi jaringan untuk optimalisasi serapan oksigen. Jika berlangsung
lama (kronis) maka akan terjadi hyperplasia jaringan (keganasan). 3.

Infeksi kandung kemih Disebabkan bakteri escherichia coli&proteus. Inflamasi jaringan


kandung kemih yang berlangsung lama selain mempengaruhi sel jaringan, tetapi juga akan
menanmbah jumlah sel yang tidak terkontrol. Inflamasi pada vesika urinaria juga bisa di picu
oleh vesikolithiasis. 4.

Paparan bahan kimia Bahan kimia yang berbahaya akan bersifat karsinogen dalam tubuh,
terlebih jika bahan kimia tersebut di eksresikan melalui ginjal. Misalnya penggunaan
benzidin, 2-naftlamin 4-aminodifenil, dan 4-nitrobifenil.

5.

Obat-obatan Ada beberapa obat yang mampu menjadi prekusor terjadinya kanker vesika
urinaria, misalnya
siklofosfamid
. (Brunner & suddarth, 2009)
D.

Manifestasi klinis
1.

Spasme vesika urinaria Penekanan jaringan tumor pada jaringan vesika dan sekitarnya akan
meningkatkan iritabilitas jaringan otot. Hal ini akan memicu adanya regangan kontraksi otot
(spasme). 2.

Hematuria Jaringan tumor/kanker sangat kaya akan pembuluh darah (hipervaskularisasi).


Gesekan minimal antar jaringan atau dengan material sekitar akan meningkatkan resiko
robekan/rupture jaringan. Jika terjadi rupture, maka darah akan bercampur urine (hematuria).
Gross hematuria jarang terjadi, kecuali di ikuti dengan kerusakan atau rupture
jaringan parenkim ginjal. 3.

Nyeri (disuria) Biasanya nyeri jarang sekali timbul (10%), kecuali iribilitas meningkat dan
mengenai ujung saraf sensori pada vesika urinaria. 4.

Frekuensi dan urgensi Frekuensi dan urgensi kadang-kadang terjadi pada klien kanker vesika
urinaria. 5.

Infeksi Gejala sistemik ini terjadi karena luka pada jaringan vesika urinaria dan
terkontaminasi bakteri pathogen yang bisa berasal dari eksternal atau dari urine. 6.

Merasa panas pada waktu kencing 7.

Nyeri suprapubik yang konstan 8.


Panas badan dan merasa lemah 9.

Nyeri pinggang karena tekanan saraf 10.

Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis. (Sylvia, 2009)

E.
Patofisiologi
Tumor kandung kemih lebih sering terjadi pada usia di atas 50 tahun dan angka kejadian laki-laki
lebih besar daripada perempuan. Karena usia yang semakin tua, maka akan terjadi penurunan imunitas
serta rentan terpapar radikal bebas menyebabkan bahan karsinogen bersirkulasi dalam darah.
Selanjutnya masuk ke ginjal dan terfiltrasi di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin terus
menerus, masuk ke kandung kemih. Radikal bebas mengikat elektron DNA & RNA sel transisional
sehingga terjadi kerusakan DNA. Mutasi pada genom sel somatik menyebabkan pengaktifan
oonkogen pendorong pertumbuhan, perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan, dan
penonaktifan gen supresor kanker. Sehingga produksi gen regulatorik hilang dan replikasi DNA
berlebih. Akhirnya terjadi tumor pada kandung kemih. Tumor kandung kemih dapat berawal dari
papiloma yang kecil dan benigna sampai ke karsinoma yang besar dan maligna. Oleh karena itu,
semua papiloma pada kandung kemih harus di anggap pre-maligna dan harus di angkat. Sel tumor
transisional invasi ke dinding kandung kemih. Invasi ke lamina propia dan merusak otot sebelum
masuk ke lemak perivesikal dan organ lain lainnya. Penyebaran secara hematogen atau limfatogenous
menunjukkan metastasis tumor pada kelenjar limfe regional, paru, tulang dan hati. Hematuri yang
tidak di sertai rasa nyeri adalah gejala pertamanya pada kebiasaan tumor pada kandung kemih.
Biasanya intermitten dan biasanya individu gagal untuk minta pertolongan. Hematuri yang tidak di
sertai rasa nyeri terjadi juga pada penyakit saluran kemih yang nonmalignant dan kanker ginjal.
Karena itu tiap terjadi hematuri harus di teliti. Cystitis merupakan gejala dari tumor kandung kemih,
karena tumor merupakan benda asing di dalam kandung kemih. Kegagalan ginjal akibat obstruksi
ureter kadang kadang merupakan alas an bagi orang yang meminta pertolongan medis. Fistula
vesicovaginal suka timbul sebelum timbulnya gejala gejala lain. Kedua kondisi terakhir menunjukkan
prognosa yang buruk, karena tumor biasanya sudah luas infiltrasinya. (Long Barbara C, 2008)

G.
Pemeriksaan penunjang
1.

Pemeriksaan Laboratorium Rutin a.


Pemeriksaan urin rutin, untuk melihat ada tidaknya sel darah merah didalam urin. Ini adalah
cara satu-satunya untuk mendeteksi hematuria. Dengan mudah ini kita bisa mendeteksi
kanker kantung kemih secara dini. Pemeriksaan ini dapat juga digunakan untuk populasi
beresiko tinggi. b.

Sitologi Urin adalah salah satu metode yang paling mudah untuk pendeteksian kanker
kantung kemih. 85% dari pemeriksaan sitologi urin menunjukan adanya kanker kantung
kemih. c.

Pemeriksaan Hb. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau
micros hematuria. Nilai normal (pria 14-18 gr/dl, wanita 12-16 gr/dl) d.

Pemeriksaan Leukosit. Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri
dalam urine. Nilai normal : 4000-10.000/mm3 e.

Pemeriksaan ureum dan elektrolit Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal.
2.

Pemeriksaan Radiologi a.

Angiography Pemeriksaan angiography berguna untuk mendapatkan gambaran lebih jelas


tentang pembuluh-pembuluh di ginjal dan ureter. Gambaran untuk mendeteksi ada tidaknya
hidronefrosis, infiltrasi saluran kemih, dan sejauh mana infiltrasi pengisian kantung kemih
dan infiltrasi tumor. b.

USG Sewaktu kantung kemih penuh, dinding mukosa kantung kemih akan merenggang. USG
dapat mengukur lokasi, tumor dan tingkat infiltrasi mukosa. Scan USG dapat menunjukan
deformitas di dinding kantung kemih dan ada tidaknya massa di rongga kantung kemih. c.

CT Scan CT scan dapat menunjukan bentuk, ukuran tumor di dinding atau di rongga kantung
kemih. Tingkat akurasinya bisa mencapai 80%.

3.
Cystocopy & Biopsi Dengan menggunakan cystocopy dapat melihat pertumbuhan kanker,
lokasi, ukuran, jumlah, bentuk. Kombinasi dengan biopsi menjadi cara diagnosa paling
akurat. 4.

Cystologi pada sedimen urine terdapat transionil cel daripada tumor (Muttaqin Arif, 2011)
H.

Penatalaksanaan
1.

Penatalaksanaan medis a.
Reseksi transuretra (TUR) atau fulgurasi(kauterisasi) dapat dilakukan pada papiloma yang
tunggal (tumor epitel benigna). Melenyapkan tumor lewat insisi bedah dengan menggunakan
instrument yang dimasukkan melalui uretra. b.

Kemoterapi topical. Pemberian medikasi dengan konsentrasi yang tinggi (thiotepa,


doxorubisin, mitomisin, ethouglusid dan Bacillus Calmette Guerin (BCG) untuk
meningkatkan penghancuran jaringan tumor. c.

Radiasi. Dilakukan sebelum pembedahan untuk mengurangi mikroektensi Neoplasma dan


viabilitas sel-sel tumor. d.

Sistektomi. Dilakukan pada kanker kandung kemih yang invasive atau multifocal. 1)

Sistektomi pada laki-laki : pengangkatan kandung kemih, prostat serta vesikulus serminalis
dan jaringan vesikel disekitarnya. 2)

Sistektomi pada wanita :pengangkatan kandumg kemih,ureter bagin bawa,uterus,tuba


fallopi,ovarium,vagina anterior dan uretra. Pada Tindakan Sistektomi dilakukan Diversi
Urine. Untuk mengalihkan aliran urin dari kandung kemih ketempat keluarnya yang
baru,biasanya air kemih dialirkan kesuatu lubang didinding perut (stoma).Selanjutnya air
kemih ikumpulkan dalam suatu kantong. Cara untuk mengalihkan air kemih pada penderita
yang kandung kemihnya telah diangkat, digolongkan kedalam 2 kategori: a.

Orthotopic Neobladder

Penampung ini dihubungkan dengan uretra.Penderita diajarkan untuk mengosongkan


penampung ini dengan cara mengendurkan otot dasar panggul dan meningkatkan tekanan
dalam perut, sehingga air kemih mengalir melalui uretra. b.

Continent Cutaneous Diversion. Penampung ini dihubungkan dengan sebuah lubang di


dinding perut. Diperlukan kantong luar,karena air kemih tetap berada dalam penampung
sebelum dikosongkan oleh penderita dengan cara memasang selang melalui lubang di dinding
perut kedalam penampung. Penderita melakukan pengosongan ini secara teratur. e.

Obat-obatan anti kanker a)

Citral, 5 fluoro urasil b)

Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil


(5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa
dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita
dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam
Buli-buli selama dua jam 2.

Penatalaksanaan keperawatan a.

perawatan makanan 1)

Pasien di anjurkan untuk memakan buah dan sayuran segar 2)


Harus di berikan diet tinggi protein seperti : telur, susu dan ikan 3)

Berikan makanan kesukaan pasien yang telah di modofikasi, tetapi hindari makanan pedas,
keras dan yang sulit di cerna oleh tubuh b.

perawatan setelah operasi 1)

Kondisi ruangan harus tetap bersih, dengan udara yang bersih juga 2)

Pasien harus hindari infeksi, harus meningkatkan daya tahan tubuh 3)

Keluarga harus terus menerus memberikan semangat dan membantu pasien menghilangkan
sikap dan fikiran negative 4)

Menyesuaikan program pengobatan yang cocok sehingga meningkatkan dan memaksimalkan


hasil dari pengobatan. (Muttaqin Arif. 2011)

BAB III ASKEP


PADA PASIEN
TUMOR
VESIKA
URINARIA
A.
Pengkajian keperawatan
1.

Identitas Pasien. yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis
kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll. 2.

Riwayat Keperawatan a.

Keluhan Utama : Pasien nyeri saat BAK dan agak mengedan, hematuri yang intermiten, ada
benjolan pada abdomen sebelah bawah, sulit BAB, dan nyeri diseluruh tubuh terutama
dipinggang. b.

Riwayat Penyakit Sekarang : (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit).
Darah keluar sedikit-sedikit saat BAK dan terasa nyeri serta sulit BAB. c.

Riwayat Penyakit Dahulu : (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien). d.

Riwayat Kesehatan Keluarga : penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang menjadi
faktor resiko. e.

Riwayat psikososial dan spiritual. f.

Kondisi lingkungan rumah. g.

Kebiasaan sehari-hari : (pola eliminasi BAK, pola aktivitas latihan, pola kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan (rokok, ketergantungan obat, minuman keras)). 3.

Pemeriksaan Fisik a.

Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah dan letih Tanda : Perubahan kesadaran b.

Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi) Tanda : Tekanan darah
meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia c.

Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda : Cemas, mudah
tersinggung

d.

Eleminasi Gejala : Perubahan gejala BAK Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah e.

Makanan & Cairan Gejala : Mual muntah Tanda : Muntah f.


Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo) Tanda : Perubahan
kesadaran sampai koma, perubahan mental g.

Nyeri/Kenyamanan Gejala : Sakit pada daerah abdomen Tanda : Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangsangan nyeri h.

Interaksi Sosial Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain Tanda : Rasa tak berdaya,
menolak jika diajak berkomunikasi i.

Keamanan Gejala : Trauma baru Tanda :Terjadi kekambuhan lagi j.

Seksualisasi Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut Tanda : Atrofi
payudara, amenorea k.

Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi Tanda : Prestasi akademik tinggi. ( Carpenito, 2008)
17
B.

Diagnosa keperawatan
Pre operasi : 1.

Nyeri kronis berhubungan dengan iritasi pada kandung kemih. 2.

Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan aliran urin terhambat. 3.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi tidak terpenuhi.
4.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 5.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya. Post operasi : 1.

Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 2.

Resiko infeksi berhubungan dengan terkontaminasi dengan mikroorganisme. (NANDA,


2013)

C.
Intervensi keperawatan

Nyeri kronis b.d iritasi pada vesika urinaria.

NOC :
1.

Pain level 2.

Pain control 3.

Comfort level
Kriteria Hasil :
1.

Mampu mengontrol nyeri 2.

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3.

Mampu mengontrol nyeri (skala(0-10) dan tanda nyeri) 4.

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5.

Tanda vital dalam rentang normal


NIC :

Pain Management
1.

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3.

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4.

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 5.

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6.

Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau 7.

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8.

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan 9.

Kurangi faktor presipitasi

nyeri 10.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 11.

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12.

Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13.

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14.

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15.

Tingkatkan istirahat 16.

Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17.

Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri


Analgesic administration
1.

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemakaian obat 2.

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi 3.


Cek riwayat alergi 4.

Pilih analgesik yang di perlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu 5.

Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

6.

Tentukan analgesik pilihan, rute, pemberian, dan dosis optimal 7.

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8.

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 9.

Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 10.

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan aliran urine terhambat

NOC :
1.

Urinary elimination 2.

Urinary contiunence
Kriteria hasil :
1.

Kandung kemih kosong secara penuh 2.

Tidak ada residu urine >100-200 cc 3.

Intake cairan dalam rentang normal 4.

Bebas dari ISK 5.

Tidak ada spasme bledder 6.

Balance cairan seimbang

NIC : Urinary retention care


1.

Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia 2.

Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau property alpha agonis 3.
Memonitor efek dari obat- pbatan yang di resepkan 4.

Menyediakan penghapusan privasi 5.

Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau siram toilet 6.

Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi
batin, atau air 7.

Sediakan waktu yang cukup

untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) 8.

Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal 9.

Masukkan kateter kemih yang sesuai 10.

Anjurkan pasien atau keluarga untuk merekam output urine, sesuai 11.

Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja 12.

Memantau asupan dan keluaran 13.

Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi 14.

Membantu toilet secara berkala 15.

Menerapkan kateterisasi intermiten 16.

Merujuk ke spesialis kontinensia kemih 3 Perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi tidak terpenuhi.
NOC :
1.

Nutritional status 2.

Nutritional status : food and fluid 3.

Intake 4.

Nutritional status : nutrient intake 5.

Weight control
NIC: Nutrition management
1.

Kaji adanya alergi makanan 2.


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang di butuhkan
pasien 3.

Anjurkan pasien untuk


22
Kriteria hasil :
1.

Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan 2.

BB ideal sesuai dengan tinggi badan 3.

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4.

Tidak ada gejala malnutrisi 5.

Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6.

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti meningkatkan intake Fe 4.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c 5.

Berikan substansi gula 6.

Yakinkan diet yang di makan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7.

Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8.

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian 9.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10.

Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi 11.

Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan


Nutrition monitoring
1.

BB pasien dalam batas normal 2.

Monitor adanya penurunan berat badan 3.

Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan 4.

Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan 5.

Monitor lingkungan selama makan


23
6.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan selama jam makan 7.

Monitoring kulit kering dan perubahan pigmentasi 8.

Monitor turgor kulit 9.

Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10.

Monitor mual dan muntah 11.

Monitor kadar albumin, total protein 12.

Lepaskan imoaksi tinja secara manual, jika perlu 13.

Timbang pasien secara teratur 14.

Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses pencernaan yang normal 15.

Ajarkan pasien/keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi sembelit 4 Intoleransi


aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
NOC:
1.

Energy conservation 2.

Activity tolerance
3.

Self care ADLs


Kriteria hasil :
1.

Berpatisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di sertai peningkatan


NIC: Activity therapy
1.

Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang
tepat 2.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu di lakukan 3.

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang


24
tekanan darah, nadi dan RR 2.

Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri 3.

Tanda tanda vital normal 4.

Energy psikomotor 5.
Level kelemahan 6.

Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat 7.

Status kardiopulmonari adekuat 8.

Sirkulasi status baik


9.

Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 4.

Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di perlukan untuk aktivitas
yang di inginkan 5.

Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 6.

Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang di sukai 7.

Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang 8.

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan saat beraktivitas 9.

Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10.

Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11.

Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual 5 Ansietas berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya.
NOC:
1.

Anxiety self control 2.

Anxiety level 3.

Coping
Kriteria Hasil:
1.

Klien mampu
NIC: Anxiety Reduction(penurunan kecemasan)
1.

Gunakan pendekatan yang menenangkan 2.

Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien


25
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2.

Mengidentifikasi,mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas 3.

Vital sign dalam batas normal 4.

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan. 3.

jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 4.

Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress 5.

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 6.

dorong keluarga untuk menemani pasien 7.

Identifikasi tingkat kecemasan 8.

bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan cemas 9.

intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 10.

berikan obat untuk mengurangi cemas 1


Post operatif
Nyeri akut b.d terjadinya luka insisi pembedahan.
NOC :
1.

Pain level 2.

Pain control 3.

Comfort level
Kriteria Hasil :
1.

Mampu mengontrol kecemasan 2.

Melaporkan
NIC :

Pain Management
1.

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3.


Gunakan teknik komunikasi

26
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3.

Mampu mengontrol nyeri (skala(0-10) dan tanda nyeri) 4.

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5.

Tanda vital dalam rentang normal terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4.

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 5.

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6.

Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau 7.

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8.

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan 9.

Kurangi faktor presipitasi nyeri 10.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 11.

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12.

Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13.

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14.

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15.

Tingkatkan istirahat 16.

Kolaborasikan dengan dokter


27
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17.

Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri


Analgesic administration
1.

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemakaian obat 2.

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi 3.

Cek riwayat alergi 4.

Pilih analgesik yang di perlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu 5.

Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 6.

Tentukan analgesik pilihan, rute, pemberian, dan dosis optimal 7.

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8.

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 9.

Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 10.

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala


28
2 Resiko infeksi berhubungan dengan terkontaminasi dengan mikroorganisme.
NOC
1.

Immune status 2.

Knowledge : infection control 3.

Risk control
Kriteria hasil :
1.

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2.

Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang memepengaruhi penularan


serta penatalaksanaannya 3.

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4.

Jumlah leukosit dalam batas normal 5.

Menunjukkan perilaku/hidup sehat


NIC : Infection control
1.

Bersihkan lingkungan setelah di pakai orang lain 2.

Pertahankan teknik isolasi 3.

Batasi pengunjung bila perlu 4.

Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan


setelah berkunjung meninggalkan pasien 5.

Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci tangan 6.

Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 7.

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8.

Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat 9.

Ganti letak IV parifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10.

Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kemih 11.

Tingkatkan intake nutrisi 12.


Berikan terapi anti biotik bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi) 13.

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 14.

Monitor kerentanan terhadap


29
infeksi 15.

Batasi pengunjung 16.

Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2009).


Keperawatan Medikal Bedah
, edisi 8, volume 2, EGC.Jakarta. Carpenito, Linda Juall (2008).
Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan)
.PT EGC, Jakarta. Long, Barbara C.(2008). Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK
Pajajaran, Bandung. Muttaqin Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika NANDA International .2013. Diagnosis keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. Soeparman, (2010).
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Sylvia dan Lorraine (2009).
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
. Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai