PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahu definisi dari atresia ani
2. Untuk mengetahui etiologi dari atresia ani
3. Untuk memahami patofisiologi terjadinya atresia ani
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani
5. Untuk mengetahui gambaran klinis pasien dengan kelainan atresia ani
1
6. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan kelainan atresia ani
7. Untuk mengetahui saja klasifikasi dari atresia ani
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan
9. Untuk memahami penatalaksanaan pasien dengan kelainan atresia ani
10. Untuk memahami konsep asuhan keperawatan atresia ani
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah
tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
(sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
2.2 ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala
mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan
kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
2.3 PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke
uretra (rektourethralis).
3
2.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
4
2.6 KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
2. Asidosis hiperkloremia.
3. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
4. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
5. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
6. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
7. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
8. Prolaps mukosa anorektal.
9. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah,
2005).
2.7 KLASIFIKASI
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara
sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
5
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal
yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik
status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui afingter
sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan
hemostratau skapel
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).
6
Mandi ü
Berpakaian ü
Eliminasi ü
Pindah ü
Ambulansi ü
Makan ü
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik
pada orang lain
g. Pola konsep diri
1. Identitas diri : belum bisa dikaji
2. Ideal diri : belum bisa dikaji
3. Gambaran diri : belum bisa dikaji
4. Peran diri : belum bisa dikaji
5. Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
7
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain
secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap
adanya suatu masalah
1. Tanda-tanda vital
1. Nadi : 110 X/menit.
2. Respirasi : 32 X/menit.
3. Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus,
tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
8
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan
normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat
perdarahan pada umbilicus
11. Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada
penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada
auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ekstremitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya
tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +
9
setiap hari hingga 3 - 5 hari -
Jelaskan penyebab masalah
- Defekasi lunak, fesesdan rasional dari tindakan
berbentuk -
Jelaskan tujuan dari
- Penurunan insiden manajemen bowel pada
inkontinensia usus pasien atau keluarga
- Perawatan diri toileting -
Diskusikan prosedur dan
- Perawatan diri ostonomi kriteria hasil yang diharapkan
- Perawatan diri : hygien bersama pasien
- Fusngi gastrointestinal-
Instruksikan pasien atau
adekuat keluarga untuk mencatat
- Pengetahuan tentang keluaran feses
perawatan ostomi -
Anjurkan pasien untuk cukup
minum
- Kolaborasi pemberian
supositoria jika
memungkinkan
2. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari- Nutritional status Nutrition manajemen
kebutuhan tubuh - Nutritional status : food and- Kaji adanya alergi makanan
fluid intake - Kolaborasi dengan alhi gizi
- Nutritional status : nutrien untuk menentukan jumlah
intake kalori dan nutrisi yang
- Weight control dibutuhkan pasien
Kriteria hasil - Anjurkan pasien untuk
- Adanya peningkatan berat meningkatkan intake Fe
badan sesuai tujuan - Anjurkan pasien untuk
- Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
- Mampu mengidentifikasiNutrition Monitoring
kebutuhan nutrisi - Monitor adaanya penurunan
- Tidak ada tanda – tanda berat badan
malnutrisi - Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang dilakukan
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kalori dan intake
nutrisi
1.7 IMPLEMENTASI
1.8 EVALUASI
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
11