Laporan Pendahuluan CHF
Laporan Pendahuluan CHF
Disusun oleh :
Chintya Dewi Mustikawati (P27220016 061)
A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif yaitu suatu
keadaan dimana terjadi kelainan fungsi jantung yang mengakibatkan jantung
gagal memompa darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
peningkatan tekanan pengisian diastolik dari ventrikel kiri atau keduanya,
sehingga tekanan kapiler paru meningkat (Asikin, 2016). Sedangkan menurut
Kasron (2016), gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigenasi dan nutrisi. Adapun pengertian lain dari Congestive Heart Failure
(CHF) adalah suatu kondisi di mana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011).
B. Etiologi
Menurut Udjianti (2011) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi CHF menurut New York Heart Association (NYHA) dalam
Morton (2011) :
a) Kelas I
Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik biasanya tidak menyebabkan
keletihan yang tidak semestinya atau dispnea.
b) Kelas II
Terjadi sedikit keterbatasan aktifitas fisik yang biasa menyebabkan
keletihan atau dispnea dan merasa nyaman saat istirahat.
c) Kelas III
Terjadi keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala bahkan pada saat
istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala akan meningkat.
d) Kelas IV
Terjadi ketidakmampuan melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala
bahkan terjadi pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala
akan meningkat.
2. Sedangkan menurut Siswanto (2015), Klasifikasi CHF berdasarkan
stadium keparahan:
a) Stadium A : beresiko tinggi terkena CHF tapi belum ditemukan adanya
kelainan struktural pada jantung.
b) Stadium B : terdapat kelainan struktural pada jantung, tetapi belum
menimbulkan gejala.
c) Stadium C : adanya kelainan struktural pada jantung, dan sudah muncul
manifestasi gejala awal jantung, masih dapat diterapi dengan
pengobatan standard.
d) Stadium D : pasien dengan gejala tahap akhir jantung, dan sulit diterapi
dengan pengobatan standard.
D. Patofisiologi
Menurut Asikin (2011), Gagal jantung kronis disebabkan interaksi
yang kompleks antara faktor yang mempengaruhi kontraktilitas, yaitu:
1. Preload, yaitu derajat regangan miokardium tepat sebelum kontaksi.
2. Afterload, yaitu resistensi ejeksi darah dari ventrikel kiri.
3. Respons kompensasi neurohumoral dan hemodinamika selanjutnya dari
penurunan output jantung.
Penurunan afterload (tekanan aorta yang lebih rendah) mempercepat
kontraktilitas jantung. Tekanan yang tinggi atau peningkatan afterload,
mengurangi kontraktilitas dan menyebabkan beban kerja jantung yang lebih
tinggi.
Output jantung ditentukan oleh volume curah jantung dikali dengan
denyut jantung. Volume curah jantung ditentukan oleh preload, kontraktilitas,
dan afterload. Peningkatan preload dapat meregangkan serat miokardium dan
meningkatkan kekuatan kontraktilitas. Namun, peregangan yang berlebihan
menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan kontraktilitas
meningkatkan volume curah jantung. Namun, jika berlebihan, maka
kebutuhan oksigen menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan
afterload dapat mengurangi volume curah jantung. Denyut jantung yang
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dapat meningkatkan output jantung
hingga denyut jantung berlebihan (>160 denyut/menit), dimana durasi
diastolik memendek, serta mengurangi pengisian ventrikel dan volume curah
jantung.
Sejumlah mekanisme kompensasi untuk mengurangi output jantung
teraktivasi. Pada awalnya, sistem saraf simpatis akan terstimulasi yang
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kontraksi jantung, vasokontriksi,
dan sekresi hormon antidiuretik. Kontriksi vena dan hormon antidiuretik
meningkatkan preload. Mekanisme ini membantu mengembalikan output
jantung hingga melebihi batas, kemudian kebutuhan oksigen miokard dan
preload yang berlebihan menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
dekompensasi.
Penurunan output jantung dengan penurunan perfusi jantung
berikutnya juga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
menyebabkan vasokontriksi dan retensi cairan. Kondisi ini meningkatkan
preload dan output jantung hingga preload berlebihan dan terjadi
dekompensasi.
Angiotensin II dan aldosteron terlah terbukti berperan dalam
menyebabkan kerusakan miokardium. Hipertrofi ventrikel sebagai mekanisme
kompensasi, namun miokardium akhirnya berkembang melebihi suplai
oksigen dan meningkatkan kebutuhan oksigen, sehingga menyebabkan
penurunan kontraktilitas.
E. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kasron (2016), pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1. EKG
Mengatahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,
iskemia, dan kerusakan pola.
2. Tes Laboratorium Darah
Enzym hepar : Meningkat dalam gagal jantung/kongestif.
Elektrolit : Kemungkinan berubah karena perpindahan cairan, penurunan
fungsi ginjal.
Oksimetri nadi : Kemungkinan siruasi oksigen rendah.
AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.
3. Radiologis
Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahandalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.
Rontgen dada : Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis CHF menurut Kasron (2016), meliputi :
1. Non Farmakologis
2. Farmakologis
1) Digoxin
untuk relaksasi.
2) Hidralazin
3) Isobarbide dinitrat
5) Beta blocker
kiri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CHF
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Muhajir (2012), meliputi:
1. Pengkajian Primer
a. Airways
b. Sumbatan atau penumpukan sekret
c. Wheezing atau krekles
2. Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan
a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah.
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Kardiovaskuler . Jakarta : Erlangga.
Kasron. (2016). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Trans Info
Media
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2011). Keperawatan
Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta : EGC
Siswanto, B. B., Hersunarti, N., Erwinanto., Barack, R., & Pratikto, R. S. (2015).
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 3. Jakarta.
Tim Pokia SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Salemba Medika.