Anda di halaman 1dari 25

ESOFAGITIS KOROSIF

A. Pendahuluan

Esofagus adalah organ sensitif yang tidak dapat mentoleransi cedera

struktural. Luka bakar esofagus yang disebabkan oleh zat korosif sangat

penting karena berkembang seiring dengan komplikasi serius. Secara

umum, zat kimia industri, seperti bahan pembersih dan obat-obatan diterima

sebagai zat korosif. Sebagian besar produk pembersih yang digunakan di

rumah memiliki karakter yang berat, yang dapat menyebabkan perforasi dan

kematian saat ditelan. Cedera saluran pencernaan korosif adalah sumber

morbiditas yang cukup besar di seluruh dunia. Meskipun demikian, data

aktual mengenai epidemiologi masalah ini jarang terjadi terutama karena

kurangnya sistem pelaporan untuk keracunan di sebagian besar negara.1,2

Paparan agen kimia adalah masalah serius pada kelompok umur yang

berbeda. Sementara konsumsi terjadi sebagai paparan yang tidak disengaja

pada anak-anak, paparan orang dewasa sebagian besar disengaja, meskipun

mungkin juga terjadi sebagai kecelakaan. Pada orang dewasa, esofagitis

korosif biasanya terlihat pada dekade ke-2 dan ke-3. Konsekuensi menelan

bahan korosif lebih dahsyat jika terjadi dengan sengaja. Di negara-negara

terbelakang dan berkembang juga terapat populasi orang dewasa dapat

menelan secara tidak sengaja, karena agen kimia dijual dalam botol biasa

tanpa tindakan pencegahan.3

Bahan Korosif adalah zat yang menyebabkan kerusakan pada kontak

dengan permukaan jaringan baik secara histologis maupun fungsional. Zat

1
korosif dapat diklasifikasikan secara tipikal menjadi dua jenis berdasarkan

pada pH dan sifat mendonasikan / menerima proton. Asam adalah zat yang

bertindak sebagai donor proton dan alkali adalah zat yang bertindak sebagai

akseptor proton. Pelepasan energi panas untuk menetralkan korosif pada

kontak dengan jaringan bertanggung jawab atas kerusakan jaringan. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat cedera yang disebabkan oleh

korosif pada saluran gastrointestinal seperti volume zat yang dikonsumsi,

pH korosif, konsentrasi yang dikonsumsi, kemampuan zat untuk menembus

jaringan dan sifat dari korosif dikenal sebagai asam titrable / cadangan

alkali.4

B. Anatomi dan Histology Esofagus

Esophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang

sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga

kardia lambung. Esophagus terletak di posterior jantung dan trakea, di

anterior vertebra, dan menembus hiatus diagfragma tepat di anterior aorta.

Esophagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari

faring ke lambung.5

Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter, otot krikofaringeus

membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut

otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan

tonik atau kontraksi kecuali pada saat menelan. Sfingter esophagus bagian

bawah , walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter

dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam

2
esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila

makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah. 5,6

Dinding esophagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal,

terdiri dari empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa

(lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng

berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami

perubahan mendadak pada perbatasan esophagus dengan lambung (garis Z)

dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esophagus dalam keadaan normal

bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.

Lapisan submukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi

mucus. Mucus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan

melindungi mukosa dari cedera akibat jat kimia. Lapisan otot lapisan luar

tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkuler. Otot-otot yang

terdapat di 5% bagian atas esophagus adalah otot-otot rangka, sedangkan

otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri

dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran

cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esophagus tidak memiliki lapisan

serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri dari jaringa

ikat longgar yang menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur yang

berdekatan. 5,6

Persarafan utama esophagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan

parasimpatis dari system saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh

nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esophagus. Fungsi

3
serabut saraf simpatis masih belum diketahui. Selain persarafan ekstrinsik

tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural instriksik diantara lapisan

otot sirkuler dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan

tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltic esophagus normal. Jala-

jala saraf instrinsi kedua (pleksus meissner) terdapat di submukosa saluran

gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esophagus. 5,6

Fungsi system saraf enteric tidak termasuk pada saraf-saraf ekstrinsik.

Stimulasi system saraf simpatis dan parasimpatis dalam mengaktifkan atau

menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskuler

juga ditemukan dalam submukosa esophagus dan ganglia mienterikus.

Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor, termo-osmo dan

kemoreseptor dalam esophagus. Mekanoreseptor menerima rangsangan

mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia

dalam esophagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh,

bau, dan perubahan tekanan osmotic. 5,6

Distribusi darah ke esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas

disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian

tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales,

sedangkan bagian subdiagfragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra

dan frenika inferior.5,6

Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esophagus

daerah leher mngalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah

diagfragma vena esophagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra.

4
Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari

hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esophagus

menyebabkan terjadinya varises esophagus. Vena yang melebar ini dapat

pecah sehingga meyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. 5,6

Esofagus memiliki jenis epitel pelindung, karena terbuka dan

berhubungan dengan dunia luar, dan terkena berbagai macam makanan dan

minuman (panas, dingin, pedas, dll). Menelan bersifat sukarela, dan

melibatkan otot rangka orofaring. Makanan atau minuman ini kemudian

dipindahkan dengan cepat ke perut sepanjang kerongkongan oleh peristaltik.

Sfingter di persimpangan dengan perut (esophago - gastric junction)

mencegah refluks atau regurgitasi.5,6

5
Gambar. Anatomi Esofagus.6

Secara histology, esophagus terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: 7

1. Mukosa

Epitel esofagus adalah stratified squamous non - keratinizing epithelium

atau epitel skuamosa non - keratinisasi bertingkat yang melindungi. Lapisan

basal mengandung sel pembagi, yang berkembang biak dan bergerak ke

atas, terus menerus menggantikan lapisan epitel. 7

2. Submukosa

Submukosa mengandung jaringan ikat longgar yang mengandung serat

kolagen dan elastin. Ini sangat vaskular, dan mengandung kelenjar esofagus,

yang mengeluarkan lendir ke dalam lumen untuk membantu meringankan

perjalanan makanan yang tertelan, dan pasokan saraf untuk lapisan otot dan

kelenjar. Kelenjar esofagus (submukosa) adalah kelenjar tubuloacinar,

disusun dalam lobulus, dan dikeringkan dengan satu saluran. 7

3. Muscularis externa

Lapisan berotot ini, terbentang di bawah submukosa, terdiri dari dua

komponen yaitu lingkaran dalam dan lapisan otot yang memanjang hingga

luar. Di sepertiga atas kerongkongan terdiri atas otot lurik; di tengah, ada

6
campuran otot polos dan lurik; dan di sepertiga bawah, sepenuhnya otot

halus. Dua lapisan memungkinkan kontraksi melintasi dan sepanjang

tabung. Ada sfingter di bagian atas dan bawah kerongkongan. Itu sfingter

atas membantu memulai menelan, dan yang lebih rendah untuk mencegah

refluks isi lambung ke kerongkongan. 7

4. Cardio - esophageal junction

Ketika esofagus memasuki lambung, epitel berubah dari skuamosa

bertingkat menjadi simple columnar epithelium atau epitel kolumnar

sederhana. Epitel kolumnar kurang tahan terhadap refluks asam dan dapat

menjadi ulserasi dan peradangan, yang menyebabkan kesulitan menelan. 7

7
Gambar. Histologi esophagus. 7

C. Fisiologi Menelan

Mnelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan

atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian

gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari gerakan volunteer lidah

dan diselesaikan dengan serangkaian reflex dalam faring dan esophagus.

Bagian aferen reflex ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam

saraf V, IX, dan X. pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medulla

oblongata. Di bawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan keluar

dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf cranial V, IX, dan XII

menuju ke otot-otot lidah, faring, laring, dan esophagus.5

Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinu, tetapi

terbagi atas 3 fase yaitu fase oral, faringeal, dan esophageal. Pada fase oral

makanan makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus didorong

ke belakang mengenai otot posterior faring oleh gerakan volunter lidah.

Akibat yang timbul dari peristiwa iniadalah rangsangan gerakan reflex

menelan. Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara

reflex menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, laring terangkat dan

menutup glottis, mencegah makanan masuk ke trakea. Kontraksi otot

konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglottis menuju ke faring

bagian bawah dan memasuki esophagus. Gerakan retroversi epiglotis di atas

orifisium laring akan melindungi saluran pernapasan, tetapi terutama untuk

menutup glottis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Fase

8
esophageal mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan

memungkinkan bolus memasuki esophagus. Setelah relaksasi yang singkat

ini, gelombang peristaltic primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke

otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang

peristaltic terus berjalan sepanjang esophagus, mendorong bolus menuju

sfingter esophagus bagian distal. Adanya bolus merelaksasi otot sfingter ini

sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung.

Gelombang peristaltic primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/

datik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5-15

detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul gelombang peristaltic sekunder bila

gelombang primer gagal mengosongkan esophagus. Timbulnya gelombang

ini dipicu oleh sisa partikel-partikel makanan. Gelombang peristaltic primer

penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esophagus,

tetapi kurang penting pada esophagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak

dan gaya gravitasi adalah factor-faktor penting yang mempermudah

transport dalam esophagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peristaltic

memungkinkan seseorang unuk meminum air sambil berdiri terbalik dengan

kepala di bawah atau ketika berada di liara angkasa. 5,6

Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esophagus yang

mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istrahat, tekanan dalam

esophagus sedikit berada di bawah tekanan atmosfer. Tekanan ini

mencerminkan tekanan intratoraks. Daerah sfingter esophagus bagia atas

dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah bertekanan ini

9
berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks ini lambung. Tekanan

menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan


5,6
kemudian meningkat bila gelombang peristaltic melewatinya.

D. Definisi

Esofagitis adalah suatu peradangan pada esophagus yang dapat

bersifat akut atau kronik. Esofagitis korosif merupakan kerusakan

esophagus yang berkisar dari kerusakan epitel mukosa saja sampai

kerusakans seluruh dinding esophagus karena bahan kimia kaustik yang

termakan atau terminum. Kerusakan tersebut sangat bergantung pada

macam zat kimia, konsentrasi, jumlah yang tertelan, dan lamanya berada

dalam esophagus. 8

E. Etiologi

Esofagitis korosif disebabkan oleh cedera kaustik dari bahas korosif.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, cedera kaustik dapat disebabkan oleh

agen asam atau basa. Istilah 'alkali' biasanya digunakan untuk menunjukkan

alkali yang kuat. Zat yang memberatkan biasanya adalah agen pembersih

(yang mengandung natrium hidroksida), tiriskan pembuka, pemutih,

pembersih toilet, agen pencuci piring dan deterjen. Zat basa biasanya tidak

berwarna, relatif tidak berasa, lebih kental dan memiliki bau yang kurang

jelas. Oleh karena itu, jumlah yang dicerna seringkali lebih banyak dengan

agen tersebut. Mode cedera yang biasa terjadi dengan agen-agen ini adalah

nekrosis likuifaksi yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Kombinasi sifat

10
kental agen-agen ini dan proses likuifaksi menyiratkan bahwa agen-agen ini

tetap berhubungan dengan mukosa untuk jangka waktu yang lebih lama dan

karenanya lebih mungkin menghasilkan cedera yang lebih dalam. Oleh

karena itu, ada kemungkinan lebih besar cedera transmural dengan alkali..2

Beberapa agen yang mengandung asam yang umum terlibat dalam

keracunan korosif termasuk pembersih toilet (asam sulfur atau asam

klorida), senyawa antirust (asam klorida, oksalat, asam fluorida), pembersih

kolam renang (asam hidrofluorik), cuka (asam asetat), asam format yang

digunakan dalam industri penyamakan karet dan asam serupa lainnya.

Karena bau menyengat dan rasa tidak enak, asam cenderung dikonsumsi

dalam jumlah yang lebih kecil, ditelan dengan cepat setelah konsumsi dan

dapat menyebabkan lebih banyak lambung daripada cedera esofagus. Mode

cedera jaringan dengan asam adalah proses nekrosis koagulasi. Koagulum

mencegah agen korosif dari penyebaran secara transmural dan karenanya

mengurangi insiden ketebalan penuh atau cedera peri-alimentary. .2

Tabel 1. Bahan korosif rumahan.2

11
F. Epidemiologi

Laporan badan statistik untuk tahun 2008 mendokumentasikan peningkatan

jumlah eksposur esofagitis korosif. Namun, proporsi keracunan yang

dikaitkan dengan zat kaustik tetap stabil pada 8,6%. Dari paparan ini, hanya

62,9% pada anak-anak dan 95,5% dari semua paparan adalah kecelakaan.

Pada tahun 2008, 14 kematian akibat konsumsi korosif dilaporkan dari AS.

Seri kecil tersedia dari beberapa negara yang memberikan data tentang

penggunaan bahan korosi berdasarkan keadaan cedera (kecelakaan atau

bunuh diri) dan distribusi usia.2,9

Di antara anak-anak, konsumsi korosif lebih sering terjadi pada anak laki-

laki, karena sifat mereka yang lebih ingin tahu; 100% tidak disengaja

melibatkan sebagian besar alkali. Data dari Denmark juga menunjukkan

penurunan insiden konsumsi basa setelah penerapan undang-undang yang

mewajibkan wadah anti-anak dan tindakan pencegahan keamanan yang

memadai. Namun, di negara-negara lain di mana undang-undang semacam

itu tidak ada, konsumsi basa terus sering terjadi pada anak-anak. 2,9

Serial dengan pasien yang sebagian besar orang dewasa, konsumsi lebih

sering terjadi pada wanita, kecuali untuk laporan dari Afrika di mana pria

mendominasi. Konsumsi bunuh diri lebih sering terjadi pada wanita

sedangkan konsumsi yang tidak disengaja lebih sering terjadi pada pria. 2,9

Sebagian besar (80%) keracunan yang tidak disengaja terjadi pada

anak-anak <5 tahun. Usia rata-rata adalah 27 tahun (kisaran 16 - 60 tahun)

12
Pengembangan pedoman efektif telah mengurangi tingkat kematian jangka

pendek dari 20% menjadi kurang dari 1% dalam 30 tahun terakhir. Angka

morbiditas jangka panjang hampir sama karena kegagalan semua langkah

untuk mencegah komplikasi. Orang dewasa memiliki lebih banyak angka

kematian dan morbiditas karena volume paparan yang signifikan dan

kemungkinan konsumsi bersama. Pneumonitis aspirasi, mediastinitis,

peritonitis, dan kegagalan multi-organ (MOF) adalah penyebab utama

kematian. 12,9% dari semua kasus berakhir karena salah satu komplikasi di

atas.2,9

Seri kecil tersedia dari beberapa negara yang memberikan data tentang

penggunaan bahan korosi berdasarkan keadaan cedera (kecelakaan atau

bunuh diri) dan distribusi usia. Namun, seri ini terbatas pada beberapa

lembaga perawatan tersier di negara negara ini yang melayani cedera yang

lebih serius dan kemungkinan besar tidak mewakili statistik nasional aktual

yang akan melibatkan sejumlah besar konsumsi kecelakaan rumah tangga

kecil yang tidak dilaporkan. 2,9

Tabel 2. Epidemiologi esofagitis korosif dari berbagai negara.2

13
G. Patofisiologi

Esofgitis korosif merupakan Cedera kaustik yang terjadi ketika zat

dengan pH <2 atau pH> 12 tertelan. Esofgitis korosif terjadi akibat

"nekrosis cair" dari zat alkali, cedera kaustik dari alkali dapat menyebabkan

lebih banyak kerusakan pada saluran pencernaan daripada "nekrosis

koagulatif" dari konsumsi asam.WJG &jact

Patologi utama yang terjadi pada jaringan setelah paparan alkali adalah

liquefaction necrosis. Mekanisme dasarnya adalah pembentukan ion

hidroksida dari alkali begitu mereka bersentuhan dengan jaringan. Seluruh

proses meliputi pembubaran protein, penghancuran kolagen, saponifikasi

lemak, emulsifikasi membran sel, trombosis transmural, dan kematian sel.

Trombosis vaskular terjadi setelah nekrosis. Dalam kasus konsumsi alkali,

situs yang paling sering terkena adalah esophagus.4

14
Cedera Asam menginduksi jaringan dengan cara pengeringan protein

jaringan untuk menghasilkan nekrosis koagulasi dengan proses di mana

proton terdisosiasi (H +) dari asam yang tertelan, setelah hidrasi dengan

H2O yang diperoleh dari sel membentuk ion hidronium (H3O +),

menghasilkan pengeringan protein seluler , denaturasi, dan presipitasi

menghasilkan pembentukan eschar dan biasanya terbatas pada lapisan yang

lebih dangkal dari jaringan mukosa karena penetrasi ke dalam lapisan yang

lebih dalam terhambat oleh kehadiran eschar. 4

Cedera yang diinduksi kaustik pada jaringan dapat secara umum

ditandai dengan tiga fase. Pertama adalah fase inflamasi (yang berlangsung

sekitar 4-7 hari) di mana ada peristiwa trombotik dalam pembuluh darah

dengan nekrosis sel yang akhirnya mengarah pada penghancuran epitel

kolumnar dari mukosa dan submukosa. Umumnya, pada 72-96 jam setelah

konsumsi, borok berkembang setelah nekrosis mukosa superfisial dan

mengelupas. Fase kedua, waktu berisiko tinggi untuk terjadinya perforasi,

dimulai sekitar 3 hari dan berlangsung hingga 2 minggu setelah konsumsi.

Terakhir, jika mukosa gastrointestinal telah mengalami cedera parah yang

diinduksi kaustik, jumlah jaringan fibrosa yang berlebihan dapat terbentuk,

menghasilkan pembentukan striktur 2 atau lebih minggu setelah konsumsi.

Pola yang paling umum adalah keterlibatan kerongkongan dan lambung

secara bersamaan. 4

H. Gejala Klinis

1. Periode pasca-konsumsi awal

15
Gejalanya tergantung pada tingkat cedera. Dapat terdapat air liur

dengan disertai darah, odynophagia, muntah, rasa terbakar dan sobek di

tenggorokan, pertengahan dada dan epigastrium adalah presentasi umum.

Suara serak, disfonia, dan stridor mengindikasikan keterlibatan laring dan

saluran pernapasan atas. Pemeriksaan dapat menunjukkan bibir edema

dengan eksudat dan mukosa rongga mulut yang mengelupas dan faring.

Gigi tampak berkapur putih. 20 - 45% pasien memiliki eritema ringan atau

tanda minimal, tetapi mungkin mengalami cedera parah pada kerongkongan

dan perut. Adanya syok, hematemesis volume besar, peritonitis, tanda

Hamman, dan emfisema subkutan menyarankan cedera parah atau perforasi,

dan perlu intervensi bedah yang mendesak.9

Manifestasi sistemik lainnya dapat berupa Asidosis metabolik;

Methaemoglobinaemia dalam keracunan fenol; Hemolisis dan hiperkalemia;

Edema paru dan ARDS karena terhirup asap.9

2. Periode pasca-konsumsi yang terlambat

Sebagian besar pasien dengan cedera kelas 1 atau 2 dengan Zargar

grading system berdasarkan temuahn endiskopi secara bertahap membaik

dengan resolusi tetapi nyeri berkurang lebih lambat dan kemudian bertahan

pada deglutisi padatan saja. Muntah yang terputus-putus dari makanan yang

tidak tercerna mengindikasikan inisiasi pembentukan striktur.9

3. Beberapa minggu hinnga beberapa bulan kemudian

16
Sensasi Globus, rasa kenyang dini, muntah makanan yang tidak

tercerna, dan penurunan berat badan menunjukkan striktur esofageal yang

signifikan yang sebenarnya berkembang pada 1/3 pasien keracunan korosif

yang umumnya dengan derajat cedera 2 (b) atau 3. muntah Makanan yang

dicerna dalam beberapa jam setelah makan disebabkan oleh obstruksi

saluran keluar lambung.9

I. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa esofagitis korosif yang merupakan

cedera kaustik pada saluran pencernaan bagian atas tetap menjadi salah satu

kondisi yang paling menantang yang dihadirkan baik untuk ahli saraf dan

ahli bedah endoskopi. Endoskopi memainkan peran utama dalam

mendiagnosis dan menilai tingkat cedera kaustik ini serta memandu

perawatan yang tepat. Baru-baru ini, pemindaian computerized tomography

(CT) pada dada dan perut semakin sering digunakan sebagai alat pelengkap

dalam evaluasi cedera kaustik. Meskipun ada kemajuan dalam teknologi dan

perawatan yang muncul, morbiditas parah dan bahkan kematian setelah

menelan agen kaustik terbukti dalam praktik klinis sehingga menunjukkan

kompleksitas kondisi ini.10

1. Endoskopi

Endoskopi dini direkomendasikan karena sekitar 30% pasien dengan

konsumsi kaustik tidak akan mengalami cedera pada esophagus dan dapat

segera dikeluarkan. Endoskopi biasanya dilakukan dalam 24-48 jam setelah

konsumsi bahan korosif. Namun, banyak ahli merekomendasikan endoskopi

17
sesegera mungkin karena endoskopi tertunda dikaitkan dengan lama tinggal

di rumah sakit dan meningkatkan rumah sakit biaya. Meskipun beberapa

laporan mengkonfirmasi keamanan endoskopi dilakukan hingga 96 jam

setelah konsumsi, awal endoskopi setelah 48 jam konsumsi tidak disarankan

karena kerongkongan yang terluka dapat memasuki fase ulserasi dan

granulasi di mana esofagus menjadi rapuh dan mudah dilubangi. Namun

demikian, selama prinsip-prinsip penanganan endoskopi tetap

dipertahankan, endoskopi setelah 48 jam dalam kasus-kasus tertentu

dimungkinkan.11

Di masa lalu, ahli endoskopi tidak didorong untuk melewati ruang

lingkup di luar luka bakar circumferential karena takut perforasi esofagus.

Namun, dengan kemajuan dalam pemeriksaan endoskopi dan lebih banyak

keterampilan dalam endoskopi, evaluasi endoskopi lengkap di luar titik ini

dimungkinkan tanpa komplikasi. Endoskopi bermanfaat untuk

mengkonfirmasi hal-hal berikut: adanya cedera, derajat cedera, dan area

cedera yang dapat memandu pengobatan dan memprediksi prognosis.11

Endoskopi dikontraindikasikan pada pasien dengan kecurigaan

perforasi gastrointestinal, nekrosis rongga mulut dan jalan napas terganggu.

Penanganan yang lembut dan menghindari over-insufflation udara selalu

dianjurkan. Perbandingan temuan endoskopi yang dimodifikasi

diklasifikasikan oleh Zargar et al.11

Tabel 3. Zargar’s grading system.4

18
Kelas Penampilan yang terlihat Signifikansi klinis
0 Riwayat positif, tidak ada Mampu segera minum cairan
gejala dan kerusakan yang
terlihat
I Edema, hiperemia, kehilangan Disfagia sementara, mampu
pola mukosa normal, tidak ada menelan cairan dalam 0-2 hari,
cedera mukosa trans tidak ada gejala sisa jangka
panjang
IIa edera transmural, kerapuhan, Jaringan parut, tidak ada stenosis,
lepuh, eksudat, perdarahan, tidak ada gejala sisa jangka
ulserasi superfisial yang panjang
tersebar
IIb IIa ditambah ulserasi diskrit Risiko perforasi yang kecil,
yang dalam dan/atau ulserasi jaringan parut dapat menyebabkan
sirkumferensial stenosis kemudian (75%)

IIIa Ulserasi dalam yang tersebar Risiko perforasi, risiko tinggi


dengan nekrosis jaringan. stenosis di kemudian hari (70-
100%)
IIIb Jaringan nekrotik luas Risiko perforasi dan kematian
tinggi (65%), risiko stenosis tinggi

Gambar 3 Modifikasi klasifikasi endoskopi Zargar untuk cedera mukosa


yang disebabkan oleh konsumsi zat kaustik. (A) Edema dan eritema; (B)

19
Erosi dan bisul; (C) Ulserasi sirkumferensial; (D) Area yang tersebar
nekrosis esofagus; (E) Nekrosis esofagus yang luas.11

2. Computerized tomography (CT)

Jelas bahwa endoskopi tidak selalu akurat menentukan sejauh mana

cedera kaustik. Bergantung pada temuan endoskopik saja, cedera derajat III

akan terlalu tinggi dan operasi yang tidak perlu dilakukan pada 15% dari

pasien ini. Beberapa penulis menunjukkan bahwa akurasi dalam diagnosis

cedera kelas masing-masing adalah 48% dan 87%. Baru-baru ini, skor

penilaian CT dikembangkan pada 2010 dan terbukti memiliki sensitivitas

dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada skor endoskopi. Temuan CT

nekrosis transmural meliputi pengaburan dinding esofagus, pengamplasan

lemak periesofageal, dan tidak ada peningkatan dinding esofagus setelah

pemberian intravena kontras. Studi terbaru menunjukkan bahwa CT dapat

mencegah esofagektomi yang tidak perlu pada beberapa pasien dengan skor

endoskopi kelas IIIb.11

Meskipun CT scan mungkin meremehkan keparahan cedera kaustik

dibandingkan dengan endoskopi, itu dapat memberikan informasi lebih

lanjut tentang keterlibatan organ yang berdekatan misalnya, paru-paru dan

rongga pleura. Namun demikian, CT scan tidak dapat menggantikan

endoskopi dalam evaluasi cedera kaustik terutama pada mereka yang

mengalami kerusakan mukosa. Kombinasi endoskopi dan CT scan telah

digunakan dalam pengaturan klinis di mana pembedahan hanya dapat

dilakukan dalam kasus dengan endoskopi Ⅲb grade dan skor CT.11

20
Saat ini, penggunaan gabungan endoskopi dan CT scan, terutama

dalam kasus dengan skor endoskopi kelasⅢb, harus membantu dalam

keputusan apakah akan beroperasi atau tidak.11

Gambar 4. Pandangan endoskopik menunjukkan nekrosis mukosa yang luas pada


esofagus GradeⅢb yang dimodifikasi klasifikasi endoskopik Zargar, tetapi CT
scan mengungkapkan peningkatan mukosa esofagus yang menunjukkan viabilitas
jaringan. (A) tampilan endoskopi; (B) Gambaran CT scan. Khususnya, lumen
esofagus ditandai dengan tanda bintang.11

3. Ultrasonografi Endoskopi (EUS)

Ultrasonografi Endoskopi (EUS) memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan endoskopi dan CT scan karena dapat menggambarkan lapisan

dinding esofagus. Jika cedera kaustik terbatas pada submukosa di EUS,

esofagus yang cedera membutuhkan lebih sedikit sesi dilatasi kerongkongan

daripada yang dengan keterlibatan muscularis propria. Mini probe EUS

21
telah terbukti memprediksi pembentukan striktur setelah cedera kaustik

dengan memvisualisasikan struktur dinding esofagus. Namun, rutinitas EUS

dalam praktek klinis perlu ditentukan.11

J. Peñatalaksanaan

Perawatan konservatif dengan manajemen ABC harus dimulai segera

untuk semua pasien dengan hipotensi atau gangguan pernapasan. Tujuan

utama perawatan adalah untuk mencegah perforasi dan mengurangi

kerusakan. Target jangka panjang adalah untuk mencegah dan membatasi

fibrosis dan striktur. Adanya stridor, hematemesis, dan distres pernapasan

atau abnormalitas gas darah arteri mengindikasikan aspirasi pneumonitis

dan mandat mendesak laringoskopi fleksibel. Pasien dengan laryngopharynx

yang bengkak, meradang, membesar atau nekrotik tidak boleh menjalani

intubasi endotrakeal (ET); alih-alih, trakeostomi lebih disukai dan

menunjukkan hasil yang baik. Tabung ET dapat ditempatkan untuk eritema

ringan atau erosi laring.9

Netralisasi asam oleh alkali yang lemah atau sebaliknya menghasilkan

panas melalui reaksi eksotermik dan menambah cedera, sehingga tidak

dianjurkan. Hindari emesis atau penempatan tabung nasogastrik untuk

mencegah paparan ulang kerongkongan dan aspirasi; gunakan

metoclopramide. Meskipun selang nasogastrik harus dipasang segera setelah

22
pasien distabilkan dan tidak ada risiko perforasi. Penggunaan arang aktif,

minuman berkarbonasi, susu, mentega tidak memiliki manfaat apa pun, juga

dapat mengaburkan tampilan endoskopi. Pengenceran dengan air biasa

bermanfaat. Berikan air minum jika tidak ada risiko aspirasi dan tidak ada

bukti perforasi.9

Adanya syok menunjukkan perdarahan gastrointestinal masif atau

perforasi dan membutuhkan intervensi bedah segera. Karena operasi darurat

memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi, endoskopi pra-bedah dan /

atau CT kontras pada leher, toraks dan perut wajib untuk mengidentifikasi

waktu yang ideal dan pasien yang dapat diuntungkan dengan operasi.

Esofagektomi atau gastrektomi adalah prosedur bedah yang biasa dilakukan.

Cairan intravena untuk mempertahankan hidrasi dimulai. Sukralfat dalam

dosis 1 gm 6 jam dimulai. Inhibitor pompa proton intravena (PPI) atau H2-

blocker dimulai untuk meningkatkan pH lambung dan meminimalkan efek

asam lambung pada mukosa yang rusak. Pasien rata-rata dengan cedera

grade 2 (b) membutuhkan waktu 10 - 15 hari untuk menghilangkan gejala.

Penggunaan antibiotik sistemik tidak dianjurkan, tetapi pasien dengan

tracheo-laryngitis, pasien yang diintubasi, atau pasien dengan trakeostomi

memerlukan profilaksis untuk pencegahan pneumonia. Penggunaan

antibiotik pada pasien lain bersifat individual.9

Penggunaan steroid masih kontroversial. Penelitian pada hewan

dengan cedera alkali dengan penggunaan steroid sistemik yang dimulai

dalam 24 jam setelah paparan menunjukkan penurunan laju pembentukan

23
striktur esofagus dengan menghambat aktivitas granulasi dan fibroblast.

Sebuah percobaan terkontrol prospektif acak pada anak-anak oleh Anderson

et al untuk asam dan alkali tidak menunjukkan pencegahan striktur dengan

steroid. Penggunaan injeksi steroid lokal terbukti bermanfaat dalam

beberapa penelitian.9

Dilatasi kerongkongan untuk cedera striktur yang diinduksi kaustik

memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah daripada striktur esofagus

yang terkait dengan etiologi lain. Penggantian kerongkongan dianggap pada

pasien yang gagal terapi endoskopi. Hingga 50%-70% pasien dengan

striktur kaustik membutuhkan pembedahan.9

K. Komplikasi

Penyulit yang dapat terjadi segera setelah meminum zat korosif ialah

mediastinitis karena perforasi esophagus, perforasi lambung, udem laring

atau radang paru, dan fistel ke trakea. Komplikasi lain adalah striktur atau

stenosis di esophagus atau lambung dan timbulnya esofagitis refluks. 8

L. Prognosis

Prognosis dari esofagitis korosif tergantung pada jenis bahan yang

terkena, konsentrasi, lama kontak, adanya kelainan sebelumnya, kerusakan

pada esophagus dan penatalaksanaan awal. Klasifikasi dan keparahan

cedera kaustik membantu memprediksi hasil. Konsumsi yang disengaja,

konsumsi asam dan volume konsumsi yang tinggi dikaitkan dengan cedera

mukosa tingkat tinggi. Para pasien dengan grade IIIb memiliki masa rawat

inap yang lebih lama dan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan

24
dengan mereka dengan grade IIIa. Namun, berbagai insiden tingkat cedera

telah terbukti. Perbedaan antara antar pengamat mungkin mencerminkan

kesulitan untuk menafsirkan endoskopi terutama ketika ada waktu berlalu

sebelum endoskopi. Perawatan bisa berbeda sesuai dengan tingkat

keparahan sebagai berikut.11

25

Anda mungkin juga menyukai