SADARI
SATUAN ACARA PENYULUHAN
SADARI
I. IDENTIFIKASI MASALAH
Sadari adalah upaya yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kanker dalam
payudara yang dilakukan di depan cermin.
II. PENGANTAR
Bidang studi : Critical Thinking
Topic : Maternitas
Sub topic : Sadari
Sasaran : Mahasiswa
Hari / tanggal : Jumat, 11 Nov 2011
Jam : 16.00 WIB
Waktu : 30 menit
Tempat :
III. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan ini diharapkan mahasiswa mendapatkan
informasi dan pengetahuan tentang amputasi dan penyebab serta jenis-jenis amputasi.
IV. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan mahasiswa diharapkan dapat :
a. Mengetahui tentang masalah amputasi
b. Mengetahui penyebab, jenis, metode, dan tingkatan amputasi
V. MATERI
Terlampir
VI. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
VII. MEDIA
1. Powerpoint
2. Video
VIII. KEGIATAN PEMBELAJARAN
IX. EVALUASI
Pertanyaan:
1. Apakah sadari itu ?
2. Bahaya apa bila tidak dilakukan sadari sejak dini ?
3. Bagaimana cara melakukan sadari ?
X. LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Sadari adalah pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kanker dalam payudara wanita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meggunakan cermin dan
dilakukan oleh wanita yang berumur 20 tahun ke atas
B. Etiologi
Indikasi utama sadari adalah karena :
Untuk mendeteksi terjadinya Cancer Payudara dengan mengamati payudara dari depan, sisi kiri
dan sisi kanan, apakah ada benjolan, perubahan warna kuli, putting bersisik dan pengeluaran
cairan atau nanah dan darah.
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, sekaligus
penyebab kematian terbesar. Sebagian besar penderita baru terdeteksi di stadium lanjut karena
kanker tidak bergejala.
Semakin bertambahnya usia, makin besar pula risiko seorang perempuan terkena kanker. Hal ini
tentu membuat kita khawatir. Meski begitu, kita bisa mengubah ketakutan menjadi sebuah
tindakan nyata untuk mencegah penyakit yang jadi momok kaum wanita ini.
1. Aktif bergerak
Tidak ada kata tua untuk mulai berolahraga. Penelitian menyebutkan, olahraga akan menurunkan
kadar hormon estrogen, yang berkaitan dengan kanker. Lakukan olahraga minimal 30 menit
sehari.
2. Kurangi berat badan
Setelah menopause, perempuan yang obesitas punya risiko lebih besar terkena kanker payudara
dibanding rekannya yang punya berat badan normal. Meski begitu, kenaikan bobot tubuh pada
wanita yang tadinya beratnya ideal juga mendatangkan risiko yang sama.
3. Cukupi kebutuhan vitamin D
Studi yang menegaskan manfaat vitamin D sebagai anti-kanker terus bermunculan. Yang terakhir
menyebutkan, 94 persen pasien kanker payudara yang kekurangan vitamin D, kankernya lebih
cepat menyebar dibanding mereka yang cukup vitamin D.
4. Batasi alkohol
Data terbaru dari National Cancer Institute menunjukkan perempuan yang minum satu atau dua
gelas alkohol setiap hari memiliki risiko terkena kanker payudara 32 persen lebih besar. Para ahli
menyarankan untuk membatasi alkohol tidak lebih dari satu gelas per hari.
5. Perhatikan gejalanya
Gejala awal kanker payudara dapat berupa benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri, dan biasanya memiliki pinggiran
tidak teratur. Tanda lain yang mungkin timbul adalah benjolandi ketiak, perubahan ukuran atau
bentuk payudara, keluar cairan yang abnormal dari puting susu, dan perubahan warna atau
tekstur kulit payudara.
6. Lakukan deteksi dini
Skrining dan deteksi dini sebetulnya dapat secara signifikan menurunkan stadium pada temuan
kasus kanker payudara. Selain mamografi, pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) yang dapat
diajarkan, kemudian dipraktikkan sendiri oleh perempuan, jika dilakukan secara teratur bisa
mendeteksi tumor 1,2 sentimeter
C. Waktu pelaksanaan
Pemeriksaan payudara dilakukan setelah menstruasi, pada waktu payudara tidak keras atau
bengkak.
D. Prosedur pelaksanaan
SADARI bulanan dengan pemeriksaan klinis payudara tahunan (Clinical Breast Examination /Â
CBE) oleh seorang ahli dan mamografi, sangat bermanfaat untuk mendeteksi kanker payudara
sejak dini.Ada tiga langkah penting untuk melakukan SADARI, yaitu:
1. Pemeriksaan raba pada posisi berdiri.
Untuk melakukan pemeriksaan pada payudara sebelah kanan, angkat lengan kanan anda ke
belakang kepala, lalu gunakan jari-jari tangan kiri untuk melakukan pemeriksaan. Lakukan
langkah-langkah sebaliknya untuk memeriksa payudara sebelah kiri.Â
2. Pemeriksaan raba pada saat berbaring.
Berbaringlah di atas permukaan yang keras. Saat melakukan pemeriksaan pada payudara kanan,
letakkan bantal di bawah pundak kanan. Kemudian letakkan lengan kanan di belakang kepala.
Ratakan jari-jari tangan kiri pada payudara kanan, dan tekan secara lembut dengan gerakan
memutar searah jarum jam. Mulailah pada bagian paling puncak dari payudara kanan (posisi jam
12), kemudian bergerak ke arah jam 10 dan seterusnya, sampai kembali ke posisi jam 12. Setelah
itu, pindahkan jari-jari Anda kira-kira 2 cm mendekati puting. Teruskan gerakan memutar seperti
sebelumnya hingga seluruh bagian payudara, termasuk puting selesai diperiksa. Lakukan hal
yang sama pada payudara sebelah kiri.
Teknik SADARI yang benar harus menggunakan buku jari dari ketiga jari tengah Anda, bukan
ujung jari. Anda sangat dianjurkan untuk mengulang-ulang gerakan melingkar dengan buku jari
yang disertai dengan sedikit penekanan. Namun penekanan yang berlebihan dapat menyebabkan
tekanan pada tulang rusuk dan akan terasa seperti benjolan
3. Tempo permeriksaan
Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Para wanita yang sedang haid
sebaiknya melakukan pemeriksaan pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah masa haid bermula, ketika
payudara mereka sedang mengendur dan terasa lebih lunak.
Jika menemukan adanya benjolan atau perubahan pada payudara yang membuat diri Anda resah,
segera konsultasikan ke dokter. Jika dokter menginformasikan bahwa hasil pemeriksaannya
menunjukkan tidak adanya kelainan tapi Anda masih tetap resah, Anda bisa meminta kunjungan
lanjutan. Anda juga bisa meminta pendapat kedua dari seorang dokter spesialis.
Para wanita yang telah berusia 20 dianjurkan untuk mulai melakukan SADARI bulanan dan CBE
tahunan, dan harus melakukan pemeriksaan mamografi setahun sekali bila mereka telah
memasuki usia 40.
Jangan biarkan kanker payudara merusak hidup anda! kanker payudara bukan kanker ganas
kalau anda menyadarinya sebelum terlambat!
XI. DAFTAR PUSTAKA
http://doktersehat.com/2007/01/02/sadari-pemeriksaan-payudara-sendiri/#ixzz1AFh5cPkb
http://doktersehat.com/2010/03/23/cegah-kanker-payudara/#ixzz1AFgqvhst
Diposkan 8th December 2011 oleh Bidan Pendidik D4 Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta
Label: Ayu Amalia Putri
0
NIM: 201110104251
Kelas F
MDGs
Adalah sebuah inisiatif pembangunan yang dibentuk pada tahun 2000, oleh perwakilan
dari 189 negara dengan menandatangi deklarasi yang disebut adalah sebuah inisiatif
pembangunan yang dibentuk pada tahun 2000, oleh perwakilan-perwakilan dari 189 negara
dengan menandantangani deklarasi yang disebut sebagai Millennium Declaration. upaya untuk
memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara
global serta dimensi kemiskinan lainnya seperti; kelaparan, penyakit, penyediaan infrastruktur
dasar (perumahan dan permukiman) serta mempromosikan persamaan gender, pendidikan, dan
lingkungan berkelanjutan. Merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia seperti yang
2. Keluarga Berencana
1) Penghapusan kemiskinan;
Target 1 : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 perhari menjadi
Target 2 : Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
1990–2015
Target 4 : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005
Target 5 : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara th 1990–2015
Target 6 : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990–2015
Target 7 : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDs dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun
2015
Target 8 : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah malaria dan penyakit lainnya
Target 9 : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional
Target 10: Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang
Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada
tahun 2020
a) menurunkan separuh jumlah penduduk yang berpendapatan kurang dari US$ 1.00 per hari
b) Menurunkan separuh jumlah penduduk yang menderita kelaparan ekstrim hingga tahun 2015.
Kedua sasaran diatas dirasakan penting menjadi prioritas penyelesaian mengingat kedua sasaran
akses untuk kedua kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akses-akses kebutuhan lain pun juga
tidak dapat dicukupi. Bila kelompok masyarakat tidak mampu memenuhi pendapatan sebesar
US$ 1 per hari atau setara dengan Rp. 9.000 per hari dapat dipastikan tidak dapat terpenuhinya
kebutuhan pendidikan, kesehatan, keahlian dan keterampilan untuk pasar kerja serta sanitasi
2) Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education) Akses
3) Mempromosikan persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and
empower women)
pemberdayaan pe-rempuan serta persamaan jender. Berkaitan juga dengan penerapan hak-hak
dan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW:
“to combat all forms of violence against women and to implement the Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women. Oleh Indonesia, CEDAW telah
diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu pada kepedulian terhadap 12 wilayah
kritis (critical areas), yang disepakati pada Kongres Pe-rempuan IV di Beijing tahun 1995, yang
6) Meme-rangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other
diseases)
development).
Dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia mengalami sebuah paradigma baru dalam sistem
kepemerintahan dan kewenangan. Jika sebelumnya semua perencanan dan pembangunan diatur
secara terpusat, kemudian perencanaan dan pembangunan tersebut ditetapkan secara otonom
menurut lingkup daerah provinsi, kabupaten/kota. Paradigma pembangunan inilah yang kita
kenal dengan otonomi daerah. Bagi daerah yang memiliki posisi strategis kaya akan sumber daya
alam dan manusia, era otonomi daerah merupakan peluang berharga bagi pelaksanaan
pembangunan guna terwujudnya kemakmuran dan kesejahtaraan masyarkat. Akan tetapi bagi
daerah yang minus, otonomi daerah akan menjadi sumber masalah bagi kelancaran pelaksanaan
pembangunan. Untuk mengatisipasi permasalahan ini pemerintah pusat telah mengambil
kebijakan dengan memberikan proporsi anggaran melalui dana perimbangan sehingga semua
daerah memiliki kesempatan yang sama dalam melaksanakan pembangunan. Adapun dana
perimbangan tersebut adalah Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hail Bukan pajak, Dana Alokasi
indikator USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga telah dicapai dalam
upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh garis
kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen (2010) menuju targetnya sebesar 8
– 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31
persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan
dapat mencapai target MDG sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas ke depan untuk
1. Perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
4. Perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara yang miskin.
MDG 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Upaya Indonesia untuk mencapai target MDG tentang pendidikan dasar dan melek huruf
sudah menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan pendidikan
dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah pertama sebagai sasaran
pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/09 angka partisipasi kasar (APK) SD/MI termasuk
Paket A telah mencapai 116,77 persen dan angka partisipasi murni (APM) sekitar 95,23 persen.
Pada tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara umum disparitas partisipasi pendidikan antarprovinsi
semakin menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0
persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDG pendidikan adalah
meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan,
untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Berbagai kebijakan dan
1. Perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin
Kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal sebesar 20 persen
dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk mengakselerasi pencapaian pendidikan
Berbagai kemajuan telah dicapai dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender di semua
jenjang dan jenis pendidikan. Rasio angka partisipasi murni (APM) perempuan terhadap laki-laki
di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99 pada
tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 sampai
24 tahun telah mencapai 99,85. Oleh sebab itu, Indonesia sudah secara efektif menuju (on-track)
pencapaian kesetaraan gender yang terkait dengan pendidikan pada tahun 2015. Di bidang
sektor nonpertanian. Di samping itu, proporsi kursi yang diduduki oleh perempuan di DPR pada
pemilu terakhir juga mengalami peningkatan, menjadi 17,9 persen. Prioritas ke depan dalam
Angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup signifi kan dari
68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, sehingga target
sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian
pula dengan target kematian anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih
terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya perbedaan akses atas
pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah
memperkuat system kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama bagi
rendah. Di Indonesia, angka kematian ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate) menurun
dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target
pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga
diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko
tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. Upaya menurunkan angka
kematian ibu didukung pula dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan
menurunkan unmet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi. Ke depan, upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan pada
pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada
masyarakat.
mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang bermanfaat dengan berbagai
organisasi multilateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuhan
ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah
mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efektifi tas
ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini,
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB.
Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB
dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt
Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen
pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah
membuat investasi besar ke dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon
genggam, jaringan PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima
tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia mempunyai akses
Target
Acuan
Indikator Saat Ini MDGs Status Sumber
Dasar
2015
TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari
USD 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015
Proporsi penduduk dengan
20,60% 5,90% Bank Dunia
1.1 pendapatan kurang dari USD 10,30% ●
(1990) (2008) dan BPS
1,00 (PPP) per kapita per hari
2,70% 2,21%
1.2 Indeks Kedalaman Kemiskinan Berkurang ► BPS, Susenas
(1990) (2010)
Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua,
termasuk perempuan dan kaum muda
PDB Nasional
Laju pertumbuhan PDB per 3,52% 2,24%
1.4 - dan BPS,
tenaga kerja (1990) (2009)
Sakernas
Rasio kesempatan kerja
65%
1.5 terhadap penduduk usia 15 62% (2009) -
(1990)
tahun ke atas
BPS,
Proporsi tenaga kerja yang
Sakernas
berusaha sendiri dan pekerja 71%
1.7 64% (2009) Menurun ►
bebas keluarga terhadap total (1990)
kesempatan kerja
Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun
waktu 1990-2015
18,4%
Prevalensi balita dengan berat 31,0% (2007)**
1.8 15,5% ►
badan rendah / kekurangan gizi (1989)* 17,9%
(2010)** *BPS,
Susenas
**Kemkes,
Riskesdas
5,4%
2007;
7,2% (2007)**
1.8a Prevalensi balita gizi buruk 3,6% ► 2010(data
(1989)* 4,9%
sementara)
(2010)**
13,0%
23,8% (2007)**
1.8b Prevalensi balita gizi kurang 11,9% ►
(1989)* 13,0%
(2010)**
Proporsi penduduk dengan
1.9 asupan kalori di bawah tingkat ▼
konsumsi minimum:
17,00% 14,47% BPS, Susenas
- 1400 Kkal/kapita/hari 8,50%
(1990) (2009)
64,21% 61,86%
- 2000 Kkal/kapita/hari 35,32%
(1990) (2009)
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan di manapun dapat
menyelesaikan pendidikan dasar
*Kemdiknas
Angka Partisipasi Murni (APM) 88,70% 95,23%
2.1 100,00% ► **BPS,
sekolah dasar (1992) ** (2009)*
Susenas
Proporsi murid kelas 1 yang *Kemdiknas
62,00% 93,50%
2.2 berhasil menamatkan sekolah 100,00% ► **BPS,
(1990)* (2008)**
dasar Susenas
99,47%
(2009)
Angka melek huruf penduduk Female:
96,60%
2.3 usia 15-24 tahun, perempuan 99,40% 100,00% ► BPS, Susenas
(1990)
dan laki-laki Male:
99,55%
Kairo-Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh11.000 perwakilan lebih dari 180 negara. Konferensi
tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, yang ditujukan
manusia, tercantum dalam program aksi 20 tahun. Program aksi 20 tahun, bagi tiap Negara yaitu
1.Meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan
dan anak-anak.
2.Mengintegrasikan program keluarga berencana kedalam agenda kesehatan perempuan yang lebih
luas. Bagian terpenting dalam program tersebuta adalah penyediaan pelayanan kesehatan
reproduksi menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman,
pencegahan dan pengobatan IMS termasuk HIV, informasi dan konseling seksualitas,
1) Akses terhadap pendidikan dasar, meningkatnya keikutsertaan anak laki-laki dan perempuan di
SD hingga sekurang-kurangnya 90% sebelum 2010, serta menurunkan angka buta huruf pada
perempuan dan anak perempuan pada tahun 1990 hingga setengahnya pada tahun 2005
2) Semua fasilitas kesehatan menyediakan metode-metode KB yang aman dan efektif, pelayanan
kebidanan, pencegahan ISR/IMS, serta metode pelindung untuk mencegah infeksi, baik secara
3) Mengurangi kesenjangan antara pemakian kontrasepsi dengan proporsi individu yang ingin
membatasi jumlah anak untuk menjarangkan kehamilan, tanpa menggunakan target atau kuota.
5) Pelayanan pencegahan HIV untuk laki-laki dan perempuan muda usia 15-24 tahun. Termasuk
pelayan kondom laki-laki dan perempuan pemeriksaan sukarela, konseling dan tindak lanjut.
Dalam rangka mencapai tujuan kesehatan reproduksi perlu disusun kebijakan dan strategi
umum yang dapat memayungi pelaksanaan upaya seluruh komponen kesehatan reproduksi di
A. Kebijakan Umum
1. Menempatkan upaya kesehatan reproduksi menjadi salah satu prioritas Pembangunan Nasional.
2. Melaksanakan percepatan upaya kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak reproduksi ke seluruh
Indonesia.
3. Melaksanakan upaya kesehatan reproduksi secara holistik dan terpadu melalui pendekatan siklus
hidup.
4. Menggunakan pendekatan keadilan dan kesetaraan gender di semua upaya kesehatan reproduksi.
B. Strategi Umum
1. Menempatkan dan memfungsikan Komisi Kesehatan Reproduksi (KKR) pada tingkat Menteri
8. Masing-masing komponen membuat rencana aksi mengacu pada kebijakan yang telah
ditetapkan.
9. Mengembangkan upaya kesehatan reproduksi yang sesuai dengan masalah spesifik daerah dan
10. Memobilisasi sumber daya nasional dan internasional baik pemerintah dan non pemerintah.
(1) Setiap ibu menjalani kehamilan dan persalinan dengan sehat dan selamat serta bayi lahir sehat.
(2) Setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara optimal.
(a) Peningkatan pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan balita
a)Pemantapan GSI
(3) Kerjasama lintas sektor, mitra lain termasuk pemerintah daerah dan lembaga legislatif.
(b) Mendorong adanya komitmen, dukungan, peraturan, dan kontribusi pembiayaan dari berbagai
pihak terkait.
komponen KR lain.
(d) Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi pascakeguguran.
(2) Mengintegrasikan pelayanan Keluarga Berencana dengan pelayanan lain dalam komponen
kesehatan reproduksi
(1) Prinsip integrasi artinya dalam pelaksanaannya tidak hanya bernuansa demografis tapi juga
mengarah pada upaya meningkatkan kesehatan reproduksi yang dalam pelaksanannya harus
dengan perubahan lingkungan institusi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 dan PP No.
25 tahun 2000.
(3) Prinsip pemberdayaan, dengan ditingkatkannya kualitas kepemimpinan dan kapasitas pengelola
dan pelaksana program nasional KB dengan memberdayakan institusi masyarakat, keluarga dan
(4) Prinsip kemitraan, meliputi koordinasi dalam rangka kemitraan yang tulus dan setara serta
(5) Prinsip segmentasi sasaran, meliputi keberpihakan pada keluarga rentan, perhatian khusus pada
segmen tertentu berdasarkan ciri-ciri demografis, sosial, budaya dan ekonomi dan keseimbangan
(1) Penanggulangan dilaksanakan dengan memutuskan mata rantai penularan yang terjadi melalui
hubungan seks yang tidak terlindungi, penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna
Napza suntik, penularan dari ibu yang hamil dengan HIV (+) ke anak/ bayi.
(2) Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan organisasi profesi, masyarakat bisnis, LSM,
organisasi berbasis masyarakat, pemuka agama, keluarga dan para Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA).
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk untuk memperoleh informasi yang benar tentang HIV/AIDS.
(6) Adanya hak memperoleh pelayanan pengobatan perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi bagi
ODHA.
(7) Pemerintah berkewajiban memberi kemudahan untuk pelayanan pengobatan, perawatan dan
dukungan terhadap ODHA dan mengintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang telah tersedia.
(8) Prosedur untuk diagnosis HIV harus dilakukan dengan sukarela dan didahului dengan
(9) Setiap darah yang ditransfusikan, serta produk darah dan jaringan transplan harus bebas dari
HIV.
(1) Pelaksanaan mengikuti azas-azas desentralisasi sedangkan pemerintah pusat hanya menetapkan
kebijakan nasional.
(2) Koordinasi dan penggerakan di bentuk KPA di pusat dan di daerah/ kabupaten/ kota,
sector terkait.
(3) Suveilans dilakukan melalui laporan kasus AIDS, surveilans sentinel HIV, SSP dan surveilans
IMS
universal.
(6) Pembiayaan pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS terutama akan
(7) Melakukan monitoring dan evaluasi program dilakukan berkala, terintegrasi dengan
(2) Setiap remaja mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi
remaja yang berkualitas termasuk pelayanan informasi dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender.
(3) Upaya kesehatan reproduksi remaja harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan remaja dengan disertai upaya pendidikan kesehatan
(4) Upaya pendidikan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal
maupun nonformal, dengan memberdayakan para tenaga pendidik dan pengelola pendidikan
(5) Upaya kesehatan remaja harus dilaksanakan secara terkoordinasi dan berkesinambungan melalui
prinsip kemitraan dengan pihak-pihak terkait serta harus mampu membangkitkan dan mendorong
(1) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja disesuaikan dengan kebutuhan proses tumbuh kembang
remaja dengan menekankan pada upaya promotif dan preventif yaitu penundaan usia perkawinan
(2) Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan terpadu lintas program dan lintas
sektor dengan melibatkan sektor swasta serta LSM, yang disesuaikan dengan peran dan
kompetensi masing-masing sektor sebagaimana yang telah dirumuskan di dalam Pokja Nasional
sekolah formal dan non formal dan di luar sekolah dengan memakai pendekatan “pendidik
(4) Pemberian pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui penerapan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) atau pendekatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Integratif di tingkat
pelayanan dasar yang bercirikan”peduli remaja” dengan melibatkan remaja dalam kegiatan
secara penuh.
(5) Pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui integrasi materi KRR ke dalam
mata pelajaran yang relevan dan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti: bimbingan
dan konseling, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS).
(6) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja di luar sekolah dapat diterapkan
melalui berbagai kelompok remaja yang ada di masyarakat seperti karang taruna, Saka Bhakti
Husada (SBH), kelompok anak jalanan di rumah singgah, kelompok remaja mesjid/gereja,
(1) Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan reproduksi usia lanjut dan menjalin kemitraan dengan LSM, dunia usaha secara
berkesinambungan.
(2) Meningkatkan koordinasi dan integrasi dengan LP/LS di pusat maupun daerah yang mendukung
(3) Membangun serta mengembangkan sistem jaminan dan bantuan social agar usia lanjut dapat
(4) Meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan dalam kesehatan reproduksi yang
(1) Melakukan advokasi, sosialisasi untuk membangun kemitraan dalam upaya kesehatan reproduksi
(2) Memantapkan kemitraan dan jejaring kerja dengan LP/LS, LSM dan dunia usaha untuk dapat
(3) Mendorong dan menumbuhkembangkan partisipasi dan peran serta keluarga dan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut dalam bentuk pendataan, mobilisasi sasaran
(4) Peningkatan profesionalisme dan kinerja tenaga serta penerapan kendali mutu pelayanan melalui
(5) Membangun sistem pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut melalui pelayanan kesehatan
dasar dan rujukannya serta melakukan pelayanan pro aktif dengan mendekatkan pelayanan
kepada sasaran.
(6) Melakukan survei/penelitian untuk mengetahui permasalahan kesehatan reproduksi usia lanjut
dan tindak lanjutnya untuk pemantapan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut.
(2) Peningkatan peran serta suami dan masyarakat dalam kesehatan reproduksi.
(3) Peningkatan akses perempuan terhadap perekonomian dan peringanan beban ekonomi keluarga.
(9) Pembaharuan dan pengembangan hukum dan peraturan perundang undangan yang sensitif
Target yang akan dicapai oleh masing-masing komponen dalam Kesehatan Reproduksi adalah
sebagai berikut :
Pada tahun 2015 diharapkan komponen Kesehatan Ibu dan anak akan mencapai target :
a. Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak tiga perempat dari kondisi tahun 1990.
b. Menurunkan Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Bawah lima tahun (AKBalita) sebanyak dua pertiga dari kondisi tahun 1990.
2. Keluarga Berencana.
c. Penurunan prevalensi kehamilan “4 terlalu” menjadi 50 % dari angka pada tahun 1997.
sindrom.
a). Penurunan prevalensi anemia pada remaja menjadi kurang dari 20%.
b).Cakupan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah 85%, dan melalui jalur luar sekolah
20%.
6. Pemberdayaan Perempuan
c. Meningkatnya pemahaman para pengambil keputusan dan masyarakat tentang kesetaraan dan
keadilan gender
E. Penjabaran Strategi
1. Manajemen Program
a. Menyusun:
(1) Kebijakan dan strategi yang mengakomodasikan keterpaduan dengan komponen kesehatan
reproduksi lainnya.
(2) Standar pelayanan masing-masing komponen sesuai dengan kebijakan dan strategi program.
(1) Pelayanan antenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan
penanggulangan IMS serta melakukan motivasi klien untuk pelayanan KB dan memberikan
pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu
(2) Pelayanan pasca abortus memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS
(3) Penggunaan Buku KIA sejak ibu hamil sampai anak umur 5 tahun.
(5) Pelayanan kesehatan neonatal esensial yang meliputi perawatan neonatal dasar dan tata-laksana
neonatal sakit.
b. Keluarga Berencana
(1) Pelayanan KB memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk
HIV/AIDS.
(2) Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran mudausia paritas rendah (mupar) yang lebih
mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi, juga diarahkan untuk sasaran dengan
penggarapan “4 terlalu” (terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu tua untuk hamil).
kesehatan reproduksi.
(1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja terfokus pada pelayanan KIE/konseling dengan
(2) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik agar remaja, khususnya
(3) Pelayanan KRR secara khusus bagi kasus remaja bermasalah dengan memberikan pelayanan
e. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut. Pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut lebih ditekankan
untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Dalam kesehatan reproduksi usia lanjut,
fokus diberikan kepada pelayanan dalam mengatasi masalah masa menopause/ andropause,
3. Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
a. Masalah sosial yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi adalah Pemberdayaan
(2) Terlaksananya pengarusutamaan gender (PUG) diseluruh tingkat dan sektor pemerintahan
(4) Penghapusan kekerasan terhadap perempuan Untuk mengatasi masalah ini perlu pelaksanaan
secara lintas program dan lintas sektor dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai
penanggung jawab.
Kegiatan advokasi, sosialisasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk pemantapan dan perluasan
komitmen serta dukungan politis dalam upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
Kegiatan ini merupakan salah satu tugas Komisi Kesehatan Reproduksi. Contoh kegiatan
advokasi dan mobilisasi social antara lain adalah Gerakan Sayang Ibu (GSI), Kelangsungan
Hidup Perkembangan dan Perlindungan Ibu dan Anak (KHPPIA) dan Gerakan Pita Putih.
Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan koordinasi lintas sektor dan lintas
program. Untuk itu digunakan forum Komisi Kesehatan Reproduksi seperti yang diuraikan di
atas.
d. Pemberdayaan masyarakat.
dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi sesuai dengan peran masingmasing, misalnya
pengorganisasian transportasi untuk rujukan ibu hamil/bersalin, arisan peserta KB, tabulin, dsb.
e. Logistik.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan dukungan sarana dan prasarana
yang memadai.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi antara lain diperlukan
kegiatan untuk meningkatkan keterampilam. Kegiatan ini diupayakan agar terlaksana secara
reproduksi perlu dilakukan agar pelaksanaan program kesehatan reproduksi yang komprehensif
dan integratif di berbagai tingkat pelayanan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Keluarga Sejahtera
7. Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
(KDRT)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2000 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang.
Reproduksi
berkualitas, kesehatan, kesetaraan gender, keluarga berkualitas dan perbaikan sumber daya alam
Peran Bidan Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana,
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi,
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencakup:
b. Menentukan diagnosis.
2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai
klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
klien/keluarga, mencakup:
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga,
mencakup:
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga
berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)
8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam
9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
2. Tugas Kolaborasi
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang
kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta
2) Memberi asu6an kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan member
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan keadaan
kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan risiko
tinggi.
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan keadaan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai
dengan rencana.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama
dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan
keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi dan keadaan
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memerlukan
6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama dalam
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien dan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan memerlukan
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai
dengan prioritas
3. Tugas ketergantungan
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi pelayanan
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan incervensi.
2) Membeci asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.
4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang
disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta
rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan, terutama pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan
1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor
terkait.
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga
kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:
1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan keluarga
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara lengkap
serta sistematis
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun
.8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau
pelayanan kesehatan.
FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah
sebagai berikut.
a. Fungsi Pelaksana
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk
wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.
b. Fungsi Pengelola
masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat.
kebidanan
c. Fungsi Pendidik
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung jawab
bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di
masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya.
d. Fungsi Peneliti
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok
Diposkan 9th February 2012 oleh Bidan Pendidik D4 Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta
0
Add a comment
Memuat
Kirim masukan