Anda di halaman 1dari 10

Asuhan Keperawatan Klien HIV/AIDS

Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome,


AIDS) pertama-tama menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981.
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat
ditemukan penyebab defisiensi tersebut. AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan
/atau neoplasma yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang sebelumnya dalam
keadaan sehat. Menurut Smeltzer AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi
saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV.
Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus
dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat
membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun.
Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya
yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.

A. Pengertian
AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired Immune Deficiency Syndrome’.
 Acquired : berarti didapat, bukan keturunan.
 Immune : terkait dengan system kekebalan tubuh kita.
 Deficiency : berarti kekurangan.
 Syndrome : berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu.

Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan
tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.

B. Etiologi
AIDS disebabkan oleh sebuah virus yang disebut HIV atau Human
Immunodeficiency Virus. Bila kita terinfeksi HIV, tubuh kita akan mencoba menyerang
infeksi. Sistem kekebalan kita akan membuat ‘antibodi’, molekul khusus yang menyerang
HIV itu.

C. Penularan
Sebetulnya, kita tidak ‘kena’ AIDS. Kita mungkin terinfeksi HIV, dan kemudian
mengembangkan AIDS. Kita dapat tertular HIV dari siapa pun yang sudah terinfeksi,
walaupun orang itu tidak kelihatan sakit, bahkan dengan hasil tes HIV yang tidak positif.
Darah, cairan vagina, air mani dan air susu ibu seseorang yang terinfeksi HIV
mengandung cukup virus untuk menularkan orang lain. Sebagian besar orang tertular
HIV melalui:
 Berhubungan seks dengan seorang yang terinfeksi
 Memakai jarum suntik bergantian dengan seorang yang terinfeksi
 Terlahir dari ibu yang terinfeksi, atau disusui oleh perempuan yang terinfeksi.
Belum ada laporan kasus HIV ditularkan melalui air mata atau air ludah. Namun
HIV bisa menular melalui seks oral (hubungan seks dengan mulut), bahkan dengan
ciuman dalam. Walaupun jarang, ini terutama terjadi jika ada luka terbuka pada mulut
atau gusi berdarah.
Pada 2008, Depkes memperkirakan ada 293.200 orang terinfeksi HIV di
Indonesia. Namun pada akhir Maret 2009, hanya ada 23.652 kasus dilaporkan oleh
Depkes, dengan 16.964 sudah sampai ke stadium AIDS dan 3.492 sudah meninggal
dunia.

D. Patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang
menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang
lengkap dan dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk
peluru terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol
yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein
gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-posisitf (CD4+) adalah
gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper
(yang dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV); limfosit T4 helper
ini merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan
membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke
dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse
transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan
disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen.
Menurut Smeltzer siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen,
mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin l) atau produk gen virus seperti
sitomegalovirus (CMV; cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan
hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta
pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru
dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+
lainnya.
Infeksi HIV pada monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten
dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel itu menjadi reservoir
bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke
seluruh tubuh lewat sistem itu untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar
jaringan itu dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk
memproduksinya.
Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih
25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan
berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan
limfoid. Ketika sistem imun terstimulasi. replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut
menyebar ke dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel
CD4+ yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada
infeksi HIV lebih aktif daripada yang diperkirakan sebelumnya sebagaimana dibuktikan
oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ per hari. Keseluruhan populasi sel-sel
CD4+ perifer akan mengalami "pergantian (turn over)" setiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang
yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan
infeksi yang lain; reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV
tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau
sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang
diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, seorang
pasien mungkin bebas dari gejala selama berpuluh tahun; kendati demikian, sebagian
besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS
yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi. Dalam respons
imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting, yaitu: mengenali antigen
yang asing, mengaktifkan Limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit
T sitotoksik, memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan
penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang
serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun
dinamakan infeksi oportunistik.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik di bagi menjadi tiga, yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Tes Antibody
3. Pelacakan HIV
Tes Laboratorium yang terdiri dari:
 Serologis : Tes Antibody Serum, Tes Western Blot, Sel T Limfosit, Sel T4 Helper, T8
(sel supresor sitopatik), P24, Kadar Ig, Reaksi Rantai Polimerasi dan Tes PHS
 Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
 Tes Lainnya : Sinar X Dada, Tes Fungsi Pulmonal, Scan Gallium, Biopsi.

Tes Antibody Serum; Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus


(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus
tersebut. Antibody terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan
hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985, Food And Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang
uji kadar HIV bagi semua pendonor darah atau plasma, tes tersebut adalah :
 ELISA
 Western Blot Assay
 Indirect Immunoflourensence
 RIPA

Pelacakan HIV; Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human


Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya.
Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat
spesifik untuk HIV=1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengan titer p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih
besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus.
Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif
dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus (viral burden)
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan
bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T
karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang
sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri
yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap
virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan
tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut
rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada
luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga
vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah,
seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan
ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-
hari seperti berjabat tangan, mencium, gelas bekas dipakai penderita, handuk atau melalui
closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-
masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-
gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin
rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem
kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan
mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

F. Gejala Terinfeksi HIV Menjadi AIDS


Bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor
(tidak umum terjadi) :
1. Gejala Mayor:
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
 Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
 Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
 Demensia/HIV ensefalopati

2. Gejala Minor:
 Batuk menetap lebih dari 1 bulan
 Dermatitis generalisata
 Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
 Kandidias orofaringeal
 Herpes simpleks kronis progresif
 Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
 Retinitis virus sitomegalo

Kasus Dewasa: Bila seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila
menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-
kurangnya 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.

G. Bagaimana HIV Menjadi AIDS


Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
Tahap 1: Periode Jendela
 HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam
darah
 Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini Tahap ini disebut periode
jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan

Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:


 HIV berkembang biak dalam tubuh
 Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibody terhadap HIV Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun,
tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih
pendek)

Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)


 Sistem kekebalan tubuh semakin turun
 Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar
limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu,
 Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan
tubuhnya

Tahap 4: AIDS
 Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
 Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
H. Pengkajian Keperawatan
Fokus dasar pengkajian klien dengan HIV/AIDS meliputi:

Fokus
No Gejala Tanda
Pengkajian
kelemahan otot, menurunnya
mudah lelah, toleransi terhadap
massa otot, respon fisiologis
Aktivitas aktivitas berkurang, progresi
1 terhadap aktivitas seperti
/Istirahat kelelahan/malaise, perubahan pola
perubahan tensi, frekuensi
tidur
jantung, dan pernapasan
Takikardia, perubahan tensi
penyembuhan luka lambat (bila
postural, menurunnya volume
2 Sirkulasi anemia), perdarahan lama pada
nadi perifer, pucat/ sianosis,
cedera (jarang terjadi)
perpanjangan pengisian kapiler
faktor stres berhubungan dengan
kehilangan, mis. dukungan
keluarga/orang lain, penghasilan, Mengingkari, cemas, depesi,
gaya hidup, distres spiritual, takut, menarik diri, perilaku
mengkhawatirkan penampilan; marah, postur tubuh mengelak,
3 Integritas Ego alopesia, lesi cacat, menurunnya menangis, dan kontak mata yang
berat bedan (BB). Mengingkari kurang. Gagal menepati janji
diagnosa, merasa tidak berdaya, atau banyak janji untuk periksa
putus asa, tidak berguna, rasa dengan gejala yang sama
bersalah, kehilangan kontrol diri, dan
depresi
feses encer disertai/tanpa mukus
atau darah, diare pekat yang
diare yang intermiten, terus menerus,
sering, nyeri tekan abdominal,
4 Eliminasi disertai/tanpa kram abdominal. Nyeri
lesi atau abses rektal, perianal,
panggul, rasa terbakar saat miksi
dan perubahan dalam jumlah,
warna, dan karakteristik urin
bising usus dapat hiperaktif,
kurus, menurunnya lemak
Tidak napsu makan, mual/muntah, subkutan/masa otot, turgor kulit
perubahan kemampuan mengenali buruk, lesi pada rongga mulut,
5 Makanan/Cairan makanan, disfagia, nyeri retrosternal adanya selaput putih dan
saat menelan dan penurunan BB yang perubahan warna pada mulut.
progresif Kesehatan gigi/gusi yang buruk,
adanya gigi yang tanggal, dan
edema (umum, dependen)
memperlihatkan penampilan
tidak dapat menyelesaikan aktivitas yang tidak rapi, kekurangan
6 Higiene
sehari-hari dalam perawatan diri, dan
aktivitas perawatan diri
7 Neurosensori pusing, sakit kepala, perubahan status perubahan status mental kacau
mental, berkurangnya kemampuan mental sampai dimensia, lupa
diri untuk mengatasi masalah, tidak konsentrasi buruk, kesadaran
mampu mengingat dan konsentrasi menurun, apatis, respon
menurun. Kerusakan sensasi atau melambat, ide paranoid,
indera posisi dan getaran, kelemahan ansietas, harapan yang tidak
otot, tremor, perubahan ketajaman realistis, timbul reflak tidak
penglihatan, kebas, kesemutan pada normal, menurunnya kekuatan
ekstrimitas (paling awal pada kaki) otot, gaya berjalan ataksia,
tremor, hemoragi retina dan
eksudat, hemiparesis, dan kejang
pembengkakan pada sendi, nyeri
nyeri umum atau lokal, sakit, rasa pada kelenjar, nyeri tekan,
Nyeri/Kenyaman terbakar pada kaki, sakit kepala penurunan rentang gerak
8
an (keterlibatan SSP), nyeri dada (ROM), perubahan gaya
pleuritis berjalan/pincang, gerak otot
melindungi bagian yang sakit
takipnea, distres pernapasan,
napas pendek yang progresif, batuk
perubahan bunyi napas/bunyi
(sedang-parah), batuk produktif/
9 Pernapasan napas adventisius, sputum
nonproduktif, bendungan atau sesak
kuning (pada pneumonia yang
pada dada
menghasilkan sputum)
perubahan integritas kulit;
terpotong, ruam, mis. ruam,
riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka
eksim, psoriasis, perubahan
lambat sembuh, riwayat transfusi
warna, mudah terjadi memar,
berulang, riwayat penyakit defisiensi
luka-luka perianal atau abses,
10 Keamanan imun (kanker tahap lanjut), riwayat
timbul nodul-nodul, pelebaran
infeksi berulang, demam berulang ;
kelenjar limfe pada dua area atau
suhu rendah, peningkatan suhu
lebih (mis. leher, ketiak, paha).
intermiten, berkeringat malam
Kekuatan umum menurun,
perubahan pada gaya berjalan
riwayat perilaku berisiko tinggi yaitu
hubungan seksual dengan pasangan
positif HIV, pasangan seksual
multipel, aktivitas seksual yang tidak
terlindung, dan seks anal.
kehamilan atau resiko terhadap
Menurunnya libido, terlalu sakit
hamil, pada genetalia
11 Seksualitas untuk melakukan hubungan seksual,
manifestasi kulit (mis. herpes,
dan penggunaan kondom yang tidak
kutil), dan rabas
konsisten. Menggunakan pil KB yang
meningkatkan kerentanan terhadap
virus pada wanita yang diperkirakan
dapat terpajan karena peningkatan
kekeringan vagina
kehilangan kerabat/orang terdekat,
rasa takut untuk mengungkapkan perubahan pada interaksi
pada orang lain, takut akan keluarga/orang terdekat,
12 Interaksi Sosial penolakan/kehilangan pendapatan, aktivitas yang tidak
isolasi, kesepian, mempertanyakan terorganisasi, perubahan
kemampuan untuk tetap mandiri, penyusunan tujuan
tidak mampu membuat rencana

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Menurut Smeltzer, Diagnosa Keperawatan Utama pada penderita HIV/AIDS, diantaranya
adalah:

No Diagnosa Keperawatan Intervensi


1 Kerusakan integritas kulit Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin dari
berhubungan dengan manifestasi adanya infeksi dan kerusakan kulit. Pasien
HIV, ekskoriasi dan diare pada kulit dianjurkan mempertahankan keseimbangan antara
istirahat dan mobilitas. Bantu mengubah posisi
pasien setiap 2 jam bagi yang imobilisasi. Pasien
diminta untuk tidak menggaruk dan menggunakan
sabun nonabrasif, memakai pelembab tanpa parfum
untuk mencegah kekeringan kulit. Gunakan losion,
salep, dan kasa steril pada kulit yang sakit sesuai
ketentuan dokter. Obat antipruritus, antibiotik dan
analgesik diberikan menurut ketentuan dokter.
Penggunaan plester harus dihindari. Menjaga agar
kain sprei tidak berkerut dan hindari memakai
pakaian ketat. Daerah perianal pasien harus sering
diperika, bersihkan setiap kali selesai defekasi
dengan sabun nonabrasif. Rendam duduk atau irigasi
secara perlahan-lahan untuk pembersihan dan
meningkatkan kenyamanan. Pasien dengan keadaan
umum yang buruk memerlukan bantuan untuk
memelihara kebersihan diri.
Diare yang berhubungan dengan Nilai pola defekasi, frekuensi defekasi, dan
kuman patogen usus dan/atau konsistensi feses serta pasien yang melaporkan rasa
infeksi HIV sakit pada perut terkait dengan defekasi. Kuantitas
2 dan volume feses cair diukur untuk mencatat
kehilangan volume cairan. Kultur feses untuk
menentukan penyebab diare. Konseling untuk
pengobatan dan asupan makanan yang adekuat.
Risiko terhadap infeksi Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta
berhubungan dengan untuk memantau tanda dan gejala infeksi, yaitu
immunodefisiensi demam, mengigil, keringat malam, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum, napas pendek, kesulitan
bernapas, sakit/sulit menelan, bercak putih di rongga
mulut, penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya,
kelenjar limfe membengkak, mual, muntah, diare
persisten, sering berkemih, sulit dan nyeri saat
berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan
penurunan daya ingat, kemerahan, keluar sekret pada
luka, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah
perianal. Perawat harus memantau hasil
laboratorium, seperti hitung leukosit dan hitung
3
jenis. Penyuluhan mencakup higiene perorangan,
rumah (seperti kamar, dapur) harus bersih untuk
mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Jika harus
membersihkan kotoran, pasien harus memakai
sarung tangan. Pengidap AIDS dan pasangannya
harus menghindari kontak dengan cairan tubuh
selama melakukan hubungan seksual dan selalu
menggunakan kondom pada segala bentuk hubungan
seks. Pentingnya menghindari rokok dan
mempertahankan keseimbangan antara diet, istirahat,
dan latihan. Semua petugas kesehatan harus selalu
mempertahankan tindakan penjagaan universal
dalam semua perawatan pasien.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan Toleransi terhadap aktivitas dinilai dengan memantau
dengan keadaan mudah letih, kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi) dan
kelemahan, malnutrisi, gangguan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Bantuan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyusun rencana rutinitas harian untuk menjaga
dan hipoksia yang menyertai keseimbangan antara aktivitas dan istirahat mungkin
infeksi paru diperlukan. Barang-barang pribadi yang sering
digunakan harus ditaruh pada tempat yang mudah
dijangkau. Terapi relaksasi dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan yang turut menimbulkan
kelemahan dan keadaan mudah letih. Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain mungkin diperlukan,
seperti kelemahan akibat adanya anemia, yang
memerlukan terapi obat-obatan.
Perubahan proses pikir Status mental harus dinilai sedini mungkin untuk
berhubungan dengan penyempitan memberikan data dasar bagi keperluan pemantauan
rentang perhatian, gangguan daya perubahan perilaku. Pasien dan keluarga harus
5 ingat, kebingungan dan disorientasi dibantu untuk memahami dan mengatasi semua
yang menyertai ensefalopati HIV perubahan yang terjadi dalam proses pikir. Pasien
mungkin memerlukan reorientasi, semua instruksi
harus dengan bahasa yang jelas dan sederhana.
Bersihan jalan napas tidak efektif Frekuensi, irama, penggunaan otot aksesoris dan
berhubungan dengan pneumonia suara pernapasan; status mental; dan warna kulit
pneumocystis carinii, peningkatan diperiksa minimal sekali sehari. Adanya sputum
sekresi bronkus, dan penurunan harus dicatat, batuk, bernapas dalam, drainase
kemampuan untuk batuk yang postural, perkusi dan vibrasi dilakukan sedikitnya
menyertai kelemahan serta keadaan setiap dua jam untuk mencegah stasis sekresi dan
6
mudah letih meningkatkan bersihan saluran napas. Berikan posisi
fowler tinggi atau semi fowler yang akan meudahkan
pernapasan dan bersihan saluran napas. Evaluasi
status volume cairan untuk mempertahankan terapi
hidrasi yang adekuat. Suctioning nasofaring atau
trakea, intubasi dan ventalasi mekanis.
Nyeri berhubungan dengan Nyeri akut adalah keadaan dimana individu
gangguan integritas kulit perianal mengalami dan melaporkan adanya
akibat diare, sarkoma kaposi dan ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai
neuropati perifer kurang dari 6 bulan. Sedangkan nyeri kronik adalah
keadaan dimana individu mengalami nyeri menetap
atau berulang, dalam waktu lebih dari 6 bulan.12
Nilai kualitas dan kuantitas nyeri yang berkaitan
dengan terganggunya integritas kulit perineal, lesi
7 sarkoma, dan neuropati perifer. Tindakan
membersihkan daerah perianal, gunakan anestesi
lokal/salep dapat diresepkan, bantal yang lunak dapat
digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman.
Kepada klien diminta menghindari makanan yang
mengiritasi usus, gunakan antispasmodik dan
antidiare untuk mengurangi gangguan rasa nyaman
serta frekuensi defekasi. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian obat-obatan.
8 Perubahan nutrisi kurang dari Status nutrisi dinilai melalui memantau BB, asupan
kebutuhan berhubungan dengan makanan, antropometri, kadar albumin, BUN,
penurunan asupan oral protein serta transferin dalam serum. Pengendalian
mual dan muntah dengan obat antiemetik dapat
meningkatkan asupan diet pasien. Menganjurkan
pasien memakan makanan yang mudah ditelan dan
menghindari makanan kasar, pedas atau lengket,
serta terlalu panas atau dingin. Menganjurkan
menjaga higiene oral sebelum dan sesudah makan.
Jadwal makan harus diatur sehingga tidak jatuh pada
saat pasien baru saja menjalani tindakan yang
menyebabkan nyeri dan dalam keadaan kelelahan.
Konsultasi dengan ahli diet untuk menentukan
kebutuhan nutrisi. Penggunaan suplemen yang
khusus dirancang untuk pengidap AIDS dapat
dianjurkan pada pasien. Bila asupan oral tidak dapat
dipertahankan, memerlukan terapi nutrisi enteral atau
parenteral. Perawat komunitas atau perawatan di
rumah (home care) dapat memberikan pelajaran
tambahan serta dukungan setelah pasien pulang dari
rumah sakit.
Isolasi sosial berhubungan dengan Isolasi sosial adalah pengalaman sendiri individu
stigma penyakit, penarikan diri dari akibat perlakuan orang lain dan dianggap sebagai hal
sistem pendukung, prosedur isolasi yang negatif dan mengancam status. Isolasi sosial
dan ketakutan bila dirinya menulari dapat terjadi akibat adanya penyakit yang
orang lain menyeramkan, dan mengakibatkan kegelisahan di
suatu masyarakat, sehingga menyebabkan seseorang
diasingkan, misalnya penyakit tuberkulosis dan
AIDS. Pengidap AIDS menarik diri baik secara fisik
maupun emosional dari kontak sosial, akibat
stigmatisasi ganda. Perawat berada dalam posisi
kunci untuk menciptakan suasana penerimaan dan
pemahaman terhadap pengidap AIDS dan keluarga
serta pasangannya. Pasien dianjurkan untuk
9
mengekspresikan perasaan terisolasi, kesepiannya,
dan perawat harus menetramkannya dengan
menjelaskan bahwa semua perasaan ini merupakan
hal yang lazim serta normal. Berikan informasi
tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain
dapat membantu pasien agar tidak menghindari
kontak sosial. Menjelaskan kepada pasien, keluarga
dan sahabatnya bahwa penyakit AIDS tidak
ditularkan melalui kontak biasa. Pendidikan bagi
petugas kesehatan untuk mengurangi faktor-faktor
yang membuat pasien merasa terisolasi.

Berduka diantisipasi berhubungan Membantu pasien untuk mengutarakan perasaannya


dengan perubahan gaya hidup serta dan menggali serta mengenali sumber yang bisa
pernannya, dan dengan prognosis memberikan dukungan dan mekanisme untuk
yang tidak menyenangkan mengatasi persoalan tersebut. Mendorong pasien
untuk mempertahankan kontak dengan keluarga,
10
sahabatnya dan memanfaatkan kelompok
pendukung. Pasien juga dianjurkan untuk
meneruskan kegiatan yang biasa mereka lakukan.

Kurang pengetahuan berhubungan Pasien, keluarga, dan sahabatnya diberitahu


dengan cara-cara mencegah mengenai cara-cara penularan penyakit AIDS.
penularan HIV dan perawatan Semua ketakutan dan kesalahpahaman harus
11
mandiri dibicarakan dengan seksama.

Anda mungkin juga menyukai