Anda di halaman 1dari 47

RUMAH TRADISIONAL NIAS

SUMATERA UTARA

MATA KULIAH ARSITEKTUR LINGKUNGAN

Disusun Oleh :

ARIF PUTRA WIRYA DOMPE

1521040007

Dosen Pengampu

Dr.MITHEN LULLULANGI, MT.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITES NEGERI MAKASSAR

2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

hanya dengan limpahan rahmat dan berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan

tugas makalah pada mata kuliah Arsitektur Lingkungan dengan judul Rumah

Tradisional Nias Sumatera Utara”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan

sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga

penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurna untuk itu

segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan.

Penulis
Makassar 11 Oktober 2018
Arif Putra Wirya Dompe

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

A. Latar belakang............................................................................................................1

B. Pengertian Arsitektur Tradisional...............................................................................3

BAB II..................................................................................................................................4

ASPEK UMUM ARSITEKTUR TRADISIONAL NIAS.................................................................4

A.Geofrafis Pulau Nias....................................................................................................4

B.Asal Usul Suku Nias.....................................................................................................6

1. Mitologi..................................................................................................6

2. Penelitian Arkeologi................................................................................6

C. Pengertian Secara Umum...........................................................................................8

1. Rumah Omo Sabua dan Omo Hada........................................................................8

2. Tipologi Bangunan Pengklasifikasian Fungsi Ruangan dalam Bangunan Suku

Tradisional Nias........................................................................................................18

3. Filosofi dan Tradisi Kehidupan Suku Tradisional Nias............................................20

4. Hubungan Tipologi Bangunan dengan Filosofi Hidup Suku Tradisional Nias.........21

5.Kearifan Lokal dalam Bangunan............................................................................24

D.Struktur dan Konstruksi............................................................................................25

1.Rumah Adat Nias Utara.........................................................................................25

2.Rumah Adat Nias Tengah.......................................................................................33

3.Rumah Adat Nias Selatan......................................................................................35

E.Keunggulan yang berhubungan dengan bangunan yang ramah lingkungan..............37


BAB III...............................................................................................................................39

PENUTUP..........................................................................................................................39

A.Kesimpulan...............................................................................................................39

B.Saran.........................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................41
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pasal 32 UUD 1945 mengatakan, “Pemerintah memajukan kebudayaan

nasional Indonesia”.Hal ini mengandung dua amanat penting.Pertama,berisi

amanat bahwa pemerintahh bersama-sama dengan masyarakat perlu memelihara

dan melestarikan warisan budaya bangsa.Kedua,berisi amanat agar bangsa

Indonesia mengembangkan,memajukan,dan memperkaya kebudayaan bangsa

untuk mempertinggi derajat bangsa.(L.Mithen & S.Onesimus.2007)

Berdasarkan pasal 32 UUD 1945 diatas,dalam memperkaya akan ilmu

tentang arsitektur tradisional di Indonesia,mengidentifikasi salah satu rumah adat

di Indonesia merupakan upaya dalam melestarikan arsitektur tradisional di area

modernisasi/globalisasi sekarang ini.Mengetahui segala aspek tentang arsitektur

tradisional yang dimiliki oleh Indonesia yang akan sangat kaya adat dan

istiadat/budaya yang beraneka ragam.

Sebagai mahasiswa dalam pembuatan paper ini tidak hanya memenuhi

sebagai kewajiban dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Arsitektur Tradisional

tetapi mahasiswa juga diajar agar lebih mengetahui sudut belut tentang arsitektur

tradisional yang dimiliki oleh negara Indonsesia.

1
2

Paper ini,mengkaji tentang arsitektur tradisional Suku Nias yang

merupakan kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa

aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan;

Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah). Menurut

masyarakat Nias, salah satu mitos asal-usul suku Nias berasal dari sebuah pohon

kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang

bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan

manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9

orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan

Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang

menginjakkan kaki di Pulau Nias.

Arsitekrur tradisional Nias meliputi segala aspek yang berhubungan

dengan rumah adat suku Nias,didalam paper ini berisikan tentang seluruh aspek

rumah adat tradisional suku Nias.


3

B. Pengertian Arsitektur Tradisional

Menurut Amos Rapoport (1960), Arsitektur tradisional merupakan

bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari tradisi masyarakat yang

lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat

dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama.

Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk,struktur

,fungsi,ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta

dapat di pakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Dalam rumusan arsitektur dilihat sebagai suatu bangunan, yang selanjutnya dapat

berarti sebagai suatu yang aman dari pengaruh alam seperti hujan, panas dan lain

sebagainya. Suatu bangunan sebagai suatu hasil ciptaan manusia agar terlindung

dari pengaruh alam, dapatlah dilihat beberapa komponen yang menjadikan

bangunan itu sebagai tempat untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan dengan

sebaik-baiknya. Adapun komponen-komponen tersebut adalah : bentuk, struktur ,

fungsi, ragam hias serta cara pembuatan yang diwariskan secara turun temurun.

Selain komponen tersebut yang merupakan faktor utama untuk melihat suatu

arsitektur tradisional, maka dalam inventarisasi dan dokumentasi ini hendaknya

setiap bangunan itu harus merupakan tempat yang dapat dipakai untuk melakukan

aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dengan memberikan pengertian ini,

maka arsitektur tradisional dapat pula dikategorikan berdasarkan kepada aktivitas

yang ditampungnya.
4

BAB II

ASPEK UMUM ARSITEKTUR TRADISIONAL NIAS

A.Geofrafis Pulau Nias

Nias (bahasa Nias Tanö Niha) adalah kepulauan yang terletak di sebelah

barat pulau Sumatera, Indonesia, dan secara administratif berada dalam wilayah

Provinsi Sumatera Utara. Pulau ini merupakan pulau terbesar dan paling maju di

antara jejeran pulau-pulau di pantai barat Sumatera, dihuni oleh mayoritas suku

Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Daerah ini memiliki

objek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelaman,

fahombo (lompat batu).

Pulau dengan luas wilayah 5.625 km² ini berpenduduk hampir 900.000

jiwa.Agama mayoritas di daerah ini adalah Kristen Protestan dimana 90%

penduduknya memeluk agama ini, sedangkan sisanya beragama Katolik, Islam,

dan Budha. Penduduk yang memeluk agama Islam pada umumnya berada di

wilayah pesisir Kepulauan Nias.

Pulau Nias yang sebelumnya adalah hanya 1 kabupaten saja, saat ini telah

dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias,

Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota

Gunung Sitoli.
5

Gambar 2.1 Peta Pulau Sumatera

Gambar 2.2 Peta

Pulau Nias

B.Asal Usul
Suku Nias

1. Mitologi
6

Tari Perang

Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal-usul suku Nias berasal

dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di

sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di

atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada

zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari

Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang

dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau

Nias.

2. Penelitian Arkeologi

Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 .

Penelitian ini menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak

12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada

masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof.

Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI

Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan

budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal-usul Suku Nias
7

berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang

disebut Vietnam.

Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera

Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias

diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu .

Mannis van Oven, mahasiswa doktoral dari Department of Forensic

Molecular Biology, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam,

memaparkan hasil temuannya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman,

Jakarta, Senin (15/4/2013). Dalam penelitian yang telah berlangsung sekitar

10 tahun ini Oven dan anggota timnya meneliti 440 contoh darah warga di 11

desa di Pulau Nias.

”Dari semua populasi yang kami teliti, kromosom-Y dan mitokondria-

DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina,”

katanya.

Kromosom-Y adalah pembawa sifat laki-laki. Manusia laki-laki

mempunyai kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Mitokondria-DNA

(mtDNA) diwariskan dari kromosom ibu.

Penelitian ini juga menemukan, dalam genetika orang Nias saat ini

tidak ada lagi jejak dari masyarakat Nias kuno yang sisa peninggalannya

ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias Tengah. Penelitian arkeologi terhadap


8

alat-alat batu yang ditemukan menunjukkan, manusia yang menempati goa

tersebut berasal dari masa 12.000 tahun lalu.

"Keragaman genetika masyarakat Nias sangat rendah dibandingkan

dengan populasi masyarakat lain, khususnya dari kromosom-Y. Hal ini

mengindikasikan pernah terjadinya bottleneck (kemacetan) populasi dalam

sejarah masa lalu Nias," katanya.

Studi ini juga menemukan, masyarakat Nias tidak memiliki kaitan

genetik dengan masyarakat di Kepulauan Andaman-Nikobar di Samudra

Hindia yang secara geografis bertetangga.

C. Pengertian Secara Umum

1. Rumah Omo Sabua dan Omo Hada

Rumah adat Nias (bahasa Nias: Omo Hada) adalah suatu bentuk rumah
panggung tradisional orang Nias, yaitu untuk masyarakat pada umumnya. Selain
itu terdapat pula rumah adat Nias jenis lain, yaitu Omo Sebua, yang merupakan
rumah tempat kediaman para kepala negeri (Tuhenori), kepala desa (Salawa), atau
kaum bangsawan.
9

Gambar 3.1 Rumah Adat Nias

Rumah panggung ini dibangun di atas tiang-tiang kayu nibung

(Oncosperma tigillarium) yang tinggi dan besar, yang beralaskan rumbia

(Metroxylon sagu). Bentuk denahnya ada yang bulat telur atau oval (di Nias utara,

timur, dan barat), ada pula yang persegi panjang (di Nias tengah dan selatan).

Bangunan rumah panggung ini tidak berpondasi yang tertanam ke dalam tanah,

serta sambungan antara kerangkanya tidak memakai paku, hingga membuatnya

tahan goyangan gempa. Ruangan dalam rumah adat ini terbagi dua, pada bagian

depan untuk menerima tamu menginap, serta bagian belakang untuk keluarga

pemilik rumah.

Di halaman muka rumah dahulu biasanya terdapat patung batu, tempat

duduk batu untuk berpesta adat, serta di lapangan desa ada batu-batu besar yang

sering dipakai dalam upacara lompat batu. Saat ini peninggalan batu dari masa

Megalitik seperti itu yang keadaanya masih baik dapat dilihat di desa-desa

Bawomataluwo jo Hilisimaetano.

Ada sejenis rumah adat tertentu yang dahulu dipakai khusus untuk rumah

berhala-berhala orang Nias, yang dinamakan Osali. Karena di saat ini sebagian
10

besar masyarakat Nias telah memeluk agama Kristen, maka nama itu dipakai pula

untuk menyebut gereja.

Omo Sebua adalah gaya rumah tradisional masyarakat Nias dari kepulauan

Nias, Indonesia. Rumah ini hanya dibangun untuk kepala desa dan biasanya

terletak di pusat desa. Omo Sebua dibangun di atas tumpukan kayu ulin besar dan

memiliki atap yang menjulang. Budaya Nias, yang dulunya sering terjadi perang

antar desa, membuat desain Omo Sebua dibuat untuk tahan terhadap serangan.

Satu-satunya akses masuk ke dalam rumah adalah melalui tangga sempit dengan

pintu kecil di atasnya. Bentuk atapnya yang curam dapat mencapai ketinggian

hingga 16 meter. Selain memiliki pertahanan yang kuat, Omo Sebua telah terbukti

tahan terhadap gempa.

Rumah Adat Tradisional Nias (Omo Hada dan Omo Sebua) merupakan

simbol masyarakat Nias dari zaman dahulu, sebuah karya arsitektur yang unik dan

bernilai tinggi, rumah adat tersebut tidak menggunakan paku besi untuk

menghubungkan masing-masing bagian di rumah adat tersebut, hanya

menggunakan pasak kayu namun terbukti kokoh dan tahan gempa.Rumah adat

tersebut bertujuan untuk berlindungnya masyarakat Nias, karena konstruksi rumah

yang unik akan menyulitkan musuh (baik binatang buas maupun musuh dari suku

lain) menyerang sang pemilik rumah, biasanya pada sebuah kampung atau desa di

Nias terdapat sekitar 20-30 rumah Omo Hada dan 1 rumah Omo Sebua sebagai

rumah kepala suku, Omo Hada ini adalah bangunan yang memiliki nilai-nilai

tradisi dan budaya yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat di Pulau
11

Nias, bahkan bangunan ini termasuk bangunan yang sangat dijaga keberadaannya

oleh masyarakat Nias Selatan.

Gambar 3.2 Rumah adat Nias Utara (Sumber:

sisteminformasipulaunias.wordpress.com)

Bangunan ini memiliki pondasi yang berdiri di atas lempengan batu besar

dan balok diagonal yang juga berukuran besar serta bahan-bahan lainnya yang

dapat meningkatkan fleksibilitas dan stabilitas terhadap gempa bumi. Atap pelana

di bagian depan dan belakang juga memberikan perlindungan yang sangat baik

terhadap hujan.
12

Gambar 3.3Omo Hada (Sumber: flickr.com)

Omo Hada, sama seperti Omo Sebua, merupakan rumah rakyat jelata yang

berbentuk persegi. Untuk tindakan perlindungan, pintu dibuat untuk

menghubungkan setiap rumah, yang memungkinkan warga desa untuk berjalan di

sepanjang teras tanpa harus menginjakkan kaki di tanah.7000 tahun yang lalu,

Imigran yang berasal dari Asia Tenggara mulai menghuni bagian tengah Pulau

Nias dan mulai mengembara serta mendirikan hunian di daerah pedalaman.

Namun, mereka tidak dapat bersatu lagi karena tidak memahami perpetaan hingga

akhirnya mereka terpecah menjadi 3 bagian, yaitu wilayah tengah, Selatan dan

Utara. Di antara masing-masing wilayah ini, terdapat perbedaan bahasa, kelompok

masyarakat, dan budaya. Demikian pula ada perbedaan pada arsitektur

bangunannya.
13

Gamabr 3.4 Rumah Nias Utara (Sumber: www.northniastourism.com)

Gambar 3.5 Pondasi rumah Nias Utara (Sumber: www.kompasiana.com)


14

Gambar 3.6 Ornamen pada rumah Nias Tengah (Sumber: www.kompasiana.com)

Sebenarnya sejarah dari pemukiman Nias berawal dari Nias Tengah, tetapi

semakin ke sini arsitektur bangunan tampak seperti Peranakan dari gaya bangunan

di Nias Utara dan Nias Selatan. Keistimewaan dari ciri arsitektur Nias Tengah

terletak pada dekorasi dan seni hiasnya. Pada bagian depan terdapat replika

binatang yang dibuat sebagai perlindungan untuk penghuni rumah.


15

Gambar 3.7.1 Perkampungan Nias Selatan di daerah perbukitan (Sumber:

bazikho82.blogspot.co.id)

Perkampungan di Nias Selatan terletak di atas perbukitan. Pada zaman

dahulu, ketika serangan perang dan perburuan kepala muncul di wilayah ini,

warga membangun parit yang dalam tepat di belakang pagar bambu runcing

sebagai benteng pertahanan kampung.

Pada setiap permukiman terdiri dari beberapa ratus tempat tinggal yang

terletak di kedua belah sisi jalan yang memanjang hingga 100 meter. Daerah

pemukiman yang tinggi mengharuskan mereka untuk menempuh anak tangga

panjang yang terbuat dari batu. Pola jalan dari perkampungan ini bisa bertambah

sesuai dengan pertambahan penduduknya hingga membentuk pola “T” atau “L”.
16

Gambar 3.7.2 Pola permukiman Nias Selatan

Gambar 3.8 Batu megalit di depan rumah (Sumber: www.lihat.co.id)

Pada setiap pemukiman terdapat halaman yang cukup luas. Di bagian

depan halaman yang menuju ke arah jalan kampung, terdapat tempat untuk

meletakan batu-batu megalit yang disebut Öli Batu (dinding batu) dan menjadi

lambang dari kedudukan sang pemilik rumah. Batu-batu tersebut memiliki

berbagai macam bentuk, salah satunya Menhir (batu megalit yang berbentuk tegak

tinggi), bangku, dan tempat duduk melingkar.


17

Gambar 3.9 Tiang berbentuk V di depan rumah (Sumber: pinterest.com)

Bentuk dasar dari bangunan di Nias Selatan adalah persegi panjang dengan

konstruksi tinggi dan ujung atap yang mengarah ke jalan. Struktur bangunan

dibuat dari 4 barisan pilar (Ehomo), yang berbentuk tegak lurus dari dasar hingga

lantai pertama. Tiang yang saling silang dijadikan sebagai penopang, sama seperti

pemukiman di Nias Utara, tetapi yang membedakan adalah tiang berbentuk “V”

yang terletak di bagian paling depan rumah.

Sama seperti rumah di Nias Utara dan Tengah, tiang-tiang di rumah Nias

Selatan tidak bertumpu pada tanah melainkan di atas pondasi batu untuk

mencegah pelapukan dan membuat konstruksinya semakin fleksibel. Ruangan di

bawah rumah digunakan sebagai tempat penyimpanan barang atau kandang ternak

pemilik rumah.
18

2. Tipologi Bangunan Pengklasifikasian Fungsi Ruangan dalam Bangunan


Suku Tradisional Nias

Omo Sebua merupakan rumah yang berfungsi sebagai kediaman seorang

raja yang pernah berkuasa di dalam satu perkampungan di Pulau Nias. Omo

Sebua ini termasuk salah satu bangunan yang tergolong elite di Pulau Nias. Jika

Omo Sebua adalah rumah pemimpin maka Omo Hada adalah rumah tradisional

masyarakat Nias.Omo Hada ini dibangun dengan selisih satu abad dari bangunan

Omo Sebua, tepatnya pada abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19. Sehingga

jika ditinjau dari segi historisnya, bangunan Omo Hada ini dibangun pada akhir

zaman megalitik di Pulau Nias. Rumah yang berbentuk empat persegi panjang dan

berdiri di atas tiang ini menyerupai bentuk perahu. Begitu pula pola

perkampungan, hiasan-hiasan bahkan peti matinya pun berbentuk perahu. Dengan

bentuk rumah seperti perahu ini diharapkan bila terjadi banjir maka rumah dapat

berfungsi sebagai perahu.

Rumah Nias bagian utara umumnya disangga oleh balok-balok kayu

berbentuk letter X yang disebut diwa. Diwa menahan lantai rumah di bagian

kolong, selain ada pula siloto yang berupa kayu panjang yang menempel di bagian

bawah papan lantai rumah tersebut. Siloto langsung menahan lantai rumah, dan

merupakan bagian kayu yang paling elastis. Ada juga gohomo, yaitu kayu-kayu

yang tegak lurus menopang dan memagari seluruh kolong rumah sehingga Omo

Hada semakin kokoh sekaligus elastis. Gohomo berada di bagian terluar pada

kolong rumah, sedangkan siloto dan diwa berada di bagian dalamnya.Untuk

memasuki rumah adat ini terlebih dahulu menaiki tangga dengan anak tangga
19

yang selalu ganjil 5 – 7 buah, kemudian memasuki pintu rumah yang ada dua

macam yaitu seperti pintu rumah biasa dan pintu horizontal yang terletak di pintu

rumah dengan daun pintu membuka ke atas. Pintu masuk seperti ini mempunyai

maksud untuk menghormati pemilik rumah juga agar musuh sukar menyerang ke

dalam rumah bila terjadi peperangan.

Ruangan pertama adalah Tawalo yaitu berfungsi sebagai ruang tamu,

tempat bermusyawarah, dan tempat tidur para jejaka. Seperti diketahui pada

masyarakat Nias Selatan mengenal adanya perbedaan derajat atau kasta

dikalangan penduduknya, yaitu golongan bangsawan atau si Ulu, golongan

pemuka agama atau Ene, golongan rakyat biasa atau ono embanua dan golongan

Sawaryo yaitu budak. Di bagian ruang Tawalo sebelah depan dilihat jendela

terdapat lantai bertingkat 5 yaitu lantai untuk tempat duduk rakyat biasa, lantai ke

2 bule tempat duduk tamu, lantai ketiga dane-dane tempat duduk tamu agung,

lantai keempat Salohate yaitu tempat sandaran tangan bagi tamu agung dan lantai

ke 5 harefa yakni untuk menyimpan barang-barang tamu. Di belakang ruang

Tawalo adalah ruang Forema yaitu ruang untuk keluarga dan tempat untuk

menerima tamu wanita serta ruang makan tamu agung. Di ruang ini juga terdapat

dapur dan disampingnya adalah ruang tidur.

Rumah adat Nias biasanya diberi hiasan berupa ukiran-ukiran kayu yang

sangat halus dan diukirkan pada balok-balok utuh. Seperti dalam ruangan Tawalo

yang luas itu interinya dihiasi ukiran kera lambang kejantanan, ukiran perahu-

perahu perang melambangkan kekasaran. Dahulu, di ruangan ini juga


20

digantungkan tulang-tulang rahang babi yang berasal dari babi-babi yang

dipotong pada waktu pesta adat dalam pembuatan rumah tersebut.

Menurut cerita, di ruangan ini dahulu digantungkan tengkorak kepala

manusia yang dipancung untuk tumbal pendirian rumah. Tapi setelah Belanda

datang, kebiasaan tersebut disingkirkan. Untuk melengkapi ciri khas adat istiadat

Nias adalah adanya batu loncat yang disebut zawo-zawo. Bangunan batu ini

dibuat sedemikian rupa untuk upacara lompat batu bagi laki-laki yang telah

dewasa dalam mencoba ketangkasannya.

3. Filosofi dan Tradisi Kehidupan Suku Tradisional Nias

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam

bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono =

anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö =

tanah). Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan

kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum

disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran

sampai kematian. Suku Nias mengenal sistem kasta (12 tingkatan Kasta). Dimana

tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini

seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang

dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.


21

Gambar 3.2.1 Kosmologi Suku Nias

Berdasarkan kosmologi, masyarakat Nias menetapkan tiga dunia di seluruh

dunia sebagai upperworld / dunia leluhur, middleword / dunia manusia dan dunia

bawah (gambar 3.2.1). Kosmologi masyarakat Nias adalah deskripsi dari

pandangan publik tentang asal-usul Nias leluhur suku yang berasal dari Tetehöli

Ana'a (langit) yang diturunkan ke bumi. Kosmologi pengaruh jelas dalam bentuk

arsitektur tradisional Nias, baik itu dalam bentuk rumah tradisional mereka dan

dalam pola permukiman. Dalam bentuk rumah tradisional, masyarakat Nias

menempatkan atas gedung sebagai yang paling dihormati (suci). Tempat yang

lebih rendah digunakan untuk taman dan kandang hewan peliharaan. Di masa lalu,

ketika perang sipil dan Tibes masih berlangsung, ketinggian pemukiman mereka

gunakan untuk memata-matai gerakan musuh.

4. Hubungan Tipologi Bangunan dengan Filosofi Hidup Suku Tradisional


Nias

Setiap Omo Hada memiliki enam tiang utama yang menyangga seluruh

bangunan. Empat tiang tampak di ruang tengah rumah, sedang dua tiang lagi

tertutup oleh papan dinding kamar utama. Dua tiang di tengah rumah itu disebut
22

simalambuo berupa kayu bulat yang menjulang dari dasar hingga ke puncak

rumah. Dua tiang lagi adalah manaba berasal dari pohon berkayu keras dipahat

empat segi, demikian pula dua tiang yang berada di dalam kamar utama. Setiap

tiang mempunyai lebar dan panjang tertentu satu dengan lainnya. Semakin lebar

jarak antara tiang simalambuo dengan tiang manaba maka semakin

berpengaruhlah si pemilik rumah.

Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela tertutup. Sekelilingnya hanya

diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat

mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Desain ini menandakan orang Nias

bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui acara-acara di dalam

rumah, terutama yang berkaitan dengan adat dan masalah masyarakat setempat.

Pemilik rumah bersama ketua adat duduk di bangku memanjang di atas lantai

yang lebih tinggi disebut sanuhe sambil bersandar ke kayu-kayu teralis,

sedangkan yang lainnya duduk di lantai lebih rendah atau disebut sanari. Setiap

acara adat akan berlangsung di dalam rumah, terlebih dulu seisi kampung

diundang dengan membunyikan faritia (gong) yang tergantung di tengah rumah.

Faritia di rumah adat Nias Selatan dilengkapi oleh fondrahi, yaitu tambur besar

sebagaimana terlihat di Omo Sebua rumah besar untuk raja dan bangsawan.

masyarakat Nias pada umumnya memiliki kesadaran akan adanya

perubahan- perubahan dalam kehidupan baik itu menyangkut lingkungan alam,

norma dan nilai sehingga diperlukan seperangkat hukum yang juga adaktif.

Konsep ini dimungkinkan berakar


23

dari pemahaman strategi adaptasi yang dimiliki pada masa Mesolitik.

Keberadaan hukum yang disertai dengan sangsi merupakan bentuk hukum yang

cukup lengkap. Keberadaan organisasisosial yang berfungsi dalam kaitannya

dengan pemerintahan dan adat sangat menunjang keberlangsungan sebuah

masyarakat yang teratur. Keberadan konsep tersebut dalam konteks pembabakan

budaya Neolitik merupakan sesuatu yang sangat luar biasa.

Kelebihan tersebut semakin mantap dengan adanya upaya untuk selalu

memperbaharui hukum tersebut.Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Nias

sudah sejak lama tertata dalam hukum sehingga sudah sangat

teratur hidupnya.Kesadaran akan potensi lingkungan yang berbeda dengan

harapannya tidak menyurutkanuntuk tetap berkarya dan meneruskan budayanya,

seperti halnya ketiadaan logam yangdisikapi dengan bahan kayu pada fo’ere

sebagai sarana prosesi religi merupakan aspek kearifan yang juga sangat penting

untuk disebarluaskan.Berbagai kearifan yang ada pada masyarakat Nias

merupakan modal sosial yang sangat penting

untuk ditanamkan pada seluruh masyarakat terutama pada generasi muda.

Kearifan yang diungkapkan tersebut di atas merupakan hasil dari adaptasi

masyarakat Nias terhadaplingkungan, manusia dan kebudayaan, sehingga dapat


24

dikatakan bahwa karakter darimasyarakat Nias adalah adaptif. Karakter yang

adaptif tersebut juga merupakan

bentuk jatidiri masyarakat Nias. beberapa kearifan tersebut sangat mungkin dapat

disebarluaskan pada masyarakat umum (di luar masyarakat Nias) mengingat mem

iliki nilai-nilai yang bersifat universal.

5.Kearifan Lokal dalam Bangunan

Kondisi geografis Pulau Nias yang berada pada jalur patahan, sehingga

menjadikan areal ini sering mendapatkan gempa. Tampaknya kondisi pulau seperti

itu disikapi dengan pembuatan arsitektur yang khas yang kiranya mampu

memberikan ketahanan jika terjadi gempa. Selain itu juga arsitektur di Pulau Nias

menggambarkan aspek sosial dan religi masyarakatnya.Sehingga arsitektur rumah

tinggal pada masyarakat Nias merupakan penggambaran aspek lingkungan,

manusia dan religinya. Adapun aspek yang mencirikan akan adanya kearifan

dalam menyikapi gempa diantaranya adalah keberadaan tiang-tiang penyangga

yang disusun untuk menopang beban yang berat dicerminkan lewat ukuran tiang

yang cukup besar dan lewat persilangan-persilangan balok-balok yang dirancang

vertikal, horisontal dan diagonal.


25

Arsitektur dengan tiang penyangga seperti itu kiranya memberi arti positif

bagi perkembangan arsitektur modern dan juga dalam upaya mendapatkan

pondasi rumah yang kokoh. Keberadaan rumah di Nias bagian selatan yang

cenderung tinggi dan besar dibuat berhimpitan seperti sebuah gerbong kereta juga

merupakan upaya untuk mendapatkan kekuatan yang lebih dalam menghadapi

goncangan. Selain itu rumah juga merupakan symbol yang menggambarkan

adanya struktur dalam masyarakat dan juga dalam kosmologi. Sehingga rumah

adat dalam masyarakat Nias juga berstruktur yang terkait dengan struktur sosial di

masyarakat. Mengingat rumah adat itu juga menyimbolkan aspek religi

(kosmologi) maka fungsi rumah juga digunakan dalam prosesi religi.

D.Struktur dan Konstruksi

1.Rumah Adat Nias Utara


26

Gambar 3.10 Rumah adat Nias Utara

Arsitektur vernakular ternyata sering memberi inspirasi bagi sejumlah

arsitek besar, mulai dari Frank Lloyd Wright hingga penggagas "estetika mesin"

Walter Gropius. Ketika merancang kapel Notre Dame d’Huit di Ronchamp yang

kemudian menjadi salah satu mahakarya yang legendaris, arsitek Perancis Le

Corbusier terinspirasi oleh contoh-contoh bangunan vernakular yang memenuhi

buku sketsanya.

FRANK Lloyd Wright menunjukkan kekaguman terhadap para perancang

bangunan vernakular melalui definisinya tentang arsitektur vernakular sebagai

bangunan yang dibuat oleh mereka yang benar-benar tahu tidak ada yang lebih

bijak daripada menyelaraskan karya rancang bangun dengan lingkungan dan

kebutuhan.
27

Para "arsitek" yang hanya mengandalkan logika sederhana namun otentik ini,

menurut Wright, jauh lebih unggul dibandingkan dengan mereka yang menjadi

arsitek melalui jalur formal. Yang terakhir ini dalam berkarya sering tak mampu

melepaskan diri dari pengaruh gaya atau kecenderungan arsitektur pada

zamannya.

Pluralitas etnis di wilayah Nusantara merupakan berkah karena kondisi ini

memberi kekayaan khazanah arsitektur vernakular yang barangkali keragamannya

tak tertandingi negara mana pun. Uniknya, keragaman itu tetap dijalin satu benang

merah, yaitu ketahanan mereka terhadap ancaman bencana gempa.

Snouck Hurgronje, antropolog Belanda, dalam observasinya terhadap

hunian masyarakat Aceh masa kolonial melaporkan, seorang pencuri akan

menggoyang bangunan untuk memastikan apakah penghuni rumah yang akan

menjadi calon korban tidur nyenyak. Bila penghuninya berteriak, "Siapa itu?"

maka sang pencuri pun akan memutuskan membatalkan aksinya. Laporan

Hurgronje memberi gambaran kepada kita bahwa barangkali zaman dahulu nenek

moyang kita tidak sepanik kita saat ini ketika mengalami peristiwa gempa bumi.

Di Nias, pulau seluas Bali yang secara geografis merupakan daerah rawan

gempa sebagaimana wilayah Aceh, jejak-jejak kearifan para arsitek zaman dahulu

juga masih bisa ditemui di Sihare’o Siwahili, desa di Nias Utara. Berbeda dari

kawasan desa tradisional di Nias Selatan yang memerlukan waktu dan tenaga

ekstra untuk mencapai lokasi mereka dari Gunung Sitoli, desa ini bisa dicapai
28

dengan kendaraan hanya dalam waktu 30 menit melalui jalan aspal yang relatif

mulus.

Rumah-rumah vernakular di Nias, walaupun tidak bereaksi ketika

digoyang-goyang sebagaimana dahulu rumah di Aceh, secara bijak dirancang

dengan prinsip tahan gempa. Di bagian kaki bangunan kolom-kolom terbagi

menjadi dua jenis, yaitu kolom struktur utama yang berdiri dalam posisi tegak dan

kolom penguat yang terletak dalam posisi silang-menyilang membentuk huruf X

miring.

Gambar 3.11 Kolom-kolom bangunan Omo Sabua

Balok kayu ataupun batu besar sengaja diletakkan di sela- sela kolom

penguat sebagai pemberat untuk menahan bangunan dari terpaan angin.

Sedangkan ujung atas kolom tegak dihubungkan dengan balok penyangga melalui
29

sambungan sistem pasak yang kemudian ditumpangi balok-balok lantai di

atasnya.

Kolom-kolom diagonal, tanpa titik awal maupun akhir, jalin-menjalin

untuk menopang bangunan berdenah oval dengan kantilever mengelilingi seluruh

sisi lantai denah. Bagaikan sabuk, rangkaian balok dipasang membujur sekeliling

tubuh bangunan. Di atas sabuk bangunan, sirip-sirip tiang dinding berjarak 80

sentimeter dipasang berjajar dengan posisi miring ke arah luar. Di antara sirip-

sirip dipasang dinding pengisi dari lembaran papan.

Penggunaan kolong memang bukan satu-satunya di Nias. Di beberapa

wilayah Nusantara, kolong di samping mengemban fungsi struktur juga

menciptakan ruang yang cukup efektif untuk menyiasati masalah kelembapan

yang ditimbulkan iklim tropis.

Gambar 3.12 Kolong Rumah adat Nias


30

Kolong juga dapat menghindari kontak langsung penghuni dengan tanah

yang cenderung becek saat hujan. Berbeda dari daerah lain, di Nias kolong tidak

menjadi ruang positif yang berfungsi sebagai tempat menenun, menyimpan

barang, atau memelihara ternak, melainkan benar-benar mengemban fungsi

struktural.

Kolom-kolom ini berukuran cukup besar sehingga kekokohannya bukan

saja mampu mempertinggi angka keamanan bangunan terhadap gempa, tetapi

secara psikologis juga memberi perasaan aman bagi penghuninya sebab di atas

kolom berdiri dengan megah bangunan berskala besar dengan atap menjulang.

Roxana Waterson, pakar antropologi arsitektur tradisional dari National

University of Singapore, menyatakan, di seluruh kawasan Asia Tenggara rumah

Nias Utara adalah karya arsitektur vernakular paling ekspresif dalam

menampilkan kesan monumentalitasnya.

Di bagian tengah bangunan, kolom-kolom dari kolong yang menjulang ke

atas menembus lantai hingga bubungan atap bertugas mendukung struktur atap.

Sedangkan di bagian pinggir bangunan, kolom berhenti di atas ruang hunian dan

membentuk jurai atap. Sebagaimana dinding, atap bangunan juga mengikuti

bentuk lantai yang oval. Daun sagu yang dianyam pada sebilah bambu

menghasilkan lembaran yang dirangkai sebagai penutup atap.

Rumah Nias Utara bukan saja menampilkan kesan monumental, tetapi

juga berperan sebagai wadah bertinggal yang leluasa dan nyaman. Denah dengan

pola open layout memudahkan penghuni mengatur tata ruang sesuai selera.
31

Gambar 3.13 Denah Open Layout

Pola paling umum adalah membagi ruang menjadi empat bagian, cukup

dengan meletakkan dinding penyekat bersilangan tegak lurus satu sama lain di

tengah ruangan. Sistem denah terbuka juga membuat rumah vernakular ini sangat

adaptif dengan kebutuhan masyarakat masa kini sebab pemilik rumah dapat

leluasa menggunakan berbagai perabot modern di dalamnya.

Kenyamanan ruang cukup terjaga karena elemen rumah dirancang secara

cerdik menggunakan prinsip arsitektur tropis. Di tempat-tempat yang diinginkan,

bilah dinding papan bisa diganti jerajak untuk menciptakan bukaan. Di ruang

duduk lantai di sepanjang dinding umumnya sengaja ditinggikan dan sebuah

bangku diletakkan menempel sepanjang dinding. Dari bangku ini penghuni

memandang bebas ke arah luar. Dinding miring memungkinkan privasi karena

seluruh kegiatan di balik rumah tidak tampak dari luar walaupun jerajak dibiarkan
32

terbuka sepanjang hari. Bukaan dengan posisi miring mampu mengatasi tempias

air hujan. Ukurannya cukup lebar sehingga udara dan cahaya alam bebas

menerobos masuk ke dalam rumah. Di ruang duduk dan dapur, salah satu bagian

atap dapat berfungsi sebagai sky light, cukup dengan cara mendorongnya ke arah

luar lalu menopangnya dengan tongkat dari dalam.

Bentuk oval membuat rumah-rumah berdiri bebas satu sama lain. Di

Sihare’o Siwahili, beberapa rumah terletak berderet dengan bubungan menghadap

ke arah jalan. Di beberapa tempat, sebuah rumah tampak sendirian berdiri anggun

di atas bukit dikelilingi oleh hijau pepohonan. Walaupun secara prinsip bentuknya

sama, variasi rumah akan terlihat dari proporsi keseluruhannya. Misalnya ada

rumah yang memiliki atap lebih tinggi atau lebih curam, sementara yang lain

memiliki ukuran lebih besar. Ada juga rumah dengan lengkungan elips nyaris

sempurna dibandingkan dengan rumah lainnya.

Rumah di Nias adalah potret tradisi nenek moyang suku Nias yang secara

rasional menyiasati ancaman sekaligus potensi alam dalam membina bangunan.

Hasilnya, sikap pengekangan diri yang melebur dengan keberanian berekspresi.

Titik berat rancangan adalah memenuhi kebutuhan bertinggal, tetapi nilai estetika

justru lahir dari logika bahan serta konstruksi dan geometri yang sederhana, jujur,

dan tidak rumit.Walaupun rumah oval di Nias Utara terbukti tahan gempa,

mungkin mereka tak akan mampu bertahan dari terjangan tsunami. Para

arsiteknya tentu sangat menyadari kekerdilan mereka sebagai manusia. Besar


33

kemungkinan, inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa mereka memilih

daerah perbukitan sebagai lokasi meletakkan rumah oval mereka.

Rumah di Nias Utara memiliki atap loteng yang lebar dan kisi-kisi jendela

yang besar sehingga dapat memberikan penerangan yang maksimal di siang hari

dan juga ventilasi yang baik. Kisi-kisi jendela serta ruang pada bagian atap yang

luas membuat sirkulasi udara dapat masuk ke dalam rumah dan menciptakan suhu

yang sejuk di dalam rumah.

Lantai utama dibagi menjadi ruang pertemuan, Talu Salo, dan kamar tidur.

Dapur dan kamar mandi berada di paviliun di bagian belakang rumah. Mereka

hanya memiliki sedikit perabotan. Barang-barang mereka kebanyakan diletakkan

di dalam lemari atau peti. Furnitur yang penting diletakkan di sepanjang kisi-kisi

jendela yang biasanya digunakan sebagai kursi.

Untuk memaksimalkan elastisitas konstruksi bangunan, pilar-pilar tidak

didirikan di atas tanah, melainkan di atas pondasi batu. Hal ini merupakan teknik

perlindungan untuk menghindari kontak langsung antara tanah dengan kayu agar

konstruksinya dapat tahan lebih lama.


34

2.Rumah Adat Nias Tengah

Gaya rumah Nias Tengah juga adalah persegi panjang, tapi tidak dibangun

dinding ke dinding seperti di selatan. Rumah di Gomo dikerjakan agak rustikal

dan pakai berbagai ukiran “primitif”. Rumah-rumah ini sering lebih dihiasi dari

pada rumah-rumah di selatan dan utara. Jumlah tiang dalam deret depan selalu

ganjil, entah 5 atau 7 tiang. Sering kelihatan satu lengan keluar dari tiang yang

dengan tangan terangkat memberi Salam. Rumah di Gomo sering memakai satu

balok panjang yang melintang di atas kediaman rumah, persis dalam pertengahan

rumah. Balok ini dibentuk dari satu pohon yang bersama dengan akar pohon

digali dari dalam tanah. Balok ini disebut hulu, dan ujungnya yang dibentuk dari

akar pohon itu disebut balö hulu (ujung punggung). Balö hulu biasanya penuh

ukiran. Rumah-rumah bangsawan (Omo Sebua) di wilayah Gomo lebih besar dan

lebih dihiasi dari pada rumah biasa, tetapi tidak spektakuler seperti di selatan.

Gambar 3.14.1 Rumah adat gaya Nias tengah dari Sifaoro'asi-Gomo.


35

Rumah-rumah di Nias Selatan di bagian utara dari Gomo sedikit berbeda

dari rumah lainnya di Nias Tengah. Rumah-rumah disini menunjukkan variasi

besar dan membuktikan kreativitas para penduduk di kecamatan-kecamatan yang

berbeda: Lölömatua, Lölöwa’u, Bawölato dan Idanoi (Holi). Dasar juga

rektanguler, tetapi lebih ke arah quadrat. Dan semua rumah yang bervariasi masih

tetap memakai Ewe, balok panjang di sisi kiri dan kanan rumah. Model-model

rumah juga memperhatikan iklim dan lokasi rumah, entah itu di atas gunung

dengan suhu lebih dingin atau di lembah. Di lokasi yang lebih panas, mungkin ada

bukaan jendela di semua tiga sisi depan, sesuatu yang tidak pernah dilakukan di

wilayah lain rumah-rumah Nias Selatan atau Nias Tengah.

Gambar 3.14.2 Rumah Adat di wilayah Gomo (Nias tengah) sering dihiasi dengan
banyak ukiran kayu yang rumit.
36

3.Rumah Adat Nias Selatan

Rumah tipe di ujung selatan Pulau Nias dan di Kepulauan Batu dengan

jelas merupakan perkembangan dari tipe di Gomo. Para leluhur dari masyarakat

Nias Selatan menjelang 500 tahun yang lalu sudah meninggalkan tempat asal

mereka di Gomo. Rumah-rumah di selatan adalah bentuk persegi panjang dan

sering mempunyai tambahan perluasan ke belakang. Mereka dibangun saling

menempel dinding ke dinding dengan rumah-rumah tetangga dan hanya terbuka di

depan dan belakang. Dinding papan di sisi kiri dan kanan pada rumah ini berdiri

tegak dan memikul atap. Dalam rumah bangsawan di ruang umum di depan,

persis di pertengahan, terdapat 1 atau 2 tiang yang di Gomo disebut handro mbatö

atau handro lawa-lawa, di Nias Selatan namanya kholo-kholo.

Tiang itu selalu pakai ukiran. Jenis kayu yang digunakan sangat bervariasi,

terutama untuk rumah raja yang menggunakan sekitar 7 jenis kayu, dengan

penggunaan yang spesifik sesuai karakteristik masing-masing jenis kayu. Kayu

kayu tersebut antara lain kayu Kapini(untuk bato atau tempat tidur), Simandalo,

Afoa (dinding dan lantai), Manawadane, Berua (as panjang yang melintang ke

belakang), Maeula (tiang penyangga sampai ke atas), dan Siholi (rengatap).

Sedangkan pada rumah rakyat, kayu yang banyak digunakan adalah kayu Afoa,

Siholi, dan Berua.


37

Gambar 3.15 Muka rumah adat dari desa Hilimaetaniha dan Hilimondregeraya, di

Nias Selatan.

Muka bangunan miring ke arah luar dan memiliki bukaan berjerajak yang

memungkinkan warga untuk melihat ke jalan di bawah. Jumlah tiang dalam deret

depan rumah ini selalu genap, entah 4 atau 6 tiang. Balok panjang melintang di

atas tiang-tiang, di deret kiri dan kanan rumah. Di bagian depan ujungnya

melengkung ke atas, disebut Ewe, dan dihias dengan ukiran-ukiran seperti ayam

jantan, biawak, ukiran hiasan emas, matahari dan sebagainya. Di Nias Selatan

Ewe ini disebut Sikhöli, dan hiasan hanya seperti ornamen. Bentuk Ewe ini sering

menyerupai depan sebuah perahu.


38

Gambar 3.16 Omo Sebua di desa Hilimondregeraya, tidak jauh dari Telukdalam di

Nias Selatan.

Rumah dikerjakan dengan sangat teliti. Dinding rumah biasanya polos,

hanya di rumah bangsawan terdapat panel dinding yang diukir dengan sangat

teliti. Masih ada beberapa contoh rumah Omo Sebua terawat baik di Nias Selatan

hari ini.

E.Keunggulan yang berhubungan dengan bangunan yang ramah lingkungan

Rumah khas pulau Nias di Sumatera Utara ini memiliki bentuk yang
sangat unik dan khas. Rumah adat Nias dibedakan menjadi dua, Omo Sebua untuk
kepala desa dan Omo Sebua untuk rakyat. Perbedaan utama keduanya ada di
bagian atap. Atap Omo Sebua berbentuk oval dan terbuat dari jerami, Omo Sebua
memiliki atap yang menjulang. Atap loteng yang lebar dan kisi-kisi jendela yang
besar berfungsi memberikan penerangan yang maksimal di siang hari dan juga
ventilasi yang baik, membuat sirkulasi udara dapat masuk ke dalam rumah dan
39

menciptakan suhu yang sejuk di dalam rumah. Ini adalah bentuk kearifan lokal
untuk menjaga rumah tetap sejuk menghadapi suhu udara dan kelembapan yang
tinggi khas iklim tropis. Terletak di kawasan rentan gempa membuat masyarakat
Nias menggunakan teknik konstruksi bangunan tersendiri menggunakan sumber
daya alam yang ada. Untuk memaksimalkan elastisitas konstruksi bangunan
menghadapi gempa, pilar-pilar tidak didirikan di atas tanah, melainkan di atas
pondasi batu. Hal ini merupakan teknik perlindungan untuk menghindari kontak
langsung antara tanah dengan kayu agar konstruksinya dapat tahan lebih lama.

Dari semua jenis rumah adat yang ada dari berbagai propinsi di Nusantara,
rumah-rumah khas Indonesia memiliki benang merah kearifan lokal yang sama:
ramah lingkungan. Desain rumah tradisional Indonesia sangat mengutamakan
aliran dan peralihan udara, mengoptimalkan pencahayaan alami, membangun
dengan mempertimbangkan curah hujan dan fenomena alam, dan menggunakan
bahan bangunan yang alami dan ramah lingkungan.
40

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan indentifikasi diatas rumah adat Nias memiliki 2 type yakni


rumah adat Nias Utara dan rumah adat Nias Selatan ,Nias Tengah memiliki
kesamaan dalam bentuk dan strukturnya.Dalam rumah adat Nias Utara bentuk
denah bangungan masih berbentuk oval sedangkan rumah adat Nias Selatan dan
Tengah bentuk denah rumah memanjang yang menyerupai kapal.
Struktur bangunan rumah adat ini memiliki kesamaan yang diataranyanya
masih menggunakan struktur kayu sebagai material kolom,balok,dinding dan
rangka atap,pada penutup atap menggunakan rumbia.Pada rumah adat Nias Utara
kolom pada bangunan berbentuk X atau persilangan dan saling terhubung antara
kayu satu dengan yang lain sedangkan kolom pada rumah adat Nias Selatan
bentuk kolom pada bagian depan adalah V,keduanya memiliki fungsi bangunan
yang sama adalah tahan terhadap goncangan gempa bumi kecuali tsunami.Maka
dari alasan itulah untuk menghindari bencana tsunami masyarakat nias selatan
membangun rumah diatas perbukitan ataupun pegunungan.
Konsep ruangan yang dimiliki bangunan adat Nias utara adalah open
layout,dan konsep ruangan pada rumah adat Nias Selatan memnjang dan memiliki
tiga tingkatan/elevasi lantai yang berbeda.
Pada zaman sekarang ini masyarakat Nias banyak mengganti material
bangunan dengan material yang modern tetapi masih mempertahankan ciri khas
yang dimiliki pada bangunan adat Nias,seperti ornamen,bentuk dan fungsi tahan
terhadap gempa.
Dari semua jenis rumah adat yang ada dari berbagai propinsi di Nusantara,
rumah-rumah khas Indonesia memiliki benang merah kearifan lokal yang sama:
ramah lingkungan. Desain rumah tradisional Indonesia sangat mengutamakan
41

aliran dan peralihan udara, mengoptimalkan pencahayaan alami, membangun


dengan mempertimbangkan curah hujan dan fenomena alam, dan menggunakan
bahan bangunan yang alami dan ramah lingkungan.

B.Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya

penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang paper di atas

dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung

jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk

menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan paper yang telah di jelaskan.

Untuk bagian terakhir dari paper adalah daftar pustaka.


42

DAFTAR PUSTAKA

Lullulangi.Mithen & Sampebua .Onesimus .2007.Arsitektur Tradisional

Toraja.Makassar : Badan Penerbit UNM.

Bramantyo.2012. Architecture Identification of South Nias Traditional Houses

and Its Transformations. Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 3 November 2012 : 151-

161.

Meridiani Trianandari Winanto,et all.2013. Dual Faces Architecture of Nias.

©Jurusan Arsitektur Itenas | No.I | Vol. I

http://www.museum-nias.org/arsitektur-nias/?

doing_wp_cron=1509958335.0698299407958984375000

https://alidesta.wordpress.com/2016/01/16/8-rumah-adat-unik-yang-ada-di-

indonesia/

https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_adat_Nias

https://www.arsitag.com/blog/omo-sebua-dan-omo-hada-rumah-tradisional-nias-

yang-tahan-gempa/
43

http://www.solusiholcim.com/dekor/rumah-adat-ramah-lingkungan-cerminan-

kearifan-lokal

Anda mungkin juga menyukai