Anda di halaman 1dari 7

Konsep Dasar Appendicitis

1. Pengertian
“Appendicitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi”
(Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).
“Appendicitis as an accute inflamation of the veriform appendix. It is a commondisorder,
with a peak incedence between age 20 and 40” (France Monahan Donavan, 1998 :
1063 ).
“Appendicitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum” ( Barbara Engram,
1998:215).
Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa appendicitis adalah
peradangan pada appendiks yang biasanya terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.
2. Jenis –jenis Appendicitis
a. Appendicitis Akut
Apendicitis akut adalah jenis appendicitis yang paling sering memerlukan pembedahan dan
paling sering menimbulkan kesukaran dalam memastikan diagnosanya, karena banyak
kelainan menunjukkan tanda –tanda seperti appendicitis akut. Terdapat tiga jenis appendicitis
akut, yaitu :
1) Appendicitis akut fokalis (segmentalis)
Peradangan biasanya terjadi pada bagian distal yang berisi nanah. Dari luar tidak terlihat
adanya kelianan, kadang hanya hiperemi ringan pada mukosa, sedangkan radang hanya
terbatas pada mukosa.
2) Appendicitis akut purulenta (supuratif)
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi
nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa.
3) Appendicitis akut
Dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau operasi, tetapi tanpa lapisan
eksudat dalam rongga maupun permukaan appendiks.
b. Appendicitis kronis
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Appendicitis akut jika tidak mendapat pengobatan
dan sembuh dapat menjadi appendicitis kronis. Terdapat dua jenis appendicitis, yaitu :
1) Appendicitis kronik focalis
Peradangan masih bersifat lokal, yaitu fibrosis jaringan submukosa. Gejala klinis pada
umumnya tidak tampak.
2) Appendicitis kronis obliteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi obliterasi
(hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada
bagian itu.
3. Anatomi dan Fisiologi
Appendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong pada akhir
seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam
rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan
terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang dapat
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. (Syaifuddin, 1997: 80).
Panjang appendiks lajimnya adalah delapan sampai sepuluh centi meter pada orang
dewasa. Terdapat dua lapisan otot di dalam dinding appendiks, yaitu lapisan dalam
(sirkularis) merupakan penerusan otot seikum yang sama dan lapisan luar (longitudalis) dari
penyatuan tiga tenia seikum

4. Etiologi
Penyebab utama appendiks adalah obstruksi atau penyumbatan yang dapat disebabkan oleh :
a. Fecalith ( massa fecal yang keras )
b. Benda asing
c. Tumor
d. Stenosis
e. Perlekatan
f. Spasme otot spinchter antara perbatasan appendiks dan seikum
g. Hiperflasia jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak
h. Bendungan appendiks oleh adhesi
Penyebab lain appendicitis adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman – kuman seperti
Escherichia coli (80%), Streptokokus tapi kuman yang lain jarang terjadi.
5. Patofisiologi
Apendiks dapat mengalami peradangan, karena adanya oklusi, kemungkinan oleh
fecalith ( massa fecal yang keras ), tumor atau oleh benda asing. Proses inflamasi ini dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen yang dapat mengakibatkan kolapsnya pembuluh darah
dinding appendiks. Hal in akan mengakibatkan terjadinya invasi bakteri local, seperti ; E.
coli, Enterococci, dan lain –lain.
Setelah itu akan terjadi neutrofilic eksudasi yang melapisi dinding appendiks, terjadi
kongesti pembuluh darah dinding subserosal, dan mukosa appendiks akan menjadi granulasi
kemerahan. Kemudian terjadi peningkatan neutrofilic eksudasi, eksudat supuratif ini akan
menutupi mukosa appendiks, terbentuk abses dan ulserasi pada mukosa appediks yang dapat
meningkatkan perkembangan area nekrotik pada mukosa appendiks. Jika tidak terdeteksi dan
diobati kan berkembang jadi hemorrhagic ulserasi yang meluas pada mukosa appendiks.
Pada akhirnya akan terjadi nekrosis gangrenosa pada dinding appendiks dan terjadilah ruptur
appendiks.
6. Manifestasi Klinis
a. Gejala utama pada appendicitis adalah nyeri perut yang disebabkan oleh obstruksi
appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri
dirasakan samar disertai ketidaknyamanan pada area epigastric atau area preumbilikal.
Setelah empat jam intensitasnya meningkat jadi kolik dan terlokalisasi di kuadran kanan
bawah. Bila penderita flatus dan buang air besar rasa sakitnya berkurang. Jika appendiks
ruptur akan terjadi peritonitis yang disertai nyeri lokal di kuadran kanan bawah di titik Mc.
Burney ( titik pertengahan antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior ) menandakan
iritasi peritonium. Nyeri perut berubah menjadi tajam dan terus –menerus. Setiap gerakan
yang menyebabkan daerah itu bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri. Bila terjadi
perforasi untuk sementara rasa sakit menghilang, tetapi kemudian muncul dengan rasa sakit
yang hebat di seluruh perut karena peritonitis umum.
b. Annoreksia hampir selalu ada dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah terjadi setelah
rasa sakit, pada mulanya hilang timbul secara reflektoris.
c. Konstipasi biasa terjadi pada anak –anak, pada penderita dengan appendiks di dekat
rektum biasa terjadi diare.
d. Demam yang tidak terlalu tinggi, tetapi menjadi hiperpireksi bila terjadi perforasi.
e. Kekakuan otot rektus
f. Leukositosis (kebih dari 12.000/mm3) dengan peningkatan jumlah neutrofil sampai 75%.

7. Penatalaksanaan
a. Antibiotik dan pemberian cairan parenteral, untuk mengatasi atau mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Analgetik diberikan setelah diagnosa appendicitis ditegakkan, tidak diberikan sebelum
penegakan diagnosa karena dapat menutupi tanda dan gejala untuk diagnosa diferensial.
c. Tidak diberikan enema karena dapat menyebabkan stimulasi iritasi peristaltik pada area
inflamasi yang dayang dapat meningkatkan perforasi.

d. Appendiktomi, suatu operasi pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah perforasi. Appendiks diangkat melalui insisi abdomen kuadran
kanan bawah yang diawali dengan anastesi umum atau spinal.
8. Komplikasi
a. Perforasi appendiks (paling umum) yang berkembang menjadi peritonitis
b. Ileus paralitik
c. Trombosis vena portal
d. Septicemia

Pengertian
Appendiktomi adalah prosedur pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan
dilaksanakan di bawah anastesi umum atau spinal. Persiapan pra operasi biasanya minimal,
yakni pemberian premedikasi dan persiapan kulit abdomen, sama halnya dengan operasi
lainnya misal pengaturan diet dan cairan. Insisi dibuat pada abdomen kanan bawah dimana
appendiks terdapat, appendiks diklem kemudian diangkat, bekas potongan dijahit dan ditutup
kembali. Lapisan –lapisan kulit diperbaiki dan kulit dijahit. Drainage luka biasanya tidak
diperlukan. Luka sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan kelemahan otot. Aktivitas penuh
dapat dilakukan setelah empat sampai lima minggu. Jahitan dilepas pada hari kelima sampai
tujuh, pemulangan dilakukan pada hari ke empat sampai tujuh jika tidak ada komplikasi yang
timbul. ( Moira Atree & Jane Merchant, 1996 :11 ).

2. Manifestasi Post Appendiktomi


a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat aktivitas disertai
kekakuan pada abdomen dan paha kanan.
b. Mual dan muntah.
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Dehidrasi karena adanya pembatasan masukan oral pada periode pertama post operasi.
e. Konstipasi, karena adanya pengaruh anastesi pada fungsi pencernaan.
f. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.
3. Komplikasi Post Appendiktomi
Potensial komplikasi setelah appendiktomi antara lain :
a. Peritonitis
b. Abses pelvis (lumbal)
c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma)
d. Ileus (paralitik dan mekanik)
4. Perawatan Post Operatif
a. membuat pengkajian post operatif seperti biasanya
b. mengukur tanda vital
c. mengukur intake dan output
d. memantau kesempurnaan drainage
e. memantau nyeri
f. memantau respirasi dan bersihan jalan napas
g. mengkaji bising usus dan toleransi klien terhadap imtake oral

B. Proses Keperawatan

Menurut Shore yang dikutip oleh Doengoes, proses keperawatan merupakan suatu
proses penggabungan unsur dari kiat keperawatan yang paling diperlukan dengan unsus –
unsur teori sistenm yang relevan dengan menggunakan metode ilmiah. Proses ini
memasukkan pendekatan interprsonal atau interaksi dengan proses pemecahan masalah dan
proses pengambilan keputusan. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahap, yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai