Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Tujuan…............................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Angina Pectoris Stabil .......................................................................................................4

BAB III STATUS PASIEN


3.1 Anamnesis…………………………………………………………………….…………10
3.2 Pemeriksaan Fisik…………..…………………………………………………….……..11
3.3 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………….…...12
3.4 Diagnosa………………………………………………………………..……………......13
3.5 Tatalaksana ...……………………………………………………………………... …...13

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus……………………………………………………………………….14

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... ….16
LAMPIRAN REKAM MEDIS…………………………………………………………....17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coronary Arteri Disease (CAD) adalah keadaan patofisiologis jantung ketika terjadi
penyempitan arteri koronaria yang merupakan arteri pembeeri nutrisi jantung akibat proses
terosklerosis atau spasme atau akibat adanya penimbunan plak pada arteri tersebut. CAD
dapat diklasifikasikan menjadi asimtomatik dan Penyakit Jantung Koroner (PJK). PJK dapat
dibagi lagi menjadi Angina Pektoris Stabil (APS) dan Sindroma Koroner Akut (SKA).
APS adalah sindrom klinik yang ditandai dengan rasa nyeri seperti tertindih di dada
dan menjalar ke rahang, bahu, punggung ataupun lengan yang biasanya dicetuskan akibat
adanya kerja fisik, namun akan mereda bila istirahat. APS terjadi akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand. Progresi plak dapat menyebabkan suplai yang menurun sedangkan
demand terus meningkat akibat tubuh tetap melakukan aktivitas. Plak stabil memiliki resiko
rendah untuk pecah, namun bila tidak stabil maka akan mudah untuk pecah.
SKA dapat dibedakan berdasarkan patofisiologinya dan oklusinya. Berdasarkan
patofisiologinya adalah Non-ST Elevated Myocard Infraction (NSTEMI) dan ST Elevated
Myocard Infraction (STEMI). NSTEMI adalah adanya depresi segmen ST atau inverse gel T
atau gelombang T pseudonormal dengan marka jantung meningkat. STEMI adalah adanya
elevasi segmen ST dimana penangannanya langsung memerlukan terapi revaskularisasi
akibat oklusi tota. Kedua hal terebut terjadi akibat adanya rupture plak sehingga biomarker
jantung seperti troponin meningkat. Berdasarkan oklusinya adalah oklusi total yaitu STEMI
dan oklusi parsial yaitu Unstable Angina Pectoris (UAP). UAP ditandai dengan nyeri dada
seperti tertindih dan menjalar ke rahang, bahu, punggung ataupun lengan lebih dari 20 menit
dan tidak reda saat istirahat.
Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, prevalensi PJK
tahun 2013 adalah 1.5% dengan prevalensi tertinggi pada usia 65-74 tahun. Faktor resiko
CAD adalah perokok (nikotin berperan dalam kerusakan endotel), obesitas (peningkatan LDL
teroksigenisasi dan displidemia), hipertensi, dll.

2.1 Tujuan Kunjungan Lapangan


a. Mengenalkan mahasiswa preklinik terhadap kondisi di Rumah Sakit
b. Mengetahui kondisi pasien dengan penyakit kardiovaskuler dari manifestasi klinis, hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa, dan tatalaksana.
c. Melakukan observasi status pasien dengan penyakit kardiovaskuler
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANGINA PEKTORIS STABIL (APS)


A. Definisi

Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Angina
pectoris ini memilki karakteristik tertentu yaitu nyeri retrosternal yang lokasi terseringnya di
dada, substernal atau sedikit ke kiri, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai
dengan lengan dan jari-jaribagian ulnar, punggung/pundak kiri. Angina Pectoris juga sering
dirasakan sebagai rasa tidak nyaman di dada, biasanya dalam waktu kurang lebih 10 menit di
dada, rahang, bahu kiri punggung sampai ke pergelangan tangan atau jari-jari, yang dipicu
oleh aktivitas, stres emosional dan menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.
AP juga dapat bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman di daerah epigastrium.

Karakteristik yang penting dari AP adalah adanya perburukan dari nyeri dada yang
berhubungan dengan aktifitas fisik dan stres emosi. Gejala klasik dari angina dapat terlihat
setelah makan dalam porsi yang banyak aau munculpertama kali di pagi hari. Nyeri dada
yang bukan tergolong angina biasanya ditandai dengan keterlibatan nyeri di sebagian kecil
hemotoraks kiri dan berlangsung dalam beerapa jam atau hari, dan nyeri tidak berkurang
dengan pemebrian nitrogliserin.

Kualitas nyeri biasanya nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih benda berat di dada, rasa
desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada
mau pecah dan biasanya pada kedaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak nafas.

B. Epidemiologi

Prevalensi terjadinya angina pada studi populasi meningkat di setiap tingkatan usia dan
perbedaan jenis kelamin. Terdapat data 5-7% di wanita berusia 45-67 tahun dan 10-12% di
wanita berusia 65-84 tahun mengalami angina pektoris stabil, dan ada pria ditemukan 4-7%
usia 45-64 tahun, dan 12-14% pada usia 65-84 tahun.

C. Klasifikasi

Klasifikasi Angina Pektoris (AP)

1. Angina tipikal (definite)


Memenuhi tiga dari tiga karakteristik nyeri dada :

a. Rasa tidak nyaman di retrosternal yang sesuai dengan karakteristik nyeri dan
lamanya nyeri.
b. Dipicu oleh aktivitas fisik atau emosional.
c. Nyeri berkurang pada istirahat dengan atau pemberian nitrat.

2
2. Angina atipikal (probable)
Memenuhi dua dari tiga karakteristik diatas.

3. Nyeri dada non-kardiak


Memenuhi satu atau tidak memenuhi karakteristik diatas.

D. Prognosis

Secara klinis beratnya AP menggambarkan beratnya iskemik otot jantung


yang dialami oleh pasien. Untuk itu diperlukan gradasi beratnya AP yang berguna
untuk penatalaksanaan selanjutnya dan juga sebagai predictor dari prognosis
pasien yang mengalami AP. Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh
“Canadian Cardiovascular Society” (CCS) sebagai berikut :

- CCS Kelas I
Aktivitas sehari-hari seperti berjalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan
lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada saat latihan
yang berat, berjalan cepat, dan terburu-buru waktu kerja atau bepergian.
- CCS Kelas II
Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan aktivitas
lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki dua blok, naik tangga lebih dari satu
lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angin dan lain-lain.
- CCS Kelas III
Aktivitas sehari-hari terbatas. AP timbul bila berjalan satu sampai dua blok, naik
tangga satu lantai dengan kecepatan yang biasa.
- CCS Kelas IV
AP bisa timbul pada saat istirahat sekalipun. Hamper semua aktivitas dapat
menimbulkan angina termasuk mandi, menyapu, dan lain-lain.

Penyebab paling sering dari APS adalah adanya aterosklerotik yang


mempersempit arteri koroner. Pada keadaan normal, saat aktivitas tinggi,
pembuluh darah mempunyai kapasitas untuk menurunkan resistensinya, sehingga
pembuluh darah mampu untuk menerima aliran adarah sebesar 5-6 kali lipat
(sumbatan di lumen pembuluh darah hanya sebesar ≤40%). Namun, apabila
sumbatan aterosklerotik sudah mencapai ≥50%, sumbatan tersebut dapat
mencetuskan iskemik, karena pembuluh darah koroner jantung sudah tidak
mampu untuk memenuhi metabolism otot jantung selama latihan ketika
mengalami stress emosional. Secara angiografik penyempitan pembuluh darah
yang dianggap signifikan adalah yang melebihi 70% penyempitan walau penilaian
klinis tetap menjadi utama dalam menentukan terapi.

3
E. Manifestasi Klinis

Berikut karakteristik Angina Pektoris (AP) yang dapat dijadikan patokan dalam
membedakan dengan nyeri non kardiak :

- Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat akan tetapi tidak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan.
Nyeri juga dapat dipicu oleh stress baik fisik maupun emosional.
- Nyeri pada saat pertama kali muncul biasanya agak nyata, dari beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP)
sehingga dimasukkan kedalam sindrom koroner akut = acute coronary syndrome
(ACS), yang memerlukan perawatan khusus. Nyeri tidak terus-menerus, tetapi
hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang
sampai terkontrol.

F. Pemeriksaan

Fisik

Tidak ditemukan hal-hal yang khusus atau spesifik saat pemeriksaan fisis. Sering didapatkan
pemeriksaan fisik yang normal pada kebanyakan pasien. Mungkin pada saat pemeriksaan
fisik yang dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan
murmur, split S2 paradoksal, ronki basah dibagian basal paru yang menghilang lagi pada
waktu nyeri sudah berhenti.

4
Laboraturium

Beberapa pemeriksaan laboraturium yang diperlukan adalah hemoglobin (Hb), hematokrit


(Ht), trombosit dan pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti gula darah, profil
lipid, dan penanda inflamasi akut bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada yang cukup berat dan
lama.

Diagnostik

Untuk memastikan adanya iskemia miokardium sebagai penyebab adanya nyeri dada maka
diperlukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut.

1. EKG waktu istirahat


Pemeriksaan ini dilakukan apabila nyeri dada belum dapat dipastikan nyeri timbul
adalah non kardiak. Pemeriksaan ini yang dilakukan ketika nyeri dada dapat
menambah kemungkinan ditemukannya kelainan yang sesuai dengan iskemia
sampai 50% lagi, walaupun EKG waktu istirahat normal.
2. Foto toraks
Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya klasifikasi koroner maupun katup
jantung, tanda-tanda lain, misalnya pasien juga penderita gagal jantung, penyakit
jantung katup, perikarditis, aneurisma, dan diseksi, serta pasien-pasien yang
cenderung nyeri dada karena kelainan paru.
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini sangat bermanfaat pada pasien dengan murmur sistolik untuk
memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopati
hipertrofik. Selain itu dapat menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu
berlangsungnya nyeri dada. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menganalisa fungsi
miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien APS kronik atau bila
pernah mengalami infark jantung sebelumnya, walaupun tidak dapat melihatkan
adanya iskemia yang baru terjadi.

G. Farmakologi

Angina Pektoris Stabil

1. Β-blocker, merupakan obat pilihan dalam tatalaksana hipertensi pada pasien dengan
penyakit jantung koroner. Terutama yang menyebabkan timbulnya gejala angina.
Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina karena efek utamanya sebagai
inotropik dan kronotropik negatif. Dengan menurunnya frekuensi denyut jantung,
maka pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang. Β-blocker juga
menghambat pelepasan renin di ginjal yang akan menghambat terjadinya gagal
jantung.
2. Calcium channel blocker, akan digunakan sebagai obat tambahan setelah optimalisasi
dosis beta blocker, bila terjadi : tekanan darah yang tetap tinggi, angina yang persisten
atau adanya kontraindikasi absolut pemberian dari beta-blocker.

5
Calcium channel blocker bekerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu juga
akan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi koroner.
Walaupun CCB berguna pada tatalaksana angina, tetapi sampai saat ini belum ada
rekomendasi yang menyatakan bahwa obat ini berperan terhadap pencegahan kejadian
kardiovaskular pada pasien dengan penyakit jantung koroner.
3. ACE Inhibitor, pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang disertai DM
dengan tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan pilihan utama dengan
rekomendasi penuh dari semua guideline yang telah dipublikasi. Pemberian obat ini
secara khusus sangat bermanfaat pada pasien jantung koroner dengan hipertensi,
terutama dalam pencegahan kejadian kardiovaskular.
4. Diuretik, fungsinya sebagai vasodilatasi dan mencegah absorpsi berlebih sodium dan
Cl. Diuretik golongan tiazid akan mengurangi kejadian kardiovaskular, seperti yang
telah dinyatakan beberapa penelitian terdahulu. Seperti Veterans Administrations
Studies, MRC, dan SHEP.
5. Nitrat, indikasi pemberian nitrat kerja panjang adalah untuk tatalaksana angina yang
belum terkontrol dengan dosis beta blocker dan CCb yang adekuat pada pasien
dengan penyakit jantung koroner. Tetapi sampai saat ini tidak ada data yang
mengatakan penggunaan nitrat dalam tatalaksa hipertensi, selain dikombinasikan
dengan hidralazin pada kasus-kasus tertentu.

6
BAB III
STATUS PASIEN
3.1 Anamnesis
IDENTITAS PASIEN

Nama : Inaq Suar

Umur : 70 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 31 Desember 1946

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Status Nikah : Menikah

Alamat : Marong, kec. Praya Timur, kab. Lombok Tengah

Tanggal Masuk : 9 Maret 2017 pukul 14.00 WITA

Cara Masuk : Rujukan dari RSUD Praya

1. Keluhan Utama:
a. Nyeri dada
b. Penurunan kesadaran

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


a. Onset : Sudah membaik
b. Lokasi : Dada
c. Kualitas : Nyeri dada terasa tajam dan tertekam benda tumpul
d. Durasi : Nyeri dada terasa selama 1-2 menit dan kadang timbul
e. Faktor yang memperberat/memperingan: Kelelahan/Istirahat
f. Keluhan penyerta : Sesak napas sejak 1 bulan yang lalu, nyeri kaki kanan, sakit
pada abdomen, kejang dengan durasi ≤ 5 menit, sakit kepala, dan jantung
berdebar-debar.
g. Riwayat pengobatan : Omeprazole, ceftriaxone, NaCl 3% 7 tpm, 2 drip KCl,
pompa insulin 4cc/jam.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu:
a. Riwayat penyakit lain : Hipertensi dan Maag
b. Riwayat penyakit serupa : -
c. Riwayat opname : -
d. Riwayat operasi : -
e. Riwayat trauma : -
4. Riwayat Penyakit Keluarga: -

7
5. Riwayat Sosial dan Risiko :
a. Kebiasaan merokok : -
b. Pola makan : 3 kali sehari namun hanya mengkonsumsi nasi
c. Olahraga : Tidak

3.2 PEMERIKSAAN FISIK (saat di RSUD Praya tanggal 8 Maret 2107)

1. GCS : E3, V3, M5


2. Tekanan darah : 180/100 mmHg
3. Heart Rate : 133x/menit
4. Respiration Rate : 28x/menit
5. Suhu : 36,5ºC
6. Akral : Hangat
7. Saturasi O2 : 96%
8. Jalan Napas : Clear
9. Risiko dekubitus : -

3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Chest X Ray

Hasil pemeriksaan : Cardiomgaly ringan

b. Pemeriksaan Laboratorium
Diabetes : Gula Darah Sewaktu 297 mgl/dl
Ureum : 23 mg%
Kreatinin : 1,5 mg%

8
Albumin : 2,6 gr%
Elektrolit dalam Urine/ 24 jam : Na+ 138 mmol/L, Cl- 108 mmol/L, K+ 3,9 mmol/L

c. Pemeriksaan Ultrasonografi

Hasil pemeriksaan : kedua renal, hepar, dan organ abdomen lainnya masih dalam
batas normal dan Ascites (-)

d. Pemeriksaan EKG

9
10
3.4 DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan diperkuat oleh pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis CAD (Coronary Artery Disease) iskemia anterolateral dan keto
asidosis metabolik.

3.5 TINDAKAN TERAPI

Nama Obat dan Dosis Cara Pemberian Frekuensi


Ceftriaxone 2 gr/hari IV 1x
Omeprazole I vial/12 jam IV 2x
Syringge pump insulin 4 IU/gr Syringe pump
Clopidrogel 75 mg-0-0 PO 1x
Bisoprovol 2,5 mg-0-0 PO 1x
Atrovastine 0-0-20 gr PO 1x
KCL 50 Meq dalam 500cc dRip 1x
NaCl 14 tpm
Aspar – K 3x1 tablet PO 3x
Lantus 10 unit SC 1x
Novorapid 3x dalam 10mg SC 3x
Antorvastatin 0-0-20mg PO 1x

11
12
13
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis pasien diketahui bahwa pasien tersebut memiliki


berbagai faktor risiko untuk mengalami Coronary Artery Disease (CAD) seperti usia,
Diabetes melitus, dan hipertensi.

Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa hormon insulin memiliki peran yang
berarti pada hipertensi dan menjadi predisposisi untuk Coronary Artery Disease (CAD). Pada
pasien yang menderita Diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin dimana reseptor yang
terdapat pada insulin tidak sensitif terhadap ligan dalam hal ini glukosa sehingga kadar
glukosa dalam darah meningkat drastis. Peningkatan kadar gula darah kemudian diikuti oleh
peningkatan kadar insulin dalam darah sebagai mekanisme feedback positif. Peningkatan
kadar insulin dalam darah memiliki serangkaian efek diantaranya meningkatkan viskositas
darah, meningkatkan resistensi perifer melalui aktivitas saraf simpatis dan melalui hipertrofi
sel otot pembuluh darah. Resultante dari hal-hal di atas dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah (hipertensi) baik sistolik maupun diastolik meningkatkan


risiko terjadinya atherosklerosis, Coronary Artery Disease (CAD) dan stroke. Hipertensi
dapat mempercepat terjadinya atherosklerosis melalui berbagai pathway. Pada studi yang
dilakukan di hewan coba menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah dapat merusak
endotel pembuluh darah dan dapat meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah
terhadap lipoprotein. Ketika terjadi peningkatan tekanan arteri dalam waktu yang lama sel-sel
otot pada pembuluh darah akan meningkatkan produksi proteoglycan yang berperan untuk
mengikat dan menahan partikel LDL yang menyebabkan terjadinya akumulasi LDL di tunika
intima dan memfasilitasi proses oksidasi. Akumulasi LDL pada sub intimal membentuk plak
atheroma yang seiring berjalannya waktu dapat terus berkembang manakala tidak dilakukan
intervensi dini sehingga menyebabkan kekauan pada pembuluh darah dan disebut sebagai
atherosklerosis. Pada perkembangannya, plak atherosklerosis dapat menimbulkan gejala baik
diinduksi maupun tidak diinduksi.

Pada kasus yang kami dapati, seringkali pasien mengalami keluhan nyeri dada sekitar
1-2 menit seperti ditindih setelah melakukan aktifitas fisik dan mereda sewaktu istirahat. Hal
ini merupakan salah satu tanda dari Coronary Artery Disease (CAD) yakni angina pectoris
stabil.

Analisis EKG

I. Kriteria Hipertrofi Ventrikel Kanan, antara lain :


1. Rasio R/S yang terbalik :
 R/S di V1 >1
 R/S di V6 <1
2. Sumbu QRS pada bidang frontal yang bergeser ke kanan (deviasi aksis ke kanan)

14
II. Kriteria Hipertrovi Ventrikel Kiri, dinilai menggunakan scoring, sebagai berikut:
Sistem Skoring Romhilt-Estes

Kriteria Skor
Kriteria voltase, dapat dipilih salah satu : 3
 R atau S di sadapan ekstremitas ≥ 20 mm, atau
 S di V1/V2 ≥ 25 mm, atau
 R di V5/V6 ≥ 25 mm, atau
 S di V1/V2 + R di V5/V6 ≥ 35 mm
Depresi ST dan inversi T di kompleks Vki (strain pattern) 3
AAKi 3
Deviasi aksis ke kiri ≤ -15 derajat 2
Interval QRS atau WAV di kompleks Vki memanjang: 1
 Interval QRS ≥ o,o9 detik
 WAV ≥ 0,04 detik
LVH apabila nilai skor > 5

Analisis

Pada EKG Tersebut, terdapat:


- R di V6 ≥ 25 mm (poin = 3)
- Deviasi aksis ke kiri ≤ -15 derajat (poin = 2)

Total poin: 5 (maka terindikasi LVH)

15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Coronary Arteri Disease (CAD) adalah keadaan patofisiologis jantung ketika terjadi
penyempitan arteri koronaria yang merupakan arteri pembeeri nutrisi jantung akibat proses
terosklerosis atau spasme atau akibat adanya penimbunan plak pada arteri tersebut. CAD
dapat diklasifikasikan menjadi asimtomatik dan Penyakit Jantung Koroner (PJK). PJK dapat
dibagi lagi menjadi Angina Pektoris Stabil (APS) dan Sindroma Koroner Akut (SKA). Pada
pasien yang kami temui, dalam diagnosisnya, pasien tersebut mengalami Angina Pectoris
Stabil.

16
DAFTAR PUSTAKA

Lilly, L., S. 2016. Pathophysiology of Heart Disease. 6th ed. Harvard Medical School

Perki. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Edisi Pertama.

Setiati, S., et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing

17

Anda mungkin juga menyukai