Anda di halaman 1dari 14

1

ANAFILAKSIS

Definisi

Anafilaksis adalah suatu respon klinis hipersensitivitas akut, berat, dan


menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi
antara antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast.

Etiologi

Berbagai zat atau keadaan dapat menyebabkan reaksi


anafilaksis/anafilaktoid. Ada yang berupa antigen seperti protein (serum,
hormone, enzim, bisa binatang, makanan, dan sebagainya), atau polisakarida, juga
ada yang berupa hapten yang nanti bertindak sebagai antigen apabila berikatan
dengan protein (antibiotik, anastesi lokal, analgetik, zat kontras, dan lain-lain).
Antigen tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui oral, suntikan/sengatan,
inhalasi, atau topikal. Di samping itu ada juga penyebab yang tidak bersifat
antigen. Secara umum penyebab anafilaksis/anafilaktoid dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Obat
a. Molekul besar : hormone insulin, ACTH, estrogen, relaksin, kortison
b. Antibiotik : penisilin, streptomisin, klorampenikol, sulfonamide,
kanamisin, dll.
c. Kemoterapeutik : siklosporin, metotreksat, melfalan, klorambusil, dll.
d. Vaksin : difteri, morbili, parotitis, influenza, pertusis, rabies, tetanus,
tipoid.

2. Makanan
a. Ikan : cakalang, lemuru, salmon, sardine, lele, layang.
b. Udang : kepiting, cumi-cumi, kerang, teripang.
2

c. Kacang tanah, kacang kedelai, kacang mete, ercis, coklat.


d. Susu, telur, jamur, daging tupai, daging sapi, daging kelinci, daging ayam,
daging rusa.
e. Buah : nanas, mangga, nangka, apel, rambutan, langsap, durian, strawberi,
salak, jeruk, pisang, jagung,
f. Bumbu atau rempah : lada, pala, seledri, cengkeh, adas, asam,lombok,
jahe, bawang, ragi, vanili, kayu manis.

3. Bisa/cairan binatang :
a) Serangga
b) Ular, laba-laba
c) ubur-ubur
d) beberapa jenis ikan atau hewan air.

4. Getah tumbuhan : lateks, perekat akasia.

5. Bahan kosmetik/industri : cat rambut, parfum, pelurus rambut, pemutih kulit,


pengawet kayu, penyamak, cat.

6. Faktor lisis : panas, dingin, getaran, cahaya, tekanan.

7. Faktor kolinergik dan kegiatan jasmani

Zat Zat yang menimbulkan reaksi Anafilaksis

Zat-zat yang sering menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis dapat


dibagi atas :
a . Mediator IgE Protein (kelapa,ikan,kerang-kerangan,telur), Antiserum (tetanus
dan antitoksin dipteri), Hormon, enzim (insulin, vasopressin, paratohormone
,ACTH dan TSH) Enzim (Tripsin, kimotripsin, penisilinase, streptokinase), Bisa
binatang atau Sengatan lebah penyengat, lebah madu,semut api Ekstrak allergen
3

Vaksin (Antilimsofitik Gamma Globulin), Bahan-bahan tumbuhan (Alang-alang,


rumput, pohon), Bahan-bahan bukan tumbuhan (Kutu, bulu anjing dan kucing,
dan hewan uji coba laboratorium, Makanan (Susu, telur, ikan laut, kacang,padi-
padian, biji-bijian, gelatin pada kapsul), Polisakarida Dekstran dan ferum
dekstran
b Mediator komplemen Reaksi transfusi dengan defisiensi IgA dan metrotreksat
c Mediator arakidonat Aspirin dan NSAID
d Yang dibebaskan sel mast secara langsung Opiad, tubokurarin, radiokontras
dan hidralasin
e Golongan protamin dan antibiotikaGolongan Penisilin, amfotericin B,
nitrofurantoin, golongan kuinolon
f Anastesi local Prokain, lidokain
g Relaksan otot Suxamethonium, gallamine, pancuronium
h Vitamin Thiamin, asam folat
i Agen untuk diagnostic Sodium dehidrokolat, sulfobromophthalein
j Bahan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan Etilen oksida

Patofisiologi
Produksi antibodi IgE spesifik memerlukan kerja sama aktif antara
makrofag, sel T dan sel B. Alergen yang masuk melalui traktus respiratorius,
traktus gastrointestinalis atau kulit akan difagosit oleh makrofag untuk diproses
dan dipersentasikan kepada sel T. Sel T yang tersensitisasi akan merangsang sel B
berkembang menjadi sel plasma yang mensintesis dan mensekresi IgE spesifik.
Pengikatan IgE oleh sel mast mempunyai konsekuensi penting. Pengikatan oleh
sel mast menyebabkan IgE merupakan suatu fraksi dengan waktu paruh yang
lebih panjang sehingga pajanan terhadap alergen tersebut dapat memacu sel mast
secara sistemik yang akan melibatkan banyak sistem dan akan menimbulkan syok
anafilaktik.
Manifestasi klinis
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang
4

kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal. Reaksi
sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus respiratorius, sistem
kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya terjadi
dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.

a. Reaksi sistemik ringan


Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian
perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan.
Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan
peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal pada membran mukosa, keluarnya air
mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam sesudah kontak dengan
antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya berjalan 1-2 hari
atau lebih pada kasus kronik.
Gambaran klinis anafilaksis
Sitem Gejala dan tanda Mediator
Umum Malaise, lemah, rasa sakit -
Histamin
Kulit Urtikaria, Eritema

Mukosa Edema periorbita, hidung


Histamin
tersumbat dan gatal,
(prodroMukosa
angiodema, pucat,
sianosis

Pernapasan
Bersin, pilek, dispnu,
Jalan napas atas
edema laring, serak, Histamin
edema lidah dan faring,
stridor

Dispnu, emfisema akut


Jalan napas bawah
asma, bronkospasme, Newly synthesized
5

bronkorea mediator, histamin, lain-


lain

Peningkatan peristaltik,
Gastrointestinal muntah, disfagia, mual, Tidak diketahui
Susun kejang perut, diare
Gelisah, ke
Gelisah, Kejang
Susunaan saraf pusat Tidak diketahui

b. Reaksi sistemik sedang


Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan
pada reaksi sistemik ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema
jalan napas, dispnu, batuk dan mengi. Dapat juga terjadi angioedema, urtikaria
umum, mual dan muntah. Biasanya penderita mengeluh gatal menyeluruh,
merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya reaksi sistemik sedang
hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.

c. Reaksi sistemik berat


Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala
seperti reaksi sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan
cepat dalam beberapa menit (terkadang tanpa gejala permulaan) timbul
bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak, stridor, dispnu berat,
sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal dan
hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan muntah.
Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat
atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia
jantung, syok dan koma.
Rangkaian peristiwa yang menyebabkan gagal napas dan kolaps
kardiovaskular sering sangat cepat dan mungkin merupakan gejala objektif
6

pertama pada anafilaksis. Beratnya reaksi berhubungan langsung dengan


cepatnya masa awitan. Reaksi fatal umumnya terjadi pada orang dewasa. Pada
anak penyebab kematian paling sering adalah edema laring.

Diagnosis
Diagnosis anafilaksis ditegakkan secara klinis. Perlu dicari riwayat
penggunaan obat, makanan, gigitan binatang atau tranfusi. Pada beberapa
keadaan dapat timbul keraguan terhadap penyebab lain sehingga perlu dipikirkan
diagnosis banding. Pada reaksi sistemik ringan dan sedang diagnosis bandingnya
adalah diagnosis banding urtikaria dan angioedema
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ
atau lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu
menegakkan diagnosis maka American Academy of Allergy, Asthma and
Immunology telah membuat suatu kriteria.
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit
hingga beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-
duanya (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus,
kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory
compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan
PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan
dengan disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak
setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit
hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-
bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-
lidah-uvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme,
stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala
gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah)
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
7

Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur)
atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa,
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih
dari 30% dari tekanan darah awal.

2.6. Pemeriksaan Penunjang


Penentuan kadar triptase plasma atau serum dapat membantu dalam
mendiagnosis anafilaksis. Kadar 10 ng/ml atau lebih menunjukkan aktivasi sel
mast. Kenaikan kadar mungkin tidak terjadi dalam 30 menit pertama, tetapi
cenderung memuncak pada 1 sampai 2 jam dan kemudian menurun dengan
waktu paruh 2 jam. Sebaliknya, kadar histamin plasma memuncak dalam 5-10
menit sesudah tantangan sengatan lebah dan kembali ke garis batas dalam 30
menit. Karenanya, penentuan kadar triptase plasma atau serum biasanya lebih
membantu dalam mendiagnosis anafilaksis.

Diagnosa Banding
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik. Gambaran klinis
yang tidak spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan
dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena
anafilaksis mempengaruhi seluruh sistem organ pada tubuh manusia sebagai
akibat pelepasan berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, dimana
masing-masing mediator tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap
reseptor pada sistem organ. Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis
dan syok anafilaktik adalah reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi
hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid syndrome, Chinese restaurant syndrome,
asma bronkiale, dan rhinitis alergika
Reaksi vasovagal, sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan.
Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak
terlalu rendah seperti anafilaktik. Sementara infark miokard akut, gejala yang
8

menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering
diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau
sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan
darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran
napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas,
hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya
sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.
Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan,
nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant
syndrome, dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah
pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan
lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut
nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan
tanpa MSG.
Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk
berdahak, dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor
pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada
pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin,
buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan
karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara dingin.
9

Tatalaksana

-Riwayat pasien sesuai dengan gejala anafilaksis ?


- Riwayat gejala spesifik untuk suatu etologi ?
Ya -Pertimbangkan diagnosis lain tetap pantau gejala

Rujuk ke ahli alergi imunologi untuk evaluasi

Apakah uji diagnostik (uji kulit, uji in vitro,


challenge test) positif untuk etiologi spesifik
penyebab anafilaksis
Tidak -Uji diagnostik alergi tambahan
Ya (histamin urin 24 jam)

Tatalaksana
Spesifik : penghindaran alergen -Jika gejala muncul periksa beta
edukasi pasien, keluarga, perawat triptase serum tetap pantau
pengobatan spesifik : imunoterapi, gejala
desentitasi, farmakologi profilaksis
Umum : obat epinefrin, antihistamin kerja cepat
Program terencana untuk kegawatdaruratan -Pertimbangkan diagnosis
anafilaksis
Jika pasien asma, optimalkan terapi asma
anafilaksis idiopatik
Edukasi pada lingkungan ( sekolah, tempat kerja)

Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan


segera. Bila perlu, segera lakukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi endotrakeal
(pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atau
trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea untuk membantu
pernafasan).
10

Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk


membuka saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi
syok, diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi
jantung dan peredaran darah. Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan
kortikosteroid (misalnya prednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya
(setelah dilakukan tindakan penyelamatan dan pemberian epinefrin).
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan
khusus. Untuk pruritus, urtikaria atau edema angionerotik dapat diberikan
antihistamin misalnya, diphenhidramin, loratadin atau cetirizine dan kalau
kelainan cukup luas diberikan pula adrenalin subkutan dengan dosis 0,01
mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis. Difenhidramin diberikan dengan dosis 0,5
mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM diberikan dengan dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4
kali/24 jam.

Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah :


1. 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1 kali/hari.
2. > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.

Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah :


1. 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari.
2. > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah :


1. 6-11 tahun : 30 mg/hari, 2 kali/hari
2. > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.

Bila gejala klinis sangat berat misalnya dermatitois eksfoliatif, ekrosis


epidermal toksik, sindroma Steven Johnson, vaskulitis, kelainan paru, kelainan
hematologi harus diberikan kortikosteroid serta pengobatan suportif dengan
menjaga kebutuhan cairan dan elektrolit, tranfusi, antibiotik profilaksis dan
11

perawatan kulit sebagaimana pada luka bakar untuk kelainan-kelainan dermatitis


eksfoliatif, nekrosis epidermal toksik dan Sindroma Steven Johnson.
Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis
tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral
yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison
oral. Cairan dan elektrolit dipenuhi dengan pemberian Dekstrosa 5% dalam
0,225% NaCl atau Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl dengan jumlah rumatan dan
dehidrasi yang ada.
Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, parut atau
kontraktur. Reaksi anafilaksis harus mendapat penatalaksanaan adekwat
secepatnya. Kortikosteroid topikal diberikan untuk erupsi kulit dengan dasar
reaksi tipe IV dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditentukan.
Pemilihan sediaan dan macam obat tergantung luasnya lesi dan tempat.
Prinsip umum adalah dimulai dengan kortikosteroid potensi rendah. Krim
mempunyai kelebihan lebih mudah dioles, baik untuk lesi basah tetapi kurang
melindungi kehilangan kelembaban kulit. Salep lebih melindungi kehilangan
kelembaban kulit, tetapi sering menyebabkan gatal dan folikulitis.
Sediaan semprotan digunakan pada daerah kepala dan daerah berambut lain. Pada
umumnya steroid topikal diberikan setelah mandi, tidak diberikan lebih dari 2 kali
sehari. Tidak boleh memakai potensi medium sampai tinggi untuk daerah kulit
yang tipis misalnya muka, leher, ketiak dan selangkangan.
Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.
Untuk pruritus, urtikaria, atau edema angioneurotik dapat diberikan antihistamin
dan bila kelainan tersebut cukup luas diberikan pula adrenalin. Reaksi anafilaktik
akut membutuhkan epinefrin, patensi jalan nafas, oksigen, cairan intravena,
antihistamin dan kortikosteroid. Reaksi kompleks imun biasanya sembuh spontan
setelah antigen hilang, namun sebagai terapi simtomatik dapat diberikan
antihistamin dan antiinflamasi non-steroid. Antihistamin generasi kedua dapat
pula digunakan, seperti loratadin. Steroid topikal dengan potensi sedang
12

(hidrokortison atau desonid) dan pelembab dapat digunakan pada tahap


deskumasasi.
Bila gejala klinis berat (dermatitis eksfoliatif, nekrolisis epidermal toksik,
sindrom Stevens-Johnson, vaskulitis, kelainan paru, kelainan hematologik) harus
diberikan kortikosteroid serta pengobatan suportif dengan menjaga kebutuhan
cairan dan elektrolit, transfusi, antibiotik profilaksis). Perawatan lokal segera
dilakukan untuk mencegah perlekatan, sikatriks, atau kontraktur melalui
konsultasi dan kerjasama interdisiplin dengan bagian terkait (mata, kulit, bedah).
Pada reaksi pseudoalergi seperti pewarnaan radiokontras dapat diberikan
terlebih dahulu obat sebelum prosedur pemeriksaan, seperti kortikosteroid,
antihistamin dan atau efedrin. Pencegahan reaksi alergi obat merupakan langkah
terpenting dalam penatalaksanaan. Penggunaan obat yang sering memberikan
reaksi alergi, seperti antibiotik, harus diberikan sesuai indikasi. Pemberian obat
secara oral lebih sedikit memberikan reaksi alergi dibandingkan parenteral atau
topikal. Pemberian obat parenteral harus ditunjang dengan ketersediaan epinefrin
atau sarana gawat darurat lain.

Prognosis
Estimasi saat ini menunjukkan angka kejadian alergi obat
makinmeningkat. Laporan dari seluruh dunia menunjukkan angka 0,01% sampai
5% dan sekurang kurangnya 15%-30% penderita yang dirawat di rumah sakit
mengalami reaksi sedikitnya terhadap 1 macam obat dan 6-10% merupakan alergi
obat.
Dengan penatalaksanaan yang baik, prognosis alergi obat adalah baik
bahkan untuk alergi obat yang berat sekalipun. Dapat terjadi perlekatan kulit,
kontraktur, simblefaron, kebutaan bila tindakan tidak tepat dan terlambat
dilakukan. Angka kematian dilaporkan 1 dari 10.000 kejadian, pada sindroma
Steven Johnson kematian sebesar 5-15%.
13

KESIMPULAN

Anafilaksis adalah rekasi alergi yang mempengaruhi seluruh tubuh. Reaksi


ini dapat menyebabkan kematian. Anafilasis dapat disebabkan oleh:
- Aspirin
- obat anti inflamatory
- kacang-kacangan
- buah
- telur
- chepalosporins
- sengatan lebah.

Gejala anafilaksis dapat mencakup:


- tekanan perut
- batuk
- pusing
- mual dan muntah
- sesak napas
- pembengkakan pada wajah
- sesak di dada atau tenggorokan

Cara Terbaik mencegah reaksi alergi ini adalah dengan menghindari substansi
yang menyebabkan alergi.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Akib A, Munasir Z, kurniati N, Buku Ajar Alergi – Imunologi Anak, Edisi


Kedua, IDAI, Jakarta : 2007. Hal: 207-222.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 vol. 1,
EGC, Jakarta: 2010. Hal: 797-799.
3. Rudolph M, Hoffman J, Rudolph C, Buku Ajar Peditri Rudolph, Edisi 20
vol. 1, EGC, Jakarta : 2006. Hal:532-533.
4. http://www.scribd.com/doc/135913125/ANAFILAKSIS-MAKALAH-2

Anda mungkin juga menyukai